• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Produk

Menurut Lovelock dan Wright (2005), produk adalah output inti (baik jasa maupun barang) yang dihasilkan suatu perusahaan. Produk juga dapat diartikan sebagai keseluruhan konsep objek atau proses yang memberikan sejumlah nilai kepada konsumen (Hamdani dan Lupiyoadi, 2006). Berdasarkan daya tahan dan wujudnya, Kotler (2005) membagi produk menjadi tiga, yaitu : (1) Barang tidak tahan lama, (2) Barang tahan lama, dan (3) Jasa.

(1) Barang tidak tahan lama (non durable goods)

Barang tidak tahan lama adalah barang-barang berwujud yang biasanya

dikonsumsi dalam satu atau beberapa kali penggunaan. Contoh : makanan, sabun.

(2) Barang tahan lama (durable goods)

Barang tahan lama adalah barang berwujud yang biasanya tetap bertahan walaupaun sudah digunakan berkali-kali. Contoh : pakaian, lemari es, sepeda

motor.

(3) Jasa (services)

Jasa adalah produk-produk yang tidak berwujud, tidak terpisahkan, dan mudah habis. Contoh : jasa pendidikan, jasa dokter, jasa salon, jasa bank.

2.1.2. Dimensi Kualitas Produk

Beberapa dimensi yang berpengaruh dalam membentuk kualitas produk menurut Irawan (2003), adalah : (1) Fungsi, (2) Keandalan, (3) Fitur, (4) Usia Produk, dan (5) Kesesuaian.

1. Fungsi (Performance)

Dimensi ini merupakan dimensi yang paling dasar dan berhubungan dengan fungsi utama dari suatu produk. Konsumen akan sangat kecewa apabila harapan mereka terhadap dimensi ini tidak terpenuhi.

2. Keandalan (Reliability)

Dimensi ini sepintas terlihat mirip dengan dimensi performance, tetapi mempunyai perbedaan yang jelas. Reliability lebih menunjukkan

probabilitas produk gagal menjalankan fungsinya. 3. Fitur (Features)

Dimensi ini dapat dikatakan sebagai aspek sekunder. Perkembangan fitur hampir tidak ada batasnya sejalan dengan perkembangan teknologi, sehingga fitur ini menjadi target produsen untuk berinovasi dalam upaya memuaskan pelanggan.

4. Usia Produk (Durability)

Durability atau keawetan menunjukkan suatu pengukuran terhadap siklus produk, baik secara teknis maupun waktu.

5. Kesesuaian (Conformance)

Dimensi ini menunjukkan seberapa jauh suatu produk dapat menyamai standar atau spesifikasi tertentu. Produk yang mempunyai conformance tinggi berarti produk tersebut sesuai dengan standar yang telah ditentukan.

Lovelock dan Wright (2005) mendefinisikan atribut produk sebagai semua fitur (baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud) suatu barang atau jasa yang dapat dinilai pelanggan. Atribut yang melekat dalam produk menjadi bahan pertimbangan dalam keputusan pembelian produk (Sumarwan, 2004). Atribut tersebut meliputi atribut fisik yang menggambarkan ciri-ciri fisik produk (ukuran, jenis, merek, warna, kemasan, harga, rasa) dan atribut abstrak yang menggambarkan karakteristik subjektif dari suatu produk berdasarkan persepsi pelanggan (prestise, kemudahan).

2.1.3. Jasa

Jasa adalah tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya (Lovelock dan Wright, 2005). Setiap tindakan/perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu disebut dengan jasa (Tjiptono, 2007). Jasa akan menjadi sesuatu yang bermanfaat apabila didasarkan pada kepentingan pelanggan dan kinerjanya bagi perusahaan. Artinya perusahaan seharusnya mencurahkan perhatiannya pada hal-hal yang memang dianggap penting oleh para pelanggannya/nasabahnya. Jasa dinilai dari mutu, pengalaman, dan kepercayaan pelanggan. Apabila seorang pelanggan merasa puas atas jasa yang dibeli atau digunakannya maka ia akan mengulangi pemakaian jasa

tersebut dan menyampaikannya kepada orang-orang. Berdasarkan prosesnya, jasa dibedakan menjadi (Tjiptono, 2007) : (1) People processing, (2) Possession processing, (3) Mental Stimulus processing, dan(4) Information processing. 1. People processing adalah pelayanan langsung kepada pelanggan dan bisa

terlihat. Contohnya salon (rambut pelanggan bisa terlihat).

