• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembentukan Komunitas

Menurut sejarah pembentukan komunitas, terbentuknya komunitas petani miskin sangat terkait dengan sejarah perkembangan pemerintahan Desa Kudi. Pada awalnya desa ini merupakan gabungan dari dua desa; yaitu, Nalangan dan Kudi. Penggabungan desa tersebut yang terjadi pada tahun 1937-an selanjutnya diberi nama “Desa Kudi”. Informasi yang disampaikan oleh Pak Sr (65 tahun), salah seorang penduduk Desa Kudi; Pemberian nama “kudi” ini merupakan simbol yang berasal dari nama senjata kudi yang memiliki bentuk unik dan sulit diberi kerangka. Nama desa ini disesuaikan dengan karakter dan sifat komunitas Desa Kudi itu sendiri yang memiliki ciri-ciri sama dengan senjata kudi tersebut; unik dan sulit disatukan visi dan misi ke dalam satu wadah pemerintahan desa.

Adapun alasan digabungnya dua desa tersebut oleh Pemerintah Belanda pada saat itu; di samping karena keterbatasan pejabat yang ditunjuk, tujuan utama penggabungan desa adalah untuk mengefektifkan jalannya roda pemerintahan dan kemajuan pembangunan desa tersebut. Karena pada saat itu situasi dan kondisi komunitas Desa Kudi dapat dikatakan masih primitif dan jauh tertinggal dengan pembangunan daerah lainnya. Wilayah Desa Kudi masih terlihat banyak hutan belantara dan padang ilalang. Pemukiman masih jarang penduduk, yaitu hanya terdiri dari beberapa gerumbul di setiap perdukuhan. Masing- masing gerumbul pada tipe pemukiman ini hanya saling dihubungkan dengan jalan dukuh yang masih berbentuk makadam, sangat berliku-liku, terjal dan curam.

Dalam perkembangannya sampai dengan Tahun 2006, tipe pemukiman seperti tersebut masih terlihat menjadi pemandangan daerah pegunungan di Desa Kudi. Meskipun daerah ini tergolong pada potensi lahan kritis, kurang subur dan marjinal, lahan tersebut tetap ditempati oleh sebagian besar penduduk Desa Kudi. Alasan utama menurut mereka, petani miskin adalah; karena lahan ini satu- satunya yang dapat dikuasai dan dimiliki mereka.

Rusli (2005), menyatakan bahwa dengan meningkatnya jumlah penduduk maka besarnya rasio manusia-lahan di suatu daerah semakin meningkat. Adanya tekanan penduduk terhadap lahan pada akhirnya menciptakan penduduk yang harus menempati lahan marjinal. Pendapat tersebut juga berlaku pada komunitas Desa Kudi. Adanya dinamika sosial dan perkembangan jumlah penduduk, dalam perkembangan komunitas terjadi perubahan peralihan status kepemilikan dan penguasaan lahan, sehingga menciptakan penduduk lemah dan tidak berdaya pada posisi yang termarjinalkan. Di samping alasan tersebut analisis mengapa penduduk tersebut terkonsentrasi dalam beberapa gerumbul saja, ini adalah terpengaruh dari hubungan keturunan dan keperluan untuk saling melindungi, merupakan dua faktor penting dalam hal ini.

Selama ini pengembangan wilayah yang dilakukan pemerintah melalui pembangunan sarana dan prasarana transportasi berdampak pada semakin memarjinalkan posisi penduduk yang berlokasi di pegunungan tersebut. Jalan yang dibangun pemerintah hanya mengutamakan jalur yang memperlancar hubungan antar pusat pemerintahan dari tingkat desa-kecamatan-kabupaten yang berada pada daerah strategis dataran rendah. Selanjutnya lokasi pembangunan fasilitas umum lainnya di bidang pendidikan, kesehatan, dan ekonomi mengikuti jalur pembangunan jalan tersebut. Dengan demikian maka hasil- hasil pembangunan yang telah dilaksanakan oleh peme rintah sebagaimana diuraikan tersebut, menjauhkan mereka dari kebutuhan pelayanan sosial yang lebih baik.

