• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di Indonesia, pengadaan bibit karet klonal dengan cara okulasi masih merupakan metode perbanyakan terbaik. Hal ini karena tanaman karet yang berasal dari biji, meskipun dari jenis unggul, tidak menjamin keturunannya akan memiliki sifat baik seperti pohon induknya akibat terjadinya segregasi dari hasil persarian sendiri (selfing) dan atau silang luar (outcrossing) dari genotipe heterozigot. Oleh karena itu, keturunan yang berasal dari biji akan memiliki pertumbuhan dan produksi yang bervariasi. Untuk mendapatkan keseragaman dan mempertahankan sifat-sifat baik dari pohon induk, tanaman karet diperbanyak secara vegetatif dengan teknik okulasi (Hadi dan Setiono, 2006).

Tanaman karet hasil okulasi terdiri atas dua bagian, yaitu batang bawah (rootstock) dan batang atas (scion) (Amypalupy, 2010). Klon sebagai batang atas diperoleh melalui proses seleksi dan kemudian diperbanyak secara klonal melalui teknik okulasi. Sementara batang bawah merupakan tanaman dari biji klon tertentu yang dianjurkan sebagai benih untuk batang bawah.

Pada tanaman karet hasil okulasi diketahui adanya proses translokasi substansi tertentu dari batang bawah ke batang atas atau sebaliknya (Toruan et al.

2000). Ada dugaan bahwa substansi juvenilitas yang terdapat pada batang bawah juga ditranslokasikan ke batang atas, sehingga pada derajat tertentu dapat memperbaiki tingkat juvenilitas klon yang dihasilkan. Atas dasar itu, jendela okulasi sebaiknya dibuat sedekat mungkin dengan leher akar, karena jaringan sekitar leher akar diketahui mempunyai tingkat juvenilitas paling tinggi dibanding jaringan yang lebih jauh letaknya (Songquan et al., 1990). Selain itu penggunaan

batang bawah yang lebih muda diduga memberi pengaruh perbaikan juvenilitas yang lebih baik, sehingga teknik sambung dini perlu diteliti lebih lanjut.

Stum Mata Tidur

Bibit stum mata tidur adalah bibit yang diokulasi di lahan persemaian dan dibiarkan tumbuh selama kurang dari dua bulan setelah penyerongan batang atas pada posisi 10 cm di atas mata okulasi. Akar tunggang tunggal lebih bagus dibandingkan dengan akar tunggang bercabang, sehingga petani karet biasanya memotong akar tunggang bercabang yang lebih kecil. Dengan demikian tinggal satu akar tunggang besar yang panjangnya sekitar 40 cm dan akar lateral yang panjangnya 5 cm (Setiawan dan Andoko, 2005).

Bibit dalam polibag adalah bibit okulasi yang ditumbuhkan dalam polibag yang mempunyai satu atau dua payung daun. Bibit polibag dapat dibuat dengan menanam stum mata tidur atau dengan pembibitan batang bawah di polibag.

Kelebihan dalam pembibitan di polibag adalah lebih seragam ketika dipindah ke lapangan, memudahkan penyiraman dan dapat menghemat air ketika penyiraman.

Sangat penting diperhatikan bahwa tunas yang tumbuh bukan dari mata tempelan (tunas liar) harus dibuang dan diperiksa 1 x 2 minggu (Sagala, 2009).

Pada proses okulasi, pencabutan stum, proses pengemasan dan pengiriman merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perubahan metabolisme dalam jaringan stum. Perubahan metabolisme tersebut menyebabkan perubahan dalam viabilitas stum untuk tumbuh dan berkembang kembali. Pencabutan stum dari tanah di pembibitan lapangan mengakibatkan pelukaan pada sebagian besar akar, terutama pada stum tanpa akar lateral (Sutanto, 2008). Pencabutan stum dari tanah di pembibitan mengakibatkan pelukaan besar di bagian akar. Pelukaan ini

meningkatkan efektifitas sintesa etilen sebagai respon pertahanan, yang juga berguna dalam memecah dormansi tunas, serta menginduksi pembentukan akar (Davies, 2004)

Pada stum mata tidur, pembentukan akar pertama kali didorong oleh cadangan makanan yang ada di batang bawah. Setelah terbentuk, akar akan menyerap air yang ada di dalam tanah, kemudian cadangan makanan yang tersimpan di dalam batang diubah menjadi sumber energi untuk pertumbuhan tunas-tunas baru tersebut. Karena sebelumnya telah tumbuh selama satu tahun di pembibitan batang bawah sehingga memiliki cadangan energi untuk pertumbuhan awal di lapangan. Pertumbuhan tanaman yang diperbanyak melalui stum, setelah bahan tanaman ditanam, substrat yang terdapat di dalam batang seperti karbohidrat, lemak dan protein akan mengalami perombakan secara enzimatik untuk mendukung aktifitas embrio atau tunas pembentuk bakal tanaman.

