• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINDAK TUTUR DALAM INTERAKSI SOSIAL DI PASAR TRADISIONAL AKSARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINDAK TUTUR DALAM INTERAKSI SOSIAL DI PASAR TRADISIONAL AKSARA"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

TINDAK TUTUR DALAM INTERAKSI SOSIAL

DI PASAR TRADISIONAL AKSARA

TESIS

Oleh

ROSTINA

067009020/LNG

SE K O L A H PA SCA S A R JANA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(2)

TINDAK TUTUR DALAM INTERAKSI SOSIAL

DI PASAR TRADISIONAL AKSARA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora dalam Program Studi Linguistik

Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

ROSTINA

067009020/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2008

(3)

Judul Tesis : TINDAK TUTUR DALAM INTERAKSI SOSIAL DI PASAR TRADISIONAL AKSARA

Nama Mahasiswa : Rostina

Nomor Pokok : 067009020

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Amrin Saragih, MA, Ph.D) Ketua

(Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S) Anggota

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. T. Silvana Sinar, MA, Ph.D) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

(4)

Telah diuji pada

Tanggal 10 November 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Amrin Saragih, MA, Ph.D

Anggota : 1. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S 2. Prof. T. Silvana Sinar, MA, Ph.D 3. Dr. Eddy Setia, M.Ed, TESP

(5)

PERNYATAAN

TINDAK TUTUR DALAM INTERAKSI SOSIAL

DI PASAR TRADISIONAL AKSARA

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, atau kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 10 November 2008

(6)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul “Tindak Tutur dalam Interaksi Sosial di Pasar Tradisional Aksara Medan”. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif induktif. Data yang digunakan adalah percakapan/tindak tutur dalam interaksi sosial di pasar tradisional Aksara (tuturan antara pembeli dan penjual). Data dikumpulkan dengan menggunakan alat rekam lalu data direduksi dengan cara memilih mana data yang menarik, penting, berguna, data yang tidak penting dibuang atau disisihkan. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori pragmatik yang membahas fungsi-fungsi bahasa yakni tindak tutur oleh Austin dan pola pasangan Berdampingan/Bersesuaian oleh Coulthard, dan struktur percakapan teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS). Temuan penelitian menunjukkan bahwa percakapan/tindak tutur dalam berinteraksi sosial di pasar tradisional Aksara Medan adalah tindak ilokusi (representatif/asertif, direktif, ekspresif, komisif dan deklarasi) dan tindak perlokusi. Tindak tutur yang paling dominan adalah tindak direktif (pertanyaan, memohon, menyuruh, menantang, dan lain-lain). Suatu percakapan juga mempunyai struktur yang dibatasi dengan pola pasangan berdampingan/bersesuaian. Ditemukan ada delapan Pola pasangan berdampingan/bersesuaian, ditemukan ada delapan (8) pola pasangan berdampingan/bersesuaian yang terdapat dalam interaksi sosial di pasar tradisional Aksara Medan, antara lain (1) pola sapaan-sapaan, (2) pola panggilan-jawaban, (3) pola permintaan informasi-pemberian, (4) pola keluhan-mengakui, (5) pola permintaan-pemersilakan, (6) pola penawaran-penerimaan, (7) pola penawaran-penolakan, dan (8) pola pertanyaan-jawaban. Struktur percakapan yang dijumpai di pasar tradisional aksara Medan memiliki gangguan dan tidak selamanya linear. Percakapan yang terpanjang terdiri dari enam unit percakapan, pemakaian bahasa dalam percakapan di pasar tradisional aksara adalah bahasa nonformal.

(7)

ABSTRACT

This Analysis entitled “Speech Act in social interaction in Medan Aksara tradisional market” The method used in this analysis is Qualitative inductive Data of analysis consist of conversation/speech act in social interaction in Aksara traditional market (utterances between buyers and sellers). Data are pragmatic which deals with the functions of language that is speech act introduced by Austin and adjacency pair by coal thard, and systemic functional linguistic theory related to conversation structure. The findings of this analysis indicate that conversation/speech act in social interaction in Medan Aksara traditional market include illocutionary acts (perlocutionary acts, speech act which is the most dominant is Directive (questioning, requesting, asking for, challenging etc). A conversation has structure which is limited by adjacency pair, it is found that there are eight adjacency pairs included in social interaction in Medan – Aksara traditional market: (1) greeting pattern, (2) calling – Answering pattern, (3) information asking and giving pattern, (4) complaining – apologizing, (7) bargaining – refusing pattern, (8) questioning – answering pattern. Conversational structures found in Medan Aksara traditional market have dynamics that make them not linear. The longest conversation consists of six conversational units. The language used in conversation in Medan Aksara traditional market is nonformal.

(8)

KATA PENGANTAR

Tesis ini berjudul tindak tutur dalam interaksi sosial di Pasar Tradisional Aksara Medan.

Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora pada Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan-kekurangan, namun penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Medan, September 2008

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih bagi Maha Penyayang yang telah memberikan rahmat karunia dan kasih sayang kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H,Sp.A(K), Direktur Sekolah Pascasarjana USU, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Ketua Program Studi Linguistik Prof. T. Silvana Sinar, MA., Ph.D., Sekretaris Program Studi Linguistik Drs. Umar Mono M.Hum, atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program magister di Universitas Sumatera Utara.

Penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada para pembimbing Prof. Amrin Saragih, M.A.,Ph.D, Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S, atas bimbingan, pengarahan dan perhatian yang telah diberikan selama penulisan tesis ini.

Selanjutnya terima kasih penulis sampaikan kepada: Bapak Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D, Bapak H. Rustam Amir Effendi, M.A., Ph.D, Bapak Prof. Dr. Khairil Ansyari, M.Pd, Ibu Dra. Hayati Chalil, M.Hum, Bapak Prof. Mangantar Simanjuntak, Bapak Prof. J. Naibaho, selaku staf pengajar di Program Studi Linguistik Pascasarjana USU Medan dan seluruh staf administrasi

(10)

pada Sekolah Pascasarjana USU yang telah membantu penulis dalam penyediaan berbagai fasilitas.

Yang tidak dapat penulis lupakan adalah semua rekan-rekan seperjuangan, mahasiswa Program Studi Linguistik angkatan tahun 2006/2007, penulis sampaikan terima kasih atas ketulusan dalam berbagi rasa dan saling membantu selama dalam perkuliahan.

Ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D selaku Koordinator Kopertis Wilayah I Medan yang telah memberikan izin kepada penulis mengikuti Program Studi Linguistik di Sekolah Pascasarjana USU Medan.

Akhirnya terima kasih penulis ucapkan kepada suami tercinta, T.R. Situmorang yang dengan tulus mendorong penulis untuk belajar terus, memberi semangat, demikian juga buat anak-anak tersayang Cicilia, Astrid, dan Mega yang juga memiliki andil membantu meringankan beban psikologis dan tanggung jawab orang tuanya, dan penulis selalu menyertai mereka, mudah-mudahan mereka menjadi anak yang baik, bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, patuh kepada kedua orang tua, berguna kepada negara, nusa dan bangsa.

Ucapan terima kasih juga kepada Abangda Erwin Saragih dan Kel. Abangda Erwan Saragih dan seluruh keluarga yang telah memberi semangat, membantu moral dan material sehingga perkuliahan dan penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

(11)

Mudah-mudahan segala bantuan, dukungan, dan budi baik dari berbagai pihak yang telah diberikan kepada penulis selama perkuliahan sampai selesainya penulisan tesis ini, Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Agung memberikan imbalan yang setimpal kepada seluruh pihak yang berjasa kepada penulis. Amin.

(12)

RIWAYAT HIDUP

I. Data Pribadi

Nama Lengkap : Rostina Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tgl Lahir : Medan/31 Agustus 1960

Alamat : Jl. Perjuangan Gg. Sanggup No. 2 Medan Telp : (061) 6636443

HP : 085261619924 Agama : Katolik

II. Riwayat Pendidikan

SD : SD Negeri No. 5 lulus tahun 1972 SMP : SMP Negeri X lulus tahun 1975 SMA : SMA Negeri VI lulus tahun 1979 S1 : Fakultas Sastra USU lulus tahun 1984

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix DAFTAR SINGKATAN ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Masalah ... 6 1.3 Tujuan Penelitian ... 6 1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 8

2.1 Landasan Teori... 8

2.2 Pragmatik ... 9

2.3 Pragmatik dan Tindak Tutur (Speech Acts) ... 11

2.3.1 Tindak Tutur ... 12 2.3.2 Konteks ... 17 2.4 Struktur Percakapan ... 20 2.4.1 Fungsi Ujar... 21 2.4.2 Modus... 21 2.4.3 Langkah (Move) ... 22

2.5 Pasangan Bersesuaian (Adjacency Pair)... 23

2.6 Ragam Bahasa... 28

2.7 Peneliti Terdahulu ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Pendekatan Penelitian ... 32

3.2 Data dan Sumber Data ... 33

3.3 Situasi Sosial ... 33

3.4 Prosedur Data ... 34

(14)

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Jenis-jenis Tindak Tutur yang Dipakai dalam Berinteraksi ...36

