• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.5 Tingkat Ketergantungan

Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah didanai dari dan atas beban APBD. Namun kemampuan asli sebagian besar daerah yang tercermin dalam pendapatan asli daerah (PAD) hanya mampu mengumpulkan tidak lebih dari 15% nilai PAD (Lembaga Penelitian Smeru). Dalam arti tidak semua pemerintah daerah dapat memenuhi pembiayaan daerahnya. Karena itu pemerintah daerah kabupaten/kota masih membutuhkan bantuan dari pemerintah pusat untuk membiayai program/kegiatan pemerintah

daerah dalam menjamin terselenggaranya pembangunan dengan baik sesuai dengan tujuan pembangunan nasional dan tujuan pembangunan daerah. Agar terselenggaranya tujuan pembangunan nasional di daerah maka urusan pemerintahan yang diserahkan atau didistribusikan kepada daerah disertai pula dengan penyerahan atau transfer keuangan yang terwujud dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah. Dengan adanya ketergantungan pemerintah daerah kabupaten/kota pada pemerintah pusat maka semakin besar pula desakan dari pemberi bantuan (pemerintah pusat) untuk mendapatkan laporan pertanggungjawaban atas pemakaian dana bantuan tersebut. Laporan pertanggungjawaban ini merupakan alat untuk memantau kinerja pemerintah daerah dalam menggunakan dana bantuan tersebut. Ketergantungan pemerintah daerah kabupaten/kota pada pemerintah pusat disebut dengan dana perimbangan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah, dana perimbangan terdiri atas:

A. Dana Bagi Hasil (DBH);

Bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari:

- Pajak Bumi dan Bangunan (PBB);

- Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB); dan

- Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.

Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam berasal dari: - Kehutanan;

- Pertambangan umum; - Perikanan;

- Pertambangan minyak bumi; - Pertambangan Gas Bumi; dan - Pertambangan Panas Bumi.

B. Dana Alokasi Umum (DAU); dan

DAU adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU diberikan pemerintah pusat untuk membiayai kekurangan dari pemerintah daerah dalam memanfaatkan PAD. DAU bersifat “Block Grant” yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

Prinsip Dasar Alokasi DAU terdiri dari: a. Kecukupan (adequacy)

Sistem DAU harus memberikan sejumlah dana yang cukup kepada daerah. b. Netralitas dan efisiensi (neutrality and efficiency)

Desain dari sistem alokasi harus netral dan efisien. Maksud dari netral adalah suatu sistem alokasi harus diupayakan sedemikian rupa sehingga efeknya justru memperbaiki (bukan menimbulkan) distorsi dalam harga relatif pada perekonomian daerah. Arti dari efisien adalah sistem alokasi DAU tidak boleh menciptakan distorsi dalam struktur harga input. Karena itu sistem alokasi harus memanfaatkan berbagai jenis instrumen finansial alternatif relevan yang tersedia.

c. Akuntabilitas (accountability)

Penggunaan DAU sebaiknya dilepaskan ke daerah karena peran daerah akan sangat dominan dalam penentuan arah alokasi. Maka peran lembaga DPRD, pers dan masyarakat di daerah bersangkutan amatlah sangat penting dalam proses penentuan prioritas anggaran yang perlu dibiayai dari pos DAU.

d. Relevansi dengan tujuan (relevance)

Sudah selayaknya alokasi DAU ditujukan untuk membiayai sebagian dari: - beban fungsi yang dijalankan; dan

- hal-hal yang merupakan prioritas dan target-target nasional yang harus dicapai.

e. Keadilan (equity)

DAU harus bertujuan untuk meratakan pendapatan antar daerah. f. Objektivitas dan transparansi (Objectivity and Transparancy)

Sistem alokasi DAU yang baik harus didasarkan pada upaya untuk meminimumkan kemungkinan manipulasi untuk itu sistem alokasi DAU harus dibuat sejelas mungkin dan formulanya dibuat setransparan mungkin serta dipahami oleh khalayak umum.

g. Kesederhanaan (simplicity)

Rumusan alokasi DAU harus sederhana.

Jumlah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari Pendapatan Dalam Negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN.

Formulasi untuk menghitung besarnya DAU Besarnya DAU = 26% x PDN APBN

DAU untuk Provinsi = 10% x 26% x PDN APBN DAU untuk Kab/Kota = 90% x 26% x PDN APBN

DAU suatu Provinsi = (Bobot Provinsi yang bersangkutan / Bobot seluruh Provinsi di Indonesia) x DAU untuk Provinsi

DAU suatu Kab/Kota = (Bobot Kab/Kota yang bersangkutan / Bobot seluruh Kab/Kota di Indonesia) x DAU untuk Kab/Kota. (Erwin Anthony’s Blog)

DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar. Kebutuhan fiskal daerah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum (UU No. 33 Tahun 2004).

