• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasan Sarapan, Status Gizi, Status Kesehatan dan Daya Tahan Jantung Paru Lansia Peserta Senam Terpadu Lansia di Kota Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kebiasan Sarapan, Status Gizi, Status Kesehatan dan Daya Tahan Jantung Paru Lansia Peserta Senam Terpadu Lansia di Kota Bogor"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIASAAN SARAPAN, STATUS GIZI, STATUS KESEHATAN

DAN DAYA TAHAN JANTUNG PARU LANSIA PESERTA SENAM

TERPADU LANSIA DI KOTA BOGOR

NILAM BETARINA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

and Lung Endurance of The Participants of Elderly Exercises Activity in Bogor. Supervised by CLARA M KUSHARTO

Elderly is the last phase of human life cycle, in this phase occurred many changes physically and mentally (Soejono et al. 2000). Breakfast and exercise can contribute energy to increase heart and lung endurance. The study aimed to identify breakfast habits, nutritional status, health status and heart and lung endurance of the participants of elderly exercises activity in Bogor. Cross sectional study was applied in this study. A total number of 30 elderly exercises activity in Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI), Bogor was actively participated in this study. The study showed that 66.7% elderly always do breakfast. In terms of nutritional status of both groups (male and female), 60.0% belongs to normal category, obese 36.7% and underweight 3.3%. The health status between male and female elderly are considered high but the female’s medium heart and lung endurance status is much higher than the male respondents. Statistical analysis by Spearman correlation test showed that there was no significant relationship exist between breakfast habits with nutritional status, breakfast habits with heart and lung endurance, and health status with heart and lung endurance (p>0.05), but nutritional status with heart and lung endurance showed significant relationship (p<0.05).

(3)

RINGKASAN

NILAM BETARINA. Kebiasaan Sarapan, Status Gizi, Status Kesehatan dan Daya Tahan Jantung-Paru Lansia Peserta Senam Terpadu Lansia di Kota Bogor. Dibawah bimbingan CLARA M KUSHARTO

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kebiasaan sarapan, status gizi, status kesehatan dan daya tahan jantung paru lansia peserta senam terpadu lansia di Kota Bogor. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi karakteristik lansia peserta senam terpadu, (2) mempelajari kebiasaan sarapan lansia peserta senam terpadu, (3) mengukur status gizi lansia peserta senam terpadu, (4) mengidentifikasi status kesehatan lansia peserta senam terpadu, (5) mengukur daya tahan jantung paru lansia peserta senam terpadu, (6) menganalisis hubungan kebiasaan sarapan dengan status gizi lansia, dan (7) menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan, status gizi, dan status kesehatan dengan daya tahan jantung paru lansia.

Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Lansia dalam penelitian ini adalah lanjut usia yang berusia ≥60 tahun yang merupakan peserta senam terpadu lansia. Teknik penarikan contoh menggunakan kriteria inklusi yaitu berusia ≥60 tahun, sehat, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, dapat berkomunikasi dengan baik, bersedia diwawancara sebagai responden dan merupakan peserta Senam Terpadu Lansia, sedangkan kriteria ekslusinya adalah bungkuk dan mengalami gangguan pendengaran kemudian diperoleh lansia sebanyak 30 orang.

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari dua data, yaitu data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi karakteristik lansia (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan, besar keluarga, status pernikahan dan living arrangement), kebiasaan sarapan, konsumsi pangan, status gizi, status kesehatan dan daya tahan jantung paru. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data keadaaan umum Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI). Tahapan pengolahan data dimulai dari pemasukan data (entry), pengkodean (coding), pengeditan data (editing), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan analisis. Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2010 dan Statistical Product and Service Solutions (SPSS) versi 16,0 for Windows. Hubungan antar variabel dianalisis dengan menggunakan uji korelasi Spearman dan uji beda menggunakan

Independent Sample t-Test.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia (83.3%) berada pada kisaran usia usia 60-74 tahun, sedangkan (16.7%) lansia berada pada kisaran usia 75-90 tahun. Dari 30 orang lansia, diperoleh lansia laki-laki sebanyak 14 orang dan lansia perempuan sebanyak 16 orang. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh lansia adalah perguruan tinggi, baik lansia laki-laki maupun perempuan sebagian besar sudah pensiun dari pekerjaannya dan sumber pendapatan terbesar diperoleh dari dana pensiunan. Sebanyak 70,0% lansia termasuk dalam keluarga kecil (≤4 orang) dan memiliki status pernikahan menikah dengan persentase tertinggi (80.0%). Untuk living arrangement, lansia lebih banyak memilih untuk tinggal bersama baik dengan suami, anak, cucu, ataupun keluarga lain. Berdasarkan hasil wawancara, lansia dengan status menikah memilih tinggal dengan suami/istri mereka dalam satu rumah.

(4)

mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeliaran di dalam tubuh (Kurniadi 2010). Menurut Handoko (2002) motivasi adalah suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia, yang menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya. Berdasarkan hasil penelitian, (71.8%) lansia melakukan senam dengan alasan kesehatan.

Kebiasaan sarapan lansia tergolong baik karena sebagian besar lansia (66.7%) selalu melakukan kegiatan sarapan pagi dengan waktu sarapan 07.00-08.00 WIB. Lansia memilih jenis makanan nasi+lauk pauk sebagai menu sarapan sehari-hari. Uji beda Independent Sample t-Test menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara frekuensi sarapan pada lansia laki-laki dan perempuan (p>0.05). Makanan sarapan pada lansia laki-laki dapat memberikan kontribusi energi (30.1%), protein (27.8%), kalsium (84.9%), fosfor (37,7%), vitamin A (17.2%) dan vitamin C (2.6%) terhadap asupan total. Sedangkan pada lansia perempuan makanan sarapan menyumbangkan kontribusi energi (29.5%), protein (24.6%), kalsium (98.2%), fosfor (38.3%), vitamin A (16.4%) dan vitamin C (1.5%). Uji beda Independent Sample t-Test

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara asupan protein makanan sarapan pada lansia laki-laki dan perempuan (p<0.05).

Status gizi pada peserta senam terpadu lansia sebagian besar termasuk dalam kategori status gizi normal (60.0%) dan sisanya termasuk dalam kategori

obese (36.7%). Uji beda Independent Sample t-Test menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara status gizi lansia laki-laki dan perempuan (p>0.05). Sebagian besar lansia (66.7%) mengalami lebih dari satu jenis keluhan dalam satu bulan terakhir. Keluhan kesehatan yang ditanyakan pada penelitian ini antara lain sering buang air besar, susah buang air kecil, pegal-pegal, pusing, sering buang air kecil, tangan/kaki kesemutan dan gatal/alergi. Jenis penyakit infeksi yang paling banyak diderita lansia adalah influenza dengan persentase pada lansia laki-laki 30.0% dan 18.2% pada lansia perempuan sedangkan penyakit non infeksi yang paling banyak diderita oleh lansia adalah hipertensi dan diabetes. Lama sakit lansia (33.3%) adalah 1-3 hari dengan frekuensi sakit 1 kali/bulan. Uji beda Independent Sample t-Test

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara lama sakit, frekuensi sakit, dan status kesehatan pada lansia laki-laki dan perempuan (p>0.05). Tindakan pengobatan yang dipilih lansia yaitu melalui rumah sakit (58.3%) merupakan persentase tertinggi.

(5)

KEBIASAAN SARAPAN, STATUS GIZI, STATUS KESEHATAN

DAN DAYA TAHAN JANTUNG PARU LANSIA PESERTA SENAM

TERPADU LANSIA DI KOTA BOGOR

NILAM BETARINA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)

Judul Skripsi : Kebiasan Sarapan, Status Gizi, Status Kesehatan dan Daya Tahan Jantung Paru Lansia Peserta Senam Terpadu Lansia di Kota Bogor

Nama : Nilam Betarina

NIM : I14080096

Menyetujui : Dosen Pembimbing

(Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, M. Sc) NIP 19510719 198403 2 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

(Dr. Ir. Budi Setiawan, MS) NIP 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kebiasaan Sarapan, Status Gizi, Status Kesehatan dan Daya Tahan Jantung Paru Lansia Peserta Senam Lansia di Kota Bogor”. Skripsi ini merupakan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Keluarga tercinta Papa, Mama, Ami dan Hasya yang senantiasa memberikan do’a, dukungan moril dan materil, cinta serta kasih sayangnya. 2. Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, M. Sc selaku dosen pembimbing yang

senantiasa membimbing, memberikan saran, masukan, dan dorongan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, MS selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik kepada penulis

4. Dr. Ir. Budi Setiawan, MS selaku dosen pembimbing akademik

5. Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI), Ibu Aisyah, Bapak Dadang, serta para Ibu dan Bapak peserta Senam Lanjut Usia tercinta atas kesediaan, kerja sama dan bantuannya selama penelitian.

