• Tidak ada hasil yang ditemukan

Skripsi Persamaan Perbedaan Temuan Analisis

Analisis

dari Tino dan

narasi dialog

Sistematika penulisan ini dibuat untuk mempermudah pemahaman mengenai penelitian ini. Sistematika penulisan dibagi menjadi enam bab yang terdiri dari sub-sub bab. Adapun sistematika penulisannya adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini terbagi menjadi beberapa sub-bab, yaitu latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisikan landasan teori untuk menganalisis penelitian, dengan beberapa sub-bab yang menjelaskan definisi film, analisis naratif dan analisis naratif model Tzvetan Todorov, konsep diri, serta dakwah dzatiyah.

BAB III GAMBARAN UMUM

Bab ini menguraikan secara umum film Liam dan Laila guna memberikan informasi tentang subjek penelitian yang terbagi menjadi beberapa sub-bab yang akan menjelaskan latar belakang pembuatan film Imperfect: Karier, Cinta dan Timbangan, sinopsis film, produksi film, sutradara dan penulis naskah film, serta tokoh pemeran film.

BAB IV DATA DAN HASIL TEMUAN

Bab ini memaparkan data yang telah diperoleh melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan terbagi menjadi beberapa sub-bab yang akan menjelaskan konsep diri dalam film Imperfect:

Karier, Cinta dan Timbangan, pandangan penulis, naskah mengenai konsep diri, dan pembagian narasi naskah film menjadi tiga, yaitu bagian awal, tengah, akhir.

BAB V ANALISIS DATA

Bab ini menganalisis bagian narasi film Liam dan Laila menggunakan teori analisis naratif model Tzvetan Todorov dan konsep diri, bab ini terbagi menjadi beberapa sub-bab yang akan memaparkan

bagian awal narasi naskah film yang berisi keseimbangan, bagian tengah narasi nakah film yang berisi konflik, dan bagian akhir narasi naskah film yang berisi keseimbangan serta konsep diri dalam film.

BAB VI PENUTUP

Bab ini memaparkan kesimpulan penelitian dan sekaligus menjadi penutup penelitian yang berisikan saran-saran yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

23

KAJIAN PUSTAKA A. Film

1. Pengertian Film

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi pengetahuan, sikap, dan tingkah laku. Komunikasi massa merupakan komunikasi yang disalurkan dengan pemancar- pemancar yang sifatnya audio dan visual dalam bentuk film.15

Film merupakan salah satu dari berbagai jenis program yang ada di televisi. Film merupakan medium komunikasi yang efektif dalam menyampaikan berbagai bentuk komunikasi. Pada program televisi pun, film mempunyai tempat khusus pada televisi karena penayangannya tidak selalu sering dan menarik banyak perhatian audience.

Secara umum film dipandang sebagai media tersendiri, film merupakan sarana pengungkapan daya cipta dari beberapa cabang seni sekaligus, dan produknya bisa diterima dan diminati layaknya karya seni.

Sedangkan dalam pengertian sempit adalah penyajian gambar lewat layar lebar dan dalam pengertian luasnya

15 R.M Soenarto. Program Televisi, Dari penyusunan sampai Pengaruh siaran, FFTV,IKJ. Jakarta. 2007 hal 65

bisa juga termasuk yang disiarkan di televise.16

Film juga memiliki peranan penting dalam memantapkan ketahanan nasional dalam fungsinya sebagai media komunikasi massa, karena film merupakan salah satu sarana yang efektif dalam mengorbankan semangat pengabdian dan perjuangan bangsa, memperkokoh persatuan dan kesatuan, mempertebal kepribadian bangsa serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia.17

2. Film Sebagai Media Komunikasi Massa

Film merupakan salah satu media komunikasi massa. Dikatakan sebagai media komunikasi massa karena merupakan bentuk komunikasi yang menggunakan saluran (media) dalam menghubungkan komunikator dan komunikan secara masal, dalam arti berjumblah banyak, tersebar dimana-mana, khalayaknya heterogen dan anonim, dan menyimpulkan efek tertentu.18

Film merupakan teks-struktur linguistik yang kompleks dan kode-kode visual yang disusun memproduksi makna-makna khusus. Film bukan hanya sekedar koleksi atas gambaran atau stereotype. Film-film membentuk makna melalui susunan tanda-tanda visual

