• Tidak ada hasil yang ditemukan

RIWAYAT HIDUP

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi dan Klasifikasi Sumberdaya Alam

Sumberdaya alam seperti tanah, air, udara, minyak bumi, batu bara, ikan, hutan, dan lain-lain merupakan sumberdaya yang esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Hilangnya atau berkurangnya ketersediaan sumber daya tersebut akan berdampak besar bagi kelangsungan hidup umat manusia. Sebagai contoh, tanpa udara dan air, manusia tidak dapat hidup. Demikian pula, sumberdaya alam seperti hutan, ikan, dan lain sebagainya merupakan sumberdaya yang tidak saja mencukupi kebutuhan manusia, namun juga memberikan kontribusi yang besar terhadap kesejahteraan suatu bangsa (wealth of nation). Pengelolaan sumberdaya alam yang baik akan meningkatkan kesejahteraan umat manusia, dan sebaliknya, pengelolaan sumberdaya alam yang tidak baik akan berdampak buruk bagi umat manusia. Oleh karena itu, persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumberdaya alam adalah pengelolaan yang menghasilkan manfaat yang sebesar- besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya alam itu sendiri (Fauzi 2006).

Secara umum sumberdaya alam didefinisikan sebagai sumberdaya yang terbentuk karena proses alamiah seperti tanah, air, udara, ruang, mineral, panas bumi, dan lain sebagainya. Sesuatu dapat dikatakan sebagai sumberdaya jika memiliki dua kriteria, yaitu: (i) harus ada pengetahuan, teknologi atau keterampilan (skill) untuk memanfaatkannya; dan (ii) harus ada permintaan (demand) terhadap sumberdaya tersebut. Definisi sumberdaya juga berkaitan aspek teknis yang memungkinkan sumberdaya tersebut dimanfaatkan dan aspek kelembagaan yang menentukan siapa yang mengendalikan sumberdaya dan bagaimana teknologi digunakan (Fauzi 2006).

Berkaitan dengan pembangunan wilayah, sumberdaya alam didefinisikan sebagai segala sumberdaya hayati dan non-hayati yang dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber pangan, bahan baku dan energi. Sumberdaya alam merupakan faktor produksi dari pembangunan ekonomi. Makin banyak suatu daerah mempunyai sumberdaya alam dan makin efisien pemanfaatannya, makin baiklah harapan akan tercapainya keadaan kehidupan ekonomi yang baik dalam

jangka panjang. Gambar 1 menunjukkan bahwa sumberdaya alam menghasilkan barang dan jasa untuk proses industri (I1) maupun langsung dikonsumsi oleh

rumah tangga (I2). Dari proses industri dihasilkan barang dan jasa yang kemudian

dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi (I3). Kegiatan produksi oleh

industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan limbah yang kemudian dapat didaur ulang (D1 dan D2). Terdapat juga limbah yang tidak dapat didaur

ulang dan menjadi residual (D3) yang akan kembali ke lingkungan (Barbier 2005;

Fauzi 2006).

I1 I2

I3

D2 D1

D3

Gambar 1. Keterkaitan antara sumberdaya alam dan aktivitas ekonomi (Fauzi 2006)

Secara umum, sumberdaya alam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable) dan sumberdaya alam yang tak dapat diperbaharui (nonrenewable) (Gambar 2). Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui atau sering juga disebut dengan “flow” (alur) merupakan sumberdaya alam yang secara fisik kuantitasnya dapat berubah sepanjang waktu. Jumlah yang kita manfaatkan sekarang bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya tersebut dimasa mendatang. Walaupun dapat diperbaharui, penggunaan atau pengelolaan diluar batas kewajaran (ambang batas) dapat memberikan dampak yang merugikan baik secara ekonomi maupun sosial. Termasuk dalam kelompok sumberdaya ini adalah kesuburan tanah; produk dari lahan (produk pertanian, hutan, hewan liar); produk dari danau, sungai dan laut; ekosistem (jasa lingkungan); dan sumber energi alam seperti

Sumberdaya alam & lingkungan Konsumsi Produksi Limbah Residual

energi angin, energi panas matahari, energi panas bumi, energi pasang surut, dan energi air (hydropower) (Fauzi 2006; Chiras dan Reganold 2005).

