BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3 Pragmatik dan Tindak Tutur (Speech Acts)
2.3.1 Tindak Tutur
Bahasa merupakan alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam berkomunikasi, manusia akan menyampaikan informasi berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Saat penyampaian informasi inilah manusia melakukan tindak bahasa atau disebut sebagai tindak tutur (Speech act).
Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech (1993: 5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan): menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa,
di mana, bilamana, bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat netral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, ini implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.
Menurut Searle (1975) dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak
tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan dan perintah (dalam Rani, 2004: 158).
Teori tindak tutur seperti yang disebut di atas berkembang dan ini dimajukan oleh Austin (dalam Chaer, 1995: 69). Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat kita pisahkan tiga macam tindak bahasa yang terjadi secara serentak:
1. Tindak tutur lokusi (Locutionary act) yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis, dalam bahasa Inggris subject-predicate dan topic comment ini disebut juga propositional act (Searle, dalam Lubis, 1996: 9).
Contoh: Saya haus, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan haus mengacu ke ‘tenggorokan kering dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta minuman.
2. Tindak tutur lokusi (Locutionary act) yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis, dalam bahasa
Inggris subject-predicate dan topic comment ini disebut juga propositional act (Searly, dalam Lubis, 1996: 9).
Tindak tutur ilokusi (illocutionary act), ini biasanya pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, menjanjikan dan menjanjikan, misalnya, “Ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat”. Menurut Searle (1975) ilokusi dibedakan atas:
a. representatif (kadang-kadang disebut asertif), yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya (misalnya: menyatakan, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, meyakini, menerangkan).
Contoh: Saya meyakini bahwa dia akan datang.
b. direktif, yaitu tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu (misalnya: memerintahkan, memohon, menyuruh, menyarankan, menantang). Contoh: Saya memerintahkan agar rumah itu disita.
c. ekspresif, yaitu tindak ujaran yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu (misalnya: memuji, mengeluh, mengkritik, berterima kasih) contohnya: Saya berterima kasih bahwa dia berhasil atas usahanya.
d. komisif, yaitu tindak ujaran yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam ujarannya (misalnya
berjanji, bersumpah, mengancam, menyetujui dan merencanakan). Contoh: Saya berjanji bahwa saya akan memperjuangkan kepentingan rakyat semua.
e. deklarasi, yaitu tindak ujaran yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru (misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, menobatkan, meresmikan, mengizinkan, menghukum, menyatakan). Contohnya: Saya menyatakan bahwa rapat ini dibuka secara resmi.
3. Tindak tutur perlokusi (Perlocutionary act) yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan 1984: 18, dalam Lubis, 1996: 9). Contoh: dari kalimat saya haus yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada pendengar yaitu dengan memberikan atau menawarkan minuman kepada penutur.
Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan ‘predikasi’, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi dengan akibat suatu ungkapan.
Atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu, ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakaiannya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian dan lain-lain, dan perlokusi adalah hasil dan ucapan tersebut terhadap pendengarannya.
Dalam segi lokusi, ini hanya sebuah pernyataan bahwa nilai rapor itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, bisa berarti pujian atau ejekan. Pujian kalau memang nilai itu bagus, dan ejekan kalau memang nilai rapor itu memang tidak bagus. Dari segi perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih (muram) dan sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih.
Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan tetapi mengharuskan si pendengar mengolahnya, sehingga makna yang sebenarnya dapat ditentukannya. Ini dapat diketahui dari kaidah perbincangannya.
Jadi kalimat:
Nilai rapormu bagus sekali bermakna dasar, sebuah rapor bernilai bagus.
Prinsip koperatifnya di sini dijalankan karena si pembicara menyatakan sesuatu dengan tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan bahwa si pembicara menyatakan sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna di baliknya
Di sini konteksnya dan penuturnya menegaskan peranan untuk menyatakan nilai evaluatifnya. Kalau yang menyatakan itu adalah orang tuanya kepada anaknya yang menunjukkan rapornya dan air muka orang tuanya itu
kelihatan tidak jernih, maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah
kekesalan. Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai rapor tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau mungkin juga cuma merasa sedih atau mungkin
juga ia akan menangis, atau ia akan mengatakan bahwa ia telah berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi.