• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

3. Tinjauan Stres

Definisi stres menurut Priyoto (2014: 2) adalah suatu reaksi fisik dan psikis terhadap setiap tuntutan yang menyebabkan ketegangan dan mengganggu stabilitas kehidupan sehari-hari. Judith Swarth (2006: 1) mengemukakan bahwa stres adalah suatu kekuataan yang memaksa seseorang untuk berubah, bertumbuh juang, beradaptasi atau mendapatkan keuntungan. Definisi stres juga dikemukakan oleh seorang

psikologi klinis, Dra. Trisna Chandra (dalam Dewi Iriani, 2014: 192) bahwa stres adalah keadaan tegang secara fisik maupun psikis. Selanjutnya ia menambahkan stres merupakan reaksi tubuh terhadap situasi yang tidak menyenangkan.

Dari beberapa definisi tersebut, dapat diambil garis besar bahwa stres merupakan reaksi tubuh terhadap kondisi atau situasi yang tidak menyenangkan, baik yang ada di luar maupun di dalam diri seseorang. Stres dapat berupa ketegangan fisik maupun psikis.

b. Penyebab Stres

Kondisi stres dapat disebabkan oleh berbagai penyebab atau sumber. Penyebab tersebut sering dikenal dengan istilah stresor. Priyoto (2014;2) menjelaskan bahwa stresor adalah keadaan atau situasi, objek atau individu yang dapat menimbulkan stres. Secara umum stressor terdiri dari tiga macam, yaitu stresor fisik, sosial dan psikologis.

1) Stresor fisik

Bentuk dari stresor fisik adalah suhu (panas dan dingin), suara bising, polusi udara, keracunan, obat-obatan (bahan kimiawi).

2) Stresor sosial

a) Stresor sosial, ekonomi dan politik, misalnya tingkat inflasi yang tinggi, tidak ada pekerjaan, pajak yang tinggi, perubahan teknologi yang cepat, kejahatan.

b) Keluarga, misalnya peran seks, iri, cemburu, kematian anggota keluarga, masalah keuangan, perbedaan gaya hidup dengan pasangan atau anggota keluarga yang lain.

c) Jabatan dan karir, misalnya kompetisi dengan teman, hubungan yang kurang baik dengan atasan atau sejawat, pelatihan, aturan kerja.

d) Hubungan interpersonal dan lingkungan, misalnya harapan sosial yang terlalu tinggi, pelayanan yang buruk, hubungan sosial yang buruk.

3) Stresor psikologis a) Frustasi

Frustasi adalah tidak tercapainya keinginan atau tujuan karena ada hambatan.

b) Ketidakpastian

Apabila seseorang sering berada dalam keraguan dan merasa tidak pasti mengenai masa depan atau pekerjaannya. Atau selalu merasa bingung dan tertekan, rasa bersalah, perasaan khawatir dan inferior.

Dari pendapat tersebut, maka stresor yang secara khusus dapat terjadi pada anak dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Stresor fisik yang terdiri dari suhu panas dan dingin, suara bising, polusi udara, keracunan, obat-obatan (bahan kimiawi).

2) Stresor sosial, misalnya kematian anggota keluarga, masalah keuangan keluarga, perbedaan gaya hidup dengan anggota keluarga yang lain dan masalah dengan teman sebaya.

3) Stresor psikologis, seperti frustasi yaitu tidak tercapainya suatu keinginan atau tujuan karena ada hambatan.

Pendapat mengenai penyebab stres pada anak juga diperkuat oleh Dewi Iriani (2014: 191-193) yang mengatakan bahwa stres tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja, tetapi juga pada anak. Selanjutnya, penyebab munculnya stres pada anak dikarenakan hal-hal antara lain: 1) ketakutan pada orang yang tidak dikenal, 2) perpisahan dengan orang tua, 3) ketakutan pada teman sebaya yang tidak akrab, 4) pindah rumah, 5) kelahiran adik. Selanjutnya beliau menambahkan stres pada anak juga dapat disebabkan oleh harapan orang tua yang terlalu tinggi pada anak dan adanya masalah dengan tugas-tugas sekolah. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, maka yang dapat digolongkan sebagai stresor atau penyebab stres pada anak dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Harapan orang tua yang terlalu tinggi pada anak. 2) Masalah dengan tugas-tugas sekolah.

c. Gejala Stres

Gejala terjadinya stres menurut Priyoto (2014: 3) secara umum terdiri dari dua gejala, yaitu sebagai berikut.

