• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.2 Tingkat Keanekaragaman Jenis

Jenis reptil yang memiliki peluang perjumpaan tertinggi adalah

Cyrtodactylus malayanus sebesar 87,5%, sedangkan jenis Eutrophis rudis, Eutrophis multifasciata, Gonochepalus borneensis dan Sphenomorphus haasii

juga memiliki peluang perjumpaan yang cukup tinggi yaitu 75%.

Famili Geckonidae memiliki tingkat peluang perjumpaan paling tinggi di antara famili lain yaitu sebesar 100% atau dapat ditemukan di seluruh lokasi pengamatan, sedangkan famili Crotalidae dan Trionychidae memiliki peluang perjumpaan terendah yaitu sebesar 12,5% atau hanya dapat ditemukan di satu lokasi pengamatan. Peluang perjumpaan paling tinggi dari famili Colubridae adalah Dendrelaphis fumosus (25%) karena jenis lainnya hanya ditemukan pada satu lokasi sebanyak satu individu saja.

5.1.2 Tingkat Keanekaragaman Jenis

Nilai keanekaragaman jenis dari total gabungan akuatik dan terestrial paling tinggi terdapat pada lokasi Sungai Lesan (S. Lesan) dengan nilai 2,47 kemudian Sungai Lejak (S. Lejak) dengan nilai 2,28 dan terendah pada lokasi Anak Sungai Lejak (A. Lejak) dengan nilai 1,89. Perbandingan tersebut berlaku juga bila dipisah menjadi tipe habitat akuatik (S. Lesan 2,05 dan A. Lejak 1,33) dan terestrial (S. Lesan 2,35 dan A. Lejak 1,58), akan tetapi untuk lokasi Sungai Lejak (S. Lejak) pada tipe habitat akuatik dan terestrial tidak jauh berbeda yaitu 1,90 dan 1,96. 0 0.5 1 1.5 2 2.5

Akuatik Terestrial Total

Nilai

 

H'

Habitat

A.Lejak S.Lejak S.Lesan

 

Gambar 17 menunjukkan bahwa habitat akuatik memiliki nilai keanekaragaman jenis lebih rendah dibandingkan terestrial, akan tetapi nilai tersebut hanya berlaku bila ketiga lokasi pengamatan dipisah, sedangkan bila ketiga lokasi digabung maka perbandingan menjadi terbalik dengan nilai keanekaragaman jenis pada habitat akuatik lebih tinggi dibandingkan habitat terestrial yaitu 2,56 pada habitat akuatik dan 2,27 pada habitat terestrial.

Nilai kemerataan jenis dari total gabungan akuatik dan terestrial paling tinggi terdapat pada lokasi Sungai Lejak (S. Lejak) dengan nilai 0,89 kemudian Anak Sungai Lejak (A. Lejak) dengan nilai 0,86 dan terendah pada lokasi Sungai Lesan (S. Lesan) dengan nilai 0,84. Perbandingan tersebut berlaku pada tipe habitat akuatik namun berbeda dengan terestrial, habitat terestrial pada lokasi Sungai Lesan (S. Lesan) memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu 0,89 dibandingkan Anak Sungai Lejak (A. Lejak) yaitu 0,88. Gambar 18 menunjukkan bahwa habitat akuatik memiliki nilai kemerataan lebih tinggi dibandingkan habitat terestrial, nilai tersebut diperoleh bila ketiga lokasi dipisah.

0.75 0.8 0.85 0.9 0.95 1

Akuatik Terestrial Total

NIlai

  

E

Habitat

A.Lejak S.Lejak S.Lesan

Gambar 18 Grafik perbandingan nilai kemerataan jenis (E).

Nilai kemerataan gabungan dari ketiga lokasi memiliki perbandingan sama yaitu habitat akuatik lebih tinggi dibandingkan terestrial dengan nilai 0,89 pada habitat akuatik dan 0.82 pada habitat terestrial, hasil tersebut berbeda dengan nilai keanekaragaman jenis gabungan akuatik terestrial dengan nilai keanekaragaman

 

jenis gabungan ketiga lokasi pengamatan yang berbanding terbalik. Nilai kenanekaragaman pada tipe habitat akuatik lebih rendah dibandingkan terestrial, sedangkan nilai kemerataan pada tipe habitat akuatik lebih tinggi dibandingkan terestrial, lokasi dengan nilai keanekaragaman paling tinggi terdapat pada Sungai Lesan yang merupakan lokasi dengan nilai kemerataan paling rendah, sedangkan lokasi dengan nilai kemerataan paling tinggi terdapat pada Sungai Lejak.