Gambar 2. Klasifikasi sumberdaya alam (Fauzi 2006)

Sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui atau disebut juga kelompok stok atau terhabiskan (exhaustible) merupakan sumberdaya yang tersedia dalam jumlah terbatas. Ketika dikonsumsi atau dihancurkan (destroyed), seperti pembakaran batu bara, sumberdaya tersebut tidak dapat diganti (replaced). Eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan yang ada. Termasuk dalam kelompok tersebut adalah bahan bakar fosil (fossil fuel). Bahan bakar fosil dihasilkan oleh proses yang terjadi jutaan tahun yang lalu, ketika dikonsumsi (burned) menghasilkan atau melepaskan panas (energi), air dan gas (karbon monoksida, karbon dioksida, dan sulfur dioksida). Selain itu, juga termasuk kedalam kelompok stok adalah mineral logam (seperti emas, tembaga, besi, dan lain sebagainya) dan mineral non-logam (batuan fospat, pasir, dan garam) (Fauzi 2006; Chiras dan Reganold 2005).

Sumberdaya Alam

Skala Waktu Pertumbuhan Kegunaan Akhir

Stok (tidak dapat diperbaharui) Alur (dapat diperbaharui) SD Mineral SD Energi Habis di konsumsi Dapat didaur ulang Memiliki titik kritis Tidak memiliki titik kritis Material metalik Material non- metalik Energi Contoh: Minyak bumi, Gas, Batubara Contoh: Besi, tembaga Contoh: Ikan, hutan, tanah Contoh: Udara, angin, pasang surut Contoh; Emas, besi, Alumunium Contoh: tanah, air, pasir Contoh: Angin, energi surya, air terjun Ekstraksi>titik kritis

Pengelolaan Sumberdaya Alam dalam Pembangunan Wilayah

Sumberdaya alam memiliki kedudukan dan peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sumberdaya alam yang ada dan melimpah merupakan modal dasar pembangunan suatu wilayah. Kerusakan dan kepunahan sumberdaya alam yang ada akan berdampak negatif bagi pembangunan, menurunkan kualitas lingkungan, yang pada akhirnya merugikan bagi masyarakat. Oleh karena itu sumberdaya alam harus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras, serasi dan seimbang bagi kesejahteraan masyarakat. Upaya tersebut dapat ditempuh dengan menerapkan konservasi sumberdaya alam sebagai bagian integral dari pembangunan wilayah.

Terdapat beberapa paham (ideologi) berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya alam, namun menurut Chiras dan Reganold (2005) terdapat empat, yaitu eksploitasi, preservasi, pendekatan utilitarian, dan pendekatan ekologi atau keberlanjutan (sustainable). Eksploitasi merupakan suatu pendekatan yang berpusat pada manusia (a human-centered approach) yang mengasumsikan bahwa sumberdaya yang ada sebaiknya dipergunakan seintensif mungkin guna memperoleh manfaat tertinggi bagi manusia (sumberdaya yang ada memiliki suplai yang tak terbatas dan keberadaannya hanya untuk kepentingan manusia). Paham ini berkembang pada tahun 1800-an di Eropa dan Amerika dan diadopsi oleh beberapa negara berkembang dan terbelakang pada awal masa kemerdekaan mereka. Kelestarian, hanya sedikit sekali mendapat perhatian.

Preservasi merupakan paham atau pendekatan yang berpusat pada sumberdaya alam (a nature-centered approach). Menurut paham ini, sumberdaya alam sebaiknya dipelihara, disisihkan dan dilindungi. Sebagai contoh, hutan, sebaiknya tidak digunakan sebagai sumber kayu. Hutan sebaiknya dipelihara/dibiarkan dalam bentuk aslinya secara alamiah. Paham ini merupakan kebalikan dari paham eksploitasi, lahir sebagai reaksi atas dampak negatif yang dihasilkan oleh eksploitasi sumberdaya alam berlebihan (Chiras dan Reganold 2005).

Pendekatan utilitarian dan keberlanjutan merupakan pendekatan pengelolaan sumberdaya alam yang menekankan pada hasil yang berkelanjutan. Sumberdaya alam yang dapat diperbaharui sebaiknya dikelola sedemikian rupa

sehingga sumberdaya tersebut tidak habis. Sumberdaya yang telah dipanen atau diambil harus diganti, baik dengan membiarkannya terjadi secara alami maupun melalui stimulasi tertentu. Melindungi sumber daya melalui pemanenan pada laju/level yang tetap memungkinkan keberlanjutannya pada jangka waktu lama membutuhkan banyak pertimbangan dan pemahaman mengenai pengelolaan yang lebih baik. Dalam hal ini, pemahaman yang baik tentang ekologi akan sangat membantu (Chiras dan Reganold 2005).

Ekologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hubungan antara organisme dan lingkungannya. Pendekatan ekologi dalam mengelola sumberdaya alam mengandung makna bahwa sumberdaya alam seperti tanah, air, hewan liar, ikan, dan hutan digunakan sedemikian rupa sehingga menjamin kesehatan (health) dan vitalitasnya (vitality) dalam jangka panjang. Pendekatan ekologi dalam mengelola sumberdaya alam membutuhkan cara pandang (view) ke depan/jangka panjang (long-term). Sebagai contoh, sebuah hutan bukan hanya dilihat sebagai sumber kayu, tetapi juga memiliki nilai lain seperti sebagai habitat hewan liar, sumber plasma nutfah, keindahan alam, serta pengendali erosi dan banjir (Chiras dan Reganold 2005).

Kapasitas daya dukung (carrying capacity) merupakan bagian dari kunci pengelolaan sumberdaya alam yang memperhatikan aspek ekologi dan/atau ekosistem. Kapasitas daya dukung diartikan sebagai kemampuan ekosistem untuk mendukung populasi suatu spesies atau organisme yang hidup di dalamnya. Kapasitas daya dukung ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya dan kemampuan ekosistem dalam mengadsorpsi limbah, yang diketahui sebagai fungsi sumber (source) dan sink (Barbier 2005; Chiras dan Reganold 2005).

Seiring dengan berjalannya waktu, manusia sebagai subjek dari pembangunan memanfaatkan sumberdaya alam untuk kelangsungan hidupnya, mengalami peningkatan dalam hal kuantitas dan kualitas. Hal ini berdampak pada peningkatan kebutuhan akan sandang, pangan, perumahan dan kebutuhan lainnya. Di sisi lain, sumberdaya alam sebagai bahan pemenuh kebutuhan mengalami pertumbuhan yang tidak sebanding, baik dalam skala jumlah maupun mutunya. Eksploitasi secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya alam dan kepentingan generasi yang akan datang sering dilakukan oleh

sekelompok manusia pada generasi sekarang. Pemenuhan kebutuhan manusia di satu sisi menyebabkan penurunan stok (scarcity) sumberdaya di sisi lain. Degradasi sumberdaya alam merupakan proses alam yang terjadi akibat dari aktifitas tersebut (Rustiadi 2004).

Degradasi sumberdaya alam dicirikan oleh sifat dan kerusakannya. Proses tersebut berjalan relatif perlahan, namun dampaknya bersifat kumulatif (Rustiadi 2004). Sedimentasi yang terjadi di daerah hilir sungai, danau atau waduk merupakan dampak dari erosi yang terjadi selama bertahun-tahun di daerah hulu. Ketika banjir bandang melanda dan/atau penurunan fungsi turbin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) telah terganggu/menurun, pentingnya pengendalian kerusakan sumberdaya alam di daerah hulu baru disadari. Konservasi sumberdaya alam perlu mendapat dukungan dari semua pihak mengingat rumitnya pengelolaan sumberdaya alam terkait karena banyaknya pihak serta sistem yang terlibat/terkait.

Sistem pemerintahan yang membagi kewenangan berdasarkan batas-batas administratif secara langsung maupun tidak langsung ternyata menimbulkan permasalahan tersendiri dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sulitnya koordinasi antar stakeholder, baik antara pemerintah pusat dan daerah maupun antara pemerintah daerah yang saling berbatasan ditengarai sebagai penyebab sulitnya penanganan masalah pengelolaan sumberdaya alam. Otonomi daerah, yang diharapkan dapat meningkatkan peran pemerintah daerah dalam pengelolaan sumberdaya alam, terkadang justru menjadi kepanjangan tangan pihak-pihak tertentu untuk mengeksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan. Di satu sisi, pelaku kerusakan sumberdaya alam adalah pihak-pihak yang mempunyai kekuatan lebih, baik secara ekonomi maupun politik. Sementara masyarakat, yang seharusnya perannya ditingkatkan oleh otonomi, tetap menjadi pihak yang dirugikan. Masyarakat, tetap dianggap sebagai pelaku kerusakan sumberdaya alam (Rustiadi 2004).