16 Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu komunikasi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1998 hal 138

17 Undang-Undang Republik Indonsia No 8 tentang perfilman, bab 2 dasar, arah tujuan, pasal 4-7 tahun 1992

18 Nawiroh Vera, M.Si., Semiotika dalam Riset Komunikasi, Bogor Ghalia Indonesia. 2014 Hal 91

dan verbal. Struktur tekstual inilah yang harus kita periksa karena disinilah makna dihasilkan. Singkatnya film-film melahirkan ideologi. Ideologi bisa didefinisikan sebagai sistem penggambaran sebuah cara pandang terhadap dunia yang terlihat menjadi universal atau natural tetapi sebenarnya merupakan struktur kekuatan tertentu yang membentuk masyarakat kita.19

Film adalah media komunikasi yang bersifat audio visual untuk menyampaikan suatu pesan kepada sekelompok orang yang berkumpul di suatu tempat tertentu.20 Pesan film pada komunikasi massa dapat berbentuk apa saja tergantung dari misi film tersebut.

Akan tetapi umumnya sebuah film dapat mencankup berbagai pesan, baik itu pesan pendidikan, hiburan dan informasi. Pesan dalam film menggunakan mekanisme lambing-lambang yang ada pada pikiran manusia berupa isi pesan, suara, perkataan, percakapan dan sebagainya.

Film juga dianggap sebagai media komunikasi yang ampuh terhadap massa yang menjadi sasarannya, karena sifatnya yang audio visual, yaitu gambar dan suara yang hidup. Dengan gambar dan suara, film mampu bercerita banyak dalam waktu singkat. Ketika menonton film penonton seakan-akan dapat menembus ruang dan waktu yang dapat menceritakan kehidupan dan

19 Sarah Gamble, Pengantar memahami Feminisme dan Postfeminisme, Jalasutra: Yogyakarta. 2010. Hal 20

20 Ardianto,Elvinaro dan Lukiati Komala, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Bandung.Simbiosan Reatama Media. 2007 Hal 136

bahkan dapat mempengaruhi audience. Di massa seperti ini terdapat berbagai ragam film, meskipun cara pendekannya berbeda-beda, semua film dapat dikatakan mempunyai satu sasaran, yaitu menarik perhatian orang terhadap muatan-muatan masalah yang dikandung. Selain itu, film dapat dirancang untuk melayani keperluan public terbatas maupun public yang seluas-luasnya.

Pada dasarnya film dapat dikelompokan ke dalam dua pembagian dasar, yaitu kategori film cerita dan non cerita. Pendapat lain menggolongkan menjadi film fiksi dan non fiksi. Film cerita adalah film yang diproduksi berdasarkan cerita yang dikarang, dan dimainkan oleh actor dan aktris. Pada umumnya film cerita bersifat komersial, artinya dipertunjukan di bioskop dengan harga tiket tertentu atau di putar di televisi dengan dukungan sponsor iklan tertentu. Film non cerita adalah film yang mengambil kenyataan sebagai subjeknya, yaitu merekam kenyataan daripada fiksi tentang kenyataan. Dalam perkembangannya, film crita dan non cerita saling mempengaruhi dan melahirkan berbagai jenis film yang memiliki ciri, gaya dan corak masing-masing.

Film cerita agar tetap diminatai penonton harus tanggap terhadap perkembangan zaman, artinya cerita harus lebih baik, penggarapannya yang professional dengan teknik penyuntingan yang semakin canggih hingga penonton tidak merasa dibohongi dengan trik-trik tertentu bahkan seolah-olah justru penonton yang

menjadi aktor/aktris di film tersebut. Dalam pembuatan film cerita diperlukan proses pemikiran dan proses teknis, yaitu berupa pencarian ide, gagasan atau cerita yang digarap, sedangkan proses teknis berupa keterampilan artistik untuk mewujudkan segala ide, gagasan atau cerita menjadi film yang siap ditonton.

3. Unsur-Unsur Film

Unsur pembentuk film dapat dibagi menjadi dua, yaitu unsur naratif dan sinematik. Dalam pembentukan film, kedua unsur ini saling berkaitan.