2. Possession processing. Jika yang dilayani benda (yang bisa diraba atau dilihat) milik pelanggan. Contohnya bengkel mobil, pelanggannya tidak ikut diperbaiki.

3. Mental Stimulus processing. Jika yang dilayani adalah langsung pelanggan, tetapi tidak bisa dilihat secara langsung. Contonya bioskop, yang dilayani adalah mental pelanggan (dengan film komedi, action, drama, horor). 4. Information processing. Jika yang dilayani adalah benda milik pelanggan yang

tidak terlihat. Contohnya bank. Jika kita ke bank, yang diolah oleh mereka adalah informasi hak kepemilikan kita. Misalnya saldo tabungan, dan transfer uang.

Cara penanganan untuk tiap tipe processing jelas berbeda-beda, tetapi intinya tetap sama, yaitu kepuasan pelanggan. Menurut karakteristiknya jasa dapat dibagi manjadi (Tjiptono, 2007) : (1) Intangibility, (2) Inseparability, (3) Variability, (4) Perishability, dan(5) Lack of Ownership.

(1) Intangibility/maya/tidak teraba

Jasa berbeda dengan barang. Bila barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, tindakan, pengalaman, proses, kinerja, atau usaha. Oleh sebab itu, jasa tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi.

(2) Inseparability (tidak terpisahkan)

Jasa kerap kali tidak terpisahkan dari pribadi penjual. Jasa umumnya dihasilkan dan dikonsumsi pada saat yang bersamaan dengan partisipasi pelanggan dalam proses tersebut. Berarti pelanggan harus berada di tempat jasa yang dimintanya, sehingga pelanggan melihat dan bahkan ikut ambil bagian dalam proses produksi tersebut.

(3) Variability (bervariasi)

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan non-standardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung kepada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut diproduksi.

(4) Perishability (cepat hilang)

Jasa cepat hilang, tidak dapat disimpan, dan tidak tahan lama. Kamar hotel dan kursi kereta api yang kosong akan berlalu begitu saja karena tidak dapat disimpan. Jasa tidak mungkin disimpan dalam persediaan. Artinya, jasa tidak bisa disimpan, dijual kembali kepada orang lain, atau dikembalikan kepada produsen jasa dimana ia membeli jasa. Bila permintaan bersifat konstan, kondisi ini tidak menjadi masalah karena staf dan kapasitas penyedia jasa bisa direncanakan untuk memenuhi permintaan.

(5) Lack of Ownership

Merupakan perbedaan dasar antara jasa dan barang. Pada pembelian barang, konsumen memiliki hak penuh atas penggunaan dan manfaat produk yang dibelinya. Sedangkan pada pembelian jasa, pelanggan mungkin hanya memiliki akses personal atas suatu jasa untuk jangka waktu terbatas.

Kotler (2005) juga mendefinisikan kualitas. Menurutnya kualitas adalah keseluruhan ciri serta sifat dari suatu produk atau pelayanan yang berpengaruh pada kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau yang tersirat. Kualitas produk (jasa) adalah sejauh mana produk (jasa) memenuhi spesifikasi-spesifikasinya (Hamdani dan Lupiyoadi, 2006). Menurut ISO 9000, kualitas adalah derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan. Kualitas merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh mana keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan.

Untuk mendefinisikan kualitas jasa, menurut Parasuraman, dkk., dalam Rangkuti (2006) terdapat sepuluh dimensi kualitas jasa, yaitu: (1) Reliability (keandalan), (2) Responsiveness (ketanggapan), (3) Competence (kemampuan), (4) Access (mudah diperoleh), (5) Courtesy (keramahan), (6) Communication (komunikasi), (7) Credibility (dapat dipercaya), (8) Security (keamanan), (9) Understanding the customer (memahami pelanggan), dan (10) Tangibles (bukti

nyata, kasat mata). Kesepuluh dimensi tersebut disederhanakan menjadi lima dimensi, yaitu : (1) Tangibles, (2) Reliability, (3) Responsiveness, (4) Assurance, dan (5) Emphaty.

1. Tangibles/bukti fisik

Yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya pada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.

2. Reliability/keandalan

Yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi.