Aspek kelestarian sumberdaya alam menjadi penting dalam pembangunan karena sumberdaya alam merupakan salah satu modal dasar (naturan capital) pembangunan wilayah, disamping tiga modal yang lain, yaitu sumberdaya manusia (human capital), sumberdaya buatan/infrastruktur (man-made capital)

dan modal sosial (social capital). Pengembangan wilayah merupakan penggunaan menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi terhadap pembangunan suatu wilayah. Sedangkan konsep pembangunan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor, serta antar pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Rustiadi at al. 2006). Sumberdaya alam merupakan source dan sink dalam pembangunan wilayah. Sebagai source karena merupakan sumber dari berbagai materi atau modal yang dibutuhkan untuk proses produksi dan konsumsi, dan sebagai sink karena merupakan tempat dimana limbah hasil aktivitas produksi dan konsumsi kembali. Pengabaian terhadap kapasitas sumberdaya alam akan menurunkan fungsinya. Dampak akhir yang mungkin ditimbulkan adalah penurunan tingkat pemenuhan kebutuhan manusia, yang berarti penurunan tingkat kesejahteraannya (welfare) (Barbier 20005).

Sektor Basis Perekonomian Wilayah

Aktivitas dalam perekonomian wilayah digolongkan dalam dua sektor kegiatan, yaitu sektor basis dan non basis. Kegiatan basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non-basis adalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada di dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasaranya bersifat lokal (Adisasmita 2005).

Aktivitas basis memiliki peranan sebagai penggerak utama dalam suatu wilayah. Semakin besar ekspor suatu wilayah ke wilayah lain akan semakin maju pertumbuhan wilayah wilayah tersebut, dan sebaliknya. Arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan menaikkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Setiap perubahan yang terjadi pada sektor basis akan menimbulkan efek ganda

(multiplier effect) dalam perekonomian wilayah (Adisasmita 2005; Azis 1994; Rustiadi et al. 2006).

Untuk mengetahui potensi ekonomi yang merupakan basis dan bukan basis dapat digunakan analisis Location quotient (LQ), yang merupakan pebandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah yang lebih luas dalam suatu wilayah. Asumsi dalam LQ adalah terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi dan produktivitas tenaga kerja seragam serta masing- masing industri menghasilkan produk atau jasa yang seragam (Rustiadi et al. 2006).

Konservasi Sumberdaya Alam dan Pembangunan Wilayah

Secara umum, pemahaman masyarakat terhadap pentingnya konservasi sumberdaya alam sudah cukup baik. Sebagai contoh, masyarakat sadar bahwa penebangan hutan secara berlebihan (illegal logging), akan menyebabkan terjadinya penurunan fungsi lingkungan seperti penurunan tingkat kesuburan tanah, peningkatkan erosi dan sedimentasi, serta terganggunya sistem tata air. Akan tetapi pemahaman tersebut tidak dibarengi dengan peningkatan tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan sumberdaya alam. Masyarakat, bahkan pemerintah seolah tidak berdaya untuk mengendalikan kerusakan sumberdaya alam yang terjadi.

Berkaitan dengan pembangunan wilayah, daerah sering dihadapkan pada trade-off antara kepentingan ekonomi dan konservasi sumberdaya alam. Kedua hal tersebut seolah sulit dipertemukan. Kegiatan konservasi sumberdaya alam masih dianggap sebagai penghambat pembangunan karena tidak/kurang memberikan manfaat secara ekonomi. Akibatnya konservasi sering diabaikan jika sudah berhadapan dengan kepentingan ekonomi (Fauzi 2006).

Selain menghasilkan barang dan jasa yang dapat dikonsumsi baik secara langsung maupun tidak langsung, sumberdaya alam juga menghasilkan jasa-jasa (service) lingkungan yang memberikan manfaat dalam bentuk lain, misalnya amenity seperti keindahan, ketenangan, dan lain sebagainya. Manfaat ini sering lebih terasa dalam jangka panjang. Manfaat hutan bakau sebagai pencegah banjir dan tempat memijah, misalnya baru kita sadari justru setelah kita menghadapi

banjir atau dalam kondisi dimana ikan/udang habis akibat penebangan hutan bakau (Fauzi 2006).

Selama ini, nilai manfaat ekonomi maupun non ekonomi dari konservasi belum terukur dengan baik. Akibatnya, terdapat miskonsepsi dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan konservasi sehingga keberadaan kawasan konservasi sumberdaya alam menjadi terancam. Oleh karena itu, pengukuran nilai manfaat dari kegiatan konservasi menjadi penting karena: 1) Adanya kebutuhan untuk melihat kontribusi kawasan konservasi terhadap pembangunan ekonomi regional. 2) Kebutuhan untuk menjelaskan bahwa konservasi dan pembangunan ekonomi bukan posisi harus memilih (trade-off) akan tetapi berada pada posisi yang saling menguatkan. 3) Kebutuhan untuk mengusahakan alokasi sumberdaya yang lebih baik untuk mendukung pengelolaan kawasan konservasi (Fauzi 2006; Khan dan Virza 2005).