Jumlah jenis dari total gabungan akuatik dan terestrial paling tinggi terdapat pada lokasi Sungai Lesan (S. Lesan) dengan nilai 19 kemudian Sungai Lejak (S. Lejak) dengan nilai 13 dan terendah pada lokasi Anak Sungai Lejak (A. Lejak) dengan nilai 9. Perbandingan tersebut berlaku juga bila dipisah menjadi tipe habitat akuatik (S. Lesan 10 dan A. Lejak 4) dan terestrial (S. Lesan 14 dan A. Lejak 6). Gambar 19 menunjukkan bahwa habitat akuatik memiliki jumlah jenis lebih rendah dibandingkan terestrial, akan tetapi nilai tersebut hanya berlaku bila ketiga lokasi pengamatan dipisah, sedangkan bila ketiga lokasi digabung maka perbandingan menjadi terbalik dengan jumlah jenis pada habitat akuatik lebih tinggi dibandingkan habitat terestrial yaitu 18 pada habitat akuatik dan 16 pada habitat terestrial. Hasil tersebut juga berbanding terbalik dengan jumlah individu, reptil yang ditemukan pada tipe habitat terestrial memiliki jumlah individu yang lebih banyak yaitu akuatik 79 individu dan terrestrial 35 individu.

0 5 10 15 20

Akuatik Terestrial Total

Jumlah

Habitat

A.Lejak S.Lejak S.Lesan

 

Nilai kekayaan jenis dari total gabungan akuatik dan terestrial paling tinggi terdapat pada lokasi Sungai Lesan (S. Lesan) dengan nilai 4,53 kemudian Sungai Lejak (S. Lejak) dengan nilai 3,25 dan terendah pada lokasi Anak Sungai Lejak (A. Lejak) dengan nilai 2,63. Perbandingan tersebut berlaku juga bila dipisah menjadi tipe habitat akuatik (S. Lesan 2,91 dan A. Lejak 1,86) dan terestrial (S. Lesan 3,79 dan A. Lejak 1,80). Hasil dengan menggunakan indeks kekayaan jenis Margalef (Gambar 20) menunjukkan bahwa habitat akuatik memiliki kekayaan jenis lebih tinggi dibandingkan terestrial pada lokasi Anak Sungai Lejak dan Sungai Lejak namun lebih rendah pada lokasi Sungai Lesan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai perbandingan kekayaan jenis Margalef antar lokasi tidak berbanding lurus dengan nilai indek keanekaragaman jenis Shanon yang menunjukkan bahwa lokasi akuatik lebih rendah dibandingkan terestrial.

0 1 2 3 4 5

Akuatik Terestrial Total

Nilai

 

Dmg

Habitat

A.Lejak S.Lejak S.Lesan

Gambar 20 Grafik perbandingan kekayaan jenis (Dmg). 5.1.3 Pola Aktivitas dan Sebaran Ekologis

Jenis data yang dicatat merupakan aktivitas pertama kali dilihat pada saat pengambilan data seperti aktivitas, substrat serta posisi yang dapat menunjukkan pola pergerakan. aktivitas reptil terbagi menjadi dua yaitu diurnal dan nokturnal dengan sebaran ekologis yang terbagi menjadi 4 yaitu akuatik, terestrial, arboreal dan fosforial. Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar satwa terestrial

 

beraktivitas pada siang hari (Diurnal) dan tidak ditemukannya jenis fosforial pada penelitian ini.

