BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
3. Tinjauan tentang Karakter Kewarganegaraan
a. Pengertian Karakter
Furqon Hidayatullah (2009: 9) mengemukakan bahwa “Karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus yang membedakan dengan individu lain”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan “Karakter sebagai tabiat;
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti, yang membedakan seseorang dengan yang lain; watak”. (Yahya Khan 2010: 1).
Selain itu, Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa “Karakter adalah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak” (Petter Sammy dan Yenny Salim, 2007: 506).
Sedangkan, Koesoema A menyatakan bahwa “Karakter sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari diri seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil dan juga bawaan seseorang sejak lahir”. (Masnur Muslich, 2011: 70)
Menurut Dasim Budimansyah (2010: 23) “Karakter adalah nilai-nilai kebajikan (tahu nilai kebajikan, mau berbuat baik, dan nyata berkehidupan baik) yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku”.
Selanjutnya AA Gym mengemukakan bahwa :
commit to user 32
Karakter itu terdiri dari empat hal, yaitu karakter lemah, karakter kuat, karakter jelek, dan karakter baik. Pertama, karakter lemah misalnya penakut, mudah putus asa, tidak berani mengambil resiko, cepat kalah, belum apa-apa sudah menyerah, dan sebagainya. Kedua, karakter kuat; contohnya tangguh, berani mengambil suatu resiko, pantang menyerah, dan sebagainya. Ketiga, karakter jelek; misalnya sombong, iri hati, pendendam, suka pamer, serakah, dan sebagainya. Keempat, karakter baik; seperti jujur, tanggung jawab, adil, rendah hati, terpercaya, dan sebagainya. (Furqon Hidayatullah, 2009: 10)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan watak, sifat yang dimiliki oleh seseorang sejak lahir. Anak yang memiliki karakter adalah mereka yang memiliki tata nilai, memahami, mempercayai, dan memperlakukan nilai itu seperti yang mereka yakini. Karakter menjadi identitas setiap pribadi sehingga karakter setiap orang berbeda antara satu dengan yang lain, namun karakter tersebut dapat diubah melalui pendidikan.
b. Pengertian Kewarganegaraan
Winarno (2008: 47) menyatakan bahwa “Warga mengandung arti peserta, anggota atau warga dari suatu organisasi perkumpulan. Warga negara artinya warga atau anggota dari suatu negara”. Menurut Ghazali “Warga negara sebagai terjemahan dari citizen artinya adalah anggota dari suatu komunitas yang membentuk negara itu sendiri”. (Winarno, 2008: 47)
Sedangkan menurut Syahrial Syarbaini, Aliaras Wahid, H.A Djasli, dan Sugeng Wibowo (2006: 144) mengemukakan bahwa “Warga negara dari suatu negara berarti anggota dari negara itu yang merupakan pendukung dan penanggung jawab terhadap kemajuan dan kemunduran suatu negara”.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa warga negara dapat diartikan sebagai anggota dari suatu negara yang memiliki tanggung jawab terhadap kemajuan dan kemunduran suatu negara.
Winarno (2008: 49) mengungkapkan bahwa “Istilah kewarganegaraan (citizenship) memiliki arti keanggotaan yang menunjukkan hubungan atau ikatan antara negara dengan warga negara”.
commit to user 33
Menurut John Crowley (1998: 169) dalam jurnal internasional menyebutkan bahwa “Citizenship is a status bestowed upon those who are full members of community. All who possess the status are equal with respect to the right and duties with which the status is endowed”.
Dari kutipan dalam jurnal internasional tersebut dapat diartikan bahwa kewarganegaraan adalah status yang diberikan kepada mereka yang menjadi anggota dari masyarakat. Semua anggota warga negara memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Menurut memori penjelasan dari Pasal II Peraturan Penutup Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia dalam Winarno (2008: 50) mengemukakan bahwa “Kewarganegaraan diartikan segala jenis hubungan dengan suatu negara yang mengakibatkan adanya kewajiban negara itu untuk melindungi orang yang bersangkutan”.
Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menyatakan bahwa “Kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang berhubungan dengan negara”.
Jadi, kewarganegaraan dapat diartikan sebagai status yang berkaitan dengan keanggotaan yang memiliki ikatan antara negara dengan warga negara yang mengakibatkan adanya hak dan kewajiban yang sama di dalam suatu negara.
c. Teori Kewarganegaraan
Ada empat teori kewarganegaraan yang telah berkembang dalam beberapa dekade dan telah dipraktekkan di sejumlah negara. Menurut Abdul Azis Wahab dan Sapriya (2011: 185) menyebutkan bahwa “Terdapat empat teori kewarganegaraan meliputi teori kewarganegaraan liberal-individualistik, teori kewarganegaraan komunitarian, teori kewarganegaraan republikan, dan neorepublikan (teori kewarganegaraan alternatif)”.
Adapun penjelasan sebagai berikut : 1) Teori Kewarganegaraan Liberal-Individualistik
commit to user 34
Teori liberal-individualistik memandang warga negara sebagai pemegang otoritas untuk menentukan pilihan dan hak. Manfaat pembeda dari teori ini berdasarkan pada aksioma bahwa warga negara secara individual memaksimalkan keuntungan yang dimilikinya, yakni menentukan pilihan tindakan yang akan mengantarkan pada hasil nilai tertinggi dikalikan dengan peluang situasi yang akan terjadi. Dalam teori ini hak-hak warga negara dapat diperoleh atau mungkin tidak dapat diperoleh tergantung dari pertimbangan pembuat aturan. Namun perlu dicatat bahwa bagi teori liberal-individualis kedua hak itu mengakui individu warga negara sesuai dengan hak-haknya, pendapat, dan pilihan tertentu, keduanya pun tidak selalu dalam konteks politik. Dinyatakan oleh Gusteren bahwa aspek politik dari sudut pandang teori liberal-individualis bersifat nisbi dan kondisional. Prinsip kewarganegaraan dan lembaga politik hanya diakui manakala prinsip tersebut dapat memberikan keuntungan pribadi.
2) Teori Kewarganegaraan Komunitarian (Communitarianisme)
Teori kewarganegaraan komunitarian sangat menekankan pada fakta bahwa setiap orang warga negara perlu memiliki sejarah perkembangan masyarakat.
Individualitas yang dimiliki warga negara berasal dan dibatasi oleh masyarakat. Dalam pandangan teori ini warga negara bertindak secara bertanggung jawab ketika ia memiliki tugas dalam batas-batas yang diterima oleh masyarakat. Namun demikian, agar masyarakat dan anggotanya secara individual dapat berkembang maka diperlukan loyalitas dan pendidikan kewarganegaraan agar menjadi warga negara yang loyal. Teori ini meyakini bahwa individu dibentuk oleh masyarakat. Di masyarakat ada norma yang disepakati sebagai codes of conduct yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat karena dengan cara inilah eksistensi dan keberlangsungan masyarakat akan terjamin.
3) Teori Kewarganegaraan Republikan (Republicanisme)
commit to user 35
Teori kewarganegaraan republikan dapat dipandang sebagai salah satu model khusus dari gagasan teori kewarganegaraan komunitarian. Teori ini menjadikan suatu masyarakat yang dinamakan komunitas publik sebagai pusat kehidupan politik. Keunggulan dan sekaligus nilai-nilai kebaikan yang diagungkan oleh teori republikan adalah keberanian, kesetiaan, disiplin militer, dan kenegarawanan. Hak-hak individu dijamin dan tiap individu warga negara dapat berperan aktif sebagai pelayan dalam komunitas publik mengisi sejarah perjalanan bangsa.
