• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Pustaka .1 Teori Auditing .1 Teori Auditing

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH RAUDHATUN NISA (Halaman 27-36)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka .1 Teori Auditing .1 Teori Auditing

Auditing merupakan kegiatan pemeriksaan dan pengujian suatu pernyataan, pelaksanaan dari kegiatan yang dilakukan oleh pihak independen guna memberikan suatu pendapat. Pihak yang melaksanakan auditing disebut sebagai auditor. Auditing perlu dilakukan terhadap perusahan atau organisasi agar setiap pihak yang berkepentingan atas informasi tentang pengendalian intern dalam laporan keuangan organisasi tersebut tidak disesatkan oleh laporan keuangan yang keliru. Dengan audit, maka para pengguna informasi dapat melihat kelemahan dan kelebihan pengendalian intern maupun laporan keuangan organisasi yang bersangkutan (Widianingtias, 2014:12).

Teori Auditing menurut Arens dan Loebbecke (dalam Widianingtias, 2014:12) mendefinisikan audit merupakan satu set prosedur yang sesuai dengan norma pemeriksaan akuntan yang memberikan informasi sehingga akuntan dapat menyatakan suatu pendapat tentang apakah laporan keuangan yang diperiksa disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.

Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa auditing merupakan sebuah proses menyesuaikan antara bukti dan kejadian ekonomi yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada pemakai yang berkepentingan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Melalui teori auditing ini diperoleh bukti secara

perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang ditetapkan, sehingga informasi yang dibutuhkan oleh pihak yang berkepentingan dapat dipercaya dan berkualitas.

2.1.2 Kualitas Laporan Keuangan

Laporan keuangan bank menurut Ismail (dalam Widianingtias, 2014:27) adalah bentuk pertanggungjawaban manajemen terhadap pihak-pihak yang berkepentingan dengan kinerja bank yang dicapai selama periode tertentu. Dalam paragrap 30 KDPPLKS (Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah) yang diterbitkan oleh IAI (Ikatan Akuntan Indonesia), dinyatakan bahwa tujuan laporan keuangan adalah menyediakan informasi yang menyangkut kondisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan yang memberikan informasi tersebut hendaknya memberikan informasi yang sejelas-jelasnya dan sesuai prosedur yang telah ditetapkan dalam mengakomodisi permintaan pihak-pihak terkait tentang kondisi sebuah bank.

Kualitas laporan keuangan adalah sejauh mana laporan keuangan yang disajikan menunjukkan informasi yang benar dan jujur. Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (KDPPLKS) berikut empat karakteristik kualitas pokok yaitu : 1. suatu informasi yang bermanfaat apabila dengan mudah dipahami oleh pihak pengguna, 2. Memiliki kemampuan yang relevan untuk mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu

mereka mengevaluasi masa lalu, masa kini, dan masa depan, 3. Keandalan informasi dalam laporan keuangan bebas dari pengertian yang menyesatkan dan kesalahan yang material dan disajikan secara jujur sesuai dengan standarisasi yang berlaku, 4. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan akan lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan entitas syariah antar periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi dan kinerja keuangan.

Standarisasi laporan keuangan perbankan syariah dimuat dalam PSAK 101 pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK 101 memberikan penjelasan atas karakteristik umum pada laporan keuangan syariah, antara lain terkait; penyajian secara wajar dan kepatuhan terhadap SAK; dasar akrual; materialitas dan penggabungan; saling hapus; frekuensi pelaporan; informasi komparatif; dan konsistensi penyajian. Pada tahun 2014, keluarlah PSAK 101 yang telah direvisi.

Dalam PSAK 101 tahun 2014 berdasarkan prinsip syariah merupakan kunci suskes bagi penyempurnaan dari pengaturan penyajian laporan keuangan syariah untuk menyusun laporan keuangan. Seiring dengan berkembangnya zaman, standar dalam penyajian laporan keuangan syariah mengalami perkembangan yang serupa. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasikan adanya kecurangan atau ketidakwajaran dalam menyajikan laporan keuangan.

2.1.3 Sistem Pengendalian Internal

Menurut Murtanto (2005:2) pengendalian internal didefenisikan sebagai proses yang dipengaruhi oleh dewan direktur, manajamen dan personil lain sebuah entitas, dirancang untuk memberikan jaminan yang masuk akal tentang

pencapaian tujuan atas efektivitas dan efisien operasi, kehandalan laporan keuangan, dan kepatuhan pada hukum dan regulasi yang berlaku.