4.2 Data Pasangan Berdampingan dalam Percakapan di Pasar Tradisional Aksara ... 54

4.2.1 Pola sapaan - sapaan ... 54

4.2.2 Pola panggilan - jawaban ... 55

4.2.3 Pola permintaan informasi - pemberian ... 56

4.2.4 Pola keluhan - mengakui ... 57

4.2.5 Pola permintaan - pemersilakan ... 58

4.2.6 Pola penawaran - penerimaan... 59

4.2.7 Pola penawaran - penolakan... 60

4.2.8 Pola pertanyaan jawaban... 61

4.3 Merujuk pada Teori LFS ... 62

4.4 Bahasa yang Dipakai dalam Percakapan di Pasar Tradisional Aksara Medan ... 74

4.5 Pembahasan ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 83

5.1 Simpulan... 83

5.2 Saran... 84

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Proposisi Tindak Tutur……… 40 2. Proposisi Fungsi Ujar……….... 41 3. Proposisi Modus……….. 42

(16)

DAFTAR SINGKATAN

A = mewakili pembeli B = mewakili penjual

K1 = orang pertama mengetahui informasi (primary knower) K2 = orang pertama mengetahui informasi (secondary knower)

K1f = orang pertama mengetahui lanjutan (primary knower – follow up) K2f = orang kedua mengetahui lanjutan (secondary knower – follow up) Ch = tantangan (challenge)

rch = jawaban terhadap tantangan (response to challenge) cl = penjelasan (clarification)

rcl = tanggapan terhadap penjelasan (response to clarification). cf = konfirmasi (confirmation)

rcf = tanggapan terhadap konfirmasi (response to confirmation) S = pernyataan (statement)

AS = persetujuan atas pernyataan (acknowledge statement) Q = pertanyaan (question)

RSQ = jawaban terhadap pertanyaan (response statement to question) Q1 = pertanyaan pertama

Q2 = pertanyaan kedua C = perintah (command) O = tawaran (offer)

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa berperan penting di dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial, hampir semua kegiatan manusia bergantung pada dan bertaut dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa masyarakat tidak dapat berhubungan satu sama lain, dengan adanya bahasa maka seseorang itu dapat menyampaikan maksud dan isi hatinya kepada orang lain.

Pada hakekatnya bahasa digunakan oleh para penuturnya dalam berinteraksi. Melalui bahasa, seseorang mengutarakan pikiran dan perasaannya kepada orang lain, sehingga orang lain mengetahui informasi untuk memenuhi kebutuhan mereka. Bahasa dapat diwujudkan dalam bentuk tulisan, lisan dan isyarat. Oleh karena itu bahasa adalah wahana yang pertama dan utama dalam komunikasi antar manusia.

Bahasa merupakan bagian dari kehidupan manusia. Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat penutur. Pada setiap komunikasi akan terjadi interaksi di antara penutur dan petutur yang dapat berupa informasi seperti penuangan gagasan, maksud perasaan, pikiran maupun emosi secara langsung. Oleh karena itu dalam setiap proses komunikasi itulah apa yang disebut peristiwa tutur yang merupakan suatu kegiatan berbahasa. Interaksi yang

(18)

berlangsung antara seorang pedagang dan pembeli pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi adalah sebuah peristiwa tutur.

Menurut Kridalaksana (1983: 153) peristiwa tutur/bahasa merupakan apa yang terjadi sebagai akibat pengungkapan bahasa. Pengungkapan bahasa itu dapat melalui percakapan. Percakapan sebenarnya merupakan suatu aktivitas yang dipelajari sebagai bagian pemerolehan kompetensi percakapan (Purba, 2002: 93). Percakapan itu adalah interaksi oral dengan bertatap muka antara dua partisipan atau lebih, tetapi percakapan itu lebih dari sekedar pertukaran informasi seperti dalam suatu dalam proses percakapan, bagaimana percakapan berkembang, dan sampai berakhirnya percakapan tersebut. Ketika orang bergabung dalam suatu percakapan, mereka saling berbagi prinsip umum yang membuat mereka dapat saling menginterpretasikan tuturan-tuturan yang mereka hasilkan. Tuturan-tuturan yang terdapat pada percakapan itu merupakan bagian dari peristiwa tutur/bahasa.

Dalam tiap-tiap peristiwa percakapan (tutur) itu selalu terdapat faktor-faktor yang mengambil peranan dalam peristiwa itu seperti penutur, lawan bicara, pokok pembicaraan, tempat bicara. Si pembicara akan memperhitungkan dengan siapa dia berbicara, tentang apa yang dibicarakan, di mana dibicarakan, bila dibicarakan, dan sebagainya yang akan membagi warna terhadap pembicaraan itu. Keseluruhan peristiwa itu disebut peristiwa tutur (Lubis, 1996: 83).

Menurut Chaer dan Agustina (1995: 61) bahwa peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok

(19)

tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Sama halnya menurut Pateda (1987: 22) berpendapat peristiwa tutur/bahasa (speech event) adalah interaksi linguistik tertentu, suatu kejadian komunikasi yang terdiri dari satu atau lebih ujaran. Jadi, interaksi yang terjadi di pasar, rapat, di ruang seminar, di pengadilan pada waktu tertentu, yang mempergunakan bahasa disebut peristiwa tutur.

Pemakaian bahasa dalam komunikasi yang sesungguhnya, selain ditentukan oleh faktor-faktor linguistik juga ditentukan oleh faktor-faktor yang sifatnya nonlinguistik. Faktor yang demikian itu sering pula dikatakan berkaitan erat dengan faktor sosial dan kultural. Faktor sosial dan kultural tersebut tidak terlepas dari masyarakat sebagai pengguna bahasa yang di dalamnya terdapat tindakan bertutur antara satu dengan yang lainnya di dalam suatu waktu tertentu.

Pada waktu seseorang melakukan tindakan berkomunikasi banyak pokok bahasan yang dia bicarakan di dalam suatu waktu tertentu, baik di ruang rapat, di suatu seminar, di pengadilan ataupun di pasar. Dalam penelitian ini dikaji tindak tutur yang terjadi saat berinteraksi (pedagang dengan pembeli) sedang melakukan transaksi di pasar tradisional Aksara Medan.

Pasar tradisional Aksara Medan diresmikan tahun 1990, terletak di simpang empat jalan Aksara Medan, lokasinya sangat strategis dan ramai dikunjungi para pembeli atau masyarakat yang melakukan interaksi mulai pukul 06.00 pagi sampai pukul 19.00 WIB.

(20)

Pasar tradisional Aksara tempat berinteraksi antara pedagang dan pembeli, pedagang menjual berbagai macam dagangan mulai dari kebutuhan pokok beras, ikan, sayur-mayur, barang pecah belah, pakaian, dan lain-lain.

Saat terjadi interaksi antara seorang penjual dengan pembeli dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi disebut tindak tutur, tindak tutur inilah yang menjadi pokok bahasan pada penelitian ini, peneliti ingin mengetahui tindak tutur apa saja yang dipakai dalam berinteraksi sosial di pasar tradisional Aksara Medan.

Penelitian tindak tutur yang dilakukan di pasar tradisional Aksara Medan sepanjang pengetahuan penulis belum pernah dilakukan peneliti lain, inilah yang menjadi peneliti merasa tertarik untuk meneliti di pasar tradisional Aksara.

Tindak tutur merupakan salah satu bidang kajian penting pragmatik bahasa, pandangan yang berterima di kalangan pakar pragmatik dan juga di kalangan pakar sosiolinguistik bahwa jika kita berbicara atau mengeluarkan ujaran (apakah ujaran itu berupa kalimat, frasa, atau kata) apa yang keluar dari mulut kita itu dapat dianggap sebagai tindakan.

Tindakan itu dapat disebut sebagai tindakan berbicara, tindakan berujar, atau tindakan bertutur. Istilah yang sekarang lazim dipakai untuk mengacu ke tindakan itu ialah tindak tutur yang merupakan terjemahan dari istilah Inggris speech act.

(21)

Tindak tutur ialah melakukan tindak tertentu melalui kata, misalnya memohon sesuatu, menolak (tawaran, permohonan), berterima kasih, memberi salam, memuji, meminta maaf, dan mengeluh.

Teori tindak tutur/bahasa ini dimajukan oleh Austin. Ia mengatakan bahwa secara analistis dapat dipisahkan menjadi tiga macam tindak tutur yang terjadi secara serentak: Tindak ‘Lokusi’ (Locutionary act) yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. 2) Tindak ‘ilokusi’ (illocutionary act), yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pernyataan dan sebagainya. Ini erat hubungannya dengan bentuk-bentuk kalimat yang mewujudkan suatu ungkapan, dan 3) Tindak ‘Perlokusi’ (Perlocutionary act), yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu.

Menelaah tindak tutur harus benar-benar disadari betapa pentingnya konteks ungkapan/ucapan. Teori tindak tutur adalah bagian dari pragmatik dan pragmatik itu sendiri merupakan bagian dari performansi linguistik. Selain tindak tutur, dalam suatu percakapan umumnya dilakukan oleh dua partisipan yang memiliki dua fungsi yaitu sebagai pembicara dan pendengar. Oleh karena itu, dapat dikatakan dalam sebuah percakapan kedua partisipan itu disebut dengan pasangan berdampingan/bersesuaian. Suatu percakapan dapat diketahui kejelasannya atau dapat dimengerti apabila pembaca mengetahui konteks dari

(22)

situasi pembicaraan tersebut. Karena makna kata atau makna suatu kalimat berhubungan dengan konteks.