Tabel 4 Aktivitas dan sebaran ekologis reptil

Nokturnal Diurnal

Akuatik dan semi akuatik Amyda cartilaginea Varanus salvator Xenodermus javanicus

Phyton reticulatus

Notochelys platynota -

Terestrial Pareas malaccanus Eutrophis multifasciata

- Eutrophis rudis

- Sphenomorphus haasii

- Tropidoporus mocquardii

- Rhabdophis chrysarga

Arboreal dan semi arboreal Gecko gecko Dasia olivaceae

Cyrtodactylus malayanus Ahaetulla prasina

Cyrtodactylus consobrinus Bronchocella cristatella

Hemidactylus frenatus Aphaniotis ornate

Aeruloscalobates felines Gonochepalus liogaster

Gehyra mutilate Gonochepalus grandis

Xenocrophis triangularigera Gonochepalus borneensis

Boiga drapiezii Draco haematopogon

Tropidolaemus wagleri Dendrelaphis pictus

Draco fimbriatus -

Fosforial - -

Jenis akuatik dan semi akuatik merupakan jenis yang hanya ditemukan pada transek akuatik sedangkan beberapa jenis terestrial juga ditemukan pada transek dengan tipe habitat akuatik, hal tersebut juga berlaku pada spesies arboreal yang juga ditemukan pada kedua tipe transek. Pengamatan pada ketiga lokasi dengan dua tipe habitat tidak berhasil menemukan jenis fosforial dan sebagian besar merupakan jenis arboreal dan semi arboreal. Spesies diurnal lebih banyak dibandingkan nokturnal karena ditemukan baik pada pengamatan siang maupun pengamatan malam, sedangkan untuk spesies nokturnal semua ditemukan pada pengamatan malam.

Gambar 21 menunjukkan jenis substrat saat ditemukannya reptil. Substrat yang paling banyak dijumpai reptil yaitu pada bagian serasah (33%) dan batang (16%). Gambar 22 menunjukkan perilaku reptil saat ditemukan, hal ini dapat juga digunakan sebagai penggolongan reptil terhadap aktivitas hidupnya. Perilaku dominan pada reptil adalah tidur dengan nilai 26 %, perilaku lari juga memiliki nilai yang tinggi (25%) pada saat perjumpaan. Variabel lain yang dapat digunakan adalah posisi vertikal dan horizontal. Posisi vertikal dan horizontal saat reptil

 

ditemukan merupakan indikator perilaku reptil terhadap aktivitas hidupnya, hal tersebut juga dapat didukung dari substrat dominan karena dapat menunjukkan apakah reptil tersebut arboreal, terestrial atau akuatik serta sebaran dan kerapatan spesies pada suatu lokasi atau jalur.

1% 1% 4% 5% 6% 8% 10% 15% 16% 34% Tanah Semak Papan Air Kayu Pohon Batu Daun Batang Serasah

Gambar 21 Persentase penggunaan substrat oleh reptil pada saat perjumpaan.

26% 25% 22% 21% 2% 1% 1%1%1% Tidur Lari Berjemur Diam Berenang kawin Bersuara Jatuh Terpancing

Gambat 22 Persentase perilaku reptil pada saat perjumpaan.

Dendogram kesamaan penggunaan ruang menunjukkan kelompok spesies dalam penggunaan ruang pada tiap tipe habitat serta menentukan faktor pemisah

 

antar kelompok, spesies yang memiliki tingkat korelasi terdekat dikelompokkan dalam satu kotak lalu menentukan faktor yang mempengaruhi pengelompokan tersebut. Pengelompokan ditentukan berdasarkan jarak dan kombinasi antar

cluster yang memiliki kemiripan. Gambar 23 menunjukkan tingkat kesamaan penggunaan ruang antar spesies akuatik yang terbagi menjadi tiga kelompok dengan jumlah komposisi jenis tiap kelompok yang berbeda.

