• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I. PENDAHULUAN

1.2 Tinjauan Pustaka

Istilah “pariwisata” untuk pertama kalinya digunakan oleh Presiden

Soekarno dalam suatu percakapan dari istilah asing tourism. Menurut Soekadijo pariwisata adalah segala kegiatan dalam masyarakat yang berhubungan dengan wisatawan. Semua kegiatan membangun hotel, pemugaran cagar budaya, pembuatan pusat rekreasi, penyelenggaraan pecan pariwisata, penyediaan angkutan umum dan sebagainya semua itu disebut kegiatan pariwisata sepanjang kegiatan-kegiatan itu semua dapat diharapkan wisatawan akan datang (Soekadijo,1997:2). Soekadijo (1996: 2), memberikan pendapat bahwa kegiatan wisata diciptakan untuk dapat memberikan hasil yang diinginkan, yaitu mendatangkan banyak pengunjung atau wisatawan karena mereka berhasil

“dipuaskan” kebutuhannya atas kegiatan kunjungan tersebut. Kepuasan itu berupa rasa senang, rasa tenang, rasa aman ketika di berada di tempat yang dituju. Kepuasan setiap orang itu berbeda-beda, ada yang ketika sampai di sebuah destinasi wisata orang itu merasa sangat puas atas hasil karena sesuai dengan apa yang di bayangkan sebelumnya dan ada juga yang merasa tidak puas karena tidak sesuai dengan apa yang di bayangkan sebelumnya.

Pariwisata adalah perpindahan sementara yang dilakukan manusia dengan tujuan keluar dari pekerjaan-pekerjaan rutin, keluar dari tempat kediamannya. Aktivitas dilakukan selama mereka tinggal ditempat yang dituju dan fasilitas dibuat untuk keluar dari keadaan biasanya dan ini dipengaruhi dari keberadaan ekonomi, fisik dan kesejahteraan sosial wisatawan yang akan melakukan kegiatan wisata (Happy Marpaung 2002:13). Daerah yang potensial menjadi daerah tujuan

pariwisata di daerah tujuan wisata diantaranya adalah objek wisata sebagai daya tarik wisata (seperti lansekap pantai), dan prasarana wisata (seperti hotel, rumah makan, dan fasilitas penunjang lainnya). Pembangunan merupakan suatu usaha responsive manusia terhadap lingkungannya, apakah itu lingkungan sosial, ekonomi ataupun lingkungan alam lainnya. Esensi dari pembangunan itu adalah menciptakan (sesuatu yang berguna) yang belum ada menjadi ada dan meningkatkan yang telah ada. Selain itu tujuan ahkir dari pembangunan itu adalah untuk manusia karna manusia adalah subjek dan objek pembangunan tersebut (Astrid, 1984).

Antara pariwisata dengan kebudayaan memiliki hubungan yang dapat dijelaskan berdasarkan dari cerita (Pendit, 2003:15) menjelaskan bahwa hubungan antara pariwisata dan kebudayaan berawal dari rasa ingin tahu seseorang dimana perasaan ini menjadi faktor pendorong orang untuk melakukan perjalanan (berwisata). Lebih lanjut dilakukan penyimpulan bahwa makin banyak orang yang melakukan perjalanan, makin bertambah pula pengalaman serta pengetahuannya, kemudian berlanjut pada bertambahnya keberanian. Bambang Sunaryo (2013:77-80), mengatakan Secara teoritis pola manajemen dari penyelenggaraan pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan akan dapat dengan mudah dikenali melalui berbagai ciri penyelenggaraan yang berbasis pada prinsip- prinsip sebagai berikut ini Parisipasi masyarakat terkait, Keterlibatan segenap pemangku kepentingan, Kemitraan kepemilikan lokal, Pemanfaatan sumber daya secara berlanjut, Mengakomodasikan aspirasi masyarakat, Daya dukung lingkungan, Monitor dan evaluasi program,

Akuntabilitas lingkungan, Pelatihan pada masyarakat terkait, Promosi dan advokasi nilai budaya kelokalan.

Hubungan antara Antropologi dan dunia pariwisata adalah untuk membahas aspek-aspek budaya masyarakat sebagai aset dalam dunia pariwisata. Kajian teori dan konsep-konsep Antropologi terutama dalam melestarikan aspek budaya masyarakat dan sekaligus mengkaji aspek tersebut sebagai aspek pariwisata dalam upaya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat tanpa merusak makna dan nilai aspek budayanya.