1.2 Masalah

1. Tindak tutur apakah yang dipakai dalam berinteraksi sosial di pasar tradisional Aksara Medan?

2. Bagaimanakah struktur percakapan di pasar tradisional Aksara Medan?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah penelitian tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1. Menemukan dan menganalisis jenis-jenis tindak tutur yang dipakai dalam

interaksi sosial di pasar tradisional Aksara Medan, dan

2. Mendeskripsikan struktur percakapan (berinteraksi) yang terdapat di pasar tradisional Aksara Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

Temuan penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Pengembangan teori linguistik dalam memberikan sumbangan pada kajian pragmatik umumnya dan kajian tindak tutur khususnya baik secara teoritis maupun secara praktis,

2. Pembaca dapat memahami struktur percakapan yang dipakai di pasar tradisional aksara Medan,

(23)

3. Khasanah kepustakaan dalam menambah bahan bacaan dalam bidang linguistik, dan

4. Menjadi rujukan bagi peneliti lain yang berminat menganalisis bahasa khususnya bahasa di pasar tradisional.

(24)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Teori yang dipakai dalam kajian ini adalah teori pragmatik yang secara rinci mengenai fungsi-fungsi bahasa yakni tindak tutur yang termasuk dalam kajian sosiolinguistik berdasarkan pendapat dan teori Austin (1962) serta teori Coulthard yaitu pasangan berdampingan/bersesuaian. Yang merupakan bagian dari suatu percakapan dan konteks yang mempunyai peranan penting dalam situasi percakapan.

Selanjutnya percakapan, khususnya dengan teori linguistik fungsional sistemik (LFS) diungkapkan bahwa pasangan bersesuaian dalam percakapan dibangun dari sejumlah langkah (move) yakni k1, k2. Langkah k1 merupakan orang yang menguasai informasi sedangkan k2 menanya informasi. Antara keduanya dapat terjadi dinamisme yang kemudian menjadi pengingkaran terhadap prinsip pasangan berdekatan. Dinamisme ini dapat terdiri atas langkah cl, rcl, ch, rch, cf, rcf (Saragih, 2006: 40).

(25)

2.2 Teori Pragmatik

Pragmatik (pragmatics) merupakan kajian arti atau makna yang timbul dalam pemakaian bahasa. Pragmatik didefinisikan berbeda-beda menurut pandangan berbagai pakar.

Pertama, Pragmatik adalah kajian tentang arti yang disampaikan atau dikomunikasikan oleh pembicara (penulis) dan diinterpretasikan oleh pendengar (pembaca). Dengan kata lain, pragmatik mencakupi kajian makna yang dikomunikasikan oleh pemakai bahasa. Arti atau makna yang dikomunikasikan oleh pemakai bahasa (pembicara atau pendengar) melebihi dari makna yang terucap dalam ujaran dalam tulisan. Ini berarti pragmatik unit linguistik yang dapat berupa bunyi, kata, frase, klausa, paragraf.

Makna yang dimaksud melebihi dari makna yang terucap dalam ujaran, dalam tulisan, seperti contoh percakapan di bawah ini:

Rahman : Enak makanan di pesta itu? Nina : Masakan Jawa

Makna yang disampaikan Nina adalah “dia menyatakan bahwa makanan itu bagi dia tidak enak dan dia tidak menyukai masakan Jawa karena masakan Jawa manis. Makna ini tidak tersurat atau terucap dalam percakapan itu. Rahman hanya menyatakan bahwa masakan di pesta itu makanan Jawa. Makna bahwa dia tidak menyukai makanan itu melebihi dari apa yang tertulis dalam teks percakapan itu.

(26)

Kedua, Pragmatik merupakan kajian makna kontekstual. Dengan pengertian ini, pragmatik mencakup makna sebagai hasil atau akibat apa yang dikatakan seseorang, kepada siapa hal itu dikatakan, di mana, kapan, dan dalam situasi apa. (Pragmatics is the study of contextual meaning). Makna suatu bentuk linguistik bergantung pada konteks sosial pemakaian bahasa.

Sebagai contoh teks: Besok kita akan melakukan operasi.

Makna yang dimaksudkan dapat mencakup lima makna jika konteks sosialnya berubah, seperti sebagai berikut:

a. Besok kita akan mengoperasi pasien.

(yang dibicarakan adalah kesehatan, antara dokter dan asistennya di rumah sakit).

b. Besok kita akan mencek harga beras, gula, atau minyak.

(yang dibicarakan adalah harga pasar oleh petugas dari Bulog). c. Besok kita akan menyerang atau menggempur musuh.

(yang dibicarakan adalah penyerangan atau peperangan oleh seorang jendral dengan stafnya di waktu malam di markas tentara).

d. Besok kita akan merampok mangsa kita di suatu tempat yang telah diamati sebelumnya.

(yang dibicarakan adalah taktik merampok oleh seorang bos dengan kawan-kawannya di tempat persembunyian mereka di waktu malam). e. Besok kita akan mencari lelaki hidung belang sebagai pelanggan kita.

(27)

(yang dibicarakan adalah teknik merayu pelanggan oleh dua orang wanita pelacur di sebuah restoran).

Tarigan (1990: 32) menelaah ucapan-ucapan khusus dalam situasi-situasi khusus dan terutama sekali memusatkan perhatian pada aneka ragam cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial performansi bahasa yang dapat mempengaruhi tafsiran atau interprestasi.

Tarigan (1990: 33) dengan mengutip Levinson memberikan batasan pragmatik sebagai telaah mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat.

2.3 Pragmatik dan Tindak Tutur (Speech Acts)

Pragmatik berhubungan erat dengan tindak tutur karena pragmatik menelaah makna dalam kaitan dengan situasi tuturan, Leech (1993: 19).

Dalam menelaah tindak tutur, konteks amat penting, telaah umum mengenai bagaimana caranya konteks mempengaruhi cara kita menafsirkan kalimat disebut pragmatik, Tarigan (1990: 34). Jadi tindak tutur merupakan bagian kajian pragmatik, pragmatik merupakan bagian dari performansi linguistik.

(28)

2.3.1 Tindak Tutur

Bahasa merupakan alat interaksi sosial atau alat komunikasi manusia. Dalam berkomunikasi, manusia akan menyampaikan informasi berupa pikiran, gagasan, maksud, perasaan, maupun emosi secara langsung. Saat penyampaian informasi inilah manusia melakukan tindak bahasa atau disebut sebagai tindak tutur (Speech act).

Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Leech (1993: 5-6) menyatakan bahwa pragmatik mempelajari maksud ujaran (yaitu untuk apa ujaran itu dilakukan): menanyakan apa yang seseorang maksudkan dengan suatu tindak tutur, dan mengaitkan makna dengan siapa berbicara kepada siapa,

di mana, bilamana, bagaimana. Tindak tutur merupakan entitas yang bersifat netral di dalam pragmatik dan juga merupakan dasar bagi analisis topik-topik lain di bidang ini seperti praanggapan, perikutan, ini implikatur percakapan, prinsip kerjasama dan prinsip kesantunan.

Menurut Searle (1975) dalam komunikasi bahasa terdapat tindak tutur. Ia berpendapat bahwa komunikasi bahasa bukan sekedar lambang, kata atau kalimat, tetapi akan lebih tepat apabila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Lebih tegasnya, tindak

(29)

tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa. Sebagaimana komunikasi bahasa yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, dan perintah, tindak tutur dapat pula berwujud pernyataan, pertanyaan dan perintah (dalam Rani, 2004: 158).

Teori tindak tutur seperti yang disebut di atas berkembang dan ini dimajukan oleh Austin (dalam Chaer, 1995: 69). Ia mengatakan bahwa secara analitis dapat kita pisahkan tiga macam tindak bahasa yang terjadi secara serentak:

1. Tindak tutur lokusi (Locutionary act) yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis, dalam bahasa Inggris subject-predicate dan topic comment ini disebut juga propositional act (Searle, dalam Lubis, 1996: 9).

Contoh: Saya haus, seseorang mengartikan Saya sebagai orang pertama tunggal (si penutur), dan haus mengacu ke ‘tenggorokan kering dan perlu diisi’, tanpa bermaksud untuk meminta minuman.

2. Tindak tutur lokusi (Locutionary act) yang mengaitkan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis, dalam bahasa

(30)

Inggris subject-predicate dan topic comment ini disebut juga propositional act (Searly, dalam Lubis, 1996: 9).

Tindak tutur ilokusi (illocutionary act), ini biasanya pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, menjanjikan dan menjanjikan, misalnya, “Ibu guru menyuruh saya agar segera berangkat”. Menurut Searle (1975) ilokusi dibedakan atas:

a. representatif (kadang-kadang disebut asertif), yaitu tindak tutur yang

mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya (misalnya: menyatakan, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, meyakini, menerangkan).