C A S E 0 5 10 15 20 25 Label +---+---+---+---+---+ Cyco ─┐ Spha ─┤ Ahpr ─┼───────────┐ Amca ─┤ │ Bodr ─┘ ├─────────────────┐ Euru ─┬───┐ │ │ Gobo ─┘ ├───────┘ │ Vasa ─────┘ ├─────────────────┐ Pama ─┐ │ │ Xeja ─┼─────────────────┐ │ │ Nopl ─┘ │ │ │ Trmo ─┐ ├───────────┘ │ Xetr ─┤ │ │ Gogr ─┼───┐ │ │ Pyre ─┘ ├─────────────┘ │ Apor ─────┘ │ Cyma ─────────┬───────────────────────────────────────┘ Eumu ─────────┘

Gambar 23 Dendogram kesamaan penggunaan ruang antar spesies akuatik. Pada habitat akuatik dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

Kelompok 1 : Cyrtodactylus consobrinus=Cyco, Sphenomorphus haasii=Spha,

Ahaetulla prasina=Ahpr, Amyda cartilaginea=Amca, Boiga drapiezii=Bodr, Eutrophis rudis=Euru, Gonocephalus borneensis=Gobo,dan Varanus salvator=Vasa

Kelompok 2 : Pareas malaccanus=Pama, Xenodermus javanicus=Xeja,

Notochelys platynota=Nopl, Tropidophorus mocquardii=Trmo,

Xenochrophis trianguligera=Xetr, Gonocephalus grandis=Gogr,

Python reticulatus=Pyre dan Aphaniotis ornata=Apor Kelompok 3 : Cyrtodactylus malayanus=Cyma dan Eutrophis

  C A S E 0 5 10 15 20 25 Label +---+---+---+---+---+ Hefr ─┐ Trwa ─┤ Aefe ─┤ Drha ─┼─┐ Gemu ─┤ ├─────────────┐ Daol ─┘ │ │ Defo ───┘ ├───────────────────────────────┐ Trmo ─┬─┐ │ │ Goli ─┘ ├─┐ │ │ Apor ───┘ ├───────────┘ │ Gege ─────┘ │ Eumu ─────┬───┐ │ Cyma ─────┘ ├─┐ │ Gobo ─────────┘ ├───────┐ │ Euru ───────────┘ ├─────────────────────────────┘ Spha ───────────────────┘

Gambar 24 Dendogram kesamaan penggunaan ruang antar spesies terrestrial. Pada habitat terestrial dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

Kelompok 1 : Hemidactylus frenatus=Hefr, Tropidolaemus wagleri=Trwa,

Aeruloscalobates felinus=Aefe, Draco haematopogon=Drha,

Gehyra mutilata=Gemu, Dasia olivaceae=Daol, Dendrelaphis formosus=Defo, Tropidophorus mocquardii=Trmo, Gonocephalus liogaster=Goli, Aphaniotis ornata=Apor dan Gekko gecko=Gege Kelompok 2 : Eutrophis multifasciata=Eumu, Cyrtodactylus malayanus=Cyma,

Gonocephalus borneensis=Gobo Eutrophis rudis=Euru, dan

Sphenomorphus haasii=Spha

Kesamaan penggunaan ruang yang ditunjukkan pada Gambar 23 dan 24 menunjukkan adanya perbedaan dalam jumlah pengelompokan, habitat akuatik memiliki jumlah pengelompokan yang lebih besar dibandingkan habitat terestrial, selain itu terdapat perbedaan komposisi spesies pada tiap kelompok akuatik dan terestrial. Spesies Cyrtodactylus malayanus dan Eutrophis multifasciata termasuk dalam kelompok yang sama pada kedua tipe habitat. Hal tersebut menunjukkan bahwa kedua spesies memiliki penggunaan ruang yang sama pada habitat akuatik maupun terestrial. Dendogram penggunaan ruang gabungan dari kedua tipe habitat ditunjukkan pada Gambar 25, gambar tersebut menunjukkan kelompok penggunaan ruang pada keseluruhan lokasi penelitian dengan menggabungkan beberapa cluster dari habitat akuatik dan terestrial.