3. Responsiveness/ketanggapan

Yaitu suatu kemampuan untuk membuat dan memberikan pelayanan yang cepat (responsive) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Misalnya tindakan pegawai bank yang cepat tanggap ketika nasabah sedang menghadapi masalah.

4. Assurance/jaminan dan kepastian

Yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Assurance terdiri dari beberapa komponen antara lain: kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence) dan sopan santun (courtesy). Misalnya keterampilan teller dalam melayani kebutuhan nasabah. 5. Emphaty

Yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan pelanggan dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara

spesifik. Emphaty terdiri dari komponen communication (komunikasi) dan understanding the customer (memahami pelanggan).

2.1.4. Kepuasan Pelanggan

Tingkat kepuasan merupakan salah satu modal bagi suatu perusahaan untuk dapat memenangkan persaingan bisnis. Konsep kepuasan pelanggan masih bersifat abstrak. Menurut Mowen (dalam Tjiptono, 2007) kepuasan pelanggan adalah sikap keseluruhan terhadap suatu barang atau jasa setelah perolehan dan pemakaiannya. Secara umum kepuasan pelanggan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan dengan kinerja yang diharapkan (Keller dan Kotler, 2007).

Jadi tingkat kepuasan merupakan fungsi dari perbedaan antara kinerja yang dirasakan dengan harapan dan kunci untuk mempertahankan pelanggan. Apabila kinerja di bawah harapan, maka pelanggan akan kecewa. Sedangkan bila kinerja sesuai dengan harapan, maka pelanggan akan puas, dan bila kinerja melebihi harapan, pelanggan akan sangat puas. Harapan pelanggan dapat dibentuk oleh pelanggan masa lampau, komentar dari kerabatnya, dan janji serta informasi pemasar dan saingannya. Pelanggan yang puas akan setia lebih lama, kurang sensitif terhadap harga, dan memberi komentar yang baik tentang perusahaan.

Teori yang menjelasakan bagaimana kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan terbentuk adalah the expectancy disconfirmation model, yang mengemukakan bahwa kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan merupakan dampak dari perbandingan antara harapan pelanggan sebelum pembelian dengan yang sesungguhnya diperoleh pelanggan dari produk yang dibeli tersebut. Pelanggan akan memiliki harapan mengenai bagaimana produk tersebut seharusnya berfungsi (performance expectation), harapan tersebut adalah standar kualitas yang akan dibandingkan dengan fungsi atau kualitas produk yang sesungguhnya dirasakan pelanggan. Fungi produk yang sesungguhnya dirasakan pelanggan (actual performance) sebenarnya adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas produk tersebut. Di dalam mengevaluasi kualitas suatu produk atau jasa, pelanggan akan menilai berbagai atribut.

Gambar 2. Model Diskonfirmasi Harapan dari Kepuasan dan Ketidakpuasan (Sumarwan, 2004)

Dari model tersebut dapat kita katakan bahwa produk akan berfungsi sebagai berikut :

a. Produk berfungsi lebih buruk dari yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai diskonfirmasi negatif (negative disconfirmation). Produk yang berfungsi buruk, tidak sesuai dengan harapan konsumen akan menyebebkan kekecewaan, sehingga konsumen merasa tidak puas.

b. Produk berfungsi seperti yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai konfirmasi sederhana (simple confirmation). Produk tersebut tidak memberikan rasa puas, dan produk tersebut tidak mengecewakan konsumen. Konsumen akan memiliki perasaan netral.

c. Produk berfungsi lebih baik dari yang diharapkan, inilah yang disebut sebagai diskonfirmasi positif (positive disconfirmation). Jika ini terjadi, maka konsumen akan merasa puas.

2.1.5. Faktor yang Menetukan Tingkat Kepuasan Pelanggan

Menurut Irawan (2003) terdapat lima faktor utama yang menentukan tingkat kepuasan pelanggan, yaitu : (1) Kualitas Produk, (2) Kualitas Pelayanan, (3) Faktor Emosional, (4) Harga, (5) Biaya dan Kemudahan.

Pengalaman produk dan merek

Evaluasi mengenai fungsi merek yang

sesungguhnya Harapan mengenai

merek seharusnya berfungsi

Evaluasi gap antara harapan dan yang

sesungguhnya Ketidakpuasan emosional: Merek tidak memenuhi harapan Konfirmasi harapan : Fungsi merek tidak

berbeda dengan harapan Kepuasan Emosional Fungsi merek melebihi harapan

(1) Kualitas Produk Konsumen atau pelanggan akan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukkan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas.

