• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proses menua merupakan proses normal yang dimulai sejak pembuahan dan berakhir pada kematian. Sepanjang hidup tubuh berada dalam keadaan dinamis, ada pembangunan dan ada perusakan. Pada saat pertumbuhan, proses pembangunan lebih banyak daripada proses perusakan. Setelah tubuh secara faali mencapai tingkat kedewasaan, proses perusakan secara berangsur akan melebihi proses pembangunan. Inilah saatnya terjadi proses menua atau aging. Proses menua ditandai dengan peningkatan kehilangan jaringan aktif tubuh berupa otot-otot tubuh yang disertai dengan perubahan dalam fungsi organ tubuh seperti jantung, otak, ginjal dan hati (Almatsier et al. 2011)

Pengertian lansia dibedakan menjadi dua macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansa biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah 2011).

World Health Organization (WHO) diacu dalam Komnas Lansia (2008) mengelompokkan usia lanjut ke dalam kelompok berikut: 45-59 tahun sebagai kelompok usia menengah (middle age), 60-74 tahun sebagai usia lanjut (elderly), 75-90 tahun sebagai usia tua (old) dan 90 tahun ke atas sebagai kelompok usia sangat tua (very old).

Sarapan Pagi

Sarapan merupakan salah satu waktu makan yang paling penting, namun seringkali dilewatkan. Aktivitas yang tinggi dan terbatasnya waktu selalu menjadi alasan utama untuk mengorbankan sarapan pagi. Sarapan mempunyai banyak manfaat positif, yaitu dapat memulihkan cadangan energi dan kadar gula darah, sehingga bisa beraktivitas dengan baik. Selain memberikan energi, sarapan juga dpat mencegah terjadinya penyakit maag. Sebab saat malam hari sekitar 8 hingga 10 jam lambung itu kosong dan harus segera diisi lagi pada pagi hari agar asam lambung tidak merusak dinding lambung (Fauzi 2009).

Khomsan (2005) menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dapat dilakukan antara pukul 06.00-08.00 namun waktu ini bukan acuan keharusan. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi. Terdapat dua manfaat sarapan. Pertama, sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang normal, gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, sarapan akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya berbagai proses fisiologis dalam tubuh. Sedangkan menurut Martianto (2006), sarapan dilakukan teratur setiap hari pukul 06.00-09.00. Idealnya sarapan memenuhi seperempat hingga setengah kebutuhan energi dan zat gizi sehari.

Makanan sarapan

Sarapan sebaiknya mengonsumsi makanan lengkap yakni yang mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Adapun jenis makanan yang dapat dijadikan sebagai menu sarapan antara lain (Sianturi 2002).

1. Susu. Susu dapat dijadikan sebagai menur sarapan karena susu mengandung zat gizi dan kalori yang cukup lengkap. Namun, untuk mencukupi 25 persen dari total kalori per hari makan susu harus dikombinasikan dengan makanan lainnya seperti biskuit, sandwich, roti dan sebagainya.

2. Biskuit. Biskuit dapat digunakan sebagai alternatif makanan sarapan. Untuk memenuhi 25 persen dari total kalori, biskuit dapat dikombinasikan dengan telur rebus dan jus buah.

3. Sereal. Umumnya sereal mengandung zat gizi yang cukup lengkap. Sereal dapat pula dikombinasikan dengan roti, biskuit dan sandwich.

4. Buah-buahan. Buah-buahan adalah sumber vitamin, mineral, dan serat yang baik. Buah-buahan dapat dikonsumsi secara langsung atau dibuat jus sebagai pelengkap sarapan. Selain itu, buah dapat pula dimakan saat di perjalanan atau ketika tiba di sekolah atau tempat kerja.

5. Roti. Roti dapat disajikan dalam bentuk sandwich atau roti isi selai ataupun keju sebagai menu sarapan. Roti memiliki nilai kalori yang cukup tinggi serta dapat pula dikombinasikan dengan jus buah.

6. Telur. Telur adalah sumber protein yang baik. Telur mengandung zat gizi lengkap, antara lain kolin, vitamin E, A, B6, asam folat, B12, dan kolesterol.

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi, keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran akibat penggunaannya oleh tubuh. Jika tubuh mendapatkan asupan makanan dalam kualitas dan kuantitas yang terpenuhi, maka orang tersebut akan mendapatkan status gizi yang optimal (Sediaoetama 2008).

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Baik pada status gizi kurang maupun gizi lebih terjadi gangguan gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kebiasaan makan yang salah, gigi-geligi yang tidak baik, dan kelainan struktur saluran cerna (Almatsier 2006).