  C A S E 0 5 10 15 20 25 Label +---+---+---+---+---+ Pama ─┐ Xeja ─┤ Nopl ─┼───┐ Defo ─┘ │ Pyre ─┐ ├───┐ Xetr ─┤ │ │ Gege ─┼───┘ │ Gogr ─┘ │ Hefr ─┐ │ Trwa ─┤ │ Aefe ─┤ ├─────────────┐ Drha ─┤ │ │ Gemu ─┤ │ │ Cyco ─┤ │ │ Daol ─┤ │ │ Amca ─┼─┐ │ ├─────────────────────────┐ Bodr ─┤ ├─────┘ │ │ Ahpr ─┘ │ │ │ Vasa ───┘ │ │ Apor ─┬─┐ │ │ Trmo ─┘ ├───────┐ │ │ Goli ───┘ ├───────────┘ │ Spha ───────────┘ │ Cyma ─┬───────┐ │ Euru ─┘ ├───────────────────────────────────────┘ Eumu ───┬─────┘ Gobo ───┘

Gambar 25 Dendogram kesamaan penggunaan ruang antar spesies keseluruhan. Pada kedua tipe habiat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu:

Kelompok 1 : Pareas malaccanus=Pama, Xenodermus javanicus=Xeja,

Notochelys platynota=Nopl, Dendrelaphis formosus=Defo, Python reticulatus=Pyre, Xenochrophis trianguligera=Xetr, Gekko gecko=Gege, Gonocephalus grandis=Gogr, Hemidactylus frenatus=Hefr, Tropidolaemus wagleri=Trwa, Aeruloscalobates felinus=Aefe, Draco haematopogon=Drha, Gehyra mutilata=Gemu, Cyrtodactylus consobrinus=Cyco, Dasia olivaceae=Daol, Amyda cartilaginea=Amca, Boiga drapiezii=Bodr, Ahaetulla prasina=Ahpr dan Varanus salvator=Vasa

Kelompok 2 : Aphaniotis ornata=Apor, Tropidophorus mocquardii=Trmo,

Gonocephalus liogaster=Goli dan Sphenomorphus haasii=Spha Kelompok 3 : Cyrtodactylus malayanus=Cyma, Eutrophis rudis=Euru, Eutrophis

multifasciata=Eumu dan Gonocephalus borneensis=Gobo

Kesamaan penggunaan ruang juga dapat diperoleh dari penyebaran spesies dalam jalur transek pengamatan, habitat akuatik merupakan jalur yang memiliki karakteristik habitat lebih spesifik sehingga data yang diolah hanya pada jalur

 

akuatik. Hasil menunjukkan sebagian besar ditemukan pada meter 200-300 pada transek dengan perolehan sebanyak 11 jenis.

Gambar 26 Dendogram sebaran spesies pada transek akuatik.

Notasi yang digunakan pada Gambar 26 adalah sebagai berikut : a=Ahaetulla prasina, b=Amyda cartilaginea, c=Aphaniotis ornata, d=Boiga drapiezii, e=Cyrtodactylus consobrinus, f=Cyrtodactylus malayanus, g=Eutrophis multifasciata, h=Eutrophis rudis, i=Gonocephalus borneensis, j=Gonocephalus grandis, k=Notochelys platynota, l=Pareas malaccanus, m=Python reticulatus, n=Sphenomorphus haasii, o=Tropidophorus mocquardii, p=Varanus salvator, q=Xenochrophis trianguligera dan r=Xenodermus javanicus

Gambar 26 hanya menunjukkan perjumpaan spesies pada transek namun tidak menunjukkan jumlah individu tiap spesies, sehingga hanya dapat digunakan untuk mengindikasikan kesamaan penggunaan ruang dan sebaran spesies pada transek tanpa menentukan kepadatan populasinya. Gambar menunjukkan bahwa tidak terjadinya pengelompokan pada jalur Anak Sungai Lejak, namun adanya pengelompokan pada jalur Sungai Lejak yaitu meter 200-300 dan pada Sungai Lesan yaitu meter 0-100. Hasil tersebut dapat dikorelasikan dengan Gambar 23 untuk menentukan faktor adanya pengelompokan pada habitat akuatik. Jenis

Amyda cartilaginea, Aphaniotis ornata, Cyrtodactylus malayanus, Gonocephalus borneensis, Gonocephalus grandis, Notochelys platynota, Python reticulatus,

 

Sphenomorphus haasii dan Tropidophorus mocquardii merupakan spesies yang ditemukan pada meter 200-300, sebagian besar dari jenis tersebut juga mengelompok pada dendogram penggunaan ruang habitat akuatik.