Kemudian membentuk organ-organ utama tanaman seperti batang, akar dan daun.

Pertumbuhan awal organ-organ ini sangat tergantung pada cadangan makanan (karbohidrat dan unsur-unsur lainnya) serta efisiensi metabolisme. Setelah substrat awal habis digunakan, penyediaan substrat selanjutnya tergantung pada daun dan efisiensi memfiksasi CO2 (Marchino et al. 2010).

Okulasi Tanaman Muda di Polibag

Bahan tanam karet yang digunakan untuk penanaman secara komersial biasanya adalah bahan tanam polibag berpayung daun dua yang diproduksi melalui pembibitan lapangan (menghasilkan SOMT) dan diikuti dengan pembibitan polibag. Bahan tanam polibag berpayung daun dua dapat juga

diproduksi dengan menanam langsung kecambah di polibag, memelihara dan mengokulasinya sampai mencapai stadia dua payung daun.

Penemuan teknik okulasi tanaman muda di polibag telah memberikan alternatif pengadaan bahan tanam karet bagi pekebun. Kalau pada pembibitan lapangan (Siagian, 2006) bibit mulai diokulasi pada umur 7 bulan, pada pembibitan langsung di polibag, batang bawah di polibag sudah dapat diokulasi pada umur yang lebih muda yaitu pada umur 3 sampai dengan 4,5 bulan.

Deswanto (2010) menyatakan bahwa pada saat mata tunas pecah diperlukan energi asimilat dari batang bawah dan ditunjang dengan perkembangan mata tunas yang telah siap untuk muncul. Umur batang bawah yang sama dan dari genetik yang sama, memperlihatkan pertumbuhan yang sama. Hal ini ditunjukkan oleh muncul tunas di lapangan hampir pada waktu bersamaan.

Pada tanaman karet, daun tumbuh secara bertahap dan setiap pertumbuhannya meninggalkan bekas tangkai daun dan membentuk nodus. Setiap karangan daun disebut payung daun. Payung daun dibentuk sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Pembentukan setiap payung daun memerlukan 2-3 bulan. Pertumbuhan payung daun mengikuti tinggi tanaman. Bila lahan disiapkan dengan baik dan diberi pupuk maka pertumbuhan tanaman akan lebih baik (Indraty, 2010).

Faktor lingkungan seperti kekurangan air dan suhu tinggi, atau perubahan genotif dapat mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman bukan hanya sekedar mempengaruhi proses fisiologis dan kondisi tanaman. Jadi untuk mengerti mengapa spesies lain gagal, perlu memahami bagaimana proses fisiologis dipengaruhi berbagai faktor lingkungan (Dalimunthe, 2004).

Pembibitan Batang Bawah di Polibag

Batang bawah untuk tujuan okulasi tanaman muda dipelihara di pembibitan polibag. Ukuran polibag (dalam keadaan terlipat) yang digunakan adalah lebar 18 cm, panjang 38 cm dan tebal 0,1 mm. Polibag diisi dengan tanah subur yang diambil dari lapisan atas yang diayak dan dicampur dengan 30 g pupuk posfat alam per polibag. Berat polibag berisi tanah adalah 4-5 kg. Syarat lokasi untuk pembibitan polibag adalah sebagai berikut: Beberapa syarat penting untuk menjamin keberhasilan pembibitan dengan sistem OMdP, antar lain :

1. Ketersediaan air yang cukup sepanjang masa pembibitan 2. Lahan yang relatif rata

3. Karena menggunakan mata okulasi dari tunas muda maka lokasi kebun entres diharuskan dekat dengan lokasi pembibitan

4. Juru okulasi yang terampil untuk menjamin keberhasilan okulasi, karena umur tanaman masih merah muda serta

5. Disiplin yang ketat di dalam pelaksanaannya

Areal untuk pembibitan polibag dibersihkan dan diratakan terlebih dahulu.