Menurut Gibson (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan keadaan kesehatan. Konsumsi pangan dan keadaan kesehatan dipengaruhi oleh faktor pertanian, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Faktor pertanian meliputi lahan, sarana produksi, tenaga kerja, teknik budidaya, pola pertanaman, perangsang berproduksi dan pascapanen. Faktor ekonomi meliputi pendapatan, pengeluaran pangan, pengeluaran bukan pangan, dan lapangan kerja. Faktor sosial budaya meliputi pendidikan, pengetahuan gizi, pengetahuan kesehatan dan kebiasaan makan. Faktor lingkungan meliputi biologis, kimia dan fisik.

Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat, yaitu antropometri, biokimia, klinis dan dietetik (Fatmah 2010). Salah satu metode yang umum digunakan pada masyarakat adalah metode antropometri. Metode ini sering digunakan karena prosedurnya yang sederhana, aman, mudah dan relatif

murah. Pengukuran metode antropometri merupakan metode yang tepat dan akurat karena dapat dibakukan. Antropometri merupakan indikator yang cukup sensitif dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah ada ambang batas yang jelas (Supariasa et al. 2002).

Pengukuran antropometri secara luas digunakan untuk menilai status gizi yang berfokus pada berbagai dimensi dan berbagai aspek komposisi tubuh manusia pada berbagai umur dan derajat gizi yang berbeda. Keuntungan dari pengukuran antropometri adalah dapat mengidentifikasi keadaan gizi ringan, sedang, dan buruk, sederhana, aman, cocok untuk sampel yang besar, dan memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau yang tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003)

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Penggunaan IMT hanya berlaku bagi orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Selain itu, IMT juga tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, aitesis dan hepatomegalia (Supariasa et al. 2002). Nilai IMT diperoleh dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Berikut klasifikasi status gizi menurut International Obesity Task Force (IOTF) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks massa tubuh menurut

International Obesity Task Force (IOTF)

IMT (Kg/m2) Status <18.5 Underweight 18.5-22.9 Normal ≥ 23.0 Overweight 23.0-24.9 At Risk 25.0-29.9 Obese I >30.0 Obese II Sumber : WHO (2000)

Hasil studi baru-baru ini menunjukkan bahwa banyak populasi Asia memiliki proporsi lemak tubuh yang lebih tinggi dibanding ras Kaukasoid pada usia, jenis kelamin, dan IMT yang sama. WHO telah merevisi cut off point IMT pada tahun 2005 dengan menekankan pada resiko kesehatan yang dapat ditimbulkan. Tabel 2 berikut disajikan klasifikasi IMT menurut WHO (2005).

Tabel 2 Kriteria IMT menurut WHO (2005) IMT (Kg/m2) Status Resiko Kesehatan <14.9 Sangat kurus Resiko penyakit

defisiensi gizi 15.0-18.4 Kurus

18.5-22.9 Normal Resiko rendah

23.0-27.5 Gemuk Resiko sedang

27.6-40.0 Obese I Resiko tinggi >40.0 Obese II

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2006). Menurut Kusharto dan Sa’adiyah (2008) konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.

Konsumsi pangan ditentukan oleh produksi pangan, daya beli dan kebiasaan makan sedangkan kemampuan menggunakan zat gizi ditentukan oleh kondisi tubuh. Sedangkan menurut Harper et.al. (1986) dalam Sukandar (2008) konsumsi pangan seseorang atau kelompok dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ada empat faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari, yaitu produksi pangan untuk keperluan rumah tangga, pengeluaran uang untuk pangan rumah tangga, pengetahuan gizi, dan tersedianya pangan.

Hardinsyah dan Briawan (1994) diacu dalam Imanuddin (2012) menyatakan bahwa banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu diantaranya faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio budaya dan religi yang ada di suatu daerah. Selain itu faktor kesehatan individu juga berpengaruh dalam konsumsi pangan, serta faktor fisiologis individu juga sangat menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh individu.

Survei konsumsi pangan adalah kegiatan survei yang dilakukan untuk mengumpulkan data konsumsi pangan individu/keluarga. Tujuan melakukan survei konsumsi pangan antara lain untuk mengetahui jumlah konsumsi pangan dan asupan gizi dan untuk mengetahui konsumsi pangan-pangan tertentu seperti daging, garam, gula, alkohol, dan zat non gizi. Berdasarkan jenis data yang diperoleh, dalam survei konsumsi pangan terdapat dua metode yang digunakan yaitu metode kualitatif dan metode kuantitatif (Nasoetion & Damayanthi 2008).

Menurut Supariasa et al. (2002) metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran makanan (food list). Metode secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung asupan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode yang umum digunakan dalam survei konsumsi pangan terdiri jangka pendek (24 hours food recall, dietary record) dan jangka panjang (Food Frequency Quesioner) (Fatmah 2010).

Metode Food Recall 24 Jam

Metode Food Recall 24 jam dilakukan dengan mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi biasanya diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah, dan tidak memakan waktu banyak (Kusharto & Sa’adiyyah 2008).