Contoh: Saya meyakini bahwa dia akan datang.

b. direktif, yaitu tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud

agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu (misalnya: memerintahkan, memohon, menyuruh, menyarankan, menantang). Contoh: Saya memerintahkan agar rumah itu disita.

c. ekspresif, yaitu tindak ujaran yang dilakukan dengan maksud agar

ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu (misalnya: memuji, mengeluh, mengkritik, berterima kasih) contohnya: Saya berterima kasih bahwa dia berhasil atas usahanya.

d. komisif, yaitu tindak ujaran yang mengikat penuturnya untuk

(31)

berjanji, bersumpah, mengancam, menyetujui dan merencanakan). Contoh: Saya berjanji bahwa saya akan memperjuangkan kepentingan rakyat semua.

e. deklarasi, yaitu tindak ujaran yang dilakukan si penutur dengan maksud

untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru (misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, menobatkan, meresmikan, mengizinkan, menghukum, menyatakan). Contohnya: Saya menyatakan bahwa rapat ini dibuka secara resmi.

3. Tindak tutur perlokusi (Perlocutionary act) yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu (Nababan 1984: 18, dalam Lubis, 1996: 9). Contoh: dari kalimat saya haus yang dituturkan oleh si penutur menimbulkan efek kepada pendengar yaitu dengan memberikan atau menawarkan minuman kepada penutur.

Dalam ilmu bahasa dapat kita samakan tindak lokusi itu dengan ‘predikasi’, tindak ilokusi dengan ‘maksud kalimat’ dan tindak perlokusi dengan akibat suatu ungkapan.

Atau dengan kata lain dapat kita katakan bahwa lokusi adalah makna dasar atau referensi kalimat itu, ilokusi sebagai daya yang ditimbulkan oleh pemakaiannya sebagai perintah, ejekan, keluhan, pujian dan lain-lain, dan perlokusi adalah hasil dan ucapan tersebut terhadap pendengarannya.

(32)

Dalam segi lokusi, ini hanya sebuah pernyataan bahwa nilai rapor itu bagus (makna dasar). Dari segi ilokusi, bisa berarti pujian atau ejekan. Pujian kalau memang nilai itu bagus, dan ejekan kalau memang nilai rapor itu memang tidak bagus. Dari segi perlokusi dapat membuat pendengar itu menjadi sedih (muram) dan sebaliknya dapat mengucapkan terima kasih.

Ucapan yang tidak langsung itu tidak menyatakan pujian atau ejekan tetapi mengharuskan si pendengar mengolahnya, sehingga makna yang sebenarnya dapat ditentukannya. Ini dapat diketahui dari kaidah perbincangannya.

Jadi kalimat:

Nilai rapormu bagus sekali bermakna dasar, sebuah rapor bernilai bagus.

Prinsip koperatifnya di sini dijalankan karena si pembicara menyatakan sesuatu dengan tujuan pembicara itu. Dari segi evaluatifnya dapat dikatakan bahwa si pembicara menyatakan sesuatu dengan terang dan jelas dan ini biasanya mempunyai makna di baliknya

Di sini konteksnya dan penuturnya menegaskan peranan untuk menyatakan nilai evaluatifnya. Kalau yang menyatakan itu adalah orang tuanya kepada anaknya yang menunjukkan rapornya dan air muka orang tuanya itu

kelihatan tidak jernih, maka jelas daya ilokusi pernyataan itu adalah

kekesalan. Kesimpulan ini menentukan bagaimana respon si pendengar atau anak yang mempunyai rapor tersebut. Ia mungkin akan menyatakan bahwa guru-gurunya tidak jujur atau mungkin juga cuma merasa sedih atau mungkin

(33)

juga ia akan menangis, atau ia akan mengatakan bahwa ia telah berusaha sekuat mungkin. Dan inilah nilai perlokusi.

2.3.2 Konteks

Parera (1990: 120) mengemukakan tiga ciri yang harus dipenuhi untuk terciptanya suatu konteks, yaitu: 1). Setting, 2). Kegiatan dan 3). Hubungan (relasi). Interaksi ketiganya membentuk konteks. 1). Setting meliputi: (a) unsur-unsur material yang ada di sekitar peristiwa interaksi berbahasa, (b) tempat,

(c) waktu. 2) Kegiatan: semua tingkah laku yang terjadi dalam interaksi, seperti berbahasa itu sendiri, juga termasuk kesan, perasaan, tanggapan, dan persepsi Pn dan Pt. 3) Hubungan (relasi) meliputi hubungan antara Pn dan Pt yang ditentukan oleh (a) jenis kelamin (b) umur (c) kedudukan; status, peran, prestise (d) hubungan kekeluargaan, (e) hubungan kedinasan, setting,

kegiatan dan hubungan ditentukan secara kultural. S (= Setting and Scene)

P (= Participants)

E (= Ends: Purpose and goal) A (= Act sequences)

K (= Key: tone or spirit of act) I (= Instrumentalities)

(34)

N (= Norms fo interaction and interpretation) G (= Genres).

Setting and Scene. Di sini setting berkenaan dengan waktu dan tempat tutur berlangsung, sedangkan scene mengacu pada situasi tempat dan waktu, atau situasi psikologis pembicaraan. Waktu, tempat dan situasi tuturan yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Berbicara di lapangan sepak bola pada waktu ada pertandingan sepak bola dalam situasi yang ramai tentu berbeda dengan pembicaraan di ruang perpustakaan pada waktu banyak orang membaca dan dalam keadaan sunyi. Di lapangan sepak bola kita bisa berbicara keras-keras, tapi di ruang perpustakaan harus seperlahan mungkin.

Partisipant adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan, bisa pembicara dan pendengar, penyapa dan pesapa, atau pengirim dan penerima (pesan). Dua orang yang bercakap-cakap dapat berganti peran sebagai pembicara dan pendengar, tetapi dalam khotbah di mesjid, khotib sebagai pembicara dan jemaah sebagai pendengar tidak dapat bertukar peran. Status sosial partisipan sangat menentukan ragam bahasa yang digunakan. Misalnya, seorang anak akan menggunakan ragam atau gaya bahasa yang berbeda bila berbicara dengan orang tuanya atau gurunya bila dibandingkan kalau dia berbicara terhadap teman-teman sebayanya.

(35)

Ends, merujuk pada maksud dan tujuan pertuturan. Peristiwa tutur yang terjadi diruang pengadilan bermaksud untuk menyelesaikan suatu kasus perkara, namun, para partisipan di dalam peristiwa tutur itu mempunyai tujuan yang berbeda. Jaksa ingin membuktikan kesalahan terdakwa, pembela berusaha membuktikan bahwa terdakwa tidak bersalah, sedangkan hakim berusaha memberikan keputusan yang adil. Dalam peristiwa tutur di ruang kuliah linguistik, dosen yang cantik itu berusaha menjelaskan materi kuliah agar dapat dipahami mahasiswanya, namun barangkali di antara para mahasiswa itu ada yang datang hanya untuk memandang wajah ibu dosen yang cantik itu.

Act Squence, mengacu pada bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk ujaran ini berkenaan dengan kata-kata yang digunakan, bagaimana penggunaannya, dan hubungan antara apa yang dikatakan dengan topik pembicaraan. Bentuk ujaran dalam kuliah umum, dalam percakapan biasa, dan dalam pesta adalah berbeda begitu juga dengan isi yang dibicarakan.

Key, mengacu pada nada, cara dan semangat di mana suatu pesan disampaikan: dengan senang hati, dengan serius, dengan singkat, dengan sombong, dengan mengejek dan sebagainya. Hal ini dapat juga ditujukan dengan gerak tubuh dan isyarat.

Instrumentalities, mengacu pada jalur bahasa yang digunakan, seperti jalur lisan, tertulis, melalui telegraf, atau telepon. Instrumentalities ini juga

(36)

mengacu pada kode ujaran yang digunakan, seperti bahasa, ragam dialek atau register.

Norm of Interaction and Interpretation, mengacu pada norma atau aturan dalam berinteraksi. Misalnya, yang berhubungan dengan cara berinterupsi, bertanya, dan sebagainya. Juga mengacu pada norma penafsiran terhadap ujaran dari lawan bicara.

Genre, mengacu pada jenis bentuk penyampaian, seperti narasi, puisi, pepatah, doa, dan sebagainya.

Dari yang dikemukakan Hymes itu dapat kita lihat betapa kompleksnya terjadinya peristiwa tutur.

2.4 Struktur Percakapan

Dalam kamus linguistik, struktur adalah perangkat unsur yang diantaranya terdapat hubungan yang bersifat ekstrinsik, unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang bersifat intuitif, sedangkan percakapan adalah suatu interaksi bahasa antara dua pembicara atau lebih (Kridalaksana, 1983: 130). Struktur percakapan dapat juga disebut organisasi percakapan merupakan suatu bentuk pemakaian bahasa yang mempunyai organisasi atau perangkat unsur dalam percakapan. Struktur percakapan ini diperoleh dari pengamatan situasi-situasi ketika percakapan sedang terjadi. Yule (2006: 121) menambahkan bahwa struktur percakapan ialah apa saja yang sudah kita

(37)

asumsikan sebagai suatu yang sudah dikenal baik melalui diskusi sebelumnya. Struktur itu secara lebih dekat adalah sebagai suatu aspek pragmatik yang krusial.