Hanya melalui aktivitas bersama, penduduk tersebut berusaha untuk melangsungkan kehidupannya. Sehingga mereka dapat bertahan dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Interaksi sosial di antara penduduk tersebut pada akhirnya menciptakan budaya dan adat istiadat yang bercirikan pada masyarakat tradisional; kuatnya ikatan dengan alam, eratnya ikatan kelompok, ”guyub rukun” (kompak), gotong royong, ”alon-alon waton kelakon gremet-gremet asal selamet” (pelan-pelan asalkan selamat sampai tujuan), paternalistik dan sebagainyaatau yang semakna dengan gemeinshaft atau community.

Sejarah Pengembangan Komunitas

Sejarah timbul dan berkembangnya Koperasi Rukun Tetangga (RT) di Desa Kudi berawal dari inisiatif Pemerintah Kabupaten Wonogiri untuk membakukan unit usaha ekonomi yang dimiliki komunitas menjadi Koperasi RT. Jauh sebelum terbentuknya Koperasi RT, di setiap RT/RW di Desa Kudi telah ada kelembagaan ekonomi komunitas yang melekat pada kelembagaan sosial Rukun Tetangga (RT) yang memiliki banyak fungsi dan urusan. Kelembagaan ekonomi komunitas dimaksud adalah; usaha simpan pinjam uang kas RT, usaha simpan pinjam beras, jasa persewaan peralatan hajatan, dan arisan RT.

Usaha simpan pinjam kas RT dimaksudkan untuk menolong warga komunitas yang menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan bersifat mendadak (perawatan orang sakit, biaya anak sekolah, dan kebutuhan sosial lainnya). Usaha simpan pinjam beras, dan usaha persewaan peralatan hajatan, oleh komunitas dimaksudkan untuk membantu kesulitan warga ketika akan melaksanakan hajatan. Adapun arisan RT dimaksudkan untuk mengisi kegiatan pertemuan rutin RT dan anjangsana antar warga komunitas. Dengan demikian maka kelembagaan ekonomi komunitas yang telah berkembang dan melembaga pada komunitas tersebut, dapat dikatakan tidak bersifat untuk mencari keuntungan akan tetapi lebih ditekankan pada fungsi jaring pengaman sosial dan diperuntukan memelihara keharmonisan komunitas. Kesemuannya itu (kelembagaan ekonomi komunitas) bercirikan tradisional dan bersifat swadaya.

Selanjutnya pada Tahun 2003 dengan adanya kebijakan pemerintah “Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri ”, kelembagaan komunitas sebagaimana tersebut dibakukan atau dilegalkan menjadi unit usaha ekonomi yang terwadahi dalam badan hukum Koperasi RT. Pengembangan struktur kelembagaan baru ini bagi komunitas merupakan sebuah lompatan transformasi dan perubahan sosial yang dirasakan sangat cepat, yaitu dari kelembagaan ekonomi komunitas yang bercirikan tradisioanal beralih pada kelembagaan ekonomi yang bercirikan modern, terutama apabila dilihat koperasi sebagai sebua h badan usaha.

Keadaan tersebut merupakan dilema bagi pemerintah dalam pengembangan koperasi, sebagaimana disampaikan oleh Brotosunaryo (1996), sebagai berikut;

Pada dasarnya dalam menumbuhkembangkan koperasi, pemerintah selalu dihadapkan pada dua sisi, yang secara prinsip bertolak belakang satu sama lain. Disatu sisi, jika koperasi ditunggu pertumbuhannya dari bawah

(grass root atau bottem up), tentu hal ini akan memakan waktu cukup lama dalam perkembangannya, sedangkan pelaku ekonomi lainnya BUMD dan Swasta, sudah berkembang dengan cepat. Disisi yang lain, untuk mengejar ketinggalan dengan pelaku ekonomi lain sebagaimana disebut di atas, apakah pemerintah perlu menumbuhkan koperasi dari atas