Pengukuran pangan jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang

intake harian indvidu (Gibson 2005).

Menurut Fatmah (2010) keunggulan dari metode food recall 24 jam meliputi keandalan cukup tinggi, sehingga dapat diterapkan pada populasi dengan etnik yang berbeda-beda, tidak harus bisa membaca dan menulis, penolakan responden kemungkinannya kecil dan teknik wawancara tidak mengubah atau menambah pada konsumsi makanan. Sedangkan kekurangan metode ini adalah memerlukan keterampilan pewawancara yang tinggi dan ukuran porsi sulit untuk diestimasi secara akurat atau tepat.

Metode Food Record

Pencatatan pangan (food record) dilakukan dengan mencatat segala makanan dan minuman serta suplemen vitamin dan mineral maupun suplemen makanan lainnya yang dikonsumsi dari pagi sampai menjelang pagi (24 jam) dengan porsi atau ukuran rumah tangga yang dikonsumsi. Pencatatan pangan dilakukan dengan cara responden mencatat makanan, minuman dan suplemen yang dikonsumsi termasuk ukuran secara berurutan atau tidak (Widjajanti 2009)

Metode food record merupakan metode yang paling akurat untuk metode survei konsumsi pangan tingkat keluarga. Namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu: mahal, perlu partisipasi yang tinggi dari responden, pola konsumsi pangan rumah tangga bisa berubah (Kusharto & Sa’adiyyah 2008).

Kecukupan Zat Gizi

Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Sandjaja et al. 2009).Kecukupan gizi yang dianjurkan pada lansia dapat bertambah atau berkurang, beradaptasi dengan individu yang tergantung pada berat badan, umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis, dan tingkat kegiatan kerja. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) mengelompokkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk usia 50-64 tahun dan diatas 65 tahun adalah sebagai berikut :

Tabel 3 Angka kecukupan zat gizi untuk lansia per orang per hari

Zat Gizi

Angka Kecukupan Gizi

Pria Wanita

50-64 tahun >65 tahun 50-64 tahun >65 tahun Energi (Kal) Protein (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg) 2250 60 800 600 600 9 2050 60 800 600 600 9 1750 50 800 600 500 75 1600 45 800 600 500 75 Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004)

Kecukupan gizi usia lanjut berbeda dengan usia muda karena pada usia lanjut terjadi perubahan fisiologis dan psikososial sebagai akibat dari proses menua (Depkes 2003). Pada dasarnya tidak ada jenis makanan yang spesifik untuk lansia. Namun untuk menentukan jenis diet pada lansia harus

memperhatikan kondisi kesehatan, penurunan kemampuan mencerna makanan, serta perubahan selera makan (Wirakusumah 2000).

Energi

Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan yang menentukan nilai energinya. Keseimbangan energi dicapai apabila energi yang masuk kedalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Kekurangan energi menyebabkan berat badan kurang dan berat badan seharusnya (ideal), sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga terjadi kegemukan. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau kalori (Almatsier 2006).

Energi yang dibutuhkan lansia berbeda dengan energi yang dibutuhkan oleh dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan. Selain itu, energi juga dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun organ-organ dalam tubuh agar bisa tetap berfungsi dengan baik walaupun fungsinya tidak sebaik seperti saat masih muda (Fatmah 2010).

Protein

Protein adalah substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Protein dalam makanan di dalam tubuh akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim dan sel darah merah. Bagi lansia asupan protein total yang dibutuhkan manusia akan menurun sesuai dengan perubahan usia seseorang. Hal ini terkait dengan penurunan fungsi sel-sel tubuh manusia. Akan tetapi ada beberapa sumber yang menyatakan bahwa kebutuhan asupan protein cenderung tetap karena proses regenarasi tubuh akan terus berlajan sesuai laju regenerasi sel yang terjadi (Fatmah 2010).

Bahan makanan hewan merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tahu dan tempe serta kacang-kacangan lainnya. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu tertinggi (Almatsier 2006).

Vitamin

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Usia tidak meningkatkan kebutuhan vitamin A dan tidak menurunkan absopsinya. Bahkan hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa absorpsi dan penyimpanan vitamin A pada usia lanjut lebih efisien daripada usia muda (Whitney & Rolfes 1999 diacu dalam Almatsier et al. 2011). Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia yang berpengaruh dalam pencegahan kanker, terutama kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan kantung kemih serta berperan dalam pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung. Selain itu, vitamin A berperan dalam pertumbuhan sel, perkembangan tulang dan sel epitel dalam pertumbuhan gigi (Almatsier 2006).