Antropologi Pariwisata memiliki fokus intens pada masalah pariwisata dari segi sosial budaya. Adapun sosial budaya dalam hal ini adalah sistem sosial dan sistem budaya yang berkembang dalam konteks pariwisata. Pariwisata merupakan pertemuan antara berbagai sistem sosial dan sistem budaya yang saling mempengaruhi. Pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai mahluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religo, seni dan lain-lain yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Tujuh unsur kebudayaan sebagaimana diungkapkan oleh (Koentjaningrat 1966) menyatakan bahwa kebudayaan terdiri atas tujuh aspek penting yang saling berkaitan satu sama lain, adapun unsur-unsur tersebut adalah bahasa, religi, sistem

pengetahuaan, sistem teknologi, kesenian, sitem organisasi sosial, dan mata pencaharian.

Koentjaningrat (1966:75) juga mengistilahkan tiga wujud kebudayaan yaitu:

- Wujud kebudayaan sebagai salah satu yang kompleks bersumber dari ide-ide, nilai-nilai, peraturan, gagasan-gagasan, norma-norma dan sebagainya. - Wujud kebudayaan sebagai satu kompleks aktivitas serta tindakan,

perilaku yang berpola dari manusia dalam masyarakat. - Wujud kebudayaan berupa benda-benda hasil karya manusia

Keselarasan antara alam dan lingkungan sangat dibutuhkan antara satu dengan yang lain, dimana di dalamnya terkandung sistem nilai yang disebut kebudayaan, yang mana budaya merupakan pola pikir manusia yang di tuangkan kedalam tingkah lakunya sehari-hari yang menjadi pedoman bagi dirinya yang berasumsikan larangan dan peraturan yang memberikan sangsi bila dilanggar, yang kesemuanya diwujudkan dalam mengelola lingkungan mereka (Spreadly 1972: 38). Interaksi perjalanan yang dikategorikan sebagai pariwisata yang tidak lepas dari unsur-unsur manusia yang saling berhubungan atau berinteraksi satu dengan yang lain. Hal ini disebabkan adanya prasarana-prasarana yang memungkinkan manusia saling berinteraksi secara intensif sehingga menimbulkan kontak-kontak budaya. Oleh karena itu pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan seseorang atau sekelompok orang dari daerah asalnya yang akan menimbulkan adanya interaksi berlangsung ditempat tujuan.

M Baiquni (2011:3), menyebutkan, kata “pariwisata” diidentikkan sebagai

perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari satu tempat ke tempat lain. Atas dasar itu dengan melihat situasi dan kondisi saat ini pariwisata dapat diartikan sebagai suatu perjalanan terencana yang dilakukan secara individu atau kelompok dari satu tempat ke tempat lain dengan tujuan untuk mendapatkan kepuasan dan kesenangan. Selain itu M Baquini (2011:3) juga berpendapat bahwa ada 3 pandangan mengenai pariwisata yaitu: pertama, pariwisata tidak dikenal masyarakat sepenuhnya dan belum dapat diterapkan dalam kehidupan, karena dalam masyarakat tidak ada pembedaan antara waktu luang dengan waktu kerja dikaitkan dengan aktivitas melakukan pekerjaan. Pada prinsipnya, masyarakat agraris memaknai waktu dalam kehidupannya sebagai waktu untuk bekerja guna memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga waktu tidak bekerja itu hanya merupakan bagian dari waktu kerja saja. kedua, pariwisata sudah mulai dikenal oleh sebagian anggota masyarakat, tetapi masih dipandang sebagai hal yang bersifat negatif, bahwa waktu senggang bagi mereka adalah waktu tidak dalam keadaan kerja atau meninggalkan pekerjaan. ketiga, pariwisata sebagai pemanfaatan waktu luang yang dipandang sebagai sebuah hal yang berguna dan memiliki arti, bermanfaat bagi kehidupannya, oleh karena itu jika mereka menggunakannya dengan baik, mereka akan mendapatkan manfaat. Dalam hal ini pariwisata menjadi sebuah kebutuhan hidup yang harus dipenuhi supaya hidupnya lebih baik, Gejala seperti ini terjadi pada masyarakat industrial.

Happy Manurung (2002:19) sesuai perkembangannya, kepariwisataan seharusnya bertujuan memberikan keuntungan baik bagi wisatawan maupun masyarakat setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan yang standar

kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat dari tempat tujuan wisata. Selain itu, perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi, keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata.

I Nyoman Erawan (1994:30-31) mengatakan bahwa keuntungan dan kerugian pariwisata dalam arti sempit hanya mengambil kenikmatan perjalanan dan kunjungan sebagai motivasinya. Sedangkan dalam arti luas mencakup segala macam motivasi tersebut adalah sangat luas dan bervariasi karena pariwisata ini mempunyai pengaruh pada berbagai segi kehidupan orang dan masyarakat baik pada bidang sosial-ekonomi yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, pada bidang politik, kebudayaan maupun lingkungan hidup.