Unsur naratif merupakan materi atau bahan cerita yang akan diolah, sedangkan unsur sinematik merupakan cara-cara yang dilakukan untuk mengolah materi cerita atau teknis pembentuk film. Unsur sinematik ini terbagi menjadi empat elemen pokok, yitu mise-en-scene, sinematografi, editing, dan suara.21

a. Unsur Naratif

Unsur ini merupakan unsur dasar yang dibutuhkan dalam pembentukan film. Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film.

Di dalam cerita pasti memiliki elemen-elemen seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu, dan masih banyak elemen lainnya. Elemen tersebut saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk sebuah jalinan peristiwa yang memiliki maksud dan

21 Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), hal. 1-2

tujuan. Seluruh jalinan peristiwa tersebut terikat oleh sebuah aturan yaitu hukum kasualitas (sebab-akibat). Kausalitas ini bersama dengan unsur ruang dan waktu merupakan elemen-elemen pokok pembentik naratif.22

b. Unsur Sinematik

Unsur ini merupakan unsur pembentuk film yang menentukan bagaimana materi akan diolah menjadi sebuah cerita. Dalam film, unsur sinematik sering diistilahkan dengan gaya sinematik, yaitu aspek- aspek teknik pembentukan film. Aspek-aspek teknis dalam produksi memiliki empat elemen pokok, pertama mise-en-scene yang memuat segala hal yang berada di depan kamera, seperti latar (setting), tata cahaya, kostum, make up, serta pegerakan pemain. Kedua, sinematografi yang merupakan bagaimana perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang diambil. Ketiga, editing yang merupakan transisi sebuah gambar ke gambar lainnya.

Keempat, suara merupakan elemen yang memuat semua hal dalam film yang mampu kita tangkap dengan indera pendengaran kita. Sama halnya dengan unsur naratif, seluruh elemen pokok dalam unsur sinematik ini saling berkaitan satu sama lain untuk membentuk unsur sinematik secara

22 Himawan Pratista, Memahami Film, hal. 2

keseluruhan.

Keberhasilan seseorang dalam memahami sebuah film secara utuh sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tersebut terhadap aspek naratif serta aspek sinematik sebuah film. Kedua unsur tersebut memiliki norma serta batasan yang bisa diukur. Jika kita anggap sebuah film buruk, bisa jadi bukan karena film tersebut buruk, namun karena kita sendiri yang belum memahaminya secara utuh.23

4. Jenis dan Klasifikasi Film a. Jenis Film

Secara umum, pembagian jenis film didasarkan atas cara bertuturnya, yaitu naratif (cerita) seperti film fiksi, dan non-naratif (non-cerita) seperti film dokumenter dan film eksperimental. Berikut penjelasan jenis-jenis film berdasarkan cara bertuturnya:24

1) Film Dokumenter, adalah film yang penyajian faktanya berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan lokasi yang nyata. Film dokumenter dapat digunakan untuk berbagai macam maksud dan tujuan seperti informasi atau berita, biografi, pengetahuan, pendidikan, sosial, politik (propaganda), dan lain-lain.

23 Himawan Pratista, Memahami Film, hal. 3.

24 Himawan Pratista, Memahami Film, hal. 4-8.

2) Film Fiksi, adalah film yang mennggunakan cerita rekaan di luar kejadian nyata, terkait oleh alur (plot), dan memiliki konsep pengadegan yang telah dirancang sejak awal. Struktur cerita film juga terkait hokum kasualitas. Cerita fiksi sering diangkat dari kejadian nyata dengan beberapa cuplikan rekaman gambar dari peristiwa aslinya (fiksi-dokumenter).

3) Film Eksperimental, adalah film yang berstruktur namun tidak beralur. Film ini tidak bercerita tentang apapun (anti-naratif) dan semua adegan menentang logika sebab-akibat (anti rasionalitas).

b. Klasifikasi Film

Menurut Himawan Pratista, metode yang paling mudah dan sering digunakan untuk mengklasifikasikan film adalah berdasarkan genre, yaitu klasifikasi dari sekelompok film yang memiliki karakter atau pola yang sama sebagai berikut:25

1) Drama, ini merupakan tema yang mengetengahkan aspek-aspek human interest, sehingga yang dituju adalah perasaan penonton untuk dapat meresapi setiap kejadian yang menimpa tokoh dalam adegan tersebut. Tema ini pula bisa dikaitkan dengan latar belakang

25 Himawan Pratista, Memahami Film, hal. 10.

kejadiannya. Jika kejadiannya tersebut di sekitar keluarga, maka disebut dengan drama keluarga.