6. Komisi Pendidikan Departemen Gizi Masyarakat IPB yang telah banyak membantu penulis selama menempuh pendidikan S1.

7. Sahabat-sahabat dan orang tersayang Raden Dibi Irnawan, Ade Ayu Rahmawati, Junaida Astina, Diana Mardhiah, Lina Aminah, Ratna Mutu Manikam, Aprilia Pitriani, Ana Khovifah, Desi Setianingsih, teman-teman satu bimbingan skripsi Azni Ratnarosada, A Nur Rahmah, Rahman Setiawan, Mely Khoirul, Ai Kustiani dan teman-teman kosan Triregina atas dukungan semangat dan kebersamaannya

8. Teman-teman Gizi Masyarakat 45 dan teman-teman yang selama ini telah mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Bogor, Januari 2013

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 7 Mei 1991. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Agus Nurmansyah dan Ibu Abnaenah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Perumnas V Tangerang pada tahun 2002. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 9 Tangerang dan lulus tahun 2005. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di Sekolah Indonesia Bangkok, Thailand dan lulus pada tahun 2008.

Penulis diterima di Jurusan Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota divisi

(9)

DAFTAR ISI

Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian... ... 21

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh... ... 21

Jenis dan Cara Pengumpulan Data... ... 21

Pengolahan dan Analisis Data... 22

Definisi Operasional... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN... 29

Gambaran Umum Lokasi... 29

Karakteristik Lansia... . 30

Usia dan Jenis Kelamin... ... 30

(10)

Pekerjaan ... 32

Sumber Pendapatan ... 32

Besar Keluarga ... 33

Status Pernikahan ... 33

Living Arrangement ... 34

Motivasi Mengikuti Senam ... 34

Kebiasaan Sarapan... ... 35

Frekuensi Sarapan... ... 35

Waktu Sarapan... ... 37

Jenis Makanan Sarapan... ... 38

Asupan dan Kontribusi Sarapan... 40

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi... 41

Status Gizi ... 44

Status Kesehatan... ... 46

Jenis Penyakit Infeksi dan Non Infeksi... 47

Lama dan Frekuensi Sakit... 48

Skor Morbiditas ... 49

Tindakan Pengobatan... ... 50

Daya Tahan Jantung Paru... 51

Hubungan Antar Variabel... ... 53

Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Status Gizi... 53

Hubungan Kebiasaan Sarapan dengan Daya Tahan Jantung Paru... 53

Hubungan Status Gizi dengan Daya Tahan Jantung Paru... ... 54

Hubungan Status Kesehatan dengan Daya Tahan Jantung Paru... ... 54

KESIMPULAN DAN SARAN... .... 55

Kesimpulan... . 55

Saran... . 56

DAFTAR PUSTAKA... ... 57

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks massa tubuh menurut

International Obesity Task Force (IOTF) ... 7

2 Kriteria IMT menurut WHO (2005) ... 8

3 Angka kecukupan zat gizi untuk lansia per orang per hari ... 10

4 Variabel dan indikator penelitian... ... 22

5 Kategori daya tahan jantung paru berdasarkan nilai VO2 max ... 25

6 Variabel dan indikator data yang dianalisis ... 26

7 Sebaran lansia berdasarkan usia dan jenis kelamin ... 31

8 Sebaran lansia berdasarkan tingkat pendidikan... ... 31

9 Sebaran lansia berdasarkan pekerjaan... ... 32

10 Sebaran lansia berdasarkan sumber pendapatan... ... 33

11 Sebaran lansia berdasarkan besar keluarga... ... 33

12 Sebaran lansia berdasarkan status pernikahan ... 33

13 Sebaran lansia berdasarkan living arrangement ... 34

14 Motivasi lansia mengikuti senam ... 35

15 Sebaran lansia berdasarkan frekuensi sarapan ... 35

16 Sebaran lansia berdasarkan waktu sarapan ... 37

17 Sebaran lansia berdasarkan jenis makanan sarapan ... 38

18 Rata-rata sumbangan energi dan zat gizi makanan sarapan terhadap Asupan dan kecukupan lansia... ... 40

19 Rata-rata asupan dan tingkat kecukupan energi dan zat gizi lansia... . 42

20 Sebaran lansia berdasarkan jenis kelamin dan status gizi... ... 45

21 Sebaran lansia berdasarkan keluhan kesehatan... ... 46

22 Sebaran lansia berdasarkan penyakit infeksi dan non infeksi... ... 47

23 Sebaran lansia berdasarkan lama dan frekuensi sakit.. ... 48

24 Sebaran lansia berdasarkan status kesehatan... ... 49

25 Sebaran lansia berdasarkan tindakan pengobatan ... 51

26 Sebaran lansia berdasarkan jenis kelamin dan VO2 max ... 51

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran kebiasaan sarapan, status gizi, kesehatan dan

daya tahan jantung paru lansia peserta Senam Terpadu Lansia di Kota

Bogor... ... 20

2 Sebaran lansia berdasarkan frekuensi sarapan dan usia ... 36

3 Sebaran lansia berdasarkan waktu sarapan dan usia ... 37

4 Sebaran lansia berdasarkan jenis makanan sarapan dan usia ... 39

5 Sebaran lansia berdasarkan status gizi dan usia ... 45

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Nilai p hasil uji beda kebiasaan sarapan ... 63 2 Nilai p hasil uji beda tingkat kecukupan energi dan zat gizi ... 63 3 Nilai p hasil uji beda status gizi, lama dan frekuensi sakit, status

kesehatan dan daya tahan jantung paru... ... 63 4 Nilai p hasil uji korelasi status gizi dan status kesehatan dengan daya

tahan jantung paru ... 63 5 Nilai p hasil uji korelasi kebiasaan sarapan dengan status gizi dan daya

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Angka harapan hidup manusia Indonesia semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Keadaan ini membuat populasi orang berlansia di Indonesia semakin tinggi. Menurut laporan WHO (World Health Organization) pada tahun 1998, angka harapan hidup orang Indonesia meningkat dari 65 tahun (1997) menjadi 73 tahun (2025). Kondisi ini akan menempatkan Indonesia pada urutan ke-3 yang memiliki populasi lansia terbanyak di dunia pada tahun 2020 (Bangun 2005). Menurut Bapenas (2008) jumlah lansia pada tahun 2025 diproyeksikan akan mencapai angka 62,4 juta jiwa. Bahkan, jika menggunakan model proyeksi penduduk PBB, jumlah lansia pada 2050 menjadi dua kali lipat atau sekitar 120 juta jiwa lebih. Jumlah lansia yang semakin meningkat ini memerlukan perhatian lebih terutama dalam hal kesehatan.

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental, khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Perubahan penampilan fisik sebagian dari proses penuan normal, seperti rambut yang mulai memutih, kerut-kerut ketuaan di wajah, berkurangnya ketajaman panca indera, serta kemunduran daya tahan tubuh (Soedjono et al. 2000). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia menjadi 4 yaitu: usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) 60 -74 tahun, usia tua (old) 75 – 90 tahun dan usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun (Komnas Lansia 2008).

Perubahan secara mental banyak terjadi pada saat seseorang memasuki masa lansia seperti pikun, depresi, kesedihan, dan merasa dikucilkan. Keadaan jiwa yang bersifat negatif dapat mempercepat memburuknya keadaan fisiologis tubuh. Secara tidak langsung, buruknya kondisi kejiwaan ini akan menurunkan selera makan dan frekuensi makan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada kesehatan gizi dan status kesehatan tubuh (Astawan & Wahyuni 1988).