(top down). Jika hal ini dilakukan maka hal tersebut secara jelas telah menyalahi aturan/prinsip-prinsip koperasi, khususnya pada prinsip keanggotaan yang sukarela. Padahal prinsip inilah yang akan menunjukkan identitas koperasi yang sebenarnya, yaitu “dari, oleh dan untuk anggota”, karena partisipasi anggota pun akan tumbuh secara spontan tanpa ada unsur penunjukkan atau pemaksaan. (Brotosunaryo, 1996:10)

Deskripsi Kegiatan

Program Mengangkat Ekonomi Kerakyatan Melalui Koperasi Rukun Tetangga (RT) dalam Rangka Ketahanan Desa di Kabupaten Wonogiri, merupakan program pemberdayaan masyarakat melalui koperasi dengan pendekatan kewilayahan atau regional. Pendekatan kewilayahan dipilih RT dengan pertimbangan, antara lain; (i) Anggota RT saling mengenal dan diikat dalam sistem sosial; (ii) Kelembagaan Rukun Tetangga (RT) tidak dapat dibubarkan dan keanggotaannya sangat jelas; (iii) Budaya malu dan gotong royong masih melekat kuat dalam kehidupan masyarakat; (iv) Kontrol sosial secara teratur dapat dilaksanakan pada kegiatan pertemuan di tingkat RT; (v) Pada dasarnya RT tela h melaksanakan usaha simpan pinjam dan kegiatan produktif lainnya (Poernomosidi; 2003).

Program pemberdayaan Koperasi RT yang dilaksanakan sejak Tahun 2003 oleh Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan Penanaman Modal Kabupaten Wonogiri, menggunakan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Wonogiri. Adapun manfaat yang diharapkan dari pemberdayaan ekonomi kerakyatan melalui pengembangan Koperasi RT adalah sebagai berikut; (i) Pengembangan Koperasi RT lebih mencerminkan

pembangunan ekonomi kerakyatan yang dapat dirasakan langsung ditingkat bawah, dimana rakyat mudah mendapatkan permodalan bagi pengembangan usahanya, sehingga dapat meningkatkan ekonomi masyarakat; (ii) Memperkuat lembaga ekonomi pada tingkat RT dengan usaha- usaha ekonomi produktif yang berskala kecil, cepat memberikan hasil, murah dan mudah dilaksanakan; (iii) Menyerap tenaga kerja dilingkungan setempat, sehingga mengurangi pengangguran; (iv) Membangun semangat kesetiakawanan/solidaritas bagi masyarakat kecil untuk meningkatkan kesejahteraannya; (v) Pengelolaan usaha lebih transparan dan dilaksanakan secara berkala oleh anggotanya serta dapat dilihat secara langsung dalam pertemuan rutin Rukun Tetangga.

Kelompok sasaran atau partisipan program adalah kelompok masyarakat miskin, termasuk dalam kelompok ini adalah petani miskin di pedesaan. Kegiatan kongkrit yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten pada program tersebut adalah sebagai berikut ; (i) Sosialisasi program di tingkat aparatur kabupaten, kecamatan, desa dan pengurus Koperasi RT se Kabupaten Wonogiri; (ii) Badan hukum Koperasi RT; prosedur sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan catatan khusus modal diberlakukan sesuai dengan kondisi Koperasi RT, mengingat ini program trobosan; Keseluruha n beaya oleh APBD Kabupaten Wonogiri; (iii) Pemberian hibah kepada Koperasi RT masing- masing nilainya sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah untuk Tahun 2003 dan pada Tahun 2004 modal tersebut ditambah lagi berupa pinjaman sangat lunak dari Pemerintah Kabupaten masing- masing nilainya sebesar Lima Ratus Ribu Rupiah; (iv) Bimbingan teknis kepada koperasi RT di seluruh wilayah kecamatan oleh tim kabupaten dan di tingkat desa oleh tim kecamatan dan desa; (v) Pelatihan teknis kepada pengurus Koperasi RT secara bertahap; (vi) Fasilitas pembiayaan diupayakan melalui; APBD Kabupaten Wonogiri; usulan ke propinsi dan pemerintah pusat serta lembaga keuangan lainnya; Partisipasi bank. KSP/USP dan pengguliran dana bergulir; (vi) Di tingkat kecamatan dan desa dipersiapkan aparatur pembina Koperasi RT.