2.4.1 Fungsi Ujar

Fungsi ujar merupakan tindakan yang dilakukan oleh penutur bahasa dalam percakapan (Halliday, 1976: 69). Dengan menggunakan bahasa setiap langkah (move) percakapan direalisasi oleh fungsi ujar. Menurut teori sistemik dan filsafat bahasa, bahwa bahasa adalah wahana pengungkapan realitas dunia manusiawi dan direalisasi menurut kebutuhan manusia. Dengan demikian, perubahan bentuk berdasar pada kebutuhannya. Bahasa digunakan untuk menggambarkan dan mempertukarkan pengalaman (Halliday, 1976). Dengan kata lain, bahasa dibentuk dan digunakan menurut bidang (field) saat manusia memakainya.

Ada dua hal yang saling terkait, yakni fungsi ujar dan modus. Fungsi ujar distratifikasikan sebagai komoditas sedangkan modus berada pada stratifikasi realisasi komoditas tersebut. Ada empat (4) komoditas dalam fungsi ujar, yakni pernyataan (statement), pertanyaan (question), tawaran (offer) dan perintah (command) dan demikian juga dalam modus yakni deklaratif (declatative), interogatif (interrogative), imperatif (imperative), dan salah satu dari yang tiga tersebut untuk fungsi ujar “tawaran” (offer).

(38)

2.4.2 Modus

Modus adalah realisasi fungsi ujar, sementara fungsi ujar adalah uraian dari langkah. Dengan demikian percakapan dapat dikaji dengan merujuk langkah, fungsi ujar dan modus. Modus dasar terdiri atas modus indikatif dan imperatif. Indikatif terdiri atas modus deklaratif dan interogatif.

2.4.3 Langkah (Move)

Merujuk pada teori LFS pasangan bersesuaian dalam bentuk penundaan pada percakapan dibangun dari sejumlah langkah (move) yakni k1, k2. Langkah k1 merupakan orang yang menguasai informasi, sedangkan k2 menanya informasi. Antara keduanya dapat terjadi dinamisme yang kemudian menjadi pengingkaran terhadap prinsip pasangan berdekatan.

Dinamisme ini dapat terdiri atas langkah:

cl (clarification) yaitu klarifikasi atas suatu informasi.

rcl (reaction of clarification) yaitu reaksi atas suatu klarifikasi. ch (chalenge) yaitu tantangan dari informasi atau klarifikasi. rch (reaction of chalenge) yaitu reaksi atas tantangan

cf (confirmation) yaitu konfirmasi informasi

rcf (reaction of confirmation) yaitu reaksi atas konfirmasi.

f (frequency) yaitu frekuensi atau banyaknya muncul informasi atau informasi baru, klarifikasi, atau tantangan.

(39)

2.5 Pasangan Bersesuaian (Adjacency Pair)

Pasangan bersesuaian adalah pasangan dari bentuk peristiwa berbahasa lisan yang selalu bersamaan, misalnya pertanyaan dan jawaban.

Sebuah rangsangan dengan jawabannya adalah pasangan bersesuaian yang diucapkan oleh si pembicara dan si pendengar pada permulaan komunikasi, pertengahannya atau pada akhirnya. Pasangan bersesuaian ini adalah sebuah unit yang penting dalam berkomunikasi walaupun kelihatannya sangat sederhana dan ringkas (Lubis, 1996: 109) contoh:

Permulaan : “Selamat Pagi” (bertemu) “Selamat Pagi Juga”

“Apa kabar?”

“Baik”

Pertengahan: “Jadi kau setuju?” “Setuju”

“Kapan kita berjumpa lagi?” “Minggu”

Akhir: “Nah, sampai jumpa lagi”

(40)

Saragih (2006: 38) menjelaskan bahwa percakapan umumnya dibangun oleh ujaran dalam pasangan bersesuaian atau dua bagian sebagai contoh percakapan berikut terdiri atas dua bagian.

A: Mau ke mana? (bagian pertama) B: Ke Bandung (bagian kedua)

Antara kedua bagian itu dapat terjadi sisipan, seperti dalam contoh berikut: A: Mau penerbangan pertama? (Q1-pertanyaan pertama)

B: Pukul berapa? (Q2-pertanyaan kedua) A: Tujuh (A2-jawab kedua) B: Baik, Saya ambil itu. (A1-jawab pertama)

Coulthard (dalam Purba, 2002: 108) memberikan pasangan bersesuaian sebagai unit struktur percakapan. Oleh karena itu, ketika seorang pembicara menghasilkan sebuah tuturan sebagai bagian pertama dan lawan bicara diharapkan memberikan pasangan serasi pada bagian kedua. Coulthard membagi delapan pola pasangan persesuaian.

1. Pola sapaan-sapaan

Merupakan pola yang paling umum dijumpai dalam percakapan. Contoh: A: “Halo”

(41)

2. Pola panggilan-jawaban

Merupakan pola yang biasa kita jumpai dan biasanya pola panggilan jawaban ini sering dilakukan apabila percakapan tersebut dilakukan secara lisan.

Contoh: A : Dek, mau cari apa ya! Masuk dek, masuk! B : Ga, lihat-lihat aja.

3. Pola permintaan informasi-pemberian

Dalam percakapan juga ditemukan adanya pola permintaan informasi yang dibalas dengan pemberian informasi oleh masing-masing mitra bicaranya.

Contoh: A: Pak, ada minyak bimoli?

B: Ada

4. Pola keluhan-mengakui

Keluhan-permintaan maaf adalah percakapan yang terjadi yang penutur pertama mengeluh akan suatu perbuatan atau sikap, benda, ataupun tentang manusia, dan penutur selanjutnya mengakui dan minta maaf. Contoh: A: Satu harian hujan terus, orang yang belanja pun sepi

B: Ya bu, orang malas belanja ke pasar. 5. Pola permintaan-pemersilakan

Pola permintaan-pemerilahkan adalah percakapan yang terjadi yang penutur pertama meminta sesuatu misalnya kegiatan untuk melakukan suatu perbuatan atau sikap, benda ataupun barang sedangkan penutur

(42)

selanjutnya mempersilakan atau melakukan apa yang diminta penutur pertama.

Contoh: A: Boleh dicoba jeruknya dek?

B: Boleh

6. Pola penawaran-penerimaan

Pola penawaran-penerimaan mengindikasikan adanya pihak yang menawarkan sesuatu, dan penawaran yang diajukan diterima.

Contoh: A: Bu, jeruk madu harganya sekilo lima ribu B: Kasih sekilo saja

7. Pola penawaran-penolakan

Pola penawaran penolakan mengindikasikan adanya pihak yang menawarkan sesuatu, hanya saja penawaran yang diajukan sama sekali tidak diterima karena alasan-alasan tertentu.

Contoh: A: Cabenya Bu…ini cabe gunung, ambil seperempat ya. B: Masih ada

8. Pola pertanyaan-jawaban

Pertanyaan jawaban adalah percakapan yang sering dijumpai, salah satu penutur mengutarakan pertanyaan dan penutur yang menjadi lawan tuturnya berusaha untuk menjawab pertanyaan tersebut.

Contoh: A : Ada minyak goreng putih pak? B : Ada

(43)

2.5.1 Langkah (Move) dalam Percakapan Menurut Teori LFS

Merujuk pada teori LFS pasangan bersesuaian dalam percakapan dibangun dari sejumlah langkah (move), yakni k1, k2. langkah k1 merupakan orang yang menguasai informasi sedangkan k2 menanya informasi. Antara keduanya dapat terjadi dinamisme yang kemudian menjadi pengingkaran terhadap prinsip pasangan berdekatan. Dinamisme ini dapat terjadi atas langkah:

a. cl (clarification ) yaitu klarifikasi atas suatu informasi

b. rcl (reaction of clarification) yaitu reaksi atas suatu klarifikasi c. ch (chalenge) yaitu tantangan dari informasi atau klarifikasi d. rch (reaction of chalenge) yaitu reaksi atas tantangan

e. cf (confirmation) yaitu konfirmasi informasi

f. rcf (reaction of confirmation) yaitu reaksi atas konfirmasi

g. f (frequency) yaitu frekuensi atau banyaknya muncul informasi atau informasi baru, klarifikasi atau tantangan (k2f, k1f)

Contoh : k2 A: mau ke mana? k1 B: ke pasar

k2 A : Berapa udang sekilo? k1 B : Empat puluh

(44)

k2 A : Dencis berapa sekilo? k1 B : Enam belas ribu

ch A : Enam belas ribu! Kurang ya rch B : Ga kurang lagi

k2f A : Sekilo ya.

k2 A : Baru ikannya ini Pak? Berapa sekilo? k1 B : Baru, lihat aja insangnya. Dua puluh sekilo ch A : ga kurang Pak?

rch B : ga kurang lagi k2f A : setengah aja

2.6 Ragam Bahasa

Ragam bahasa merupakan suatu istilah yang dipergunakan untuk menunjukkan salah satu dari sekian variasi yang terdapat dalam pemakai bahasa, sedangkan variasi itu timbul karena kebutuhan penutur akan adanya alat komunikasi yang sesuai dengan situasi dalam kontek sosialnya. Adanya berbagai variasi menunjukkan bahwa pemakaian bahasa (tutur) itu bersifat aneka ragam.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya pragmatik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari bahasa. Dalam hal ini, jenis-jenis atau ragam-ragam

(45)

dalam komunikasi yang pragmatis ialah: ragam bahasa yang memperhatikan waktu, tempat, dan keadaan. Di samping itu, pembicara dan lawan bicara harus diperhatikan pula dari segi status sosial, kedudukan, jabatan, umur, dan lain-lain.