Rumus DAU = Celah Fiskal + Alokasi Dasar

Celah Fiskal = Bobot Celah Fiskal x DAU seluruh Kab/Kota Bobot Celah Fiskal daerah = Celah Fiskal daerah / Total Celah Fiskal

seluruh Kab/Kota

Celah Fiskal Daerah = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal Kebutuhan Fiskal =

Total Belanja Daerah rata-rata x [(Bobot x Indeks Jumlah Penduduk) + (Bobot x Indeks Luas Wilayah) + (Bobot x Indeks Kemahalan Konstruksi) + (Bobot x Indeks Pembangunan Manusia) + (Bobot x Indeks PDRB perkapita)]

Kapasitas Fiskal = Pendapatan Asli Daerah + Dana Bagi Hasil Alokasi Dasar = Gaji PNSD termasuk kenaikan gaji pokok dan

gaji ke-13 dan gaji CPNSD Ketentuan:

Jika celah fiskal = 0, maka DAU = Alokasi dasar

Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya negatif lebih kecil dari alokasi dasar, maka DAU = Alokasi dasar

Jika celah fiskal < 0 (atau negatif) dan nilainya sama atau lebih besar dari alokasi dasar, maka DAU = 0

C. Dana Alokasi Khusus (DAK).

DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional sehingga dapat membantu mengurangi beban biaya kegiatan khusus yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa DAK dialokasikan dalam APBN untuk daerah tertentu dalam rangka pendanaan desentralisasi untuk:

- Membiayai kegiatan khusus yang ditentukan Pemerintah Pusat atas dasar prioritas nasional; dan

- Membiayai kegiatan khusus yang diusulkan daerah tertentu.

Kebutuhan khusus yang dapat dibiayai oleh DAK adalah kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan secara umum dengan menggunakan rumus DAU, dan kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan untuk mengatur lebih lanjut tentang DAK. Pelaksanaan DAK diarahkan untuk kegiatan investasi pembangunan, pengadaan, peningkatan, dan/atau perbaikan sarana dan prasarana fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang, termasuk pengadaan sarana

fisik penunjang, dan tidak termasuk penyertaan modal (Kajian hubungan keuangan pusat dan daerah). DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai administrasi kegiatan, penyiapan kegiatan fisik, penelitian, pelatihan, dan perjalanan dinas.

Menurut UU Nomor 33 Tahun 2004, untuk menyatakan komitmen dan tanggungjawabnya, daerah penerima wajib mengalokasikan dana pendamping dalam APBD-nya sebesar minimal 10% dari jumlah DAK yang diterimanya. Pada daerah dengan kemampuan fiskal tertentu tidak diwajibkan menyediakan dana pendamping yaitu daerah yang selisih antara penerimaan umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif. Tetapi kenyataannya dalam pelaksanaannya tidak ada daerah penerima DAK yang mempunyai selisih antara penerimaan umum APBD dan belanja pegawainya sama dengan nol atau negatif (Ditama Binbangkum).

Unsur-unsur DAK sebagai berikut:

- Merupakan dana yang bersumber dari pendapatan APBN; - Dialokasikan kepada daerah tertentu;

- Digunakan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah; - Kegiatan khusus yang didanai dengan DAK harus sesuai dengan prioritas

nasional/fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN;

- DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat dan/atau diusulkan oleh daerah tertentu; dan

- DAK diperuntukan guna membiayai kegiatan fisik pelayanan masyarakat dengan umur ekonomis yang panjang.

1. Penetapan program dan kegiatan;

Sesuai dengan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 menyatakan bahwa program yang menjadi prioritas nasional dimuat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran bersangkutan.

2. Penghitungan alokasi DAK;

Pada Pasal 54 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 mengatur bahwa perhitungan alokasi DAK dilakukan melalui 2 tahap yaitu:

a. Penentuan daerah tertentu yang menerima DAK;

Harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Kriteria Umum dengan rumus:

Kemampuan Keuangan Daerah =

Penerimaan Umum APBD – Belanja Pegawai Daerah Keterangan:

Penerimaan Umum = PAD + DAU + (DBH – DBHDR) Belanja Pegawai Daerah = Belanja PNSD

DBHDR = Dana Bagi Hasil Dana Reboisasi PNSD = Pegawai Negeri Sipil Daerah Kriteria Khusus yang digunakan yaitu:

- Seluruh daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan daerah tertinggal/terpencil;

- Karakteristik daerah yang meliputi daerah pesisir dan pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah rawan banjir/longsor, daerah yang masuk dalam kategori ketahanan pangan, dan daerah pariwisata.

Kriteria Teknis dirumuskan oleh masing-masing menteri teknis terkait terdiri dari:

- Bidang Pendidikan dirumuskan oleh Menteri Pendidikan; - Bidang Kesehatan dirumuskan oleh Menteri Kesehatan;

- Bidang Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi dan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi dirumuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum; - Bidang Prasarana Pemerintahan dirumuskan oleh Menteri Dalam

Negeri;

- Bidang Kelautan dan Perikanan dirumuskan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan;

- Bidang Pertanian dirumuskan oleh Menteri Pertanian;

- Bidang Lingkungan Hidup dirumuskan oleh Menteri Lingkungan Hidup;

- Bidang Keluarga Berencana dirumuskan oleh Kepala Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional;

- Bidang Kehutanan dirumuskan oleh Menteri Kehutanan;

- Bidang Sarana dan Prasarana Pedesaan dirumuskan oleh Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal; dan

- Bidang Perdagangan dirumuskan oleh Menteri Perdagangan. b. Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah.

3. Arah Kegiatan dan penggunaan DAK; dan 4. Administrasi pengelolaan DAK.

Administrasi pengelolaan DAK terdiri dari: - Proses Penetapan Alokasi DAK;

- Penyaluran; - Pelaporan.