Dengan adanya program pemberdayaan Koperasi RT, yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Wonogiri tersebut, maka sampai dengan saat ini sebanyak tiga puluh Rukun Tetangga (RT) yang ada di Desa Kudi seluruhnya

telah memiliki koperasi yang berbadan hukum. Nama Koperasi RT, nomor regristasi, dan jumlah anggota, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Daftar nama, nomor regristasi dan jumlah anggota Koperasi Rukun Tetangga di Desa Kudi Tahun 2006

No Nama Koperasi Nomor Regrestasi Jumlah Anggota (Orang)

01 Koperasi RT 01 Dusun Setren 098/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 24

02 Koperasi RT 02 Dusun Setren 099/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 20

03 Koperasi RT 03 Dusun Setren 100/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 20

04 Koperasi RT 01 Dusun Kudi 101/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 27

05 Koperasi RT 02 Dusun Kudi 102/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 30

06 Koperasi RT 03 Dusun Kudi 103/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 27

07 Koperasi RT 04 Dusun Kudi 104/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 21

08 Koperasi RT 01 Dusun Sukosari 105/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 37

09 Koperasi RT 02 Dusun Sukosari 106/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 37

10 Koperasi RT 03 Dusun Sukosari 107/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 42

11 Koperasi RT 04 Dusun Sukosari 108/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 33

12 Koperasi RT 01 Dusun Cabean 109/J-5/ BH/KDK.11-26/I/2003 37

13 Koperasi RT 02 Dusun Cabean 110/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 32

14 Koperasi RT 03 Dusun Cabean 111/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 32

15 Koperasi RT 04 Dusun Cabean 112/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 36

16 Koperasi RT 01 Dusun Nalangan 113/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 29

17 Koperasi RT 02 Dusun Nalangan 114/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 29

18 Koperasi RT 03 Dusun Nalangan 115/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 28

19 Koperasi RT 04 Dusun Nalangan 116/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 28

20 Koperasi RT 01 Dusun Pundung 117/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 26

21 Koperasi RT 02 Dusun Pundung 118/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 21

22 Koperasi RT 03 Dusun Pundung 119/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 22

23 Koperasi RT 01 Dusun Ngrau 120/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 18

24 Koperasi RT 02 Dusun Ngrau 121/J-5/BH/ KDK.11-26/I/2003 30

25 Koperasi RT 03 Dusun Ngrau 122/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 28

26 Koperasi RT 04 Dusun Ngrau 123/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 16

27 Koperasi RT 01 Dusun Toyo 124/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 19

28 Koperasi RT 02 Dusun Toyo 125/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 21

29 Koperasi RT 03 Dusun Toyo 126/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 23

30 Koperasi RT 04 Dusun Toyo 127/J-5/BH/KDK.11-26/I/2003 26

Sumber: Diolah dari hasil survey seluruh Koperasi RT

Meskipun seluruh Koperasi RT yang ada di Desa Kudi sudah berbadan hukum, akan tetapi sebagian besar komunitas belum mengenal betul dengan apa yang disebut koperasi dan bagaimana cara hidup berkoperasi yang baik dan benar sesuai Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Hal ini terungkap pada saat pengkaji berperanserta mengikuti pertemuan di RT 03 Dusun Ngrau Desa Kudi. Peserta yang hadir pada saat itu menyebutkan pertemuan

tersebut adalah pertemuan rutin “mingguwage-an”. Gambaran situasi dan kondisi pertemuan rutin RT 03 Dusun Ngrau, ditunjukkan pada Gambar 9.

Warga komunitas menyebutkan pertemuan rutin “minggu wage-an” karena pertemuan dilaksanakan secara rutin setiap malam minggu wage. Selanjutnya mereka menceritakan kegiatan yang dilakukan pada pertemuan tersebut adalah sebagai berikut ;

...pertemuan rutin minggu wage-an kagem ngempal sedoyo warga RT 03 Dusun Ngrau ingkang dipun isi kegiatan arisan kalian simpan pinjam kas RT.