1) Gejala fisik

Beberapa bentuk gangguan fisik yang sering muncul pada stres adalah nyeri dada, diare selama beberapa hari, sakit kepala, mual, jantung berdebar, lelah, sukar tidur, dan lain-lain.

2) Gejala psikis

Sementara bentuk gangguan psikis yang sering terlihat adalah cepat marah, ingatan melemah, tak mampu berkonsentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, perilaku impulsive, reaksi berlebihan terhadap hal sepele, daya kemampuan berkurang, tidak mampu santai pada saat yang tepat, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain, dan emosi tidak terkendali.

Selanjutnya, menurut Dewi Iriani (2014: 192-193) menjelaskan bahwa tidak mudah untuk mengenali anak yang mengalami stres. Akan tetapi, orang tua atau guru bisa melihat perilaku yang dapat menunjukkan anak sedang stres, seperti suasana hati anak sering berubah-ubah. Anak lebih suka mengurung diri di kamar. Anak juga menjadi lebih senang bermain sendiri dikamar, seperti bermain game di computer atau menonton televisi daripada bermain dengan teman-temannya. Di sekolah juga anak akan cenderung menyendiri, terlihat tidak bergairah dan letih. Perilaku yang ditunjukkan tidak terlihat seperti biasanya.

Gejala lain yang bisa ditunjukkan adala pola tidurnya berubah. Anak menjadi susah tidur dan sering mengigau. Anak bisa mengalami

mengompol, nafsu makan hilang, sering mengeluh sakit kepala atau sakit perut tanpa sebab yang jelas. Gangguan fisik yang lebih parah pun bisa terjadi, seperti asma, migrain, demam tinggi dan gangguan pencernaan.

Berdasarkan teori yang dikemukakan beberapa ahli tersebut, maka dapat dianalisis gejala-gejala stres pada anak sebagai berikut.

1) Gejala fisik, seperti badan terasa tidak enak ( kelelahan, badan pegal-pegal, sukar tidur, dan jantung berdebar-debar) dan badan sakit (nyeri dada, diare selama beberapa hari, sakit kepala, sakit perut, dan lain-lain).

2) Gejala psikis, misalnya cepat marah, ingatan melemah, tak mampu berkonsentrasi, tidak mampu menyelesaikan tugas, reaksi berlebihan terhadap hal sepele, tidak tahan terhadap suara atau gangguan lain, dan emosi tidak terkendali.

3) Gejala perilaku, seperti seperti suasana hati anak sering berubah-ubah, lebih suka mengurung diri di kamar, menjadi lebih senang bermain sendiri dikamar dengan bermain game di computer atau menonton televisi daripada bermain dengan teman-temannya. Di sekolah juga anak akan cenderung menyendiri, terlihat tidak bergairah dan letih.

d. Jenis Stres

Dr. Hans Steyle (dalam Ed Boenisch & C. Michele Haney, 1998: 1-2) membagi stres menjadi dua jenis dengan penjelasan sebagai berikut.

1) Distres (Stres yang merusak)

Distres adalah stres yang dapat menyebabkan seseorang tidak berdaya, frustrasi, kecewa, mengakibatkan gangguan fisik maupun psikologis. Stres tersebut merupakan jenis stres yang diteliti dalam penelitian ini.

2) Eustres (Stres yang menguntungkan)

Eustres adalah stres yang dapat memberikan rasa keberhasilan, kepuasan, kebermaknaan, keseimbangan dan kesehatan.

e. Tahapan Stres

Gejala-gejala stres pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena munculnya stres pada seseorang berlangsung secara lambat. Kemudian stres baru dapat dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun di pergaulan lingkungan sosialnya.

Dalam penelitiannya Priyoto (2014: 5-8) membagi tahapan-tahapan stres sebagai berikut.