(15)

akan beberapa zat gizi yang diperlukan seperti protein, vitamin, lemak dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya fisiologis dalam tubuh dan efektif dalam peningkatan kebugaran. Sarapan pagi akan menyumbangkan sekitar 25% energi untuk beraktivitas. Jumlah ini signifikan untuk mempengaruhi kebutuhan energi dan zat gizi (Khomsan 2005).

Kebugaran merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat kesehatan individu. Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) kebugaran tubuh adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa kelelahan dan masih mempunyai cadangan energi untuk melakukan aktivitas lain. Kebugaran dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kebugaran yang berhubungan dengan kesehatan (health related fitness) dan kebugaran yang berhubungan dengan keterampilan (skill related fitness).

Salah satu komponen kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan (health related fitness) yaitu daya tahan jantung paru (cardiorespiratory endurance) (Haskell & Kierman 2000). Daya tahan jantung paru adalah kemampuan jantung, paru, dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada waktu kerja dalam mengambil O2 secara maksimal (VO2 maksimal) dan menyalurkannya ke seluruh tubuh terutama jaringan aktif, sehingga dapat digunakan untk proses metabolisme tubuh (Fatmah 2010).

Untuk menjaga kondisi lansia tetap bugar salah satu cara yang dapat dilakukan adalah olahraga. Jenis olahraga yang bisa dilakukan pada lansia antara lain adalah senam lansia. Aktivitas olahraga ini akan membantu tubuh tetap bugar dan segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal, dan membantu menghilangkan radikal bebas di dalam tubuh (Sukartini & Nursalam 2009). Dapat dikatakan bugar dengan perkataan lain mempunyai kesegaran jasmani yang baik bila jantung dan peredaran darah baik sehingga tubuh seluruhnya dapat menjalankan fungsinya dalam waktu yang cukup lama (Sumosardjuno 1998).

(16)

kesehatan dan hubungannya dengan tingkat kebugaran lansia, terutama daya tahan jantung paru lansia peserta senam terpadu lansia di kota Bogor.

Tujuan Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari kebiasaan sarapan, status gizi, status kesehatan dan daya tahan jantung paru lansia peserta senam terpadu lansia di kota bogor.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik lansia peserta senam terpadu 2. Mempelajari kebiasaan sarapan lansia peserta senam terpadu 3. Mengukur status gizi lansia peserta senam terpadu

4. Mengidentifikasi status kesehatan lansia peserta senam terpadu 5. Mengukur daya tahan jantung paru lansia peserta senam terpadu 6. Menganalisis hubungan kebiasaan sarapan dengan status gizi lansia 7. Menganalisis hubungan antara kebiasaan sarapan, status gizi dan status

kesehatan dengan daya tahan jantung paru lansia Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan dengan status gizi lansia 2. Terdapat hubungan antara kebiasaan sarapan, status gizi dan status

kesehatan dengan daya tahan jantung paru lansia Kegunaan Penelitian

(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Menua dan Lanjut Usia

Proses menua merupakan proses normal yang dimulai sejak pembuahan dan berakhir pada kematian. Sepanjang hidup tubuh berada dalam keadaan dinamis, ada pembangunan dan ada perusakan. Pada saat pertumbuhan, proses pembangunan lebih banyak daripada proses perusakan. Setelah tubuh secara faali mencapai tingkat kedewasaan, proses perusakan secara berangsur akan melebihi proses pembangunan. Inilah saatnya terjadi proses menua atau aging. Proses menua ditandai dengan peningkatan kehilangan jaringan aktif tubuh berupa otot-otot tubuh yang disertai dengan perubahan dalam fungsi organ tubuh seperti jantung, otak, ginjal dan hati (Almatsier et al. 2011)

Pengertian lansia dibedakan menjadi dua macam, yaitu lansia kronologis (kalender) dan lansia biologis. Lansia kronologis mudah diketahui dan dihitung, sedangkan lansa biologis berpatokan pada keadaan jaringan tubuh. Individu yang berusia muda tetapi secara biologis dapat tergolong lansia jika dilihat dari keadaan jaringan tubuhnya. Lanjut usia merupakan proses alamiah dan berkesinambungan yang mengalami perubahan anatomi, fisiologis dan biokimia pada jaringan atau organ yang pada akhirnya mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Fatmah 2011).

World Health Organization (WHO) diacu dalam Komnas Lansia (2008) mengelompokkan usia lanjut ke dalam kelompok berikut: 45-59 tahun sebagai kelompok usia menengah (middle age), 60-74 tahun sebagai usia lanjut (elderly), 75-90 tahun sebagai usia tua (old) dan 90 tahun ke atas sebagai kelompok usia sangat tua (very old).

Sarapan Pagi

(18)

Khomsan (2005) menegaskan bahwa dengan melakukan sarapan dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan total energi harian. Sarapan dapat dilakukan antara pukul 06.00-08.00 namun waktu ini bukan acuan keharusan. Sebagai bagian dari pola makan, sarapan dapat disesuaikan dengan ritme dimulainya aktivitas pagi. Terdapat dua manfaat sarapan. Pertama, sarapan dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang normal, gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, sarapan akan memberikan kontribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya berbagai proses fisiologis dalam tubuh. Sedangkan menurut Martianto (2006), sarapan dilakukan teratur setiap hari pukul 06.00-09.00. Idealnya sarapan memenuhi seperempat hingga setengah kebutuhan energi dan zat gizi sehari.

Makanan sarapan

Sarapan sebaiknya mengonsumsi makanan lengkap yakni yang mengandung semua unsur gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Kandungan gizi yang seimbang terdiri dari karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Adapun jenis makanan yang dapat dijadikan sebagai menu sarapan antara lain (Sianturi 2002).

1. Susu. Susu dapat dijadikan sebagai menur sarapan karena susu mengandung zat gizi dan kalori yang cukup lengkap. Namun, untuk mencukupi 25 persen dari total kalori per hari makan susu harus dikombinasikan dengan makanan lainnya seperti biskuit, sandwich, roti dan sebagainya.

2. Biskuit. Biskuit dapat digunakan sebagai alternatif makanan sarapan. Untuk memenuhi 25 persen dari total kalori, biskuit dapat dikombinasikan dengan telur rebus dan jus buah.

3. Sereal. Umumnya sereal mengandung zat gizi yang cukup lengkap. Sereal dapat pula dikombinasikan dengan roti, biskuit dan sandwich.

(19)

5. Roti. Roti dapat disajikan dalam bentuk sandwich atau roti isi selai ataupun keju sebagai menu sarapan. Roti memiliki nilai kalori yang cukup tinggi serta dapat pula dikombinasikan dengan jus buah.

6. Telur. Telur adalah sumber protein yang baik. Telur mengandung zat gizi lengkap, antara lain kolin, vitamin E, A, B6, asam folat, B12, dan kolesterol.

Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi, keadaan kesehatan yang dipengaruhi oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi dan pengeluaran akibat penggunaannya oleh tubuh. Jika tubuh mendapatkan asupan makanan dalam kualitas dan kuantitas yang terpenuhi, maka orang tersebut akan mendapatkan status gizi yang optimal (Sediaoetama 2008).

Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Baik pada status gizi kurang maupun gizi lebih terjadi gangguan gizi yang disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kebiasaan makan yang salah, gigi-geligi yang tidak baik, dan kelainan struktur saluran cerna (Almatsier 2006).

Menurut Gibson (2005) faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi adalah konsumsi pangan dan keadaan kesehatan. Konsumsi pangan dan keadaan kesehatan dipengaruhi oleh faktor pertanian, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Faktor pertanian meliputi lahan, sarana produksi, tenaga kerja, teknik budidaya, pola pertanaman, perangsang berproduksi dan pascapanen. Faktor ekonomi meliputi pendapatan, pengeluaran pangan, pengeluaran bukan pangan, dan lapangan kerja. Faktor sosial budaya meliputi pendidikan, pengetahuan gizi, pengetahuan kesehatan dan kebiasaan makan. Faktor lingkungan meliputi biologis, kimia dan fisik.

Penilaian Status Gizi

(20)

murah. Pengukuran metode antropometri merupakan metode yang tepat dan akurat karena dapat dibakukan. Antropometri merupakan indikator yang cukup sensitif dalam mengidentifikasi status gizi karena sudah ada ambang batas yang jelas (Supariasa et al. 2002).