Gambar 27 Korelasi mikrohabitat terhadap spesies pada jalur akuatik.

Substrat : Air=Air, Batang=Bng, Batu=Btu, Daun=Dun, Kayu=Kyu, Papan=Pan, Pohon=Pon, Semak=Sak, Serasah=Sah, Sungai=Sai Spesies : Ahaetulla prasina=Ahpr, Amyda cartilaginea=Amca, Aphaniotis

ornata=Apor, Boiga drapiezii=Bodr, Cyrtodactylus consobrinus=Cyco, Cyrtodactylus malayanus=Cyma, Eutrophis multifasciata=Eumu, Eutrophis rudis=Euru, Gonocephalus borneensis=Gobo, Gonocephalus grandis=Gogr, Notochelys platynota=Nopl, Pareas malaccanus=Pama, Python reticulatus=Pyre, Sphenomorphus haasii=Spha, Tropidophorus mocquardii=Trmo, Varanus salvator=Vasa, Xenochrophis trianguligera=Xetr, Xenodermus javanicus=Xeja

Korelasi mikrohabitat terhadap spesies dapat menunjukkan tingkat kebutuhan suatu spesies terhadap substrat yang ada. Gambar 27 menunjukkan tipe substrat dan spesies yang ditemukan pada habitat akuatik. Beberapa jenis seperti

Pareas malaccanus,Sphenomorphus haasii dan Xenodermus javanicus cenderung memilih substrat berbatu namun menjauhi substrat berupa daun, sama seperti

Varanus salvator, Amyda cartilaginea, dan Notochelys platynota cenderung memilih substrat yang berair dan menjauhi substrat berupa batu dan serasah. Spesies Cyrtodactylus consobrinus, Cyrtodactylus malayanus, Eutrophis

 

multifasciata, Eutrophis rudis, Gonocephalus borneensis dan Gonocephalus grandis merupakan jenis reptil yang cenderung mudah beradaptasi dengan beberapa tipe substrat seperti pohon, batang, tanah, semak dan serasah namun menghindari substrat berupa batu dan air.

Gambar 28 Korelasi mikrohabitat terhadap spesies pada jalur terrestrial. Spesies : Aeruloscalobates felinus=Eufe, Aphaniotis ornata=Apor,

Cyrtodactylus malayanus=Cyma, Dasia olivaceae=Daol, Dendrelaphis formosus=Defo, Draco haematopogon=Drha, Eutrophis ultifasciata=Eumu, Eutrophis rudis=Euru, Gehyra mutilata=Gemu, Gekko gecko=Gege, onocephalus borneensis=Gobo, Gonocephalus liogaster=Goli, Hemidactylus frenatus=Hefr, Sphenomorphus haasii=Spha, Tropidolaemus wagleri=Trwa, Tropidophorus mocquardii=Trmo

Habitat : Air=Air, Batang=Bng, Batu=Btu, Daun=Dun, Pohon=Pon, Semak=Sak, Serasah=Sah, Tanah=Tah

Gambar 28 menunjukkan tipe substrat dan spesies yang ditemukan pada habitat terestrial, beberapa jenis seperti Eutrophis multifasciata dan Eutrophis rudis cenderung memilih substrat berbatu namun menjauhi substrat berupa daun, sama seperti Sphenomorphus haasii dan Draco haematopogon cenderung memilih

 

substrat kayu dan menjauhi substrat berupa papan dan bangunan permanennamun

Sphenomorphus haasii pada habitat akuatik merupakan jenis yang lebih memilih substrat berupa bebatuan dan serasah namun menjauhi air. Jenis reptil pada habitat terestrial terlihat jelas dalam pemilihan mikrohabitat dan cenderung menyebar pada berbagai tipe substrat.

Perbedaan yang terlihat dari Gambar 27 dan 28 adalah pada jenis Eutrophis multifasciata dan Eutrophis rudis, kedua jenis tersebut cenderung memilih substrat serasah dan menjauhi substrat berbatu pada habitat akuatik namun pada habitat teresrtial jenis tersebut lebih memilih substrat berbatu dan menjauhi substrat serasah, selain itu jenis Sphenomorphus haasii lebih memilih substrat berbatu pada lokasi akuatik namun memilih substrat kayu pada habitat terestrial. Jenis Gonocephalus borneensis tidak memiliki perbedaan penggunaan substrat baik pada habitat akuatik maupun terestrial.