Terkait dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh hadirnya objek wisata di suatu daerah, Parsudi Suparlan (1985; 107) menyatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan pengetahuan manusia sebagai mahluk hidup dan mahluk sosial yang saling berhubungan dalam menciptakan tindakan-tindakan terhadap lingkungannya. Brown (1965) dan Malinowski (1993) dalam Koentjaningrat menjelaskan bahwa perkembangan kajian ekologi manusia keseluruhannya berkaitan dengan hal material, dimana dijelaskan bagaimana keberagaman yang ada saling terintegrasi dan saling menyesuaikan antara satu dengan yang lainnya sehingga terbentuk perubahan yang kompleks secara fungsional.

Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dan para ahli tersebut maka penulis dapat memberikan pengertian pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain yang mempunyai objek dan daya tarik wisata untuk dapat dinikmati sebagai suatu rekreasi atau hiburan

yang mendapatkan kepuasan lahir dan batin. Begitu juga dengan objek wisata Pantai Lumban Binanga di Desa Lumban Binanga yang memiliki ciri-ciri tersebut sehingga tempat ini bisa diartikan sebagai salah satu kawasan wisata yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan lebih lanjut.

Dalam kepemilikan usaha di pantai Lumban Binanga marga Hutajulu menjadikan marga4 ini memiliki ikatan kekuasaan dalam memiliki maupun mengelola pantai Lumban Binanga. Kekuasaan yang ditentukan dari kemargaan yang mereka miliki, membuat hanya marga Hutajulu atau “raja di luati” yang berhak untuk membuka lahan/membangun tempat tinggal di sekitar Pantai Lumban Binanga. Dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata di Pantai Lumban Binanga, masyarakat mengelola tempat wisata tersebut dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Kearifan lokal dapat dipahami sebagai suatu pemahaman kolektif, pengetahuan dan kebijaksanaan yang mempengaruhi suatu keputusan penyelesaian atau penanggungan suatu masalah. Kearifan lokal yang dimaksud dalam hal ini merupakan perwujudan seperangkat pemahaman dan pengetahuan yang mengalami proses perkembangan oleh suatu kelompok masyarakat dari proses dan pengalaman panjang dalam berinteraksi dalam suatu sistem dan dalam ikatan hubungan yang saling menguntungkan (Purba, 2002). Indonesia mempunyai banyak etnik dan suku bangsa, dimana setiap etnik dan

4

Marga adalah landasan munculnya Dalihan Natolu, yang menjadi dasar fundamental hubungan sosial dan adat batak.struktur kemasyarakatan batak dapat dilihat dari struktur marga, marga juga menjadi dasar mendirikan huta, marga raja mempunyai hak atas tanah, pemimpin huta, dll.(Bungaran Antonius Simanjuntak,2006)

suku bangsa mempunyai sistem dan pendekatannya tersendiri. Artinya banyak tempat wisata di Indonesia yang dikelola oleh berbagai macam etnik dan suku bangsa yang menggunakan sistes pengetahuan tradisional tersendiri bahkan telah melahirkan inovasi pengembangan pariwisata di Indonesia yang unik berbasis adat dan budaya setempat.

Kedekatan manusia secara fisik dan emosional dengan lingkungan sumberdaya alam serta terjadinya interaksi dalam suatu sistem yang menghasilkan proses dan hasil proses yang saling berkaitan kemudian saling memberi dan mengambil kemanfaatan satu dengan yang lainnya dalam kurun waktu yang lama telah melahirkan pengetahuan mengenai sumber daya alam itu sendiri yang pada gilirannya pengetahuan tersebut melahirkan kearifan lokal. Hasil proses interaksi yang menghasilkan pemahaman yang mendalam dengan didasari saling ketergantungan telah mendorong manusia menemukan bentuk penyikapan terhadap alam dan lingkungan yang paling ideal. Dalam tataran ini manusia menemukan apa yang disebut dengan kearifan lokal, terutama terkait penyikapan manusia dalam mengelola dan mengembangkan sumber daya alam. Sama halnya dengan cara masyarakat lokal dalam mengelola potensi wisata yang ada di daerahnya. Jika pariwisata di daerahnya dikelola dengan baik dengan tidak merusak lingkungan tersebut maka akan membuat nilai jual wisata itu tinggi dan hubungan timbal baliknya lingkungan tetap terjaga keasliannya.

Dokumen terkait