Pengukuran antropometri secara luas digunakan untuk menilai status gizi yang berfokus pada berbagai dimensi dan berbagai aspek komposisi tubuh manusia pada berbagai umur dan derajat gizi yang berbeda. Keuntungan dari pengukuran antropometri adalah dapat mengidentifikasi keadaan gizi ringan, sedang, dan buruk, sederhana, aman, cocok untuk sampel yang besar, dan memberikan informasi tentang riwayat gizi masa lampau yang tidak dapat diperoleh (dengan tingkat kepercayaan yang sama) dengan menggunakan teknik penilaian lainnya (Riyadi 2003)

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Penggunaan IMT hanya berlaku bagi orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Selain itu, IMT juga tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, aitesis dan hepatomegalia (Supariasa et al. 2002). Nilai IMT diperoleh dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Berikut klasifikasi status gizi menurut International Obesity Task Force (IOTF) disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks massa tubuh menurut

International Obesity Task Force (IOTF)

IMT (Kg/m2) Status

<18.5 Underweight

18.5-22.9 Normal

≥ 23.0 Overweight

23.0-24.9 At Risk

25.0-29.9 Obese I

>30.0 Obese II

Sumber : WHO (2000)

(21)

Tabel 2 Kriteria IMT menurut WHO (2005) IMT (Kg/m2) Status Resiko Kesehatan <14.9 Sangat kurus Resiko penyakit

defisiensi gizi 15.0-18.4 Kurus

18.5-22.9 Normal Resiko rendah

23.0-27.5 Gemuk Resiko sedang

27.6-40.0 Obese I Resiko tinggi >40.0 Obese II

Konsumsi Pangan

Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi. Kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor seperti umur, jenis kelamin, berat badan, iklim, dan aktivitas fisik (Almatsier 2006). Menurut Kusharto dan Sa’adiyah (2008) konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan (dikonsumsi) seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu.

Konsumsi pangan ditentukan oleh produksi pangan, daya beli dan kebiasaan makan sedangkan kemampuan menggunakan zat gizi ditentukan oleh kondisi tubuh. Sedangkan menurut Harper et.al. (1986) dalam Sukandar (2008) konsumsi pangan seseorang atau kelompok dipengaruhi oleh berbagai faktor. Ada empat faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari, yaitu produksi pangan untuk keperluan rumah tangga, pengeluaran uang untuk pangan rumah tangga, pengetahuan gizi, dan tersedianya pangan.

Hardinsyah dan Briawan (1994) diacu dalam Imanuddin (2012) menyatakan bahwa banyak hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu diantaranya faktor ekonomi dan harga, serta faktor sosio budaya dan religi yang ada di suatu daerah. Selain itu faktor kesehatan individu juga berpengaruh dalam konsumsi pangan, serta faktor fisiologis individu juga sangat menentukan jenis dan jumlah bahan pangan yang dikonsumsi oleh individu.

(22)

Menurut Supariasa et al. (2002) metode kualitatif digunakan untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan pangan, dan menggali informasi tentang kebiasaan makan. Metode-metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain metode frekuensi makanan (food frequency), metode dietary history, metode telepon, metode pendaftaran makanan (food list). Metode secara kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung asupan zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga (URT), Daftar Konversi Mentah Masak (DKMM), dan Daftar Penyerapan Minyak (DPM). Metode yang umum digunakan dalam survei konsumsi pangan terdiri jangka pendek (24 hours food recall, dietary record) dan jangka panjang (Food Frequency Quesioner) (Fatmah 2010).

Metode Food Recall 24 Jam

Metode Food Recall 24 jam dilakukan dengan mencatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu. Pengukuran konsumsi biasanya diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT, setelah itu baru dikonversikan ke dalam satuan berat. Metode recall ini murah, dan tidak memakan waktu banyak (Kusharto & Sa’adiyyah 2008).

Pengukuran pangan jika hanya dilakukan sebanyak satu kali (1x24 jam) maka data yang diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makan individu. Pengukuran recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut. Pengukuran sebaiknya dilakukan minimal dua kali (2x24 jam) tanpa berturut-turut sehingga dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang

intake harian indvidu (Gibson 2005).

(23)

Metode Food Record

Pencatatan pangan (food record) dilakukan dengan mencatat segala makanan dan minuman serta suplemen vitamin dan mineral maupun suplemen makanan lainnya yang dikonsumsi dari pagi sampai menjelang pagi (24 jam) dengan porsi atau ukuran rumah tangga yang dikonsumsi. Pencatatan pangan dilakukan dengan cara responden mencatat makanan, minuman dan suplemen yang dikonsumsi termasuk ukuran secara berurutan atau tidak (Widjajanti 2009)

Metode food record merupakan metode yang paling akurat untuk metode survei konsumsi pangan tingkat keluarga. Namun demikian metode ini juga mempunyai kelemahan-kelemahan, yaitu: mahal, perlu partisipasi yang tinggi dari responden, pola konsumsi pangan rumah tangga bisa berubah (Kusharto & Sa’adiyyah 2008).

Kecukupan Zat Gizi

Kecukupan gizi merupakan suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, dan kondisi fisiologis khusus untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal (Sandjaja et al. 2009).Kecukupan gizi yang dianjurkan pada lansia dapat bertambah atau berkurang, beradaptasi dengan individu yang tergantung pada berat badan, umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis, dan tingkat kegiatan kerja. Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) mengelompokkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan untuk usia 50-64 tahun dan diatas 65 tahun adalah sebagai berikut :

Tabel 3 Angka kecukupan zat gizi untuk lansia per orang per hari

Zat Gizi

Angka Kecukupan Gizi

Pria Wanita

50-64 tahun >65 tahun 50-64 tahun >65 tahun Energi (Kal)

Sumber : Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004)

(24)

memperhatikan kondisi kesehatan, penurunan kemampuan mencerna makanan, serta perubahan selera makan (Wirakusumah 2000).

Energi

Manusia memerlukan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan yang menentukan nilai energinya. Keseimbangan energi dicapai apabila energi yang masuk kedalam tubuh melalui makanan sama dengan energi yang dikeluarkan. Kekurangan energi menyebabkan berat badan kurang dan berat badan seharusnya (ideal), sedangkan kelebihan energi akan diubah menjadi lemak tubuh sehingga terjadi kegemukan. Satuan energi dinyatakan dalam unit panas atau kalori (Almatsier 2006).

Energi yang dibutuhkan lansia berbeda dengan energi yang dibutuhkan oleh dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan. Selain itu, energi juga dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun organ-organ dalam tubuh agar bisa tetap berfungsi dengan baik walaupun fungsinya tidak sebaik seperti saat masih muda (Fatmah 2010).

Protein

Protein adalah substansi kimia dalam makanan yang terbentuk dari serangkaian atau rantai-rantai asam amino. Protein dalam makanan di dalam tubuh akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim dan sel darah merah. Bagi lansia asupan protein total yang dibutuhkan manusia akan menurun sesuai dengan perubahan usia seseorang. Hal ini terkait dengan penurunan fungsi sel-sel tubuh manusia. Akan tetapi ada beberapa sumber yang menyatakan bahwa kebutuhan asupan protein cenderung tetap karena proses regenarasi tubuh akan terus berlajan sesuai laju regenerasi sel yang terjadi (Fatmah 2010).

(25)

Vitamin

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Usia tidak meningkatkan kebutuhan vitamin A dan tidak menurunkan absopsinya. Bahkan hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa absorpsi dan penyimpanan vitamin A pada usia lanjut lebih efisien daripada usia muda (Whitney & Rolfes 1999 diacu dalam Almatsier et al. 2011). Vitamin A berpengaruh terhadap fungsi kekebalan tubuh pada manusia yang berpengaruh dalam pencegahan kanker, terutama kanker kulit, tenggorokan, paru-paru, payudara dan kantung kemih serta berperan dalam pencegahan dan penyembuhan penyakit jantung. Selain itu, vitamin A berperan dalam pertumbuhan sel, perkembangan tulang dan sel epitel dalam pertumbuhan gigi (Almatsier 2006).