...pertemuan rutin mingguwage-an itu untuk berkumpulnya seluruh warga RT 03 Dusun Ngrau yang diisi dengan kegiatan arisan dan simpan pinjam kas RT.

Gambar 9. Pertemuan rutin RT 03 Dusun Ngrau; kegiatan usaha simpan pinjam Koperasi Rukun Tetangga, tanggal 14 Juli 2006

Mereka masih menyebutnya usaha simpan pinjam uang kas RT bukan simpan pinjam Koperasi RT, padahal usaha simpan pinjam tersebut telah terwadahi dalam Koperasi RT. Dana bantuan hibah dari pemerintah, yang dimaksudkan untuk merangsang pemupukan modal Koperasi RT, oleh komunitas dimanfaatkan sebagai tambahan modal usaha simpan pinjam keuangan kas RT dan mengembangkan asset usaha persewaan peralatan hajatan.

Tinjauan Pengembangan Komunitas

Kegiatan pengembangan komunitas yang dilakukan pemerintah melalui program pemberdayaan Koperasi RT sudah cukup beralasan dikembangkan sebagai wahana pemberdayaan untuk pengembangan komunitas. Akan tetapi, program yang telah berjalan lebih dari tiga tahun belum dapat mencapai keberhasilan secara optimal. Untuk melakukan tinjauan keberhasilan program pengembangan komunitas yang telah dan sedang dilaksanakan, beberapa aspek tinjauan dapat digunakan sebagai alat analisis, yaitu antara lain;

1. Pengembangan kelembagaan, modal sosial dan gerakan sosial. 2. Pengembangan ekonomi lokal.

3. Kebijakan dan perencanaan sosial.

Pengembangan Kelembagaan, Modal Sosial dan Gerakan Sosial.

Program secara umum telah mampu mengorganisir masyarakat dalam kegiatan berkoperasi. Keberadaan Koperasi RT di tengah-tengah komunitas memiliki potensi menjadi sarana untuk meningkatkan kegiatan ekonomi produktif dalam mensejahterakan komunitas. Melalui kegiatan berkoperasi, diharapkan komunitas dapat membangun nilai- nilai dan norma- norma baru dalam mengelola kegiatan usaha bersama melalui wadah Koperasi RT. Pendekatan kelompok yang digunakan dalam program pemberdayaan Koperasi RT memungkinkan komunitas dapat saling bertukar informasi dan pengalaman masing- masing, sehingga mereka bertambah pengetahuan dan ketrampilan dalam kegiatan usaha dan berorganisasi. Akan tetapi mengingat kapasitas yang dimiliki oleh komunitas masih terbatas, Koperasi RT belum dapat berkembang sesuai harapan tersebut.

Anggota Koperasi RT terdiri dari orang-orang yang berada dalam satu wilayah Rukun Tetangga (RT), sebagian besar mereka bermatapencaharian pokok bercocok tanam. Dalam kegiatan sehari-hari mereka sudah saling mengenal dan selalu berinteraksi baik dalam kegiatan usahatani maupun kegiatan sosial. Di samping itu biasanya warga setempat juga masih terikat hubungan kekerabatan, dengan demikian Koperasi RT tidak mengalami kesulitan dalam menumbuhkan saling percaya dan solideritas di antara anggota.

Kontrol sosial masih sangat berperan dalam kegiatan program. Pada umumnya Koperasi RT dikelola secara bersama oleh komunitas dengan sistem kekeluargaan dan mengedepankan prinsip; kepercayaan (trust), kejujuran

(honesty), dan hubungan timbal balik (reciprocity), yang merupakan dimensi dari modal sosial. Adapun modal sosial lainnya yang belum muncul dalam pelaksanaan program adalah perluasan jaringan kerja (networking). Terkait dengan hal itu maka Koperasi RT belum dapat berkembang dalam meningkatkan usaha yang dilakukannya.