Ada pakar yang beranggapan bahwa ragam bahasa pada dasarnya hanya ada dua yaitu formal dan nonformal. Bagi kelompok orang yang beranggapan demikian, meyakini bahwa pemakaian bahasa di kantor-kantor, sekolah-sekolah, dan tempat-tempat resmi lainnya serta upacara-upacara, dokumen-dokumen resmi, selalu dikelompokkan sebagai bahasa ragam formal, sedangkan ragam nonformal ialah semua pemakaian bahasa di tempat umum, di rumah, di pasar dan lain-lain. Pemakaian bahasa yang dipakai dalam percakapan di pasar tradisional adalah ragam nonformal.

Ragam bahasa dikenal secara umum (Nababan, 1984: 22-23) dibagi atas 3 macam, yaitu: 1) ragam resmi (formal), 2) ragam usaha (informal), dan 3) ragam akrab. Ragam resmi atau formal biasanya dipakai dalam tempat dan situasi resmi, misalnya di dalam pidato, ceramah, pertemuan ilmiah, dan lain-lain. Ragam usaha (informal) biasanya dipakai di tempat kerja, sekolah-sekolah dan lain-lain, Ragam akrab dipakai antar anggota keluarga, teman sebaya, dan orang-orang yang sudah dikenal dengan baik.

(46)

2.7 Peneliti Terdahulu

Penelitian tentang tindak tutur sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Siregar (2003) dan Hasibuan (2005). Dalam penelitiannya, Siregar mengkaji secara teoritis prinsip-prinsip yang berkaitan dengan tindak tutur, pemerolehan tindak tutur dan siasat kesantunan.

Ia juga mengemukakan penggunaan tindak tutur, meskipun terbatas pada enam bentuk tindak tutur, yaitu tindak tutur permohonan, permohonan maaf, keluhan, pujian, menjawab pujian dan terima kasih.

Sedangkan Hasibuan (2005) mengkaji perangkat tindak tutur dan siasat kesantunan berbahasa dalam bahasa Mandailing. Ia mengemukakan berbahasa dalam bahasa Mandailing. Ia mengemukakan jenis-jenis tindak tutur versi Scarle yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif. Juga dibahas jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung. Ia juga mengaitkan tindak tutur dengan kesantunan berbahasa sama halnya dengan kajian Siregar.

Beda dengan Hasibuan, penelitian ini dilakukan di pasar tradisional Aksara Medan yang membicarakan tindak ilokusi (representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklaratif). Penelitian tindak tutur yang dilakukan di pasar tradisional Aksara belum pernah dilakukan peneliti lain, jadi penulis tertarik untuk menelitinya.

Dalam penelitian Nasution (2001) dalam sebuah percakapan kedua partisipan disebut dengan pasangan berdampingan/bersesuaian. Nasution menunjukkan bahwa wacana persidangan memiliki lima pola pasangan

(47)

bersesuaian. Kelima pola itu meliputi pola panggilan – jawaban, permintaan – pemersilakan, permintaan informasi – pemberian, penawaran – penerimaan, dan penawaran – penolakan. Selain itu, ia menyimpulkan bahwa tidak semua pasangan bersesuaian tersebut yang bermakna implikatur.

Berbeda pula dengan Bengar, penelitiannya struktur percakapan bahasa Jerman, pola pasangan persesuaian yang muncul dalam penelitiannya memiliki 8 (delapan) pola pasangan bersesuaian yaitu pola sapaan – sapaan, panggilan – jawaban, keluhan – bantahan, keluhan – permintaan maaf, permintaan – pemersilakan, permintaan informasi – pemberian, penawaran – penerimaan, dan penawaran – penolakan.

Sedangkan penelitian yang dilakukan Arianto, ia mengemukakan bahwa ada 4 (empat) pola pasangan bersesuaian yang terdapat pada percakapan wawancara kerja yaitu pola permintaan – pemersilakan, permintaan informasi – pemberian, penawaran – penolakan dan penawaran – penerimaan.

Struktur percakapan di pasar tradisional Aksara Medan juga dijumpai pasangan berdampingan/bersesuaian, percakapan yang terdapat pada wacana persidangan, stuktur percakapan di pasar tradisional merupakan percakapan secara lisan hanya situasi percakapannya yang berbeda, maka dapat disimpulkan bahwa setiap percakapan selalu memiliki struktur yang berbeda-beda.

(48)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penulis menggunakan metode kualitatif-deskriptif di dalam penelitian ini, dimana akan dibuat deskripsi yang sistematis dan akurat mengenai data yang diteliti. Metode-deskriptif yang dipilih karena penelitian yang dilakukan bertujuan untuk menggambarkan dengan jelas tentang objek yang diteliti secara alamiah (Djajasudarma, 1993: 8-9).

Sugiyono (2005: 23) metode kualitatif paling cocok digunakan untuk mengembangkan teori yang dibangun melalui data yang diperoleh melalui lapangan, dengan metode kualitatif peneliti melakukan penjelajahan, selanjutnya melakukan pengumpulan data dan selanjutnya diverifikasi.

Di dalam mengamati interaksi sosial yang terjadi, penulis melaksanakan metode ini dengan cara mengamati, ikut berperan serta melakukan wawancara dan merekam tuturan-tuturan yang diujarkan oleh si penjual dan si pembeli yang sedang melakukan transaksi jual-beli di pasar tradisional.

Sugiyono (2005: 22-23) bahwa untuk memahami interaksi sosial yang kompleks penelitian dengan metode kualitatif melakukannya dengan cara ikut berperan serta, wawancara terhadap interaksi tersebut sehingga ditemukan pola-pola yang jelas.

(49)

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari bahasa lisan yang dituturkan oleh pedagang/penjual dan pembeli yang sedang melakukan transaksi jual-beli di pasar tradisional Aksara Medan, data yang dianalisis 20 percakapan.

3.3 Situasi Sosial

Menurut Sugiyono (2005: 49) dalam penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi tempat (place), pelaku (actors), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis. Situasi sosial tersebut dapat dinyatakan sebagai objek penelitian yang ingin diketahui “apa yang terjadi” di dalamnya.

3.3.1 Tempat (Place)

Penelitian ini akan berlangsung di pasar tradisional Aksara yang letaknya di jalan Aksara Medan.

3.3.2 Pelaku (Actors)

Adapun pelaku didalam penelitian ini adalah para pedagang/penjual dengan pembeli.

(50)

3.3.3 Aktivitas (Activity)

Adapun aktivitas atau kegiatan yang nantinya akan diteliti di dalam penelitian ini adalah saat pedagang/penjual dengan pembeli yang sedang melakukan transaksi jual-beli di pasar tradisional Aksara Medan.

3.4 Prosedur Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini data dilakukan dengan pemeriksaan data dari sumber data yang berhubungan dengan masalah yang dikaji dalam penelitian ini dengan cara mengamati wawancara, merekam, mengklasifikasikan, dan mengelompok-kan data yang diperoleh menurut jenis-jenisnya yang ada kaitannya dengan perumusan masalah dalam penelitian. Meleong (1989: 111) mengatakan bahwa pengamatan tidak bisa berdiri sendiri artinya tidak dapat dilakukan tanpa pencatatan datanya. Oleh karena itu selain pengamatan, penulis akan melakukan pengumpulan data dengan cara merekam serta mencatat data dimana terjadi percakapan/interaksi sosial antara pedagang/penjual dengan pembeli.

3.4.2 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data ini akan dilakukan di dalam beberapa tahap:

Tahap pertama menuliskan tuturan lisan/rekaman ke dalam tulisan sehingga akan terlihat jenis-jenis tindak tutur kemudian dipilih tuturan-tuturan yang akan dianalisis lalu mengelompokkan dari kelima jenis tindakan tutur, serta

(51)

mengelompokkan struktur percakapan yang terdapat pada percakapan di pasar tradisional.

3.5 Analisis Data

Metode kajian (analisis) yang dipakai dalam penganalisisan adalah dengan analisis induktif. Menurut Sugiyono (2005: 89) analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh selanjutnya dikembangkan. Sementara Djajasudarma (1993: 13) menyebutkan bahwa data secara induktif yaitu data yang dikaji melalui proses yang berlangsung dari data ke teori.

Sesuai dengan metode yang digunakan, langkah-langkah selanjutnya adalah sebagai berikut:

a. Data dianalisis berdasarkan jenis tindak tutur, b. Data dikelompokkan berdasarkan jenis tindak tutur,

c. Data direduksi maksudnya merangkum, memilih hal-hal yang pokok, data yang tidak penting dibuang atau disisihkan,

d. Data disimpulkan dari hasil analisis tindak tutur dan hasil struktur percakapan.