2) Action, pada istilah ini action seringkali berkaitan dengan adegan berkelahi, bertengkar, dan tembak- menembak. Sehingga, tema ini bisa dikatakan sebagai film yang berisi

“pertarungan” atau “perkelahian” fisik yang dilakukan oleh peran protagonis dengan antagonis.

3) Komedi, merupakan tema yang sebaiknya bisa dibedakan dengan lawakan. Sebab, jika dalam lawakan biasanya yang berperan adalah para pelawak. Dalam komedi itu tidak dilakonkan oleh para pelawak, melainkan pemain film biasa saja. Inti dari tema komedi selalu menawarkan sesuatu yang membuat penontonnya tersenyum bahkan tertawa terbahak- bahak.Biasanya juga, film yang berkaitan dengan komedi ini merupakan suatu sindiran pada fenomena sosial atau kejadian tertentu yang sedang terjadi.

4) Horor, film ini menawarkan suasana yang menakutkan, menyeramkan, dan membuat penontonnya merinding. Suasana horor dalam film itu bisa dibuat dengan cara animasi, special effect, atau bisa langsung diperankan oleh tokoh-tokoh dalam film tersebut.

5) Tragedi, pada tema ini, tragedi menitikberatkan pada nasib manusia. Jika sebuah film dengan akhir cerita sang tokoh selamat dari kekerasan, perampokan atau bencana alam dan lainnya, bisa disebut dengan tragedi.

6) Drama Action, tema ini merupakan gabungan dari dua tema, yaitu: drama dan action. Pada tema drama action ini biasanya menyuguhkan suasana drama dan juga adegan-adegan berupa

“petengkaran fisik.” Untuk menandainya, dapat dilihat dengan cara melihat alur cerita film.

Biasanya film dimulai dengan suasana drama, lalu setelah itu alur meluncur dengan menyuguhkan suasana tegang, biasanya berupa pertengkaran- pertengkaran

7) Komedi Tragis, suasana komedi biasanya ditonjolkan terlebih dahulu, kemudian menyusul dengan adegan-adegan yang tragis.

Suasana yang dibangun memang getir, sehingga penonton terbawa dengan emosinya dalam suasana tragis. Akan tetapi terbungkus dalam suasana komedi.

8) Komedi Horor, sama seperti komedi tragis, suasana komedi horor juga merupakan gabungan antara tema komedi dan horor.

Biasanya film dengan tema ini menampilkan film horor yang berkembang, kemudian

diplesetkan menjadi komedi.

9) Parodi, merupakan duplikasi dari tema film tertentu. Tetapi diplesetkan, sehingga ketika film parodi ditayangkan, para penonton akan melihat satu adegan film tersebut dengan tersenyum dan tertawa. Penonton berbuat demikian tidak sekedar karena film yang ditayangkan itu lucu, tetapi karena adegan yang ditonton pernah mucul di film-film sebelumnya.

Tentunya para penikmat film parodi akan paham kalau sering menonton film, sebab parodi selalu mengulang adegan film yang lain dengan pendekatan komedi. Jadi, tema parodi itu berdimensi duplikasi film yang sudah ada, kemudian dikomedikan.

5. Film sebagai Media Penyampai Nilai

Cerita yang disuguhkan di dalam layar tidak hanya berdasarkan realitas kehidupan sehari-hari yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, tetapi juga bisa berasal dari imajinasi para pembuat cerita.26 Selain itu dimensi waktu dalam film pun tidak terbatas, cerita yang disampaikan bisa berasal dari kisah masa lalu, masa sekarang atau gambaran mengenai masa depan.

Film dapat menyatukan spektrum kepekaan manusia, mulai dari yang paling lembut, kekjam, sampai

26 Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, (Yogyakarta: Media Pressindo, 1999), hal. 13.

memuakkan. Film yang baik juga dapat menimbulkan ilusi kejadian filemis yang berlangsung dalam batas waktu lebih lama dari waktu menonton film tersebut.