Sumber vitamin A yang sudah terbentuk (performed) hanya terdapat pada pangan hewani seperti hati, minyak hati ikan, kuning telur sebagai sumber utama. Sayuran terutama berdaun hijau dan buah berwarna kuning-jingga mengandung karetenoid provitamin A (Gibson 2005). Kekurangan atau kelebihan vitamin A akan menimbulkan efek samping atau penyakit. Kelebihan vitamin A akan menyebabkan toksisitas dan jarang terjadi pada usia lanjut, sedangkan kekurangan vitamin A akan menyebabkan respons kekebalan yang menurun (sering terkena penyakit infeksi), terhambatnya perkembangan mental dan yang lebih parah adalah terjadinya xeroftalmia (Fatmah 2010).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Pada lansia, vitamin C bermanfaat menghambat berbagai penyakit. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melindungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi sel darah putih, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan mencegah penyakit gusi (Fatmah 2010). Kekurangan vitamin C dapat menimbulkan berbagai penyakit yaitu pemulihan luka yang lambat, kulit kasar, iritasi dan gigi mudah lepas. Sumber – sumber vitamin C dapat diperoleh dari sayur-sayuran dan buah-buahan (Hoeger & Hoeger 2005).

Mineral

(26)

lansia dapat terjadi karena asupan mineral yang tidak cukup, perubahan fisiologis dan pengobatan (Harris 2000).

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu sekitar 1,5-2% atau 1 kg dari berat badan orang dewasa. Densitas tulang berbeda menurut umur, meningkat pada bagian pertama kehidupan dan menurun secara berangsur setelah dewasa. Kemampuan absorpsi kalsium juga lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan akan menurun saat sudah tua (Almatsier 2006). Kalsium penting untuk pembentukan tulang dan menjaga agar tulang tetap kuat. Asupan kalsium yang cukup setiap hari dapat mencegah terjadinya osteoporosis di kemudian hari. Makanan kaya kalsium adalah susu dan hasil olahannya seperti keju dan yogurt, ikan teri dan ikan yang dimakan dengan tulangnya misalnya ikan duri lunak (Almatsier et al. 2011).

Fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh seperti klasifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi, absorpsi dan transportasi zat gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan pengaturan keseimbangan asam-basa (Almatsier 2006). Kekurangan fosfor dapat menyebabkan nyeri pada tulang bahkan dapat menyebabkan patah tulang, kehilangan berat badan dan mudah lelah (Hoeger & Hoeger 2005).

Status Kesehatan

Derajat kesehatan atau status kesehatan adalah tingkat kesehatan perorangan, kelompok atau masyarakat yang diukur dengan angka kematian, umur harapan hidup, status gizi, dan angka kesakitan (morbiditas) (Depkes 2008). Penyakit atau gangguan kesehatan pada orang usia lanjut umumnya berupa penyakit-penyakit kronik-menahun dan degeneratif, seperti penyakit hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis, demensia, gangguan jantung, gangguan pencernaan, gangguan pernapasan, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, gangguan pengunyahan dan sebagainya. Selain itu, pada usia lanjut di Indonesia penyakit-penyakit infeksi akut juga masih sering terjadi, misalnya infeksi saluran pernapasan atas (radang tenggorokan, influenza) atau infeksi saluran pernapas bawah (pneumonia, tbc), infeksi saluran kemih, infeksi kulit (Rahardjo et al. 2009).

(27)

(1994) diacu dalam Masturoh (2012) berpendapat bahwa faktor perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan masyarakat. Faktor-faktor tersebut saling berinteraksi secara dinamis dan berhubungan dengan faktor-faktor kependudukan, sosial budaya, ekologi sumberdaya alam dan ekonomi.

Status kesehatan lansia tidak boleh terlupakan karena berpengaruh dalam penilaian kebutuhan zat gizi. Ada lansia yang tergolong sehat dan ada lansia mengidap penyakit kronis. Disamping itu sebagian lansia masih mampu mengurus diri sendiri. Sementara sebagian lain masih sangat tergantung pada belas kasihan orang lain. Kebutuhan zat gizi mereka tergolong aktif biasanya berbeda dengan orang dewasa sehat. Penuaan tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan mereka. Hal tersebut memunculkan istilah Lansia Risiko Tinggi (High Risk Elderly) dengan kriteria (a) usia diatas 80 tahun, (b) hidup sendiri, (c) depresi, (d) gangguan intelektual, (e) jatuh beberapa kali, (f) inkontinensia urin, dan (g) di masa lalu tidak dapat menyesuaikan diri (Arisman 2007).

Daya Tahan Jantung Paru

Kebugaran fisik (physical fitness) adalah kemampuan seseorang untuk melakukan kerja sehari-hari secara efisien tanpa menimbulkan kelelahan yang berlebihan sehingga masih dapat melakukan aktivitas fisik lainnya. Seseorang yang merasa sehat belum tentu bugar sebab untuk dapat mengerjakan tugas sehari-hari seseorang tidak hanya bebas dari penyakit saja tetapi juga dituntut memiliki kebugaran (Irianto 2000).

(28)

Agar aktivitas fisik yang dilakukan bermanfaat bagi kebugaran tubuh periu memperhatikan takaran yang tercakup dalam konsep FIT (Frequency-Intensity- Time) (Irianto 2004).

1. Frequency adalah banyaknya sesi latihan persatuan waktu, untuk memperoleh kebugaran seseorang perIu berlatih 3-5 kali/minggu, sebaiknya dikerjakan secara berselang, misalnya hari ini berlatih, besok istirahat, lusa berlatih dan seterusnya. Bagi mereka yang diam saja mengikuti program latihan cukup berlatih 3 kali/minggu, sedangkan bagi mereka yang sudah terbiasa berolahraga berlatihlah 5 kali/ minggu. 2. Intensity adalah kualitas latihan yang ditandai dengan berbagai indikator

antara lain kenaikan detak jantung. Detak jantung pada saat berlatih untuk meningkatkan kebugaran harus memasuki training-zone yakni antara 60 s.d 85% detak jantung maksimal. Misalnya seorang berusia 20 tahun berlatih untuk memperbaiki tingkat kebugarannya maka pada saat berlatih detak jantungnya harus mencapai 60% 20) s.d 90% (220-20) = 120 hingga 180 detak/ menit.

3. Time disebut juga durasi yakni waktu yang diperlukan untuk setiap sesi latihan.

VO2 Maksimum

Kemampuan menggunakan oksigen oleh tubuh merupakan kunci yang menentukan penggunaan bahan bakar tubuh dan keberhasilan berprestasi. VO2 maximum adalah volume maksimal O2 yang diproses oleh tubuh pada saat melakukan latihan yang intensif. Peningkatan intensitas latihan dapat meningkatkan kecepatan bernapas sehingga membuat konsumsi oksigen juga meningkat (Mackenzie 1997). VO2 max umumnya digunakan sebagai indikator untuk menentukan kemampuan aerobik, dimana kemampuan aerobik akan berkaitan erat dengan sistem kardiorespirasi dalam usaha penyediaan oksigen dan kemampuan untuk menggunakan oksigen tersebut dalam tubuh, sehingga dalam hal ini peran fisioterapi sangat penting dalam memberikan latihan terhadap kebugaran untuk peningkatan VO2 max (Susanto 2010).

(29)

melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum menjadi lelah dibandingkan dengan orang yang mempunyai VO2 max yang rendah (Nurcahyo 2008).

Denyut jantung

Denyut jantung adalah jumlah jantung berdetak setiap satu menit. Denyut akan meningkat pada saat orang berolahraga dan menurun pada saat orang istirahat. Denyut jantung adalah gerak yang tidak sadar dan orang tidak dapat mengontrolnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi denyut jantung antara lain umur, jenis kelamin, makanan yang dikonsumsi, emosi, suhu tubuh, faktor lingkungan dan kebiasaan merokok (Hoeger & Hoeger 2005)

Denyut nadi diukur dengan menghitung jumlah denyut pada pergelangan tangan selama satu menit. Kecepatan normal denyut nadi (dalam setiap menit) pada orang dewasa yaitu 600 sampai 80 kali per menit (Pearce 2006). Orang dengan jantung yang bugar akan memompa lebih banyak darah tiap denyutnya sehingga jumlah denyut menjadi dibawah normal. Orang yang tidak bugar dan memulai program latihan, denyut jantung istirahat akan menurun sekitar 10 sampai 15 kali per menit.