Polibag yang telah berisi tanah disusun secara barisan ganda. Antara satu baris polibag ganda dengan barisan ganda yang lain diberi jarak 1 meter untuk jalan pemeliharaan. Arah barisan adalah Timur-Barat. Jika diameter setiap polibag berisi tanah adalah 15 cm, maka untuk 2 polibag membutuhkan areal yang lebarnya 30 cm. Panjang barisan setiap dua polibag yang dibuat adalah 1 m, dikosongkan 1 m dan kemudian dibuat barisan polibag berikutnya sepanjang 1 m lagi. Hal ini berarti bahwa setiap barisan ganda dapat menampung sebanyak (1900/15) x 2 = 253 polibag.

Tiap 1 hektar bibitan (tidak termasuk jalan angkutan) berisi (10000/130) x 5 = 385 barisan ganda. Berarti tiap hektar bibitan dapat menampung sebanyak 385 x 253 = 97.405 polibag. Sebelum barisan polibag disusun, diberi alat plastik tranparant berukuran lebar 40 cm, panjang sesuai kebutuhan dan tebal 0,25 cm.

gunanya untuk mencegah tembusnya akar selama pembibitan, sehingga pada waktu pemindahan dan penanaman dilapangan tidak mengalami stagnasi.

Penanaman Kecambah

Tiap polibag ditanam dua batang kecambah yang memenuhi persyaratan.

Tujuan menanam dua kecambah per polibag adalah untuk mendapatkan bahan tanam yang terbaik dan untuk menjamin tersedianya bahan penyisip. Pada umur 3-4 minggu setelah tanam, dipilih satu kecambah yang paling jagur untuk dipelihara selanjutnya. Dengan penyiraman yang rutin selama pembibitan polibag, pemilihan kecambah sesuai anjuran dan pengendalian hama dan penyakit yang tepat akan menghasilkan persentase keberhasilan hidup tanaman di polibag cukup tinggi.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman selama di pembibitan polibag adalah penyiraman, pemupukan, pencegahan/pemberantasan penyakit, pengendalian gulma di polibag maupun di areal pembibitan. Salah satu kunci keberhasilan dalam pembangunan pembibitan polibag untuk tujuan okulasi tanaman muda ialah tersedianya air dalam kolom tanah polibag selama periode pembibitan. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, salah satu cara yang dilakukan adalah dengan membangun sistem pengairan. Dari lokasi sumber air, air dialirkan melalui pipa besar dengan menggunakan mesin pompa pertama dan selanjutnya dengan menggunakan mesin

pompa kedua air dinaikkan ke bak penampungan. Dari bak penampungan, air dialirkan keareal pembibitan menggunakan pipa yang lebih kecil ukurannya. Pada areal pembibitan dibuat keran-keran untuk disambungkan dengan selang yang digunakan untuk penyiraman.

Sebelum membangun pembibitan polibag, kalkulasi kebutuhan air perlu dilakukan. Jika per polibag misalnya diperlukan 0,5 liter air per hari, maka dalam pembibitan polibag skala besar, misalnya 100.000 bibit polibag, diperlukan air sebanyak 50.000 liter/hari. Untuk menjamin tersedianya air di sepanjang kolom tanah polibag, pengawasan yang ketat dan intensif harus dilakukan.

Pada umur 1 , 2 dan 3 bulan diberikan pupuk majemuk NPKMg 12:12:7:2+

unsur mikro dengan dosis masing-masing 4g, 6g dan 6g per polibag. Pemupukan dilakukan dengan cara tugal dan selanjutnya lubang ditutup dengan sedikit tanah.

Pada umur 1,2 dan 3 bulan setelah okulasi tanaman dipupuk dengan menggunakan pupuk daun. Pengendalian gulma di areal pembibitan maupun polibag dilakukan secara manual dengan rotasi dua minggu.

Penyakit yang umum menyerang tanaman di pembibitan polibag adalah penyakit gugur daun Colletotrichum, Oidium, dan Corynespora. Pengendalian dan pemberantasan penyakit-penyakit tersebut sama seperti yang diuraikan pada pembibitan lapangan.

Penyerongan dan Dominansi Apikal

Pada beberapa tanaman, pertumbuhan ujung batang sering mendominasi pertumbuhan bagian lain sehingga pembentukan cabang lateral dihambat.