Gerakan sosial yang muncul dari program ini adalah berorientasi terjadinya perubahan nilai, yaitu komunitas diharapkan untuk dapat mengadopsi nilai- nilai yang ada pada koperasi. Nilai-nilai tersebut antara lain adalah kejujuran, keterbukaan, tanggung jawab sosial dan perhatian pada sesama. Sedangkan menurut lingkup perubahan yang dikehendaki dalam program adalah bertipe reformatif, yaitu hanya bertujuan untuk melakukan perubahan sebagian nilai atau fungsi yang ada di komunitas, dalam ha l; tanggung jawab kelompok, kebiasaan untuk menabung, perilaku ekonomi yang produktif dan keputusan yang lebih bersifat rasional. Akan tetapi tujuan akan terjadinya perubahan nilai- nilai tersebut tidak dapat berjalan secara otomatis. Dalam pelaksanaannya komunitas belum sepenuhnya dapat menerapkan nilai- nilai yang dikehendaki dalam kehidupan berkoperasi. Terkait dengan hal itu maka program menjadi kurang memiliki makna yang cukup untuk meningkatkan kualitas hidup komunitas.

Pengembangan Ekonomi Lokal. Sejauh ini dalam konteks pengembangan ekonomi lokal, kegiatan Koperasi RT belum ada usaha kelompok yang difasilitasi dari Koperasi RT. Kegiatan Koperasi RT yang dilakukan bersamaan dengan pertemuan rutin RT pada malam hari, sebagian besar hanya dihadiri oleh kelompok bapak-bapak (peran sebagai kepala keluarga). Dengan demikian maka kegiatan Koperasi RT terbatas hanya dapat dikontrol oleh kelompok pria, sedangkan kelompok wanita sebagai bagian dari anggota keluarga tidak dapat ikut berperan aktif didalamnya. Padahal apabila dilihat dari strategi nafkah ganda yang dilakukan oleh sebagian besar keluarga petani miskin, kebanyakan aktifitas produksi tersebut dilakukan oleh kaum ibu-ibu, sebagai contoh; kerajinan industri

tempe sayur dan batik tulis. Terkait dengan ha l itu maka program belum dapat diakses secara langsung oleh pelaku ekonomi yang ada pada komunitas.

Manfaat yang terlihat nyata sejak adanya Koperasi RT adalah; warga sangat tertolong jika ada kebutuhan uang yang sifatnya sangat mendesak. Sebelumnya mereka mencari pinjaman ke rentenir dengan bunga pinjaman mencapai dua belas persen flat per bulan. Sekarang dengan adanya Koperasi RT oleh anggota dirasakan sangat membantu kesulitan mereka, karena bunga jasa pinjaman maksimal satu sampai dengan tiga flat per bulan.

Dalam hal mendukung usaha yang dilakukan oleh anggotanya, sebagian besar Koperasi RT belum mampu memenuhi harapan mereka. Hal ini berkaitan dengan kemampuan permodalan Koperasi RT yang relatif kecil, sehingga usaha yang dikembangkannya masih terbatas pada usaha simpan pinjam. Sedangkan pengembangan usaha lainnya yang dapat mendukung usaha komunitas (usahatani) belum dapat dilakukan. Sebagaimana disampaikan oleh Pak Sk (46 tahun), yang berkedudukan sebagai Ketua Koperasi RT 01 Dusun Pundung berpendapat bahwa;

Sebaiknya memang Koperasi RT itu tidak hanya melakukan usaha satu arah (maksudnya hanya usaha simpan pinjam), ...dulu pernah ada ide dari salah satu anggota agar Koperasi RT membantu pengadaan pupuk untuk memenuhi kebutuhan anggotanya, akan tetapi ide itu ditentang oleh anggota lainnya, bahkan ditertawai oleh mereka...kata mereka yang untuk

kulakan (belanja barang) itu duite (uangnya) siapa ...kalau ingin kulakan

pupuk murah harus memiliki DO dan dalam jumlah yang besar, jadi tidak mungkin.