1) Stres tahap I

Tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan, dan biasanya disertai dengan perasaan-perasaan sebagai berikut.

a) bekerja dengan penuh semangat, berlebihan, b) penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasa,

c) merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya; namun tanpa disadari cadangan energi dihabiskan disertai rasa gugup yang berlebihan pula, dan

d) merasa senang dengan pekerjaannya itu dan semakin bertambah semangat, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

2) Stres tahap II

Dalam tahapan ini dampak stres yang semula menyenangkan sebagaimana diuraikan pada tahap I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi tidak lagi cukup sepanjang hari karena tidak cukup waktu untuk istirahat. Istirahat antara lain dengan tidur yang cukup bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang mengalami deficit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stres tahap II adalah sebagai berikut:

a) merasa pegal-pegal sewaktu bagun pagi, b) merasa mudah lelah sesudah makan siang, c) merasa capai menjelang sore hari,

d) sering mengeluh lambung atau perut tidak nyaman,

e) detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-berdebar), f) otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang, dan

3) Stres tahap III

Bila seseorang itu tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-keluhan sebagaimana diuraikan pada stres tahap II tersebut di atas, maka yang bersangkutan akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan mengganggu, yaitu:

a) gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag’ (gastritis), buang air besar tidak teratur (diare),

b) otot menjadi tegang,

c) perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional meningkat, d) gangguan pola tidur (insomnia), dan

e) koordinasi tubuh terganggu (serasa mau pingsan). 4) Stres Tahap IV

Tidak jarang seseorang pada waktu memeriksakan diri ke dokter sehubungan dengan keluhan-keluhan stres tahap III di atas, oleh dokter dinyatakan tidak sakit karena tidak ditemukan kelainan-kelainan fisik pada organ tubuhnya. Bila hal ini terjadi dan yang bersangkutan terus memaksakan diri untuk bekerja tanpa mengenal istirahat, maka gejala stres tahap IV akan muncul seperti:

a) untuk bertahan sepanjang hari saja sudah terasa amat sulit, b) aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah

c) yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespon secara memadai (adequate),

d) ketidakmampuan untuk melakukan kegiatan rutin sehari-hari, e) gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang

menegangkan,

f) daya konsentrasi dan daya ingat menurun, dan

g) timbul perasaan takut dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

5) Stres tahap V

Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stres tahap V yang ditandai dengan hal-hal seperti:

a) kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam,

b) ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana,

c) gangguan sistem pencernaan semakin berat, dan

d) timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

6) Stres tahap VI

Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stres tahap VI ini berulang kali dibawa ke Unit Gawat Darurat bahkan ke ICU, meskipun pada akhirnya

dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:

a) debaran jantung teramat keras,

b) susah bernafas (sesak dan megap-megap),

c) sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran, d) ketiadaan tenaga untuk hal-hal ringan, dan

e) pingsan atau kolaps.

Dari penjelasan tahapan stres tersebut, maka dapat dianalisis tahapan-tahapan stres pada anak yang dapat dijelaskan sebagai berikut. a) Stres tahap I, seperti energi cadangan untuk belajar atau beraktivitas

semakin menipis.

b) Stres tahap II, seperti badan merasa pegal-pegal sewaktu pagi dan mudah merasa lelah.

c) Stres tahap III, seperti sakit perut (maag, mual) dan ketegangan emosional yang semakin meningkat.

d) Stres tahap IV, misalnya ketidakmampuan menyelesaikan tugas sehari-hari dengan baik, muncul perasaan takut dan daya konsentrasi menurun.

e) Stres tahap V, misalnya ketidakmampuan mengerjakan rutinitas sehari-hari, gangguan pencernaan, perasaan cemas yang semakin meningkat, mudah bingung dan panik.

f) Stres tahap VI, misalnya debaran jantung meningkat, susah bernapas, sekujur badan gemetar, bahkan sampai pingsan atau kolaps.

