• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. Tinjauan Pustaka

1. Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian

Tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan bentuk kejahatan yang luar biasa (extra ordiniory crime) dan merupakan kejahatan yang memiliki pengaruh besar terhadap kestabilan perekonomian pada suatu negara. Pada umumnya, pelaku tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah orang yang memiliki wawasan intelektual tinggi. Tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang memiliki hubungan yang sangat erat. Sehingga, perlu diadakan deregulasi yang tepat dengan memperhatikan perkembangan hukum yang terjadi.

Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang memiliki dampak langsung terhadap perekonomian negara. Hal tersebut terdapat dalam beberapa Pasal, misalnya Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menyebutkan :

“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) Tahun dan paling lama 20 (dua puluh) Tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah)”.

Dalam penjelasan umum Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 diketahui agar dapat menjangkau berbagai modus operendi penyimpangan keuangan negara atau perekonomian negara yang semakin canggih dan rumit maka tindak pidana korupsi ini dirumuskan sedemikian rupa. Sehingga meliputi perbuatan-perbubatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi secara melawan hukum dalam pengertian formil maupun materil.7 Menurut Komariah Emong Sapardjaya melawan hukum formil adalah tindak pidana yang telah mencocoki semua unsur yang disebutkan dalam undang-undang. Sedangkan melawan hukum materil adalah perbuatan yang telah dianggap tercela menurut masyarakat.8

Dalam tindak pidana korupsi terdapat empat tipe fenomena, yaitu penyuapan, pemerasan, penggelapan, dan nepotisme. Semua fenomena tersebut pada dasarnya tidaklah sama. Namun, keempat fenomena tersebut memiliki benang merah, yaitu menempatkan kepentingan publik diatas kepentingan privat dengan melanggar norma-norma tugas dan kesejahteraan yang dibarengi dengan keserba rahasiaan, pengkhianatan, penipuan, dan pengabaian yang kejam atas setiap konsekuensi yang diderita oleh publik.9

Menurut Robert O. Tilman, pengertian korupsi yang sesungguhnya tergantung dari cara dan sudut mana orang memandangnya. Penggunaan persepektif tertentu tidak akan sama memandang arti korupsi dengan penggunaan perspektif lain. korupsi apabila dipandang dari sudut pandang ekonomi, tidak akan

      

7. Edi Yunara, Korupsi dan Pertanggungjawaban Piidana Korporasi (Berikut Studi

Kasus), Citra Aditya Bakti : Bandung, 2005. Hal. 37-38

8 Komariah Emong Sapardjaya, Ajaran Sifat Melawan Hukum Materil Dalam Hukum

Pidana Indonesia, Alumni : Bandung, 2002. Hal. 24-25 dalam Edi Yunara, Ibid. Hal. 38

9Elwi Daniel, Koruppsi (Konsep, Tindak Pudana, dan Pemberantasannya), PT. Raja

sama maksud ataupun definisinya pada saat melihat tindak pidana korupsi dari sudut pandang sosiologi.10

Sehingga pengertian tindak pidana korupsi memiliki cakupan yang sangat luas, dan multidisipliner. Akan tetapi, multidisipliner terhadap definisi tindak pidana korupsi berdampak positif bagi kalangan hukum, yang dapat mendefinisikan tindak pidana korupsi secara komprehensif. Sehingga dalam memaknai tindak pidana korupsi tersebut dapat dilakukan dengan memiliki konseptual yang baik.

