LANDASAN TEORI
A. Kajian Pustaka
2. Tinjauan Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor Struktur
a. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif
1) Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Mills dalam Agus Suprijono (2010:45) mengatakan bahwa, ”Model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu”. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem. Menurut Arends dalam Agus Suprijono (2010:46), model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.
Sedangkan menurut Agus Suprijono (2010:45), model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi
commit to user
pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas.
Joyce dalam Agus Suprijono (2010:46) mengatakan, ”each model guides us
as we design instruction to help students achieve various object”. Bahwa setiap model pembelajaran dapat menuntun kita untuk membuat perencanaan untuk membantu siswa dalam menerima bermacam-macam materi pembelajaran. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para guru dalam merencanakan aktivitas pembelajaran.
Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan, bahwa model pembelajaran adalah suatu pola yang dirancang untuk merencanakan suatu pembelajaran yang di dalamnya terdapat tujuan-tujaun pembelajaran, tahap-tahap yang dilaksanakan dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran sampai pengelolaan kelas sehingga siswa mencapai tujuan pembelajarn melalui model pembelajaran yang telah ditentukan.
2) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin (1985) dalam Isjoni pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Sedangkan menurut Anita Lie (2000) dalam Isjoni (2008:23), menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan pada peserta didik untuk bekerja sama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham kontruktivisme. Hal ini sejalan dengan konstruktivisme Vygotsky (Agus Suprijono, 2010), menekankan bahwa pengetahuan dibangun dan dikonstruksi seacara mutual. Peserta didik berada dalam konteks sosiohistoris.
Dukungan teori Vygotsky terhadap model pembelajaran kooperatif adalah penekanan belajar sebagai proses dialog interaktif. Pembelajaran
commit to user
kooperatif adalah pembelajaran berbasis sosial. Menurut Anita Lie (Agus Suprijono, 2010), model pembelajaran kooperatif didasarkan pada falsafah homo homini socius, bahwa manusia adalah makhluk sosial. Sedangkan
Piaget (Agus Suprijono, 2010) berpendapat, dalam pendekatan
kontruktivisme, peserta didik mengonstruksikan pengetahuan dengan mentransformasikan, mengorganisasikan, dan juga mereorganisasikan pengetahuan dan informasi sebelumnya. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa diharapkan dapat bekerja sama, berinteraksi, saling tolong-menolong, dan saling mentransformasikan masing-masing pengetahuan baik yang dimiliki sebelumnya atau hasil yang didapat dalam kelompok sosial yang telah ditentukan oleh guru.
Berdasarkan pada (http://subagio-subagio.blogspot.Com/2010/03/
implementasi-pendekatan-konstruktivisme.html) menyebutkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya , setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran.
Dalam Lungdren (1994) pada (http://www.scribd.com/doc/
11540191/pembelajaran-kooperatif) menyebutkan unsur-unsur dalam
pembelajaran kooperatif, yaitu: a) para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka ”tenggelam atau berenang bersama,” b) para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik mempelajari materi yang dihadapi, c) semua siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama, d) para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab di antara para anggota kelompok, e) para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok, f) para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka
commit to user
memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar, g) setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif,
3) Macam-macam Pembelajaran Kooperatif
Menurut Slavin dalam Isjoni (2010:23-24) menyebutkan
pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaaran yang telah dikenal sejak lama, dimana pada saat itu guru mendorong siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan tertentu, misalnya diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya. Berikut ini beberapa jenis pembelajaran kooperatif menurut Trianto (2007), yaitu:
a) Student Teams Achivement Division (STAD)
Slavin (dalam Nur, 2000:26) dalam Trianto (2007:52) menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggotakan 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.