Upaya memahami nilai manfaat ekonomi dihadapkan pada beberapa kendala karena sifat/karakteristik sumberdaya alam, yaitu:

1) Non-rivalry (tak tersaingi): tidak ada persaingan dalam mengkonsumsi jasa- jasa lingkungan yang diberikan oleh kawasan konservasi. Contohnya konsumsi satu orang terhadap jasa lingkungan dari produk wisata (keindahan alam, suasana nyaman) tidak mengurangi jumlah produk dan jasa yang tersedia, sehingga sumberdaya alam tersebut terkesan tidak bernilai ekonomi karena tidak termasuk barang/produk langka.

2) Non-excludability (tidak eksklusif): masyarakat umum memiliki akses yang terbuka terhadap sumberdaya. Kondisi ini membawa implikasi bahwa produk dan jasa lingkungan tidak memiliki harga pasar, atau untuk mendapat manfaat produk/jasa, maka orang tidak harus membeli secara langsung dengan harga tertentu. Contohnya untuk mengkonsumsi atau memanfaatkan air domestik dan air pertanian, masyarakat cukup mengeluarkan biaya pengadaan yang nilainya relatif kecil.

3) Off-side effect (berdampak terhadap lingkungan luar): manfaat kawasan konservasi dapat menyebar ke tingkat lokal, nasional, dan global. Karenanya, tanpa harus membayar pun, orang yang tinggalnya jauh dari kawasan konservasi juga akan dapat menikmati manfaatnya.

4) Uncertainty (ketidakpastian): data dan informasi mengenai nilai potensi manfaat kawasan konservasi pada umumnya tidak lengkap atau dinilai secara tidak benar. Contoh, nilai ekonomi kawasan konservasi hanya diukur dari harga tiket masuk kawasan yang relatif sangat murah, sedangkan jumlah pengunjung kawasan konservasi relatif masih sangat sedikit. Akibatnya, penentuan kebijakan pengelolaan kawasan konservasi, khususnya dalam pengalokasian dana belum optimal, karena informasi manfaat yang diperoleh dari pengalokasian dana tersebut secara ekonomis belum jelas menguntungkan atau tidak.

5) Irreversibilty (ketidakpulihan): apabila kawasan konservasi sudah rusak, maka sangat sulit untuk pulih lagi. Kalaupun dapat pulih, akan diperlukan waktu yang sangat lama dan biaya yang sangat besar. Kondisi ini belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat di sekitar kawasan konservasi, sehingga masih sering berperilaku negatif.

Sumberdaya alam tidak hanya berperan sebagai sumber bahan baku proses produksi, tetapi juga sebagai penyedia sumberdaya alam dan jasa lingkungan (Gambar 3). Sumberdaya alam juga sebagai penampung limbah, baik limbah rumah tangga maupun limbah indsutri. Konservasi sumberdaya alam tidak akan berhasil jika peran tersebut diabaikan dalam sistem perekonomian. Konservasi dan pembangunan ekonomi adalah sesuatu yang saling mendukung dan bukan merupakan suatu pilihan (trade-off).

Pendapatan RT

Pendapatan Perusahaan

Gambar 3. Aliran Barang dan Jasa dalam sistem ekonomi berwawasan lingkungan (Fauzi 2006) Rumah Tangga Perusahaan Sumberdaya Alam & Lingkungan Limbah do mestik

SDA & Jasa Lingkun

gan

Barang

Ja

sa

Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam

Pemberian nilai peran sumberdaya alam sebagai penyedia jasa lingkungan cukup rumit karena jasa lingkungan bersifat intangible (tidak memiliki pasar yang jelas). Oleh karena itu pendekatan yang digunakan juga bukan metode ekonomi konvensional seperti Cost Benefit Analysis karena metode tersebut sering tidak memasukkan nilai manfaat ekologis di dalam analisisnya. Fauzi (2006) mengklasifikasikan metode perhitungan nilai sumberdaya alam yang bersifat intangibele tersebut ke dalam dua kelompok, yaitu pengukuran secara langsung dan tidak langsung (Gambar 4).