4) Neorepublikan: Teori Kewarganegaraan Alternatif
Pada dasarnya teori neorepublikan meliputi unsur-unsur pemikiran yang ada dalam teori kewarganegaraan komunitarian, republikan, dan liberal-individualis. Dengan kata lain teori ini merupakan kombinasi atau gabungan dari unsur-unsur tiga teori kewarganegaraan sebelumnya. Dalam teori neorepublikan, unsur militer tidaklah dominan dalam pengambilan keputusan.
Penyelenggara negara, terutama praktik kehidupan berbangsa dan bernegara secara luas lebih mengutamakan pelayanan publik secara lebih damai.
Neorepublikan pun mengutamakan kebajikan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat, bukan sekedar mematuhi aturan hukum semata. Tindakan pimpinan didasarkan pada kewenangan yang wajar, kemampuan, dan tanggung jawab sesuai dengan situasi dan kedudukannya.
Namun demikian, kemampuan individu sangat penting pula dalam praktik kewarganegaraan. Neorepublikan mengakui etika otonom dari domain publik yang bukan diperoleh dari etika atau pendapat pribadi melainkan yang berakar dalam domain publik sendiri. Dalam konteks kehidupan bernegara peran individu yang berfungsi sebagai warga negara memiliki peran yang sentral dalam domain publik namun peran etika dan pendapat pribadi tersebut tidak pernah melampaui sebagai mediasi. Bila dibandingkan dengan teori kewarganegaraan lain, menurut Gunsteren konsepsi kewarganegaraan neorepublikan lebih sempit dalam tujuannya mencapai kesederajatan politik,
commit to user 36
namun aplikasinya akan lebih luas karena mencakup banyak aktivitas publik.
Di luar publik, neorepublikan tidak banyak campur tangan kecuali masalah hubungan pribadi yang punya peluang akses terhadap kewarganegaraan.
Selain itu, pluralitas sebagai suatu karakteristik yang harus dihadapi oleh warga negara dan apabila warga negara berhasil dalam mengelola perbedaan, maka itulah yang dinamakan konsensus.
Kesimpulannya bahwa tidak ada satupun teori yang memuaskan, di samping ada kelebihan pasti ada kelemahan. Berdasarkan masalah yang peneliti teliti mengenai karakter kewarganegaraan ini termasuk dalam teori Neorepublikan (teori kewarganegaraan alternatif) hal ini karena pada dasarnya teori neorepublikan meliputi unsur-unsur pemikiran yang ada dalam teori kewarganegaraan komunitarian, republikan, dan liberal-individualis atau gabungan dari ketiga teori tersebut. Karena di Indonesia dalam konteks kehidupan bernegara peran individu yang berfungsi sebagai warga negara memiliki peran yang sentral serta penyelenggara negara lebih mengutamakan pelayanan publik secara damai.
d. Karakter Kewarganegaraan
Karakter bangsa Indonesia adalah karakter yang dimiliki warga negara bangsa Indonesia berdasarkan tindakan-tindakan yang dinilai sebagai suatu kebajikan berdasarkan nilai yang berlaku di masyarakat dan bangsa Indonesia.
(Rini Harjanti, 2011 diakses dalam http://smpn1wonosari.sch.id/majalah1/?p=72).
Sedangkan menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) menyatakan bahwa :
Watak atau karakter kewarganegaraan sesungguhnya merupakan materi yang paling substantive dan esensial dalam mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dimensi ini dapat dipandang sebagai muara dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan demikian seorang warga negara pertama-tama perlu memiliki pengetahuan kewarganegaraan yang
commit to user 37
baik, memiliki keterampilan intelektual maupun partisipatif, dan pada akhirnya pengetahuan serta keterampilan itu akan membentuk suatu karakter atau watak yang mapan, sehingga menjadi sikap dan kebiasaan sehari-hari.
Watak yang mencerminkan warga negara yang baik itu misalnya sikap religius, toleran, jujur, adil, demokratis, taat hukum, menghormati orang lain, memiliki kesetiakawanan sosial dan lain-lain.