5.2 Pembahasan

5.2.1 Komposisi Jenis

Komposisi jenis reptil di Kawasan Lindung Sungai Lesan diperoleh 31 jenis dengan 2 jenis yang termasuk dalam kategori rawan (vulnerable) IUCN dan appendix II CITES (ATCN 2004) yaitu kura-kura punggung datar (Notochelys platynota) dan bulus (Amyda cartilaginea). Terdapat tiga jenis yang merupakan spesies endemik Kalimantan yaitu Aphaniotis ornata, Cyrtodactylus malayanus

dan Tropidophorus mocquardii. Tabel 2 menunjukkan bahwa perolehan jenis pada habitat akuatik lebih banyak dibanding terestrial namun perolehan jumlah individu lebih sedikit, hal tersebut dikarenakan individu terbanyak adalah famili Scincidae yaitu 63 individu yang merupakan spesies terestrial seperti Eutrohis multifasciata dan Eutrophis rudis yang dijumpai dalam jumlah banyak. Menurut Endarwin (2006), selain memiliki kepadatan yang cukup tinggi, genus Eutrophis

memiliki rentang habitat dan juga kemampuan adaptasi yang cukup tinggi sehingga dapat ditemukan pada berbagai ketinggian dan kondisi habitat yang berbeda. Pernyataan tersebut didukung oleh Cox et al. (1998) yang menyatakan bahwa kadal kebun merupakan reptil yang memakan berbagai jenis invertebrata dan dapat berasosiasi di sekitar tempat tinggal manusia. Hal tersebut menunjukkan

 

bahwa genus Eutrophis memiliki tingkat adaptasi yang tinggi karena tingkat adaptasi tersebut menyebabkan spesies ini dapat hidup di berbagai tipe habitat.

Dari 31 jenis yang ditemukan di ketiga lokasi tersebut ada pula yang memiliki ruang pergerakan yang cukup luas, terdapat 5 jenis reptil yang dapat ditemukan di ketiga lokasi pengamatan yaitu Cyrtodactylus malayanus, Eutrophis multifasciata, Eutrophis rudis, Sphenomorphus haasii, dan Gonochepalus borneensis. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar dari jenis reptil yang ditemukan memiliki penyebaran yang spesifik karena dari 31 jenis yang ditemukan hanya 5 jenis yang dapat ditemukan di semua lokasi.

Berdasarkan Gambar 12 dan 14 menunjukkan bahwa famili dengan perolehan individu terbanyak yaitu Agamidae, Geckonidae dan Scincideae tersebar pada ketiga lokasi pengamatan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa setiap lokasi memiliki karakteristik habitat serta daya dukung habitat terhadap reptil yang berbeda seperti pakan, shelter dan cover. Selain itu juga disebabkan karena beberapa jenis reptil memiliki ruang pergerakan yang sempit dan terbatas serta hanya dijumpai di habitat yang spesifik. Hilangnya populasi jenis yang menempati habitat spesifik menandakan adanya perubahan kualitas lingkungan pada lokasi tersebut, meskipun perubahan yang terjadi mungkin tidak terlalu tampak. Oleh sebab itu jenis reptil yang mempunyai habitat spesifik sangat bermanfaat untuk memberikan peringatan dini terjadinya perubahan lingkungan (Mistar 2008).

Gambar 14 menunjukkan bahwa lokasi pertama yaitu Anak Sungai Lejak memiliki jumlah reptil paling sedikit (11 jenis) dibanding lokasi lainnya, hal ini dikarenakan topografi pada lokasi pertama lebih bergelombang dan terjal, hal tersebut didukung juga oleh (Mistar 2006) yang menyatakan bahwa jumlah reptil pada suatu lokasi berkaitan erat dengan topografi lokasi yang bergelombang dan terjal, karena lokasi dengan topografi bergelombang dan terjal kurang menguntungkan bagi mobilitas reptil terutama ular terestrial. Menurut Rodrigues (2004) bahwa satwa terestrial yang umumnya ular dan kadal lebih merasakan akibat dari kerusakan habitat. Berbeda dengan lokasi ketiga yaitu Sungai Lesan yang memiliki jumlah reptil paling tinggi (20 jenis) dibanding lokasi lainnya, hal ini dikarenakan topografinya cenderung datar serta memiliki suhu yang lebih