Istilah korupsi berasal dari kata “corruptio” dalam bahasa latin memiliki arti kerusakan atau kebobrokan, dan dipakai pula untuk menunjukan suatu keadaan atau perbuatan yang busuk. Menurut Henry Campbell Black, korupsi adalah suatu perbuatan untuk memberikan sesuatu kuntungan yang tidal sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak pihak lain.11

Dalam perspektif sosiologi, Syed Hussein Alatas mengungkapkan beberapa ciri dari korupsi sebagai berikut :12

a. Korupsi senantiasa melibatkan lebih dari satu orang.

b. Korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan, kecuali ia telah begitu merajalela, dan begitu mandalam berurat berakar, sehingga individu-individu yang berkuasa atau mereka yang berada dalam       

10 Persepektif yang digunakan dalam mengartikan korupsi antara satu dan yang lainnya

berbeda. Perspektif yang dimaksud adalah menggunakan suatu pendekatan baik dengan pendekatan sosiologi, kriminoligi, dan pendekatan politis. Perbedaaan persepektif tersebut sebenarnya bukanlah Hal yang negatif. Mengartikan korupsi dari berbagai sudut pandang akan mampu memunculkan definisi korupsi secara komprehensif. Muhtar Lubis dan James C, Scoot (ed.), Bunga Rampai Korupsi, LP3ES : Jakarta, 1988. Hal. 59 dalam Elwi Daniel, Ibid. Hal. 2

11 Ibid. Hal.3

lingkungannya tidak tergoda untuk menyembunyikan perbuatan mereka.

c. Korupsi melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik. d. Mereka yang mempraktikan cara-cara korupsi biasanya berusaha

untuk menyelubungi perbuatannya dengan berlindung di balik pembenaran hukum.

e. Mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas, dan mereka yang mampu untuk mempengaruhi keputusan-keputusan itu.

f. Setiap tindakan korupsi mengandung penipuan. g. Setiap korupsi merupakan suatu pengkhianatan.

h. Setiap korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan itu.

i. Suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat.

Begitu luas cakupan korupsi ini. Syed Hussen berpendapat apabila suatu tidakan telah memiliki dan mendekati ciri-ciri sebagaimana yang disebutkan di atas, maka akan diklasifikan sebagai tindak pidana korupsi.13

Tindak pidana korupsi memiliki kaitan yang erat dengan kekuasaan. Menurut Piers Beirne dan James Messerschmidt terdapat empat tipe korupsi, yaitu :14

      

13 Ibid Hal. 8

14 Ermansjah Djaja, Meredesain Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika :

a. Kekuasaan di bidang legislatif (Political Bribery)

b. Korupsi yang berkaitan dengan sistem kontrak borongan (Political Kickbacks)

c. Korupsi yang berkaitan dengan kecurangan dalam pemilihan umum (Election Fraud)

d. Korupsi yang berkaitan dengan kegiatan kampanye (Corrupt Compaign Practices).

Benveniste juga memandang korupsi dari berbagai aspek dan mengatakan korupsi memiliki empat jenis yaitu :15

a. Discretion corruption, yaitu korupsi yang dilakukan karena adanya kebebasan dalam menentukan kebijaksanaan, sekalipun tampaknya bersifat sah. Bukanlah praktik-praktik yang dapat diterima oleh para anggota organisasi.

b. Illegal corruption, yaitu suatu jenis tindakan yang bermaksud mengacaukan bahasa atau maksud-maksud hukum, peraturan, dan regulasi tertentu.

c. Mercenary corruption, yaitu tindak pidana korupsi yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang.

d. Ideological corruption, yaitu jenis korupsi yang dimaksud untuk mengejar tujuan kelompok.

Dari pengertian tindak pidana korupsi diatas, maka dapat disimpulkan tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang berkaitan dengan “kekuasaan” dan “uang”. Sama hal nya dengan Tindak Pidana Pencucian Uang yang juga berkaitan dengan uang dan sistem keuangan (financial system).

Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan kejahatan di bidang ekonomi. Menurut Peter Liley, sebagian besar tindak pidana di bidang ekonomi dilakukan untuk memperoleh suatu hal yaitu uang.16 Secara kasat mata, tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan suatu upaya untuk mendapatkan uang dengan cara yang illegal dan bagaimana uang tersebut tidak terdeteksi oleh aparat penegak hukum.