Bahwa dalam kejadian itu ada permulaan, pengembangan, dan akhir, serta mempunyai jangka waktu tertentu.27

Sebagai media komunikasi, film digunakan sebagai bentuk penyampaian pesan moral maupun kritik sosial melalui visualisasi gambar ataupun cerita yang dinarasikan narrator. Cerita yang dibuat juga berdasarkan pada masa lalu, kejadian pada masa sekarang ataupun penggambaran masa depan, dengan kata lain film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas atau bahkan membentuk sebuah realitas. Karena bersifat audio visual, film memiliki kekuatan dan kemampuan yang mampu menjangkau banyak segmen sosial yang menjadikan film sebagai alat komunikasi yang lebih berpotensi untuk memengaruhi khalayaknya dibandingkan dengan media massa lainnya.28 Hal ini membuat para ahli film memiliki potensi untuk memengaruhi bagaimana suatu pandangan dimasyarakat dengan muatan pesan di dalamnya dapat terbentuk. Hal ini didasarkan atas argument bahwa film merupakan potret dari realitas di

27 D. A, Peransi, Film/Media/Seni, (Jakarta: FFTV-IKJ PRRESS, 2005), hal. 4.

28 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 127.

masyarakat. Film merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan kemudian memproyeksikannya ke dalam layar.29

Karakteristik film sebagai media massa juga mampu membentuk semacam kesepakatan publik secara visual, hal ini dikarenakan film selalu berkaitan dengan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan selera pubik, atau dapat dikatakan film merangkum pluralitas nilai yang ada dalam masyarakat.30 Film dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan ril manusia sebagai media informasi yang di dalamnya terdapat pesan nilai-nilai yang dapat diambil oleh masyarakat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Film sebagai media massa dapat digunakan sebagai saluran menarik untuk menyampaikan pesan tertentu dari dan untuk manusia, termasuk pesan-pesan keagamaan atau pesan-pesan moral.31 Dengan demikian film dapat dijadikan alternatif sebagai media yang dapat menyampaikan nilai-nilai sesuai dengan kehidupan masyarakat. Dengan film, kita dapat memperoleh informasi dan gambaran tentang realitas tertentu yang sudah terseleksi, sehingga pada gilirannya akan membentuk sikap dan perilaku khalayak yang

29 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 15.

30 Budi Irawanto, Film, Ideologi, dan Militer: Hegemoni Militer dalam Sinema Indonesia, hal 13.

31 Aep Kusnawan, Komunikasi dan Penyiaran Islam, (Bandung:

Benang Merah Press, 2004), hal. 95.

menyaksikan.

Menurut Burhan Bungin, fungsi utama komunikasi massa salah satuny adalah social learning, yaitu media massa bertugas memberikan pendidikan sosial atau pencerahan-pencerahan kepada seluruh masyarakat di mana komunikasi massa itu berlangsung.32 Hal ini juga selaras dengan teori belajar sosial menurut Badura yaitu, kita belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan dan peneladanan (modeling). Dalam teori ini ada empat tahap proses belajar sosial, yaitu proses perhatian, pengingatan, reproduksi, motoris, dan motivational.33 Sebagai contoh, ketika menonton film, orang akan melihat tindakkan tokoh atau adegan pemain, melalui mengamatan penonton film diberi rangsangan, kemudian hasil pengamatan disimpan dalam pikiran dan akan kembali lagi ketika seseorang melakukan tindakkan sama seperti apa yang pernah mereka amati, lalu barulah setelah itu sampailah pada proses reproduksi motoris yang menghadirkan kembali perilaku dan tindakan dalam keidupan sesuai dengan apa yang pernah diamatinya, namun proses motivasi

32 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 80

33 Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remadja Karya, 2001) hal. 240.

juga mempengaruhi kondisi personal manusia.34 Dengan menggunakan metode belajar sosial ini, penyampaian pesan moral atau dakwah yang dilakukan oleh film akan lebih efektif. Karena film mempunyai kelebihan bermain pada sisi emosional, ia mempunyai pengaruh yang lebih tajam untuk memainkan emosi pemirsa. Berbeda dengan buku yang memerlukan daya piker aktif dan penonton bersifat yang pasif. Hal ini tentunya dikarenakan sajian film adalah sajian yang siap dinikmati.