Kebutuhan oksigen saat latihan intensif membuat jantung bekerja lebih keras sehingga akan mempercepat denyut jantung. Denyut jantung maksimum setiap orang berbeda-beda dan akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Denyut jantung maksimum dapat diperkirakan dengan rumus (220 – umur). Ambang yang aman adalah bila aktivitas olahraga hanya mencapai 70% - 85% dari denyut jantung maksimal yang disebut sebagai target zone. Seseorang dengan umur 70 tahun denyut jantung maksimalnya adalah 220 - 70 = 150/menit, maka hanya boleh berolahraga sampai denyut jantung sub maksimal, dengan perhitungan (220 - 70) x 70 - 85% = 105 - 127 kali permenit (Susanto 2010).

Senam Lansia

(30)

dan ketahanan otot, kelenturan dan komposisi badan yang seimbang (Suhardo 2004). Sehingga mengikuti olahraga ini efek minimalnya adalah lansia merasa berbahagia senantiasa bergembira, bisa tidur lebih nyenyak, pikiran tetap segar (Widianti & Proverawati 2010).

Manfaat Senam Lansia

Menurut Brick (2001) diacu dalam Senja (2010) manfaat dari senam lansia bagi kesehatan fisik antara lain:

1. Mengenai Jantung. Ketika beban kerja otot meningkat, tubuh akan menanggapi dengan meningkatkan jumlah oksigen yang dikirim ke otot dan jantung. Sebagai akibatnya, detak jantung dan frekuensi pernafasan meningkat sampai memenuhi kebutuhannya. Tubuh akan berkeringat dan membakar kalori dan lemak. Saat melakukan latihan jantung akan memompa lebih bamyak darah pada setiap detakan sehingga membantu mengirim oksigen pada otot yang bekerja. Jaringan-jaringan yang ada didalam tubuh bekerja sama untuk membantu meningkatkan kondisi kesegaran tubuh.

2. Kekuatan Otot. Agar menjadi lebih kuat, otot-otot harus dilatih melebihi normalnya. Intensitas latihan beragam dari latihan berintensitas rendah sampai berintensitas tinggi. Dengan latihan ini akan mempertahankan kekuatan otot.

3. Daya Tahan Otot. Senam membantu meningkatkan daya tahan otot dengan cara melakukan gerakan-gerakan ringan, seperti: melompat-lompat, mengangkat lutut, dan menendang, sehingga tubuh menjadi kuat. Tubuh yang seimbang akan mengurangi risiko terluka.

4. Kelenturan. Kelenturan adalah gerakan yang berada disekeliling sendi. Setelah menyelesaiakan latihan, peregangan akan membantu meningkatkan kelenturan dan membantu sirkulasi darah kembali ke jantung.

(31)

Manfaat lain mengenai senam lansia menurut Widianti dan Proverawati (2010) adalah sebagai berikut:

1. Membantu tubuh agar tetap bugar dan tetap segar karena melatih tulang tetap kuat, mendorong jantung bekerja optimal dan membantu menghilangkan radikal bebas yang berkeluaran di dalam tubuh

2. Menghambat proses degeneratif/penuaan 3. Meningkatkan imunitas dalam tubuh manusia

(32)

KERANGKA PEMIKIRAN

Lansia adalah tahap akhir siklus hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tak dapat dihindarkan dan akan di alami oleh setiap individu. Pada tahap ini individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah dimilikinya. Kondisi ini membuat konsumsi pangan terganggu sehingga dapat mempengaruhi kesehatan lansia.

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok dengan tujuan tertentu. Tujuan mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh. Faktor karakteristik lansia (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan, besar keluarga, status pernikahan dan living arrangement) merupakan hal-hal yang mempengaruhi konsumsi pangan individu. Asupan gizi yang cukup sangat dibutuhkan untuk mencapai ketahanan fisik dan kondisi tubuh yang prima. Status kesehatan adalah situasi kesehatan yang dialami oleh seseorang dan penyakit yang diderita merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan keadaan kesehatan seseorang. Konsumsi pangan dan status kesehatan merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi status gizi seseorang.

Sarapan memberikan beberapa manfaat penting yang dapat diperoleh oleh lansia. Pertama, sarapan pagi menyumbangkan karbohidrat yang berguna untuk meningkatkan kadar gula darah. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi dapat memberikan konstribusi penting akan beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh seperti protein, vitamin, dan mineral. Ketersediaan zat gizi ini bermanfaat untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh.

(33)
(34)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah cross sectional study yaitu seluruh variabel diamati pada saat yang bersamaan pada waktu penelitian berlangsung. Pemilihan tempat dan contoh dilakukan secara purposive, yaitu lansia dari enam kecamatan di Bogor. Lansia tersebut adalah peserta Senam Terpadu Lansia yang tergabung dalam Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni hingga Agustus 2012.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Penentuan populasi yang akan dijadikan contoh dalam penelitian atas dasar pertimbangan: (1) Dapat memberikan gambaran tentang karakteristik lanjut usia, (2) Kemudahan dalam akses pengambilan data dan (3) Kegiatan Senam Terpadu Lansia ini dilakukan pada hari sabtu setiap minggu di Plaza Balaikota Bogor. Total contoh dalam penelitian adalah 54 orang, dengan masing-masing 15 orang lansia laki-laki dan 39 orang lansia perempuan. Kriteria inklusi yang ditetapkan adalah contoh berusia ≥60 tahun, sehat, dapat diukur tinggi badan dan berat badannya, dapat berkomunikasi dengan baik, bersedia diwawancara sebagai responden dan merupakan peserta Senam Terpadu Lansia, sedangkan kriteria ekslusinya adalah bungkuk dan mengalami gangguan pendengaran. Lansia yang tidak termasuk dalam kriteria inklusi sebanyak 14 orang dan 10 orang lansia tidak melengkapi data yang dibutuhkan sehingga didapatkan 30 orang lansia yang dijadikan contoh yaitu 14 orang lansia laki-laki dan 16 orang lansia perempuan.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

(35)

Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data primer

No Variabel Indikator Cara pengumpulan data

1 Karakteristik

Pengukuran VO2 max Melakukan tes jalan

sejauh 1 mil (1,609 km)

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah secara deskriptif dan statistik dengan menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS versi 16.0 for windows.

(36)

kecukupan zat gizi, status gizi, status kesehatan dan daya tahan jantung paru antara lansia laki-laki dan perempuan. Sedangkan uji korelasi Spearman

digunakan untuk mencari hubungan kebiasaan sarapan dan status gizi, kebiasaan sarapan, status gizi, status kesehatan dengan daya tahan jantung paru.

Konsumsi pangan lansia diketahui melalui metode food recall 2 x 24 jam. Data konsumsi pangan yang diperoleh dikonversikan untuk menentukan energi dan zat gizi lansia yang terdiri atas protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan fosfor dengan menggunakan Daftar Konsumsi Bahan pangan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994):

KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan pangan –j Bj = Berat makan –j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan pangan ke-j BDDj = Bagian bahan pangan -j yang dapat dimakan

Untuk menghitung tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein yang dikoreksi dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok umur) digunakan rumus sebagai berikut :

AKGI = (Ba/Bs) x AKG Keterangan :

AKGI = Angka kecukupan gizi lansia Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan patokan (kg)

AKG = Angka kecukupan gizi yang dianjurkan WNPG (2004)

Perhitungan tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein menggunakan rumus di bawah ini :

TKG = (K/AKGI) x 100% Keterangan :

TKG = Tingkat kecukupan konsumsi gizi K = Konsumsi gizi (food recall 2 x 24 jam) AKGI = Angka kecukupan gizi lansia

(37)

mineral menggunakan rumus seperti pada tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein.

Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein dikelompokan menjadi lima kategori, yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG), dan lebih (≥120% AKG) (Depkes 1996). Tingkat kecukupan konsumsi vitamin dan mineral dikelompokan menjadi dua, yaitu defisit (<77% AKG) dan cukup (≥77% AKG) (Gibson 2005).

Status gizi ditentukan dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan kuadrat dari tinggi badan (m2), IMT diklasifikasikan berdasarkan kategori WHO (2005) yaitu underweight (<18.5), normal (18.5-22.9), overweight (23.0-27.5) dan obese (>27.5).