Sistem pengendalian internal bagi industri perbankan dilakukan agar kegiatan operasional bank dapat berjalan secara sehat, aman dan terkendali, memastikan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk ketentuan intern bank, tersedianya informasi keuangan dan manajemen yang lengkap, akurat, tepat guna, dan tepat waktu, efektivitas dan efisiensi dalam kegiatan operasional, serta efektivitas budaya risiko (risk culture) pada organisasi bank secara menyeluruh. Terselenggaranya sistem pengendalian internal bank yang handal dan efektif menjadi tanggung jawab dari jajaran manajemen bank. Selain itu, manajemen bank juga berkewajiban untuk meningkatkan risk culture yang efektif pada organisasi bank dan memastikan hal tersebut melekat di setiap jenjang organisasi.

Bank mengimplementasikan sistem pengendalian internal yang ditetapkan dengan mengacu pada regulasi yang berlaku antara lain Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No 5/22/DPNP tanggal 29 September 2003 tentang Pedoman Standar Sistem Pengendalian Intern bagi Bank Umum. Bank menerapkan sistem pengendalian internal yang terdiri atas dua aspek penting yaitu pengendalian operasional dan pengendalian keuangan. Pengendalian intern atas operasional dan Pelaporan Keuangan Bank dijalankan dengan mengacu pada acuan internasional COSO - Internal Control Integrated Framework. COSO – Internal Control Framework, meliputi 5 (lima) komponen pengendalian yaitu: Lingkungan Pengendalian (Control Environment), Penilaian Risiko (Risk Assessment),

Kegiatan Pengendalian (Control Activities), Informasi dan Komunikasi (Information and Communication), dan Pemantauan (Monitoring).

2.1.4 Pemanfaatan Teknologi Informasi

Menurut William dan Sawyer (dalam Widianingtias, 2014), teknologi informasi adalah bidang pengelolaan teknologi dan mencakup berbagai bidang yang terdiri dari perangkat lunak komputer, sistem informasi, perangkat keras computer, bahasa program, data kontruksi dan jaringan. Sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi informasi adalah segala cara atau alat yang terintegrasi yang digunakan untuk menjaring data, mengolah dan mengirimkan atau menyajikan secara elektronik menjadi infromasi dalam berbagai format yang bermanfaat bagi pemakainya. Teknologi informasi khusunya teknologi komputer sangat berpotensi untuk memperbaiki performa individu dan organisasi.

Pemanfaatan teknologi informasi juga berpengaruh pada industri perbankan, dimana penerapan teknologi informasi pada industri perbankan mempunyai dampak yang luar biasa mengingat industri perbankan merupakan salah satu industri yang paling tinggi tingkat ketergantungannya pada aktivitas-aktivitas pengumpulan, pemrosesan, analisa dan penyampaian laporan (informasi) yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pada nasabahnya. Pada umumnya tujuan pemanfaaatan teknologi informasi pada insdustri perbankan lebih menekankan pada tingkat pengurangan kesalahan dalam memproses transaksi yang selama ini dilakukan secara manual dan memberikan informasi laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu yang dapat digunakan oleh manajemen untuk membuat keputusan.

Sistem akan berjalan baik apabila ada pemanfaatan teknologi informasi yang memastikan sistem berjalan sesuai dengan rencana, untuk mendukung kualitas laporan keuangan. Pemanfaatan teknologi informasi akan sangat membantu mempercepat proses pengolahan data transaksi dan penyajian laporan keuangan, serta dapat menghindari kesalahan dalam melakukan posting dari dokumen, jurnal, buku besar hingga menjadi suatu laporan keuangan, sehingga laporan keuangan tersebut tidak kehilangan nilai informasi laporan keuangan (Salehi dan Torabi, 2012).

2.1.5 Kapasitas Auditor Internal

Pengertian audit internal menurut Committee of Sponsoring Organization (COSO) adalah suatu proses yang dijalankan dewan direksi, manajemen, dan personil lainnya dari suatu organisasi didesain untuk memberikan keyakinan yang memadai dalam pencapaian : 1) efektivitas dan efisien operasi; 2) keandalan laporan keuangan; dan 3) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.

Bank Indonesia, melalui peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan (Compliance Director) dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank Umum, menyatakan dalam rangka menjaga dan mengamankan kegiatan usaha bank, diperlukan adanya pelaksanaan fungsi audit intern bank yang efektif. Ukuran minimal yang harus dipatuhi dan diwajibkan bagi semua bank dalam melaksanakan fungsi audit internal adalah Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Internal Bank (SPFAIB). Berdasarkan SPFAIB tersebut, bank wajib untuk menyusun Piagam Audit Intern membentuk Satuan Kerja Audit Internal (SKAI) dan menyusun panduan audit intern. SKAI bertugas

dan bertanggungjawab untuk membantu tugas direktur utama dan dewan komisaris dalam melakukan pengawasan dengan cara menjabatkan secara operational baik perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan hasil audit;

membuat analisis dan penilaian di bidang keuangan, akuntansi, operasional dan kegiatan lainnya melalui pemeriksaan langsung dan pengawasan langsung;

mengidentifikasi segala kemungkinan untuk memperbaiki dan meningkatkan efesiensi penggunaan sumber daya dan dana; memberikan saran perbaikan dan informasi yang objektif tentang kegiatan yang diperiksa pada semua tingkatan manajemen.