Definisi Money Laundering menurut The American President’s Commission om Organized Crime : “money laundering is the process by which one conceals the existence, illegal source, or illegal application on income, and then disguises that income to make it appear legitimate”. Yang artinya : “pencucian uang adalah proses dimana satu menyembunyikan keberadaan, sumber ilegal, atau aplikasi ilegal pada pendapatan, dan kemudian menyamar bahwa pendapatan untuk membuatnya tampak sah”.17

M. Giovanoli berpendapat bahwa money laundering merupakan suatu proses, yang dengan cara itu aset, terutama aset tunai yang diperoleh dari tindak pidana dimanipulasi sedemikian rupa, sehingga aset tersebut seolah-olah berasal

      

16M. Arief Amrullah, Tindak Pidana Pencucian Uang Money Laundring . Bayu Media

Publishing: Malang, 2004. Hal 3.

17 Guy Stessens, Money Laundering A New International Law Enforcement Model,

Cambridge University Press, The Edinburg Building, Cambridge CB2 8 RU : UK, 2000. Page 82- 84 dalam dalam Pathorang Halim, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang di Era Globalisasi, Total Media : Jakarta, 2013.. Hal. 17

dari sumber yang sah.18 J.Koers, Penuntut Umum dari Netherland berpendapat bahwa money laundering merupakan suatu cara untuk mengedarkan hasil kejahatan ke dalam suatu peredaran uang yang sah dan menutupi asal usul tersebut.19

Secara umum, dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian merupakan suatu perbuatan yang memindahkan, menggunakan atau melakukan perbuatan lainnya atas hasil dari tindak pidana lainnya, yang kerap dilakukan oleh criminal organization, maupun indvidu yang melakukan tindak pidana.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang merupakan bentuk partisipasi Indonesia dalam upaya pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang merupakan pelaksanaan dari amanat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam United Nations Convention Againts Illicit Traffic in Narcotics, Drugs, and Psychotropic Substances of 1988.20

Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 berbunyi “pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini”.

Unsur-unsur yang dimaksud Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 termuat dalam beberapa Pasal dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010. Unsur yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 adalah kegiatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,       

18 Ibid. Hal. 11

19 Biro Hukum Urusan Hukum dan Sekretariat Bank Indonesia, Makalah “Money

Laundering”, Jakarta, 2010 Hal. 1

membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.

Unsur-unsur yang terkandung dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 adalah menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.

Unsur-unsur yang terdapat dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 adalah menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran atau menggunakan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari tindak pidana.

Tindak pidana yang dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5 Undang- undang Nomor 8 Tahun 2010, merupakan tindak pidana yang disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010, antara lain :

a. Korupsi b. Penyuapan c. Narkotika d. Psikotropika

e. Penyelundupan tenaga kerja f. Penyelundupan migran g. Di bidang perbankan h. Di bidang pasar modal i. Di bidang perasuransian j. Kepabeanan

k. Cukai

l. Perdagangan orang m. Perdagangan senjata gelap n. Terorisme

o. Penculikan p. Pencurian

q. Penggelapan r. Penipuan s. Pemalsuan uang t. Perjudian u. Prostitusi v. Di bidang perpajakan w. Di bidang kehutanan x. Di bidang lingkungan hidup

y. Di bidang kelautan dan perikanan; atau

z. Tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih.

Uang hasil tindak pidana tersebut, biasanya tidak langsung digunakan oleh para pelaku tindak pidana. Harta kekayaan tersebut diupayakan terlebih dahulu untuk masuk kedalam sistem keuangan (financial system), dengan tujuan agar aparat penegak hukum sulit melacak asal-usul harta kekayaan tersebut. Hal ini merupakan suatu upaya yang selalu dilakukan oleh pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang, dan merupakan efek dari globalisasi. Maka dari itu, haruslah dilakukan deregulasi terhadap peraturan-petaruan yang mengatur mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang ini.