Status kesehatan dilihat berdasarkan ada tidaknya lansia yang sakit dalam satu bulan terakhir meliputi keluhan kesehatan, jenis penyakit, lama sakit, dan frekuensi sakit serta tindakan pengobatan. Keluhan kesehatan dibagi menjadi tiga kategori yaitu tidak ada, terdapat 1 jenis keluhan, terdapat lebih dari 1 jenis keluhan. Keluhan kesehatan yang ditanyakan antara lain sering buang air besar, susah buang air kecil, pegal-pegal, pusing, sering buang air kecil, tangan/kaki kesemutan dan gatal/alergi. Jenis penyakit yang diteliti mencakup penyakit infeksi dan non infeksi. Lama sakit dikategorikan berdasarkan BPS (2000) yaitu 1-3 hari, 4-7 hari, 8-14 hari dan >14 hari. Frekuensi sakit dikelompokan menjadi 1 kali/bulan, 2 kali/bulan dan ≥3 kali/bulan. Skor mobiditas diperoleh dengan mengalikan lama hari sakit dengan frekuensi sakit untuk setiap jenis penyakit, seperti rumus berikut (Dijaissyah 2011):

Skor Morbiditas = Lama hari sakit x Frekuensi sakit

Skor morbiditas dikategorikan menurut interval kelas Sugiyono (2009) menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi (40-60). Tindakan pengobatan yang ditanyakan pada penelitian ini adalah tindakan pengobatan melalui puskesmas, rumah sakit, obat warung dan obat tradisional/jamu.

Daya tahan jantung paru diukur dengan menggunakan metode tes jalan 1 mil (1.609 km). Lansia yang akan dites diminta untuk menempuh jarak sejauh 1.609 km dengan berjalan kaki. Persiapan sebelum tes atau sehari sebelum tes yaitu lansia tidak boleh melakukan aktivitas fisik yang melelahkan dan makan teratur. Prosedur tes jalan 1 mil (1.609 km) yaitu:

(38)

2. Lakukan pengukuran berat badan sebelum tes

3. Gunakan stopwatch untuk menentukan total waktu tempuh jalan kaki dan denyut jantung pada saat latihan

4. Lakukan tes jalan kaki pada lintasan 1 mil (1.609 km)

5. Setelah selesai melakukan tes, cek waktu yang ditempuh dan hitung denyut nadi selama 10 detik, kemudian hasil tersebut dikalikan dengan 6 untuk mengetahui denyut jantung saat latihan.

6. Waktu tempuh dikonversikan dari menit dan detik menjadi detik.

7. Untuk menghitung VO2 maksimum dalam ml/kg/min digunakan rumus sebagai berikut (Hoeger & Hoeger 2005):

VO2 Maksimum = 88.786 – (0.0957 x BB dalam pounds) + (8.892 x JK) – (1.4537 x waktu tempuh dalam menit) – (0.1194 x denyut nadi setelah tes)

Hasil dari penjumlahan masing-masing data yang dimasukkan kedalam rumus untuk VO2 maksimum kemudian dikategorikan kedalam tingkat daya tahan jantung paru sangat kurang, kurang, sedang, baik, dan sangat baik yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Kategori daya tahan jantung paru berdasarkan nilai VO2 max

JK Usia Sangat

kurang Kurang Sedang Baik

Sangat Baik

Laki-laki

50-59 <17.9 18-24.9 25-37.9 38-42.9 >43 60-69 <15.9 16-22.9 23-35.9 36-40.9 >41 ≥70 ≤12.9 13-20.9 21-32.9 33-37.9 ≥38

Perempuan

(39)

Pengkategorian variabel disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Variabel dan indikator data yang dianalisis

Variabel Kategori Variabel Tingkat Pendidikan 1. Tidak sekolah

2. Tidak tamat SD 3. Tamat SD/sederajat 4. Tamat SMP/sederajat 5. Tamat SMA/sederajat 6. Tamat Perguruan Tinggi

Pekerjaan 1. Tidak bekerja

2. Buruh bangunan, angkut Sumber pendapatan 1. Sosial

2. Anak Status pernikahan 1. Tidak menikah

2. Menikah 3. Cerai hidup 4. Cerai mati

Living arrangement 1. Tinggal sendiri

2. Tinggal bersama (suami, anak, cucu atau keluarga lain)

(40)

Variabel Kategori Variabel Status Gizi (WHO 2005) 1. IMT<18.5 (underweight)

2. IMT 18.5-22.9 (normal) 3. IMT 23.0-27.5 (overweight) 4. IMT >27.5 (obese) Konsumsi pangan lansia

a. Tingkat konsumsi energi dan protein (Depkes 1996)

1. Defisit tingkat berat (<70%) 2. Defisit tingkat sedang (70-79%) 3. Defisit tingkat ringan (80-89%) 4. Normal (90-119%)

2. Terdapat 1 jenis keluhan

3. Terdapat lebih dari 1 jenis keluhan b. Jenis penyakit 1. Infeksi e. Tindakan pengobatan 1. Puskesmas

2. Dokter 3. Obat warung

4. Obat tradisional / jamu

Definisi Operasional

Lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia ≥ 60 tahun baik pria maupun wanita yang memenuhi kriteria sebagai contoh yaitu sehat, tidak bungkuk, tidak mengalami gangguan pendengaran, dapat diukur tinggi dan berat badannya, dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia diwawancara

Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang dijalani oleh lansia, yang diukur dari lamanya pendidikan atau jenjang pendidikan.

Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan lansia untuk mendapatkan uang Sumber pendapatan adalah asal biaya yang diperoleh atau dipergunakan lansia

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

(41)

Besar keluarga adalah banyaknya orang/jiwa yang tinggal dalam satu keluarga dan menjadi tanggung jawab kepala keluarga dalam pemenuhan keperluan sehari-hari

Living arrangement adalah keberadaan tinggal lansia dalam satu rumah, terbagi dua yaitu tinggal sendiri dan tinggal bersama (suami, anak, cucu, atau keluarga lain).

Sarapan adalah kegiatan makan yang dilakukan pada pagi hari dengan susunan hidangan terdiri dari makanan pokok, lauk hewani atau nabati, sayuran, buah dan minuman.

Status gizi adalah keadaan gizi tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan (utilisasi) zat gizi makanan yang ditentukan berdasarkan IMT (kg/m2) dan dihitung dengan membandingkan berat badan (kg) dengan tinggi badan (cm).

Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi lansia yang dapat dilihat dari kebiasaan mengonsumsi jenis-jenis pangan meliputi pangan pokok, pangan hewani, nabati, sayur, dan buah serta tingkat kecukupan energi, protein, vitamin dan mineral yang dihitung melalui perbandingkan konsumsi diperoleh melalui metode food recall 2 x 24 jam

Status kesehatan adalah kondisi kesehatan lansia selama satu bulan terakhir yang diukur berdasarkan keluhan kesehatan, jenis penyakit, frekuensi dan lama sakit serta tindakan pengobatan

Skor morbiditas adalah keadaan atau kondisi tubuh lansia yang dihitung dengan cara mengalikan lama sakit dengan frekuensi sakit untuk setiap jenis penyakit kemudian dikategorikan menjadi rendah (0-19), sedang (20-39) dan tinggi (40-60).

Daya tahan jantung paru adalah kemampuan tubuh lansia memakai oksigen untuk memproduksi energi selama proses olahraga tanpa menimbulkan rasa lelah.

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lembaga Lanjut Usia Indonesia (LLI)

Lembaga Lansia Indonesia yang dibentuk pada tanggal 29 Mei 2000 mempunyai visi untuk menjadikan lembaga ini sebagai mitra pemerintah yang berdaya guna dan berhasil guna untuk menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif dalam mewujudkan lanjut usia yang berkualitas, mandiri dan berguna. Dalam mewujudkan visi tersebut, LLI membuat beberapa misi, yaitu: pertama, meningkatkan kualitas lansia secara berkesinambungan, yang meliputi kesehatan fisik, mental, sosial dan spiritual, pengetahuan dan keterampilan serta jaminan sosial dan kebutuhan hidup. Kedua, mengupayakan kemandirian lansia selama mungkin agar kehidupannya menjadi produktif dan berguna bagi dirinya sendiri, keluarga, kelompok dan masyarakat. Ketiga, meningkatkan keadaan masyarakat untuk menciptakan situasi dan kondisi yang memungkinkan lansia menjadi subyek dalam kehidupan selama mungkin. Keempat, meningkatkan kepedulian masyarakat untuk memberikan pelayanan dan perawatan bagi lansia yang memerlukan, secara manusiawi dan bermartabat.