b) Tim Ahli (Jigsaw)
Langkah-langkah pembelajaran jigsaw:
(1) Siswa dibagi atas beberapa kelompok (tiap kelompok anggotanya
5-6 orang)
(2) Materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab
(3) Setiap anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab untuk mempelajarinya
(4) Anggota dari kelompok lain yang telah mempelajari sub bab yang
sama bertemu dalam kelompok-kelompok ahli untuk
mendiskusikannya
(5) Setiap anggota kelompok ahli setelah kembali ke kelompoknya bertugas mengajar teman-temannya
(6) Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, peserta didik dikenai tagihan berupa kuis individu.
commit to user
Implementasi tipe investigasi kelompok yaitu guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok dengan anggota 5-6 siswa yang heterogen. Kelompok di sini dapat dibentuk dengan mempertimbangkan keakraban persahabatn atau minat yang sama dalam topik tertentu. Selanjutnya siswa memilih topik untuk diselidiki, dan melakukan penyelidikan yang mendalam atas topik yang dipilih. Selanjutnya ia menyiapkan dan mempresentasikan laporannya kepada seluruh kelas.
4) Think Pair Share
Merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang diarancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Pertama kali dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland sesuai yang dikutip Arends (1997) menyatakan bahwa Think Pair Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.
5) Numbered Head Together (NHT)
NHT atau dalam bahasa Indonesia diartikan Penomoran Berpikir Bersama adalah pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas yang tradisional. Pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
b. Tinjauan Tentang Model Kooperatif Kepala Bernomor
Teknik ini dikembangkan oleh Spencer Kagan (1992). Menurut Isjoni (2000:68), teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Jurnal Internasional dalam (http://titikhujan11.blogspot.com/2009/04/effect-of-using-numbered-heads-together.html) menyatakan bahwa:
The NHT is a cooperative learning strategy that holds each student accountable for learning the material. Students are placed in groups and each person is given a number (from one to the maximum number in each group). The teacher poses a question and students “put their
commit to user
heads together” to figure out the answer. The teacher calls a specific number to respond as spokesperson for the group. By having students work together in a group, this strategy ensures that each member knows the answer to problems or questions asked by the teacher. Because no one knows which number will be called, all team members must be prepared.
Yang artinya adalah strategi pembelajaran kooperatif yang memegang setiap siswa bertanggung jawab untuk belajar materi. Siswa ditempatkan dalam kelompok dan setiap orang diberi nomor (dari satu dengan jumlah maksimum dalam setiap kelompok). Guru menimbulkan pertanyaan dan mahasiswa "meletakkan kepala mereka bersama-sama" untuk mencari tahu jawabannya. Guru memanggil nomor tertentu untuk menanggapi sebagai juru bicara untuk grup. Dengan siswa memiliki bekerja sama dalam kelompok, strategi ini memastikan bahwa setiap anggota tahu jawaban atas masalah atau pertanyaan yang diajukan oleh guru. Karena tidak ada yang tahu nomor yang akan dipanggil, semua anggota tim harus dipersiapkan.
Menurut Trianto (2007:63), dalam melaksanakan kegiatan
pembelajaran dengan menggunakan Numbered Heads Together, guru menerapkan 4 fase, yaitu:
1. Fase 1: Penomoran
Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1-5
2. Fase 2: Mengajukan Pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.
3. Fase 3: Berfikir Bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim
commit to user
Guru memanggil suatu nomor tetentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
c. Tinjauan Tentang Model Kooperatif Kepala Bernomor Struktur
1) Pengertian Tentang Kepala Bernomor Struktur
Kepala Bernomor Struktur merupakan variasi dari model
pembelajaran kooperatif. Seperti halnya model pembelajaran kooperatif yang lain, Kepala Bernomor Struktur juga menekankan pada aspek komunikasi sosial, kerja sama, dan interaksi antarindividu dalam satu kelompok. Kepala Bernomor Struktur merupakan modifikasi dari Teknik Kepala Bernomor (Numbered Heads Together) yang dipakai oleh Spencer Kagan.