Dinamika perubahan arus globalisasi di bidang ekonomi yang bersifat akselerasif, berimplikasi pada sistem sosial, dan dengan sendirinya akan memasuki wilayah hukum. Dengan demikian, hukum sebagai subsistem sosial, tidak dapat terlepas dari perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat, termasuk di dalamnya globalisasi ekonomi.

Dalam Tindak Pidana Pencucian Uang, terdapat beberapa tahapan yang biasanya dilakukan oleh pelaku tindak pidana, yaitu :

Pada tahapan ini, pelaku tindak pidana melakukan penempatan dana hasil perbuatan kriminal, kedalam sistem keuangan. Misalnya dengan cara mendepositokan uang hasil tindak pidana tersebut ke dalam suatu bank, dan kemudian, uang tersebut masuk kedalam sistem keuangan yang bersangkutan. Contoh lainnya adalah dengan cara mengkonversi ke dalam mata uang asing.

b. Tahap pelapisan (layering)

Setelah melakukan tahap penempatan uang hasil tindak pidana, maka pelaku tindak pidana melakukan pelapisan terhadap uang hasil tindak pidana. Tujuan dari pelapisan ini adalah untuk menghilangkan jejak dari uang hasil tindak pidana tersebut, baik asal-usul uang tersebut, maupun ciri-ciri dari uang tersebut. Misalnya mentransfer dana dari berbagai rekening ke lokasi lainya atau dari suatu negara ke negara lainnya dan juga melakukannya dengan berkali-kali. Cara lainnya adalah dengan memecah-mecah jumlah dana di bank, dengan tujuan mengaburkan asal-usul dari uang tersebut, mentransfer dalam bentuk valuta asing, membeli saham, dan melakukan transaksi lainnya. Fakta yang paling sering terjadi di lapangan adalah melakukan pendanaan kegaitan-kegiatan dengan menggunakan uang hasil tindak pidana tersebut. seolah-olah uang yang digunakan tersebut merupakan uang yang halal.

c. Tahap menyatukan (integration)

Tahap penyatuan ini merupakan tahap akhir setelah tahapan placement dan layering. Pada tahapan ini, pelaku tindak pidana melakukan penyatuan uang hasil tindak pidana tersebut. sehingga, seolah-olah uang tersebut telah tercuci dan uang tersebut seolah-olah menjadi uang yang diperoleh dengan cara yang legal.

Tahapan pencucian uang tersebut, merupakan salah satu dampak negatif dari globalisasi, baik di bidang ekonomi maupun di bidang teknologi. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya transaksi keuangan (financial system)yang dilakukan oleh pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang. Financial system menjadi sarana utama bagi pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang dalam menjalankan aktivitas kriminalnya. Era globalisasi dan kemajuan teknologi yang canggih menyebabkan hubungan antar wilayah bahkan hubungan antar negara menjadi semakin mudah dalam hal komunikasi, informasi dan transportasi. Hal ini akan menjadi potensi meningkatnya tingkat kejahatan di bidang Tindak Pidana Pencucian Uang. Karena, pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang memiliki kemudahan dalam melakukan transaksi keuangan baik dalam maupun ke luar negri.

Selain itu, yang tak kalah pentingnya adalah apa yang menjadi latar belakang pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang melakukan pencucian uang. Yang menjadi latar belakangnya adalah dengan maksud memindahkan atau menjauhkan para pelaku dari kejahatan yang menghasilkan proceeds of crime, memisahkan proceeds of crime dari kejahatan yang dilakukan, menikmati hasil kejahatan tanpa adanya kecurigaan dari aparat yang berwenang kepada pelakunya, serta melakukan reinvestasi hasil kejahatan untuk mengembangkan aksi kejahatan selanjutnya atau mencampur ke dalam bisnis yang sah.

Pencucian uang merupakan suatu upaya bagi pelaku tindak pidana korupsi dalam hal mengaburkan atau menyamarkan uang hasil tindak pidana korupsi tersebut. sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa korupsi dapat dikatakan sebagai predicate crime Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dokumen terkait