Berdasarkan tahapan-tahapan stres di atas, gejala stres yang menjadi indikator untuk diteliti dalam penelitian ini adalah stres tahap II.

e. Dampak Stres

Dampak stres dapat dibedakan dalam 3 macam, yaitu: 1) dampak fisiologik, 2) dampak psikologik, dan 3) dampak perilaku (Priyoto, 2014:10). Selanjutnya, dampak-dampak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Dampak fisiologik

Dampak fisiologik merupakan dampak-dampak yang dirasakan oleh tubuh atau jasmani seseorang yang mengalami stres. Gangguan-gangguan tersebut dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

a) Gangguan pada organ tubuh hiperaktif dalam satu sistem tertentu seperti otot tertentu yang mengencang/ melemah, kerusakan jantung dan arteri, serta maag dan diare.

b) Gangguan pada sistem reproduksi yang berupa tertahannya menstruasi (Amenorrhea), kegagalan ovulasi pada wanita, impotensi pada pria, kurang produksi semen pada pria, dan kehilangan gairah seks.

c) Gangguan lainnya, seperti pening, tegang otot, rasa bosan, dan sebagainya.

2) Dampak psikologik

a) Keletihan, emosi, jenuh.

b) Pencapaian pribadi yang bersangkutan turun, sehingga berakibat pula menurunnya rasa kompeten dan sukses.

3) Dampak perilaku

a) Manakala stres berubahmenjadi distress, prestasi belajar menurun dan sering terjadi tingkah laku yang sulit diterima di masyarakat.

b) Level stres yang cukup tinggi berdampak negatif pada kemampuan mengingat sesuatu, membuat keputusan, dan mengambil langkah tepat.

c) Stres yang berat seringkali banyak membolos atau tidak aktif mengikuti kegiatan pembelajaran.

Berpedoman dari pendapat para ahli tersebut, maka dapat dianalisis dampak stres pada anak yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Dampak fisik, seperti maag dan diare, otot yang mengencang dan melemah, sakit jantung,dan badan terasa sangat pegal.

2) Dampak psikis, seperti keletihan, emosi, jenuh, dan kecemasan yang berlebihan.

3) Dampak tingkah laku, seperti kemampuan mengingat kurang, kesulitan dalam membuat keputusan, dan suka membolos serta menyontek dalam kelas.

f. Cara Mengatasi Stres

Stres merupakan hal yang tidak bisa dihindari ketikan muncul masalah dalam belajar dan hubungan dengan orang tua. Ketika muncul masalah stres dalam belajar, maka Priyoto (2014: 17-18) mengemukakan beberapa cara mengatasi stres sebagai berikut.

1) Perlu memiliki gaya belajar yang efektif dan efisien dalam menggunakan daya dan waktu yang tersedia.

2) Perlunya istirahat atau jeda waktu dalam belajar.

3) Mencermati asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh.

4) Berusaha bertemu dengan teman, supaya memberikan semangat pada diri sendiri.

Selanjutnya, cara untuk mengatasi stres pada anak yang berhubungan dengan sikap otoriter orang tua, Priyoto (2014: 64) mengemukakan bahwa orang tua harus meningkatkan diri agar bisa menjadi orang tua yang menyanyangi anaknya dengan melakukan kegiatan antara lain: 1) memasak masakan kesukaan anak, dan 2) menjemput anak di sekolah setiap hari tepat waktu.

Pertahanan yang terbaik untuk stres adalah tubuh yang sehat dengan jaringan yang mengandung zat gizi secara optimal (Judith Swarth, 2006: 50). Selanjutnya, dia mengemukakan bahwa selama stres tubuh memerlukan tiga nutrisi penting yaitu protein , lemak, dan karbohidrat. Apabila stres menigkat, maka kebutuhan tubuh akan tiga

komponen zat tersebut juga meningkat. Maka, meningkatkan konsumsi zat protein, lemak, dan karbohidrat selama stres dapat mengurangi stres yang dirasakan oleh seseorang.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, maka cara yang dapat digunakan untuk mengatasi stres pada anak akibat adalah sebagai berikut. 1) Memperbanyak waktu istirahat apabila sudah mulai merasa

kelelahan dalam belajar.

2) Menggunakan cara belajar yang efisien.

3) Orang tua berhenti menuntut berlebihan pada anak, sehingga anak tidak tertekan.

4) Mengkonsumsi makanan-makanan yang bergizi secara teratur. 5) Menyempatkan waktu untuk bermain dengan teman agar dapat

mendapatkan semangat dan rasa gembira.

Dokumen terkait