 

lembab dan tutupan serasah yang lebih tebal. Kondisi serasah yang tebal banyak terdapat serangga dan hewan invertebrata yang merupakan sumber makanan bagi reptil, sehingga menarik untuk reptil mendiami habitat tersebut (Iskandar 2004). Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penemuan reptil pada lokasi ketiga yang didominasi oleh famili scincidae dan agamidae yang merupakan predator dengan mangsa utama serangga. Srinivasan & Bragedeeswaran (2008) menyatakan bahwa pakan utama kadal adalah serangga dan binatang kecil.

Daya dukung lingkungan (carrying capacity) dapat mempengaruhi tingkat penyebaran suatu satwa atau kesesuaian habitat terhadap satwa tersebut. Penyebaran jenis pada tipe akuatik didominasi oleh famili Colubridae yaitu

Ahaetulla prasina, Boiga drapiezii, Pareas malaccanus, Xenodermus javanicus

dan Xenochrophis trianguligera hal ini dikarenakan mangsa dari famili Colubridae yang umumnya adalah amfibi lebih banyak ditemukan pada habitat akuatik dibandingkan terestrial. Jenis Gehyra mutilata, dan Hemidactylus frenatus

hanya dijumpai pada bangunan-bangunan permanen untuk tempat tinggal. Kedua jenis tersebut diduga memiliki keterkaitan dengan tempat tinggal manusia karena serangga disekitar bangunan merupakan makanannya (Goin & Goin 1971). Selain itu juga bentuk tubuh seperti telapak kaki tidak menunjang jenis tersebut untuk hidup dihabitat hutan. Jenis Cyrtodactylus malayanus merupakan jenis yang memiliki peluang perjumpaan terbesar (87,5%) atau hampir ditemukan diseluruh jalur pengamatan, hal ini menunjukkan bahwa daya dukung lingkungan (carrying capacity) terhadap jenis tersebut sangat mencukupi.

Grafik akumulasi spesies berdasarkan tipe habitat dan waktu pengamatan yang dilakukan selama 20 hari (Gambar 15) menunjukkan bahwa perolehan jenis lebih tinggi pada lokasi diluar jalur pengamatan dengan jumlah jenis 15, sedangkan jalur akuatik memiliki perolehan lebih tinggi dibandingkan terestrial yaitu 9 jenis pada akuatik dan 8 jenis pada terestrial. Hasil tersebut menunjukkan bahwa masih tingginya kemungkinan penambahan jenis bila dilakukan penambahan jumlah jalur dan waktu pengamatan, karena tingginya perolehan jenis diluar jalur. Penambahan jenis secara keseluruhan yang menunjukkan kurva terus naik juga mendukung kemungkinan terjadinya penambahan jenis bila dilakukan pengambilan data lebih lama dengan cakupan lokasi yang lebih luas.

 

Grafik penambahan spesies dapat menunjukkan peluang penambahan spesies bila akan dilakukannya pengamatan lanjutan. Grafik penambahan spesies juga dapat digunakan untuk mengetahui apakah waktu yang digunakan dalam survei sudah mendapatkan jumlah spesies yang memadai (Kusrini 2009).

Menurut Yanuarefa (2010), terus meningkatnya jumlah reptil pada kurva diduga disebabkan oleh sifat dan keberadaan reptil yang lebih sulit dijumpai dari pada amfibi, Reptil mempunyai mobilitas yang tinggi dibandingkan dengan amfibi sehingga selalu memungkinkan untuk menemukan jenis-jenis baru. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa dibutuhkan waktu penelitian yang lebih lama untuk mendapatkan kondisi kurva yang stabil atau mendatar. Usaha pencarian juga merupakan faktor yang mendukung efektifitas pengamatan, hasil

Dokumen terkait