(52)

BAB IV

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-jenis Tindak Tutur yang Dipakai dalam Berinteraksi

Tindak tutur yang dipakai dalam interaksi sosial di pasar tradisional Aksara Medan yaitu tindak ilokusi (representatif, direktif, ekspresif, komisif, deklarasi) dan tindak perlokusi. Tindak tutur yang paling dominan yang terdapat dalam interaksi sosial di pasar tradisional Aksara Medan adalah tindak tutur direktif (pertanyaan, memohon, menyuruh, menantang dan lain-lain).

Tindak tutur representatif (kadang-kadang disebut asertif) yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya (misalnya memberitahukan, menyatakan, melaporkan, mewujudkan dan lain-lain).

Contoh: A : berapa cabe

seperempat? direktif B : enam setengah representatif A : tomat? direktif B : enam ribu representatif

A : cabe seperempat, tomat

setengah ya direktif

Tindak tutur direktif yaitu tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu, (misalnya: pertanyaan, memohon, menyuruh, menyarankan, menantang) dan lain-lain.

(53)

Contoh:

B : Bu, cari apa ya? Masuk Bu, masuk Bu….

direktif (ajakan) A : ada baju seragam SMP? direktif/pertanyaan B : ada Bu, Ibu pilih aja direktif

A : berapa ini sepasang? direktif/pertanyaan

B : enam puluh representatif/memberitahukan A : ah, mahal kali, kurang ya direktif/menantang

B : kurang dikitlah Bu, bagus bahannya Bu

representatif A : empat lima ya direktif B : biar jadi Bu, lima puluh ga kurang lagi representatif

A : bungkuslah direktif

B : yang lain apalagi Bu? komisif/menawarkan A : itu aja deklarasi/memutuskan

Tindak tutur eksresif yaitu tindak ujaran yang dilakukan dengan maksud untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan (misalnya ucapa terima kasih, meminta maaf, ucapan selamat, mengkritik, mengeluh).

Contoh:

A : beras ini berapa sekilo? direktif/pertanyaan

B : enam ribu representatif/memberitahukan A : minyak goreng biasa berapa? direktif/pertanyaan

B : dua belas representatif/memberitahukan A : kog, semua harga pada naik? ekspresif/keluhan

B : ya bu, BBM uda naik, jadi semua barang-barang harganya naiklah Bu!

representatif/melaporkan

A : kasih beras dua kilo, minyak setengah ya

direktif/meminta B : yang lain apa Bu? komisif/menawarkan A : itu aja deklarasi/memutuskan

(54)

Tindak tutur komisif yaitu tindak ujaran yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam ujarannya (misalnya berjanji, penawaran, mengancam, menyetujui, bersumpah).

Contoh:

B : Bu, cari apa ya? Masuk Bu, masuk Bu….

direktif/ajakan A : ada baju seragam SMP? direktif/pertanyaan B : ada Bu, Ibu pilih aja direktif

A : berapa ini sepasang? direktif/pertanyaan

B : enam puluh representatif/memberitahukan A : ah, mahal kali, kurang ya direktif/menantang

B : kurang dikitlah Bu, bagus bahannya Bu

representatif A : empat lima ya direktif B : biar jadi Bu, lima puluh ga kurang

lagi

representatif A : bungkuslah direktif

B : yang lain apalagi Bu? komisif/menawarkan A : itu aja deklarasi/memutuskan

Tindak tutur deklarasi yaitu tindak ujaran yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk menciptakan hal (status, keadaan dan sebagainya) yang baru. (Misalnya memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan).

Contohnya:

A : bawal berapa? direktif/pertanyaan

B : tiga puluh representatif/memberitahukan A : kurang ya, dua lima aku ambil sekilo direktif (memohon)

B : ga bisa, baru ikannya bu representatif

(55)

Tabel 1. Proposisi Tindak Tutur

No Jenis Tindak Tutur Jumlah Persentase 1. Representatif (asertif) 35 28,5 2. Direktif 61 46,6 3. Ekspresif 12 9,7 4. Komisif 2 1,6 5. Deklarasi 13 10,6 T o t a l 123 100%

Dari tabel di atas dapat diambil simpulan bahwa tindak tutur direktif paling dominan (49,6%) dipakai dalam interaksi sosial di pasar tradisional Aksara Medan.

Pemakaian tindak tutur direktif yang dominan terjadi karena tindak direktif tindak ujaran yang dilakukan penutur dengan maksud agar si pendengar/ mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan dalam ujaran itu.

Dalam data percakapan di pasar tradisional Aksara banyak ditemukan tuturan tindak direktif (pertanyaan, memohon, menyuruh, menantang dan sebagainya). Misalnya dalam tuturan “Apa ikannya Bu? Lele, ikan masa, nila (Data 4).

Tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu (agar membeli lele, ikan mas, atau nila).

(56)

Dalam tuturan “baru, ibu lihat insangnya” (Data 2). Mitra tutur diharapkan melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu (melihat insang ikan).

Dalam tuturan “kurang ya, dua lima aku ambil sekilo (Data 3) Penutur bermaksud untuk meminta/memohon agar diberikan oleh mitra tuturnya (agar harganya boleh dikurangi menjadi Rp. 25.000,00 sekilo).

Tabel 2. Proposisi Fungsi Ujar

No Jenis Fungsi Ujar Jumlah Persentase

1. Pernyataan 38 44,7

2. Pertanyaan 45 52,9

3. Tawaran 2 2,3

4. Perintah - -

T o t a l 85 100%

Tabel 2 menunjukkan bahwa fungsi ujar yang lebih dominan adalah dalam bentuk pertanyaan (52,9%). Hal ini terjadi karena di dalam satu percakapan terdapat beberapa bentuk pertanyaan.

Tabel 3. Proposisi Modus

No Jenis Modus Jumlah Persentase

1. Deklaratif/declarative 79 63,7

2. Interrogatif/interrogative 45 36,29

3. Imperatif/imperative - -

(57)

Dalam interaksi di pasar Aksara modus yang lebih dominan adalah dalam bentuk deklaratif/declarative 36,7%.

Karena fungsi ujar bentuk question/pertanyaan menjadi RSQ (jawaban terhadap pertanyaan) dinyatakan modus dalam bentuk deklaratif/declarative.

Data Percakapan 1 Jenis Tindak Tutur

A : dencis berapa sekilo? direktif/pertanyaan B : enam belas ribu representatif/memberi tahukan A : enam belas? Kurang ya direktif/menantang

B : ga kurang lagi deklarasi/memutuskan A : Asetengah kilo ya direktif/meminta

Analisis: tuturan enam belas? merupakan tindak ujaran direktif/ menantang yang menyatakan harganya kemahalan. Jadi tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu.

Data Percakapan 2 Jenis Tindak Tutur A : baru ikannya ini Pak? ilokusi, perlokusi

B : baru, ibu lihat insangnya direktif

A : berapa sekilo? direktif/pertanyaan

B : dua puluh sekilo representatif/memberitahukan A : ga kurang Pak? direktif

B : ga kurang lagi deklarasi/memutuskan A : setengah aja direktif/meminta Analisis:

1. Maksud dan fungsi ilokusi dari tuturan baru ikannya ini Pak? Mempunyai maksud ejekan dari ikan tersebut.

(58)

3. Direktif karena mitra tutur diharapkan melakukan tindakan yang disebut di dalam tuturan itu (melihat insang ikan).

Data Percakapan 3 Jenis Tindak Tutur A : bawal berapa? direktif/pertanyaan

B : tiga puluh representatif/memberitahukan A : kurang ya, dua lima aku ambil sekilo direktif (memohon)

B : ga bisa, baru ikannya bu representatif

A : ga jadilah deklarasi/membatalkan

Analisis

1. Memohon merupakan tindak ujaran direktif. Fungsi ilokusi memohon penutur bermaksud untuk meminta atau memohon agar diberikan mitra tuturnya (agar harganya boleh dikurangi menjadi Rp. 25.000,00 sekilo).

2. Tuturan gak bisa, baru ikannya Bu! Memiliki fungsi representatif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakan penuturnya (memberitahukan/menginformasikan tentang ikannya baru).

Data Percakapan 4 Jenis Tindak Tutur B : apa ikannya bu? direktif

lele, ikan mas, nila

A : lele berapa direktif/pertanyan

B : dua belas repersentatif/pemberitahuan A : ga sebelas aja? direktif/memohon

B : ga bisa deklarasi (memutuskan) A : sekilolah deklarasi (memutuskan) Analisis:

1. Direktif yaitu tindak ujaran yang dilakukan penuturnya dengan maksud agar si pendengar melakukan tindakan yang disebutkan di dalam ujaran itu (agar membeli lele, ikan mas, dan nila).

(59)

2. Memohon merupakan tindak ujaran direktif. Fungsi ilokusi memohon di sini penutur bermaksud untuk meminta/memohon sesuatu agar diberikan oleh mitra tuturnya (agar diberikan harga ikan lele sebelas ribu).