Fenomena ini disebut sebagai dominansi apikal. Pada sebagian besar tanaman, apabila pertumbuhan batang sudah cukup, secara alami cabang lateral akan

tumbuh pada nodus bagian bawah yang cukup jauh dari ujung batang, hal ini disebabkan karena semakin jauh dari ujung batang pengaruh dominansi apikal semakin berkurang. Berdasarkan kekuatan dominansi apikal, tanaman dibedakan menjadi dua yaitu dominansi apikal yang kuat seperti pada tanaman Kalanchoedan Bryophyllum dan dominansi apikal yang lemah seprti pada Solanum tuberosum L. dan Solanum lycopersicu. Dominansi apikal dan pembentukan cabang lateral ini dipengaruhi oleh keseimbangan konsentrasi hormon (Khrishnamoorthy, 1981; Taiz dan Zeiger, 1998; dan Hopkins, 1995).

Sebagaimana defenisi dan tujuan penyerongan yang disampaikan sebelumnya, defoliasi sebagai salah satu teknik budidaya yang dapat dilakukan untuk memperbanyak cabang, agar diperoleh bahan untuk stek dalam jumlah yang maksimal. Defoliasi adalah pemangkasan ujung batang (Hopkins, 1995). Prinsip dari perlakuan tersebut adalah untuk mengatur keseimbangan hormon antara lain sitokinin dengan auksin pada ketiak daun di bawah ujung batang (Taiz dan Zeiger, 1998; dan Hopkins, 1995).

Untuk menumbuhkan tunas okulasi, 1-2 hari setelah pembukaan pembalut, batang dipotong/diserong pada ketinggian 30-35 cm dari permukaan tanah.

Mempertinggi titik penyerongan adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah yang sering ditemui pada okulasi muda, yaitu tingginya kematian tanaman setelah penyerongan. Tunas akan tumbuh lebih jagur pada tanaman yang diserong lebih tinggi karena ketersediaan cadangan makanan lebih banyak pada batang bawah yang diserong lebih tinggi. Untuk menumbuhkan tunas okulasi sampai dengan stadia satu payung daun, energi dipasok dari batang bawah. Sampai dengan stadia

tersebut, biasanya akar tanaman (terutama jika berasal dari stum mata tidur) belum berkembang sempurna (Siagian, 2006).

Setelah dilakukan pemangkasan/penyerongan pada ujung batang, suplai auksin dari tunas apikal tidak terjadi lagi, sehingga kadar auksin dalam ruas dibawahnya berkurang. Sebagai akibatnya terjadi ekpresi IPT (isopentenil transferase) pada tanaman. IPT merupakan enzim yang bertanggung jawab sebagai biokatalisator pada biosintesis sitokinin. Sitokinin yang dihasilkan dari ruas tanaman memasuki tunas lateral dan menyebabkan pertumbuhan tunas lateral (Sato dan Mori, 2001). Peningkatan kadar sitokinin dalam tunas lateral dapat mendorong penyempurnaan hubungan berkas pembuluh antara tunas lateral dan batang tumbuhan sehingga dapat dikatakan bahwa sitokinin menyebabkan terjadinya diferensiasi jaringan pengangkut tunas lateral (Heddy, 1990).

Terbentuknya jaringan pengangkut tersebut memungkinkan terjadinya transport nutrien dari batang ke tunas lateral, sehingga tunas lateral dapat tumbuh.

Pertumbuhan memanjang cabang lateral dipengaruhi oleh auksin yang dihasilkan oleh ujung apikal tunas lateral sendiri dan sitokinin yang ditransport dari akar.

Siokinin akan merangsang pembelahan sel melalui peningkatan laju sintesis protein (Lakitan, 2011), dengan adanya pembelahan sel maka jumlah sel akan menjadi banyakdan dengan adanya auksin sel dapat membesar dan memanjang.

Auksin dapat menyebabkan pemanjangan sel dengan cara mempengaruhi plastisitas dinding sel. Auksin akan memacu protein yang ada dimembran sel untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini akan mengaktifkan enzim sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa.

Tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis. Setelah

pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma (Campbell et al. 2002).

Selain adanya jaringan meristem, hormon dan nutrisi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Hormon dan nutrisi yang semula berada di bagian apikal dipindahkan ke jaringan meristem yang sedang aktif tumbuh (Lakitan, 2011).

Teori ”Nutrien Diversion” menyatakan bahwa dominansi apikal terjadi karena gerakan nutrien ke atas diarahkan ke tunas apikal bukan ke tunas lateral, hal ini sebagai akibat adanya produksi auksin di apikal tanaman. Daun dan beberapa tunas yang terbebas dari dominansi apikal akan mulai tumbuh dan menghasilkan auksin. Adanya sitokinin akan memacu pembelahan sel dan produksi auksin sehingga terbebas dari dominansi (Darmanti et al. 2008).