Pendapat yang hampir sama juga disampaikan oleh salah seorang anggota Koperasi RT 04 Dusun Nalangan, Pak Ks (45 tahun) yang sehari-hari bekerja sebagai petani, mengatakan;

Arto sambutan saking Koperasi RT namung kagem iseng, jumlah sambutanipun namung sekedik, bade kagem usaha nopo arto namung sauprit, paling saged kagem nyekapi kirangan kebutuhan harian.

Uang pinjaman dari Koperasi RT hanya untuk iseng, karena jumlah pinjamannya hanya sedikit, akan dibuat usaha apa uang hanya sedikit sekali, paling dapatnya hanya untuk memenuhi kekurangan keperlua n rumahtangga.

Dari pendapat tersebut keberadaan Koperasi RT belum dapat berperan mendukung usaha yang dilakukan oleh anggota. Sehingga kegiatan Koperasi RT dapat dikatakan belum mampu mengembangkan ekonomi lokal, karena tidak memberikan dampak langsung terhadap kenaikan pendapatan anggota atau memberdayakan mereka yang sebagian besar adalah petani yang hidup di bawah garis kemiskinan (menurut klasifikasi Sajogyo). Jika besaran harga beras diasumsikan Empat Ribu Rupiah per kilogram, dengan total pendapatan mereka satu tahun sebesar Tiga Juta Seratus Tiga Puluh Ribu Rupiah dan jumlah tanggungan keluarga mereka adalah empat orang (profil kehidupan petani miskin), maka mereka tergolong pada kriteria penduduk paling miskin, karena tingkat pengeluaran perkapita pertahun hanya seratus lima puluh tujuh kilogram atau kurang dari seratus delapan puluh kilogram. (Lihat Lampiran-8)

Kebijakan dan Perencanaan Sosial. Dilihat dari proses pembentukaannya, kelembagaan Koperasi RT bukan berasal dari prakarsa dan inisiatif komunitas itu sendiri, akan tetapi merupakan gerakan yang dimobilisasi oleh pemerintah. Dalam proses perencanaan program, kelompok yang menjadi sasaran tidak ikut terlibat didalamnya, sehingga dapat dikatakan program tidak partisipatif. Terkait dengan hal itu maka program tidak mampu menampung aspirasi yang menjadi harapan dan kebutuhan sasaran pokok kelompok masyarakat miskin, termasuk dalam kelompok ini adalah petani yang berada di Desa Kudi.

Adanya penyeragaman perlakuan terhadap program, mencerminkan program kurang memperhatikan keragaman sistem sosial (struktur maupun kultur) yang ada pada masyarakat. Terkait dengan hal itu petani miskin tidak memiliki kesiapan dalam menerima program dan mereka tidak mampu memanfaatkan fasilitas yang ditawarkan oleh program. Meskipun pembinaan terus dilakukan oleh pihak pemerintah, namun pembinaaan yang dilakukan oleh pemerintah selama ini cenderung tidak efektif, yaitu dengan menggunakan metode ceramah. Dengan metode tersebut dalam pelaksanaannya program terbukti tidak memiliki manfaat pada peningkatan kapasitas komunitas dan tidak dapat menumbuhkan kinerja kelompok atau “ dinamika kerja kelompok”.

Berkaitan dengan cakupan wilayah kerja Koperasi RT yang relatif sempit (setingkat RT), dan keanggotaan berdasarkan pada jumlah Kepala Keluarga (KK) yang berdomisili di wilayah administratif RT tersebut, maka Koperasi RT cenderung tidak efektif dalam menjalankan fungsi dan peranannnya sebagai badan usaha. Adapun masalah dan kendala yang dihadapi oleh pihak pemerintah sendiri, dengan adanya cakupan wilayah kerja yang relatif sempit; pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah kepada Koperasi RT menjadi sulit dilakukan, karena jumlah Koperasi RT yang terlalu banyak. Di Kabupaten Wonogiri terdapat 6.889 Koperasi RT, sedangkan kemampuan (tenaga pembina maupun dana) yang dimiliki oleh pemerintah sangat terbatas dan belum mendapat dukungan penuh secara nyata dari pihak lain.