B. Analisis Naratif

1. Definisi Analisis Naratif

Narasi berasal dari kata Latin narre, yang artinya

“membuat tahu”. Dengan demikian, narasi berkaitan dengan upaya untuk memberitahu sesuatu atau peristiwa.

Pada dasarnya sebuah narasi adalah cerita, cerita yang didasarkan pada suatu kejadian atau peristiwa. Di dalam kejadian itu ada tokoh, dan tokoh ini mengalami atau menghadapi suatu atau serangkaian konflik atau pertikaian. Kejadian, tokoh, konflik ini merupakan unsur pokok sebuah narasi, dan ketiganya secara kesatuan bisa disebut plot atau alur, maka dengan demikian narasi adalah cerita berdasarkan alur.35

34 Asep S. Muhtadi, dkk., Dakwah Kontemporer, (Bandung: Pusdai Press, 2000) hal. 97.

35 Alex Sobur, Komunikasi Naratif Paradigma, Analisis, dan Aplikasi, hal 5.

Analisis naratif kerap digunakan untuk membongkar maksud ideologis sebuah karya, yang bermanfaat untuk menjelajahi teks-teks media dan menemukan ideologi dibalik struktur cerita tersebut, biasanya teks yang menjadi analisis naratif adalah film dan program televisi. Menggunakan analisis naratif berarti menempatkan teks sebagai sebuah cerita (narasi) sesuai dengan karakteristik di atas. Teks dilihat sebagai rangkaian peristiwa, logika, dan tata urutan peristiwa, bagian dari peristiwa yang akan dipilih dan dibuang.

Menurut Braston dan Stafford, teori narasi mencoba memahami tanda dan hubungan yang mengatur bagaimana cerita dibentuk secara berurutan. Hal ini memungkinkan khalayak untuk terlibat dan masuk kedalam cerita tersebut.36 Teori narasi terdiri atas empat, yaitu:

a. Narasi menurut Tzvetan Todorov, suatu cerita memiliki alur awal, tengah, dan akhir.

b. Narasi menurut Vladimir Propp, suatu cerita memiliki klasifikasi karakter tokoh.

c. Narasi menurut Levis Strauss, suatu cerita memiliki sifat-sifat oposisi.

d. Narasi menurut Joseph Campbell, membahas hubungan narasi dengan mitos.

36 Gill Braston dan Roy Stafford, The Media Student’s, (London and New York: Routledge, 2003), hal. 32.

Keempat narasi tersebut menjelaskan bahwa pesan yang disampaikan dalam sebuah cerita narasi merupakan sebuah cara bagaimana cerita yang disampaikan melalui media yang dapat dimengerti banyak orang. Penggunaan analisis narasi memiliki beberapa kelebihan yaitu pertama, memiliki sebuah pengetahuan, makna dan nilai yang diproduksi yang disebarkan dalam masyarakat.

Dalam sebuah cerita akan mudah di mengerti bahkan menarik sekalipun tergantung pada pembawaan cerita, yang sulit ditebak atau sebaliknya. Kedua, kelebihan penggunaan analisis narasi terlihat kepada pembaca atau penonton bagaimana situasi sosial yang akan diceritakan dalam pandangan tertentu sehingga membantu kita mengetahui kekuatan serta nilai sosial yang dominan dalam masyarakat. Ketiga, sebuah narasi memungkinkan seseorang menyelidiki hal-hal yang tersembunyi yang

Dalam sebuah cerita akan mudah di mengerti bahkan menarik sekalipun tergantung pada pembawaan cerita, yang sulit ditebak atau sebaliknya. Kedua, kelebihan penggunaan analisis narasi terlihat kepada pembaca atau penonton bagaimana situasi sosial yang akan diceritakan dalam pandangan tertentu sehingga membantu kita mengetahui kekuatan serta nilai sosial yang dominan dalam masyarakat. Ketiga, sebuah narasi memungkinkan seseorang menyelidiki hal-hal yang tersembunyi yang

Dokumen terkait