Sumber vitamin A yang sudah terbentuk (performed) hanya terdapat pada pangan hewani seperti hati, minyak hati ikan, kuning telur sebagai sumber utama. Sayuran terutama berdaun hijau dan buah berwarna kuning-jingga mengandung karetenoid provitamin A (Gibson 2005). Kekurangan atau kelebihan vitamin A akan menimbulkan efek samping atau penyakit. Kelebihan vitamin A akan menyebabkan toksisitas dan jarang terjadi pada usia lanjut, sedangkan kekurangan vitamin A akan menyebabkan respons kekebalan yang menurun (sering terkena penyakit infeksi), terhambatnya perkembangan mental dan yang lebih parah adalah terjadinya xeroftalmia (Fatmah 2010).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Pada lansia, vitamin C bermanfaat menghambat berbagai penyakit. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melindungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi sel darah putih, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan mencegah penyakit gusi (Fatmah 2010). Kekurangan vitamin C dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu pemulihan luka yang lambat, kulit kasar, iritasi dan gigi mudah lepas. Sumber – sumber vitamin C dapat diperoleh dari sayur-sayuran dan buah- buahan (Hoeger & Hoeger 2005).

Mineral

Meskipun tampak sehat, kekurangan sebagian vitamin dan mineral tetap saja berlangsung pada lansia. Kebutuhan energi yang menurun tidak seiring dengan penurunan kebutuhan vitamin dan mineral, bahkan kebutuhan vitamin dan mineral cenderung sama atau meningkat. Rendahnya status mineral pada

lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang tidak cukup, perubahan fisiologis dan pengobatan (Harris 2000).

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu sekitar 1,5-2% atau 1 kg dari berat badan orang dewasa. Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Kemampuan absorpsi kalsium juga lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan akan menurun saat sudah tua (Almatsier 2006). Kalsium penting untuk pembentukan tulang dan menjaga agar tulang tetap kuat. Asupan kalsium yang cukup setiap hari dapat mencegah terjadinya osteoporosis di kemudian hari. Makanan kaya kalsium adalah susu dan hasil olahannya seperti keju dan yogurt, ikan teri dan ikan yang dimakan dengan tulangnya misalnya ikan duri lunak (Almatsier et al. 2011).

Fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh seperti klasifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa (Almatsier 2006). Kekurangan fosfor dapat menyebabkan nyeri pada tulang bahkan dapat menyebabkan patah tulang, kehilangan berat badan dan mudah lelah (Hoeger & Hoeger 2005).

Status Kesehatan

Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas) (Depkes 2008). Penyakit atau gangguan kesehatan pada orang usia lanjut umumnya berupa penyakit-penyakit kronik-menahun dan degeneratif, seperti penyakit hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis, demensia, gangguan jantung, gangguan pencernaan, gangguan pernapasan, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, gangguan pengunyahan dan sebagainya. Selain itu, pada usia lanjut di Indonesia penyakit-penyakit infeksi akut juga masih sering terjadi, misalnya infeksi saluran pernapasan atas (radang tenggorokan, influenza) atau infeksi saluran pernapas bawah (pneumonia, tbc), infeksi saluran kemih, infeksi kulit (Rahardjo et al. 2009).

Menurut Bloem (1979) diacu dalam Notoatmojo (2003) bahwa kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu faktor keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan. Faktor-faktor tersebut disamping berpengaruh langsung kepada kesehatan juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Sukarni

(1994) diacu dalam Masturoh (2012) berpendapat bahwa faktor perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan masyarakat. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara dinamis dan berhubungan dengan faktor-faktor kependudukan, sosial budaya, ekologi sumberdaya alam dan ekonomi.

Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat dan ada lansia mengidap penyakit kronis. Disamping itu sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri. Sementara sebagian lain masih sangat tergantung pada belas kasihan orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka tergolong aktif biasanya berbeda dengan orang dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan mereka. Hal tersebut memunculkan istilah Lansia Risiko Tinggi (High Risk Elderly) dengan kriteria (a) usia diatas 80 tahun, (b) hidup sendiri, (c) depresi, (d) gangguan intelektual, (e) jatuh beberapa kali, (f) inkontinensia urin, dan (g) di masa lalu tidak dapat menyesuaikan diri (Arisman 2007).

Daya Tahan Jantung Paru

Kebugaran fisik (physical fitness) adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat melakukan aktivitas fisik lainnya. Seseorang yang merasa sehat belum tentu bugar sebab untuk dapat mengerjakan tugas sehari-hari seseorang tidak hanya bebas dari penyakit saja tetapi juga dituntut memiliki kebugaran (Irianto 2000).

Daya tahan jantung paru adalah kemampuan jantung, paru, dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada waktu kerja dalam mengambil O2 secara maksimal (VO2 maksimal) dan menyalurkannya ke seluruh tubuh terutama jaringan aktif, sehingga dapat digunakan untuk proses metabolisme tubuh (Fatmah 2010). Kondisi kebugaran seseorang merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat kesehatannya. Pada seorang yang

Dokumen terkait