Gambar 4. Klasifikasi valuasi non-market (Fauzi 2006)

Prinsip umum nilai ekonomi adalah jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan untuk membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa diterjemahkan ke dalam bahasa ekonomi, dengan mengukur nilai ekonomi barang dan jasa (Fauzi 2006).

Pengukuran nilai ekonomi suatu kawasan konservasi dapat dihitung dengan pendekatan biaya perjalanan (travel cost method). Secara prinsip, metode ini mengkaji biaya yang dikeluarkan setiap individu untuk mendatangi tempat/kawasan-kawasan konservasi. Dengan mengetahui pola ekspenditur dari konsumen, bisa dikaji beberapa nilai yang diberikan konsumen kepada sumberdaya alam dan lingkungan. Pada pengukuran nilai ekonomi sumberdaya

Valuasi Non-Market

Tidak Langsung (Revealed WTP) Langsung (Survei) (Expressed WTP) Hedonic Pricing

Travel Cost

Random Utility Model

Contongent Valuation

Random Utility Model

alam dan lingkungan secara langsung, nilai ekonomi diperoleh dengan menanyakan secara langsung kepada konsumen mengenai keinginan mereka untuk membayar (WTP) barang dan jasa yang dihasilkan sumberdaya alam dan lingkungan. Salah satu metode yang digunakan adalah contingent valuation method (CVM). Metode ini sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non pemanfaatan) sumberdaya alam, sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. Metode ini bertujuan untuk mengetahui: 1) keinginan membayar (Willingness to Pay) dari masyarakat, misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan, dan 2) keinginan menerima (Willingness to Accept) kerusakan lingkungan suatu lingkungan. Proses pengukuran nilai ekonomi dengan CVM terdiri atas beberapa tahap:

1. Membuat hipotesis pasar

Pada tahap ini, dibuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya alam yang akan dievaluasi. Kondisi sumberdaya alam digambarkan secara jelas, baik dengan gambar/foto, manfaat dan kepentingannya. Digambarkan juga jika kondisi sumberdaya alam habis/tidak ada.

2. Mendapatkan nilai lelang

Nilai lelang merupakan nilai maksimum keinginan membayar terhadap kegiatan konservasi sumberdaya alam, setelah diketahui manfaat kegiatan. Nilai lelang dapat diperoleh melalui tehnik:

- Permainan lelang. - Pertanyaan terbuka. - Paymand cards.

- Model referendum atau discret choise. 3. Menghitung rataan WTP dan WTA

Nilai rataan WTP dan WTA diperoleh berdasarkan nilai lelang pada tahap 2. Perhitungan didasarkan pada nilai mean (rataan) dan nilai median (tengah). 4. Memperkirakan kurva lelang

Kurva lelang diperoleh dengan meregresikan WTP/WTA sebagai variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas seperti tingkat pendapatan, pendidikan, dan lain sebagainya.

Agregasi data merupakan konversi rataan lelang sampel yang diperoleh pada tahap tiga ke rataan populasi. Contohnya dengan mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi (N).

Dalam konteks pembangunan wilayah, valuasi ekonomi sumberdaya alam menjadi penting. Kontribusi suatu sektor kegiatan ekonomi terhadap pembangunan nasional pada umumnya dinyatakan dalam nilai uang yang kemudian dikonversi dalam nilai persentase. Setiap sektor kegiatan ekonomi pasti menghasilkan produksi barang atau jasa yang diukur secara fisik. Untuk menyatakan seluruh hasil barang dan jasa dalam satu nilai diperlukan valuasi ekonomi yang menyatakan semua produksi barang dan jasa itu dalam nilai moneter.

Arahan Pemanfaatan Ruang Berbasis Konservasi Sumberdaya Alam

Peran sumberdaya alam dalam pembangunan tidak hanya untuk kepentingan lokal, tetapi juga regional, bahkan global. Karenanya, kelestarian sumberdaya alam menjadi tanggung jawab bersama, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pihak swasta, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, juga pihak internasional. Setiap negara di dunia harus memasukkan konservasi sumberdaya alam sebagai bagian integral dari pembangunan wilayahnya.

Di Indonesia, konservasi sumberdaya alam menjadi perhatian serius dalam pembangunan, walaupun saat ini Indonesia dinyatakan sebagai negara yang paling cepat mengalami kerusakan sumberdaya hutan. Lahirnya berbagai kebijakan tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya (UU No. 5 tahun