Salah satu pekerjaan yang harus dilakukan secara rutin setelah penyerongan batang adalah penunasan. Penunasan dilakukan dengan menggunakan pisau tunas.

Penunasan dimaksudkan untuk mencegah timbulnya persaingan energi yang diperlukan untuk pertumbuhan dari mata okulasi. Pertumbuhan tunas okulasi (Siagian, 2006) akan lebih jagur pada tanaman yang diserong lebih tinggi jika diikuti dengan penunasan terhadap tunas liar secara intensif dan tepat waktu.

Apabila tunas liar tidak segera dibuang, maka pertumbuhan tunas okulasi akan terhambat atau tidak tumbuh sama sekali. Penunasan dilakukan ketika tunas liar panjangnya kurang dari 5 mm. Rotasi penunasan adalah 5 hari sekali.

Sitokinin

Sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh tanaman yang merangsang inisiasi mata tunas dan perkembangannya (Hartmann et al. 1997; Harjadi, 2009).

Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa fungsi utama sitokinin adalah memacu pembelahan sel (sitokinesis) dan pembentukan organ. Pemacuan sitokinesis merupakan salah satu respon sitokinin yang terpenting, oleh karena itu sitokinin sering dimanfaatkan secara komersial dalam perbanyakan kultur jaringan. Hopkins (1995) menambahkan pemberian sitokinin akan merangsang perkembangan mata tunas aksilar dari dominansi apikal.

Benzilaminopurine (BAP) merupakan sitokinin sintetik pertama yang dibentuk, dengan rumus kimia 6-benzilaminopurine (6-BAP). Bentuk fisik BAP berupa kristal putih dengan kemurnian 99 % dan titik lebur 230-233oC. Fungsi BAP adalah menghambat degradasi klorofil, asam nukleat dan protein, merangsang pengiriman asam amino, garam anorganik dan zat pengatur tumbuh.

Konsentrasi sitokonin yang dibutuhkan untuk merangsang tunas tanaman di lapangan umumnya lebih tinggi daripada konsentrasi sitokinin untuk perbanyakan in vitro. Iwagaki (1997) menyatakan bahwa konsentrasi BAP yang digunakan untuk merangsang tunas Satsuma, jeruk asal Jepang, yaitu 75-300 ppm. Ngamau (2001) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa pemberian BAP 150 mg/l dan GA3 250 mg/l, tunggal maupun dikombinasikan dapat merangsang munculnya tunas samping, mempercepat munculnya tunas, dan meningkatkan jumlah serta perkembangan tunas Zantedeschia aethiopica.

Karintus (2011) melakukan pemberian BAP diberikan dengan cara menyemprotkan pada kapas dan ditempelkan pada tunas jendela okulasi, dengan pemberian pada sore hari untuk mengurangi penguapan yang terjadi.

Sitokinin, diproduksi dalam jaringan yang sedang tumbuh aktif, khususnya pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di dalam akar, akan

sampai ke jaringan yang dituju, dengan bergerak ke bagian atas tumbuhan didalam cairan xylem. Bekerja bersama-sama dengan auksin dan sitokinin menstimulasi pembelahan sel dan mempengaruhi lintasan diferensiasi. Efek sitokinin terhadap pertumbuhan sel di dalam kultur jaringan, memberikan petunjuk tentang bagaimana jenis hormon ini berfungsi di dalam tumbuhan yang lengkap (Dewi, 2008).

Pada perlakuan defoliasi, sintesis auksin ditiadakan sehingga tidak terjadi trasnsport auksin kebawah sehingga konsentrasi auksin di ketiak daun semakin rendah. Dengan turunnya auksin di ketiak daun akan memacu pembentukan hormon sitokinin (Taiz dan Zeiger, 1998). Sato dan Mori (2001) menyatakan bahwa pemacuan sintesis sitokinin oleh turunnya konsentrasi auksin ini tidak secara langsung, tetapi melalui pengaktifan enzim isopentenil transferase yang merupakan katalisator pada pembentukan sitokinin.

Secara prinsip penyerongan dan defoliasi adalah sama, untuk mematahkan dominansi apikal. Jika pada penyerongan diharapkan pertumbuhan tunas okulasi, sedangkan defoliasi bertujuan untuk mendapat jumlah tunas lateral yang maksimal.

METODE PENELITIAN

Dokumen terkait