(2) Kualitas Pelayanan Pelanggan akan merasa puas apabila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau yang sesuai dengan yang diharapkan.

(3) Faktor Emosional Konsumen akan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan bahwa orang lain akan kagum terhadap dia bila menggunakan produk dengan merek tertentu, tingkat kepuasannya cenderung akan lebih tinggi. Kepuasannya bukan karena kualitas dari produk tersebut tetapi self-esteem atau social value yang membuat pelanggan menjadi puas terhadap merek produk tertentu.

(4) Harga

Produk yang mempunyai kualitas yang sama tetapi menetapkan harga yang relatif murah akan memberikan value yang lebih tinggi kepada pelanggannya.

(5) Biaya dan Kemudahan Biaya dan kemudahan untuk mendapatkan produk atau jasa merupakan faktor

yang menentukan tingkat kepuasan pelanggan. Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk atau jasa akan cenderung puas terhadap produk atau jasa tersebut.

2.1.6. Alat untuk Mengukur Kepuasan Pelanggan

Kotler (2005) mengemukakan empat metode yang digunakan perusahaan untuk mengukur kepuasan pelanggan, yaitu :

a) Sistem Keluhan dan Saran

Organisasi yang berpusat pada pelanggan mempermudah para pelanggannya guna memasukkan saran dan keluhan. Misalnya dengan menyediakan nomor telepon bebas pulsa, menggunakan situs web dan email untuk komunikasi dua arah yang cepat.

b) Survey Kepuasan Pelanggan

Perusahaan yang tanggap mengukur kepuasan pelanggan secara langsung dengan melakukan survey secara berkala. Sambil mengumpulkan data

pelanggan, perusahaan tersebut juga perlu bertanya lagi guna mengukur minat pelanggan membeli ulang dan mengukur kecenderungan atau kesediaan merekomendasikan perusahaan dan merek kepada orang lain.

c) Belanja Siluman

Perusahaan dapat membayar orang untuk berperan sebagai calon pembeli guna melaporkan titik kuat dan titik lemah yang dialami sewaktu membeli produk perusahaan dan pesaing. Pembelanja misterius itu juga bahkan dapat menguji cara karyawan penjualan di perusahaan itu menangani berbagai situasi.

d) Analisis Pelanggan yang Hilang

Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau yang telah beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan kejadian itu. Misalnya dengan wawancara terhadap pelanggan yang keluar segera setelah berhenti membeli, dan memantau tingkat kehilangan pelanggan.

2.1.7. Pentingnya Memuaskan Pelanggan

Mempertahankan pelanggan adalah lebih penting daripada menarik pelanggan. Kunci mempertahankan pelanggan adalah kepuasan pelanggan. Seorang pelanggan yang puas akan (Kotler, 2005) :

1. Membeli kembali atau menjadi lebih setia

2. Berbicara yang baik kepada orang lain mengenai perusahaan atau memberikan komentar yang menguntungkan tentang perusahaan dan produknya

3. Membeli lebih banyak jika perusahaan memperkenalkan produk baru dan menyempurnakan produk yang ada

4. Memberikan gagasan produk pada perusahaan

5. Membutuhkan biaya pelayanan yang lebih kecil daripada pelanggan baru karena transaksi menjadi rutin

6. Kurang memperhatikan merek perusahaan pesaing dan iklannya 7. Membeli produk lain dari perusahaan yang sama

2.1.8. Pengertian Bank

Bank merupakan salah satu lembaga keuangan atau perusahaan yang bergerak di bidang keuangan. Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No.7 tahun 1992 tentang perbankan, menyatakan bahwa bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam

bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank merupakan suatu badan usaha yang melaksanakan berbagai macam jasa, seperti mengedarkan pinjaman, mengedarkan mata uang, pengawasan terhadap mata uang, bertindak sebagai tempat penyimpanan benda-benda berharga, membiayai perusahaan-perusahaan, dan lain-lain (Abdurrachman dalam Dendawijaya, 2005).