Lembaga Lanjut Usia terdiri dari 7 bidang yaitu: Bidang Pembinaan Kesra, Bidang Pembinaan Kesehatan Lansia, Bidang Peningkatan SDM Lansia, Bidang Kerohanian dan Keagamaan, Bidang Peningkatan Peran Serta Masyarakat, Bidang Penelitian Pengembangan dan Organisasi dan Bidang Hubungan Dalam dan Luar Negeri.

Bidang pembinaan kesra, LLI mengembangkan dana dan teknologi guna membantu para lansia untuk memperpanjang kemampuan kemandirian sosial dan ekonomi, termasuk perolehan Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk seluruh lanjut usia yang bergerak dibidang formal, informal maupun non formal serta mempermudah akses bagi para lansia dalam pemanfaatan fasititas umum.

Dibidang pembinaan kesehatan, LLI telah mengupayakan pedoman tentang kesehatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta pelayanan terpadu. Bidang ini juga mengupayakan klinik Geriatri, Rehabilitasi Medik Geriatri, mendorong profesionalisme dibidang ilmu dan perawatan Geriatri, mengusahakan kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan serta pelestarian lingkungan hidup dikaitkan dengan kesehatan.

(43)

peran keluarga terhadap anggotanya yang lanjut usia, serta membangun serta meluaskan jaringan kerja dengan generasi muda organisasi masyarakat termasuk melalui RT/RW. Dalam rangka ini dilakukan pilot proyek pengembangan POSYANDU Lansia di Jakarta Timur, Jakarta Selatan dan Depok, untuk membentuk kelompok lansia dengan peran keluarga dan masyarakat yang peduli pada masalah kesehatan lansia.

Lembaga Lanjut Usia (LLI) memiliki berbagai cabang pada tiap daerah, salah satunya di Bogor. LLI Kota Bogor dibentuk berdasarkan surat keputusan walikota Bogor pada tanggal 25 Juni 2004. LLI Bogor memiliki visi mewujudkan lansia Bogor yang berkualitas mandiri berguna, bahagia dengan upaya bersama antar masyarakat dan pemerintah melalui LLI Kota Bogor yang efektif dan efisien. Untuk mewujudkan visi tersebut, LLI Kota Bogor memiliki misi untuk meningkatkan kualitas dan usia harapan hidup seluruh lansia di Kota Bogor secara berkesinambungan.

Program kerja yang disusun oleh LLI Kota Bogor ada empat bidang, antara lain: bidang kesehatan, bidang rohani dan agama, bidang informasi dan komunikasi dan bidang umum. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan LLI Kota Bogor antara lain jalan sehat bagi lansia, senam lansia setiap sabtu, pemeriksaan kesehatan bagi lansia, pemberian penghargaan bagi pasangan lansia yang telah berumah tangga lebih dari 50 tahun, pengajian bersama, undian haji dan bakti sosial dengan kunjungan ke panti werdha.

Karakteristik Lansia Usia dan Jenis Kelamin

(44)

sedangkan pada usia 75-90 memiliki proporsi sebaliknya. Lansia tertua dalam penelitian ini berusia 82 tahun. Rata-rata usia lansia yaitu sebesar 68.0 6.05. Berikut ini adalah tabel sebaran lansia berdasarkan usia dan jenis kelamin.

Tabel 7 Sebaran lansia berdasarkan usia dan jenis kelamin

Usia (thn) Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

60-74 tahun 11 78.6 14 87.5 25 83.3

75-90 tahun 3 21.4 2 12.5 5 16.7

Total 14 100 16 100 30 100

Pendidikan

Menurut BPS (2004), tingkat pendidikan dapat diukur dari pendidikan terakhir yang ditamatkan.Tingkat pendidikan pada penelitian ini terbagi menjadi enam kategori, yaitu tidak sekolah, tidak tamat SD, tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat, tamat SMA/sederajat dan tamat perguruan tinggi. Sebagian besar lansia (40.0%) mengenyam pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi. Lansia yang tamat SD/sederajat sebanyak (10.0%), tamat SMP/sederajat (30.0%), dan tamat SMA/sederajat (20.0%). Pada Tabel 8 dapat diketahui pula tingkat pendidikan tertinggi yaitu tamat perguruan tinggi lebih banyak terjadi pada lansia laki-laki (50.0%) daripada perempuan (31.3%).

Tabel 8 Sebaran lansia berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat Pendidikan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Tidak sekolah 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Tidak tamat SD 0 0.0 0 0.0 0 0.0

Tamat SD/ sederajat 1 7.1 2 12.5 3 10.0

Tamat SMP/ sederajat 4 28.6 5 31.3 9 30.0

Tamat SMA/ sederajat 2 14.3 4 25.0 6 20.0

Tamat Perguruan tinggi 7 50.0 5 31.3 12 40.0

Total 14 100 16 100 30 100

(45)

Pekerjaan

Sebanyak 70.0% lansia sudah pensiun dari pekerjaannya. Persentase pensiun pada lansia laki-laki (92.9%) lebih besar daripada perempuan (50.0%). Namun masih ada lansia yang bekerja (3.3%). Lansia yang bekerja mencari nafkah lebih banyak dilakukan oleh laki-laki (7.1%) sedangkan lansia perempuan lebih banyak menjadi ibu rumah tangga. Jenis pekerjaan yang masih dilakukan adalah pegawai swasta. Sedangkan lansia lain sudah tidak bekerja, pensiun dan ibu rumah tangga.

Tabel 9 Sebaran lansia berdasarkan pekerjaan

Pekerjaan Laki-laki Perempuan Total

n % n % n %

Bertambahnya usia lansia berdampak pada menurunnya kondisi fisik dan penurunan kemampuan untuk bekerja. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Muningatun (2006) yang menyatakan bahwa sebanyak 55.6% lansia di Kecamatan Ciampea tidak bekerja. Menurut Suhardjo (1989) diacu dalam Sukandar (2007) kemampuan individu menyediakan makanan dalam jumlah yang cukup dan berkualitas dipengaruhi oleh pendapatan dan daya beli yang dimilikinya. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan dan secara tidak langsung melalui pendapatan dapat mempengaruhi kebiasaan makan individu. Sumber Pendapatan

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran kebiasaan sarapan, status gizi, status  kesehatan dan daya tahan jantung paru lansia peserta Senam  Terpadu Lansia di Kota Bogor
Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data primer
Tabel 5 Kategori daya tahan jantung paru berdasarkan nilai VO 2  max
Tabel 6 Variabel dan indikator data yang dianalisis
+7

Referensi

Dokumen terkait

Semua jenis tanaman sirih memiliki ciri yang hampir sama yaitu tanamannya merambat dengan bentuk daun menyerupai hatidan bertangkai yang tumbuh

Strategi Pengembangan Agrowisata Sebagai Pariwisata Alternatif di Desa Barusjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara.. Tesis pada Master Kajian Budaya Universitas Udayana:

Jumlah penyedia barang/jasa yang mendaftar melalui LPSE sebanyak 53 (Lima Puluh. Tiga)

Adi menekankan kepada seluruh mahasiswa untuk memasuki tantangan dunia kerja tidak cukup hanya dengan teori yang ada di kelas, tapi juga kemampuan praktek dilapangan.. Dia

Penelitian ini menggunakan satu variabel terikat (dependen) yaitu kualitas pelaporan keuangan dan lima variabel bebas (independen) yaitu jumlah anggota komite

Struktur kepemilikan pemerintah, asing, dan institusional berpengaruh terhadap kinerja perusahaan dan variabel kontrol leverage tidak berpengaruh terhadap

Hasil yang didapat, ternyata motiv ekonomi menjadi pendorong utama untuk tingal di Genuk, fungsi rumah yang utama adalah sebagai tempat (place) yang digunakan

Dari Penelitian Ilmiah yang berjudul analisis Rasio Laporan Keuangan Untuk Menilai Perkembangan Usaha Pada PT Unilever Indonesia, Tbk., dengan menggunakan annual report periode