Menurut Agus Suprijono (20101:92), langkah-langkah pembelajaran teknik Kepala Bernomor yaitu sebagai berikut:
a) Langkah pertama
Kegiatan diawali dengan numbering, yaitu guru membagi kelas menjadi
kelompok-kelompok kecil. Jumlah kelompok sebaiknya
mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Misalnya jumlah siswa sebanyak 40 anak, sedangkan konsep yang dibagi sebanyak 8, maka terdapat 5 kelompok dalam kelas. Maka tiap-tiap kelompok diberi nomor 1-8.
b) Langkah kedua
Setelah kelompok terbagi guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap kelompok. Berikan kesempatan pada tiap-tiap kelompok untuk menemukan jawaban atas pertanyaan dari guru. c) Langkah ketiga
Guru memanggil siswa yang memiliki nomor yang sama dari tiap-tiap kelompok. Mereka diberi kesempatan memberi jawaban atas pertanyaan yang telah diterimanya dari guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama dari masing-masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas pertanyaan guru. Berdasarkan
commit to user
jawaban-jawaban itu guru dapat mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga siswa dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
Di beberapa buku atau referensi pada langkah ketiga terdapat perbedaan perlakuan atau tahap pembelajaran, seperti dalam buku yang dikarang oleh Hanafiah dan Cucu Suhana menjelaskan, setelah guru memberikan tugas pada tiap-tiap kelompok lalu masing-masing kelompok mendiskusikannya, tahap selanjutnya adalah guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerja sama mereka. Kemudian teman yang lain menanggapi, selanjutnya guru memanggil lagi nomor yang lain begitu seterusnya.
Tujuan ”numbering” atau pemberian nomor pada tiap-tiap anak, baik dalam pembelajaran Kepala Bernomor maupun kepala Bernomor Struktur adalah agar guru tidak subyektif dalam menunjuk anak karena didasarkan pada nomor, bukan pada nama. Selain itu agar seluruh siswa dapat aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
2) Cara Membelajarkan Model Pembelajaran Kooperatif Kepala Bernomor
Struktur
Langkah-langkah pembelajaran dengan menerapkan tipe Kepala Bernomor Struktur ( Hanafiah dan Cucu Suhana, 2009:43) sebagai berikut: a) Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam
kelompok mendapat nomor
b) Penugasan diberikan kepada setiap peserta didik berdasarkan nomor terhadap tugas yang berangkai. Misalnya, peserta didik nomor satu bertugas mencatat soal, peserta didik nomor dua mengerjakan soal, dan peserta didik nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya. c) Jika perlu, guru bisa menyuruh kerja sama antarkelompok. Peserta didik
disuruh keluar dari kelompoknya dan bergabung bersama beberapa peserta didik bernomor sama dari kelompok lain. Dalam kesempatan ini peserta didik dengan tugas yang sama dapat saling membantu atau mencocokkan hasil kerja sama mereka.
commit to user
d) Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok lain
e) Kesimpulan
Baik pada pembelajaran Kepala Bernomor maupun Kepala Bernomor struktur, keduanya menerapkan langkah awal yaitu penomoran atau numbering. Numbering yaitu pemberian nomor pada masing-masing anak di tiap-tiap kelompok. Hanya saja pada pembelajaran Kepala Bernomor Struktur, fungsi dari penomoran selain untuk membedakan peran masing-masing anak juga untuk menunjukkan sebuah kerja sama yang runtut dan berkesinambungan. Sebagai contoh kelompok yang terdiri atas 4 anak, maka pengklasifikasian tugas bisa berupa: nomor 1 bertugas mencatat soal, nomor 2 bertugas mengerjakan soal, nomor 3 bertugas melaporkan hasil pekerjaan, dan nomor 4 bertugas menanggapi hasil diskusi dari kelompok lain. Meskipun dalam satu kelompok memiliki peran yang berbeda-beda, tapi dalam prosesnya seluruh anak harus menguasai materi masing-masing anggota. Oleh sebab itu guru harus mengarahkan agar anak-anak bekerja sama dan saling membantu dalam kelompok.