Bank juga diartikan sebagai suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan, yang menyalurkan dana dari pihak berkelebihan dana kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana pada waktu yang ditentukan (Dendawijaya, 2005). Sebagai perantara keuangan maupun sebagai penyedia jasa keuangan, bank adalah suatu perusahaan yang memiliki motif mencari keuntungan dalam menjalankan usahanya. Kepercayaan merupakan dasar keberadaan perbankan. Secara fundamental bank memiliki dua fungsi, yaitu perolehan (pengumpulan) dana dan fungsi pengguna (penyalur) dana. Sumber dana yang ada berasal dari dana sendiri, dana masyarakat (sumber dana pihak ketiga), dan dana lain.

Sumber dana pihak ketiga yang berasal dari masyarakat ini dalam bentuk simpanan berupa tabungan, deposito, dan giro. Simpanan merupakan fungsi terbesar dan terpenting dalam aktivitas pengumpulan dana yang mendominasi lebih kurang 80% sampai dengan 90% sumber dana bank. Bank juga memperoleh dana melalui peminjaman sumber lain, baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang seperti peminjaman Bank Indonesia, penjualan surat-surat berharga. Tambahan modal terutama diperoleh bank melalui penjualan saham di pasar modal serta hutang jangka panjang.

2.1.9. Jenis dan Fungsi Bank

Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan, fungsi bank dibedakan dalam jenis berikut :

a. Bank Sentral ialah bank yang memperoleh hak untuk mengedarkan uang logam dan uang kertas.

b. Bank Umum ialah bank yang di dalam usahanya menghimpun dana terutama menerima simpanan dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan atau bentuk

lainnya. Di dalam usahanya bank umum terutama memberikan kredit berjangka pendek.

c. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) ialah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan atau tabungan pada bank lain.

2.1.10. Kegiatan Perbankan

Kegiatan bank umum secara lengkap meliputi kegiatan sebagai berikut : (a) Menghimpun dana, (b) Menyalurkan dana, dan (c) Memberikan jasa-jasa

lainnya.

a. Menghimpun dana (funding)

Kegiatan ini merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan membeli dana biasanya dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan (rekening/account) seperti : (1) Giro (Demand deposit). Menurut UU Perbankan No.10 Tahun 1998, giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Pengertian dapat ditarik setiap saat adalah bahwa uang yang sudah disimpan di rekening giro dapat ditarik berkali-kali dalam sehari selama dana masih tercukupi, dan selain itu harus memenuhi syarat dari bank yang bersangkutan. Penarikan dapat berupa penarikan tunai atau non tunai, (2) Tabungan (Saving Deposit). Menurut UU Perbankan No.10 Tahun 1998, tabungan adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau bilyet giro atau alat lainnya yang dipersamakan, (3) Deposito (Time Deposit). Menurut UU Perbankan No.10 Tahun 1998, deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimpan dengan bank.

b. Menyalurkan dana (leanding)

Kegiatan ini merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat. Penyaluran dana dilakukan bank melalui pemberian pinjaman (kredit). Kredit itu sendiri diartikan sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan/kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Bentuk kredit tersebut dapat berupa : (1) Kredit Investasi. Merupakan solusi tepat bagi pengusaha UMKM yang membutuhkan pembiayaan investasi aktiva tetap (seperti pengadaan mesin, peralatan, kendaraan operasional, pembelian/renovasi bangunan usaha). Selain itu, bank juga memberikan solusi bagi pengusaha yang telah/sedang menjalankan proyek (namun mengalami hambatan biaya untuk menyelesaikan proyek tersebut) dengan adanya kredit investasi refinancing, (2) Kredit modal kerja (KMK). Merupakan salah satu layanan bank yang bertujuan untuk membiayai tambahan modal kerja yaitu piutang dan tambahan persediaan. Dalam pengajuan kredit modal kerja, nasabah disyaratkan untuk menyediakan dana sendiri minimum sebesar 30% dari total kebutuhan modal usaha, (3) Kredit perdagangan yang diberikan kepada para pedagang baik agen-agen maupun pengecer, (4) Kredit konsumsi. Merupakan kredit yang diberikan bank kepada debitur untuk keperluan pembelian barang-barang konsumsi, (5) Kredit produktif yang dapat digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa.

c. Memberikan jasa-jasa lainnya (service)

Jasa bank merupakan kegiatan penunjang untuk mendukung kelancaran kegiatan dalam menghimpun dan menyalurkan dana. Bahkan saat ini kegiatan ini memberikan kontribusi keuntungan yang tidak sedikit. Semakin banyak jasa-jasa yang diberikan oleh suatu bank maka akan semakin baik, terlebih lagi jika didukung dengan adanya kecanggihan teknologi. Kegiatan jasa bank ini seperti: (1) Menerima setoran-setoran dan pembayaran-pembayaran, (2) Transfer, (3) Kliring, (4) Inkaso, (5) SDB, dan(6) Letter of Credit.