Kapasitas atau profesionalisme harus menjadi acuan dalam pelaksanaan fungsi Audit Intern oleh SKAI. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, Auditor Intern secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama harus mempunyai:

a. Pengetahuan yang memadai dalam bidang tugasnya yaitu pengetahuan mengenai teknis audit dan disiplin ilmu lain yang relevan dengan spesialisnya;

b. Perilaku yang independen, jujur, obyektif, tekun dan loyal;

c. Kemampuan mempertahankan kualitas profesionalnya melalui pendidikan profesi lanjutan yang berkeseinambungan;

d. Kemampuan melaksanakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama;

e. Serta keecakapan dalam berinteraksi dan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis secara efektif (Peraturan Bank Indonesia, No. 1/6/PBI/1999).

2.1.6 Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi menurut Luthans (dalam Rinie dkk,2019) didefenisikan sebagai keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi tertentu, kemauan untuk mengerahkan usaha yang kuat atas nama organisasi, dan keyakinan yang dalam penerimaan nilai dan tujuan organisasi. Dapat dikatakan bahwa komitmen organisasi merupakan loyalitas dan keterlibatan karyawan untuk mencapai tujuan organisasi dengan tetap berada dalam organisasi.

Terdapat tiga dimensi terpisah untuk komitmen organisasi (Rinie dkk, 2019), yaitu :

a. Komitmen afektif, yaitu sebuah keterikatan emosional terhadap organisasi dan kepercayaan akan nilai-nilainya. Indikator yang digunakan dalam dimensi komitmen afektif adalah keterikatan emosi terhadap organisasi dan setuju dengan tujuan dan nilai organisasi

b. Komitmen berkelanjutan, yaitu sebuah keinginan untuk tetap menjadi anggota sebuah organisasi. Indikator yang digunakan dalam dimensi komitmen berkelanjutan adalah kesadaran akan biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi.

c. Komitmen normatif, yaitu kewajiban untuk tetap didalam organisasi untuk alasan moral dan etika. Indikator yang digunakan dalam dimensi komitmen normatif adalah merasa berkewajiban dalam melakukan pekerjaan.

Dengan adanya komitmen organisasi pada perbankan akan menunjukkan keyakinan dan dukungan yang kuat terhadap nilai dan sasaran (goal) yang ingin

dicapai dan mempertahankan kepatuhan dalam penyajian laporan keuangan sehingga dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan.

2.1.7 Penerapan Good Corporate Governance

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) menjelaskan bahwa Good Corporate Governance adalah seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubugan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan.

Penerapan Good Corporate Governance juga membuat perusahaan lebih fokus dan lebih jelas dalam pembagian tugas, tanggung jawab dan pengawasannya (Marzuki, 2020:31).

Penilaian terhadap pelaksanaan Good Corporate Governance (GCG) bagi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 12/13/DPbs tanggal 30 April 2011 disebutkan bahwa bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tungkatan atau jenjang organisasi. Terdapat lima prinsip good corporate governance, yaitu : Transparansi (transparency), Akuntabilitas (accountability), Responsibilitas (responsibility), Independensi (independency), Kesetaraan dan Kewajaran (fairness).

Penerapan prinsip Good Corporate Governance menjadi suatu keniscayaan bagi sebuah institusi termasuk di dalamnya bank syariah. Hal ini

lebih ditunjukan kepada adanya tanggung jawab publik (public accountability) berkaitan dengan operasional bank yang diharapkan untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang telah digariskan dalam hukum positif yang khusus untuk bank syariah harus mematuhi undang-undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Kemudian dengan menerpakan sistem Good Corporate Governance dalam bank syariah diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan berikut: 1) meningkatkan efesiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi kepada terciptanya kesejahteraan pemegang saham, pegawai dan stakeholder lainnya sekaligus merupakan solusi yang elegan dalam mengahadapi tantangan organisasi kedepan. 2) Meningkatkan legitimasi organisasi yang dikelola dengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.

3) Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholder. 4) Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan dan partisipasi organisasi secara legitimasi. 5) Mengendalikan konflik kepentingan yang mungkin timbul antar pihak principal dan agent. 6) Meminimalkan biaya modal dengan memberikan sinyal positif untuk para penyedia modal. Meningkatakan nilai perusahaan yang dihasilkan dari biaya modal yang lebih rendah, meningkatkan kinerja keuangan dan persepsi yang lebih baik dari stakeholders atas kinerja perusahaan di masa depan (Aldira, 2014).

Dalam dokumen SKRIPSI OLEH RAUDHATUN NISA (Halaman 27-36)

Dokumen terkait