Data Percakapan 5 Jenis Tindak Tutur A : teri berapa seons? direktif/pertanyaan

B : lima ribu representatif/memberitahukan A : seons ya direktif/meminta

Data Percakapan 6 Jenis Tindak Tutur A : berapa udang sekilo? direktif/pertanyaan

B : empat puluh representatif/memberitahukan A : empat puluh? wah, murah kali ya ilokusi, perlokusi

ga jadilah Pak! deklarasi/membatalkan Analisis

1. Maksud dan fungsi ilokusi dari tuturan empat puluh? Bukan tujuannya bertanya, tuturan wah, murah kali ya bisa berarti ejekan yang berarti harganya terlalu mahal.

2. Tindak perlokusi si pendengar itu menjadi kesal.

3. Tuturan ga jadilah merupakan tindak ujaran deklarasi (membatalkan). Data Percakapan 7 Jenis Tindak Tutur A : daging berapa Pak? direktif/pertanyaan

B : enam puluh representatif/memberitahukan A : kasih seperempat lah direktif/meminta

B : makasih ekspresif

A : sama-sama ekspresif

Data Percakapan 8 Jenis Tindak Tutur A : ayam berapa? direktif/pertanyaan

B : paha, dada lapan belas representatif/memberitahukan A : naik lagi ayam ya, ga kurang dek? ekspresif/keluhan

B : ga kurang lagi bu! deklarasi/memutuskan A : kasih paha aja sekilo,

potong-potong ya

direktif/menyuruh

(60)

Analisis:

Tuturan naik lagi ya ayam ya, ga kurang dek merupakan keluhan bagian dari tindak ekspresif.

Data Percakapan 9 Jenis Tindak Tutur A : ikan mas berapa? direktif/pertanyaan

B : sekilo dua dua representatif/memberitahukan A : ga kurang da? direktif

B : ga biasa harganya representatif A : pilih sekilo dua ekor ya da,

bersihkan ya da

direktif/menyuruh B : makasi ya da ekspresif

Analisis:

1. Tuturan ga biasa harganya memiliki fungsi representatif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakan penuturnya (memberitahukan bahwa harganya masih seperti biasa/harganya belum naik).

2. Menyuruh merupakan tindak ujaran direktif. Fungsi ilokusi menyuruh di sini penutur bermaksud untuk meminta/menyuruh mitra tuturnya agar membersihkan dan memilih ikan sekilo dua ekor.

Data Percakapan 10 Jenis Tindak Tutur A : berapa cabe seperempat? direktif/pertanyaan

B : enam setengah representatif/memberitahukan A : tomat? direktif/pertanyaan

B : enam ribu representatif/memberitahukan A : cabe seperempat, tomat setengah ya direktif/meminta

Data Percakapan 11 Jenis Tindak Tutur A : cantik cabenya ya da! Ini cabe

gunung da?

ekspresif/memuji

(61)

A : berapa seperempat? direktif/pertanyan

B : enam setengah representatif/memberitahukan A : kurang ya da direktif

B : enam ribulah deklarasi/memutuskan A : seperempat aja ya direktif/meminta

(62)

Data Percakapan 12 Jenis Tindak Tutur A : beras ini berapa sekilo? direktif/pertanyaan

B : enam ribu representatif/memberitahukan A : minyak goreng biasa berapa? direktif/pertanyaan

B : dua belas representatif/memberitahukan A : kog, semua harga pada naik? ekspresif/keluhan

B : ya bu, BBM uda naik, jadi semua barang- barang harganya naiklah Bu!

representatif/melaporkan

A : kasih beras dua kilo, minyak setengah ya

direktif/meminta B : yang lain apa Bu? komisif/menawarkan A : itu aja deklarasi/memutuskan

B. makasih Bu! ekspresif

Analisis:

1. Keluhan/kritikan merupakan bagian dari tindak ekspresif. Tindak ekspesif yaitu tindak ujaran penutur (pembeli) mengeluh, mengkritik dalam tuturan kog semua harga pada naik.

2. Tindak tutur representatif (melaporkan) berarti memberitahukan atau menginformasikan kepada mitra tuturnya tentang kenaikan BBM sehingga harga-harga sudah pada naik.

Data Percakapan 13 Jenis Tindak Tutur A : kelapa yang uda diparut berapa

Pak?

direktif/pertanyaan

B : dua setengah representatif/memberitahukan A : kasih satu pilih yang tua ya Pak direktif/menyuruh

B : makasih bu ekspresif A : sama-sama ekspresif

(63)

Data Percakapan 14 Jenis Tindak Tutur A : ada minyak goreng putih Pak? direktif/pertanyaan

B : ada representatif/memberitahukan A : berapa sekilo direktif/pertanyaan

B : tiga belas representatif/memberitahukan A : ga kurang? direktif

B : ga bisa, minyak udah naik bu representatif/melaporkan A : kasih seperempat ya direktif/pertanyan

Analisis:

Representatif yaitu tindak tutur yang mengikat penuturnya kepada kebenaran atas apa yang dikatakannya (melaporkan) bahwa minyak sudah naik.

Data Percakapan 15 Jenis Tindak Tutur A : Ci, berapa kuetiaw sekilo? direktif/pertanyaan B : kuetiaw enak…..lima ribu representatif/memberitahukan A : lima ribu? Kasih sekilo aja representatif/direktur

Data Percakapan 16 Jenis Tindak Tutur A : jeruk ini berapa direktif/pertanyaan

B : enam ribu representatif/memberitahukan A : pear? direktif/pertanyaan

B : dua belas representatif/memberitahukan A : jeruk aja dua kilo deklarasi/memutuskan

B : makasih ya bu ekspresif

Data Percakapan 17 Jenis Tindak Tutur A : Pak, ada gelas duralex panjang? direktif/pertanyaan B : ada representatif/memberitahukan A : berapa selusin? direktif/pertanyaan

B : enam puluh representatif/memberitahukan A : ga kurang Pak? direktif/memohon

B : ga kurang lagi Bu deklarasi/memutuskan A : bisa beli setengah lusin? direktif/memohon

B : bisa Bu, setengah lusin tiga puluh representatif/memberitahukan A : kasih setengah lusin aja ya Pak direktif/meminta

(64)

Data Percakapan 18 Jenis Tindak Tutur A : Tas ini berapa? direktif/pertanyaan

B : seratus ribu Bu! representatif/memberitahukan A : seratus ribu? Murah kali ilokusi, perlokusi B : jadi mau berapa Bu? tawarlah

Bu….

dari tadi Bu, kami belum buka dasar,

sepi kali penjualan sekarang, jadi ibu mau berapa?

direktif/menyuruh

representatif/menyatakan representatif/menyatakan A : empat puluh ya, kalau bisa saya

ambil

direktif/memohon B : tambah dikit lagilah Bu, biar jadi perlokusi

A : empat puluhlah deklarasi/memutuskan B : ambillah Bu, makasih….Jual ya Bu direktif/ekspresif

Analisis:

1. Maksud dan fungsi ilokusi dari tuturan seratus ribu? Murah kali mempunyai maksud sindiran yang harganya terlalu mahal.

2. Tindak perlokusi si pendengar itu jadi sedih.

3. Tuturan dari tadi Bu, kami belum buka dasar, sepi kali penjualan sekarang mengisyaratkan bahwa terdapat ungkapan keluhan meruapakan bagian dari tindak ekspresif dari penutur kepada mitra tuturnya yang merasakan sepi kali penjualan sehingga dirinya mengeluh.

4. Tindak perlokusi karena digunakan untuk membujuk mitra tuturnya agar mau membeli tas.

5. Direktif karena mitra tuturnya diharapkan melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu.

Gambar

Tabel 1. Proposisi Tindak Tutur
Tabel 2. Proposisi Fungsi Ujar

Referensi

Dokumen terkait

digunakan dengan kalimat berita atau bahkan dengan kalimat tanya. Strategi Tindak Tutur Direktif Meminta Langsung dalam Interaksi Anak Guru di TK Pertiwi 4 Sidoharjo. Tindak tutur

Searle (dalam Gunarwan, 1994:85), mengemukakan tindak tutur direktif terbagi atas lima macam yaitu (a) tindak tutur direktif menyuruh adalah tindak tutur yang

Tindak tutur direktif merupakan bentuk tindak tutur yang dimaksud oleh penutur untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan sesuatu tindakan, misalnya memohon, meminta,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Jenis-jenis tindak tutur direktif. Fungsi tindak tutur direktif. 3) Tindak tutur direktif dan fungsinya yang dominan dalam cerpen

Analisis Tindak Tutur Direktif Memohon dalam Percakapan pada Buku Minna No Nihongo Shokyu

Lebih lanjut, dapat disimpulkan bahwa ke- santunan berbahasa mahasiswa dalam interaksi akademik yang direpresentasikan melalui fungsi tindak tutur asertif, direktif,

Tuturan ilokusi direktif adalah tuturan yang tujuannya berupa tanggapan atau tindakan dari mitra tutur, misalnya menyuruh, memerintah, meminta, memohon, dan

Wujud tindak tutur direktif dan tindak tutur komisif dalam peristiwa tutur interaksi pada pedagang di pasar Butung Makassar menghasilkan temuan yang bervariasi tentang wujud