(1) Menerima setoran-setoran dan pembayaran-pembayaran seperti : setoran

pembayaran tagihan rekening telepon, setoran pembayaran tagihan rekening listrik, setoran pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan, setoran

pembayaran gaji pegawai, setoran pembayaran pensiun pegawai (Taspen), dan setoran BPIH (Biaya Perjalanan Ibadah Haji) lunas.

(2) Transfer, adalah layanan pengiriman uang baik dalam bentuk mata uang rupiah maupun valas antar bank.

(3) Kliring, adalah proses penyampaian suatu surat berharga yang belum merupakan suatu kewajiban bagi bank, dimana surat berharga tersebut disampaikan oleh Bank Penarik, hingga adanya pengesahan oleh Bank

Tertarik melalui lembaga kliring, yang dinyatakan dalam mata uang rupiah. Warkat yang dapat diteruskan yaitu: cek, bilyet giro, surat bukti penerimaan transfer, nota kredit dan warkat-warkat lainnya yang disetujui oleh Bank Sentral (BI).

(4) Inkaso, adalah penagihan oleh bank yang bertindak untuk dan atas nama seseorang kepada seseorang atas dasar suatu hak tagihan dalam bentuk surat berharga. Warkat inkaso adalah surat berharga yang merupakan hak tagihan yang digolongkan sebagai warkat inkaso : Cek, Bilyet Giro (BG), Aksep/Promes, dan Kwitansi yang sudah ditandatangani serta sudah jatuh tempo.

(5) SDB, adalah jasa penitipan atau penyimpanan dokumen berupa surat-surat berharga atau benda berharga sehingga nasabah tersebut tidak perlu menyimpan barang dan surat berharga tersebut di rumah karena kekhawatiran akan keamanannya.

(6) Letter of credit, adalahsuatu jaminan bersyarat dari bank pembuka L/C untuk membayar wesel-wesel yang ditarik sepanjang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam L/C untuk mendukung kegiatan ekspor impor.

2.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana alat pengukur (instrumen) mengukur apa yang ingin diukur (Umar, 2003). Uji validitas digunakan untuk menghitung nilai korelasi (r) antara data pada masing- masing pertanyaan dengan skor total. Teknik yang dipakai untuk menguji validitas kuesioner adalah teknik korelasi product moment, yaitu sebagai berikut :

r

xy

=

nΣxy- ΣxΣy

………...(1)

(nΣx

2

-(Σx

2

))(nΣy

2

-(Σy

2

))

Dimana : rxy = Korelasi antara x dan y

n = Jumlah responden

x = Skor masing-masing pertanyaan

y = Skor total

Jika alat ukur dinyatakan sahih, selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Reliabilitas adalah nilai yang menunjukkan konsistensi suatu alat ukur di

dalam mengukur gejala yang sama (Umar, 2003). Reliabilitas alat ukur dalam bentuk skala dapat dicari dengan menggunakan teknik alpha cronbach, dengan rumus sebagai berikut :

k Σσ

2

r

11

= k-1 1- σ

1

2

………..………..(2)

Dimana : r 11 = Reliabilitas instrumen

K = Banyaknya butir pertanyaan

Σσ2 = Jumlah ragam butir σ12 = Jumlah ragam total

Nilai ragam dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Σx

2

Σ

x

2

-

σ

2

= n

………..………...(3)

n

Dimana : n = Jumlah Responden x = Nilai skor yang dipilih

Penilaian koefisien alpha cronbach berdasarkan aturan sebagai berikut : 0,00-0,20 = Kurang Reliabel

>0,20-0,40 = Agak Reliabel >0,40-0,60 = Cukup Reliabel >0,60-0,80 = Reliabel

>0,80-1,00 = Sangat Reliabel

Uji validitas dan reliabilitas dilakukan pada 30 sampel yang bukan responden, dimana nilai korelasi yang dihitung dinyatakan sahih apabila nilai r

Dokumen terkait