(Andriez, 2007, http://andriez1980.blogspot.com/2007/07/tujuan-pkn10.html) Selanjutnya, menurut Dasim Budimansyah dan Karim Suryadi (2008: 61) menyatakan bahwa :
Watak kewarganegaraan sebagaimana kecakapan kewarganegaraan, berkembang secara perlahan sebagai akibat dari apa yang telah dipelajari dan dialami oleh seseorang di rumah, di sekolah, komunitas dan organisasi-organisasi civil society. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting.
Kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses.
Hal senada seperti yang diungkapkan oleh Kathy Bickmore (2005: 2) dalam jurnal internasional yang menyatakan bahwa :
Democratic education at its best. Democratic disagreement in classrooms as well as about classroom can be constructive opportunities to rebuild community, to remedy injustices, and to build citizenship capacity in policies and practices. Democratic processes and social institutions are mechanisms for making decisions in the context of social and political conflict.
Artinya pendidikan demokrasi adalah yang terbaik. Perbedaan pendapat demokratis dalam ruang kelas serta sekitar kelas dapat menjadi peluang untuk membangun kembali masyarakat, untuk memperbaiki ketidakadilan, dan untuk membangun kapasitas kewarganegaraan pada kebijakan dan praktek. Proses demokrasi dan lembaga sosial adalah mekanisme untuk membuat keputusan dalam konteks konflik sosial dan politik.
commit to user 38
Jadi, dalam hal ini karakter kewarganegaraan sangat penting dalam mewujudkan negara yang demokratis. Hal ini karena watak kewarganegaraan dibangun berdasarkan pengetahuan dan keterampilan kewarganegaraan.
Dalam pendidikan kewarganegaraan terdapat tiga komponen utama, yaitu pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge), ketrampilan kewarganegaraan (civic skill), dan karakter kewarganegaraan (civic dispotition). Civic knowledge berkaitan dengan isi atau apa yang harus diketahui oleh warga negara. Civic skill merupakan keterampilan apa yang seharusnya dimiliki oleh warga negara.
Sedangkan civic dispotition diterjemahkan sebagai watak, sikap atau karakter kewarganegaraan dan ada pula yang menyebutnya sebagai nilai kewarganegaraan.
“Civic dispotition berkenaan dengan sifat dan karakter yang baik dari seorang warga negara baik secara pribadi maupun publik”. (Winarno dan Wijianto, 2010: 50).
Jadi, civic dispotition sesungguhnya dapat dikatakan dimensi yang paling substantif dan esensial dalam mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan.
Dimensi watak kewarganegaraan dapat dipandang sebagai jalur dari pengembangan kedua dimensi sebelumnya. Dengan memperhatikan visi, misi, dan tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, karakteristik mata pelajaran ini ditandai dengan penekanan pada dimensi watak, karakter, sikap, dan potensi lain yang bersifat afektif.
e. Pembagian Karakter Kewarganegaraan
Karakter atau watak kewarganegaraan sebagai komponen dasar ketiga civic education menunjuk pada karakter publik maupun privat yang penting bagi pemeliharaan dan pengembangan demokrasi konstitusional. Karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri, dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia dari setiap individu adalah wajib. Karakter publik juga tidak kalah penting, merupakan kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengindahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar,
commit to user 39
bernegosiasi dan berkompromi merupakan karakter yang sangat diperlukan agar demokrasi berjalan sukses.
Secara singkat karakter kewarganegaraan yang terdiri atas karakter publik dan privat itu dapat dideskripsikan sebagai berikut :
1) Menjadi anggota masyarakat yang independen;
2) Memenuhi tanggung jawab personal kewarganegaran dibidang ekonomi dan politik;
3) Menghormati harkat dan martabat kemanusiaan tiap individu;
4) Berpartisipasi dalam urusan-urusan kewarganegaraan secara efektif dan bijaksana;
5) Mengembangkan berfungsinya demokrasi konstitusional secara sehat.
(Budimansyah dalam Winarno dan Wijianto, 2010: 56)
Pentingnya watak kewarganegaraan ini jarang sekali ditegaskan. Karakter publik dan privat yang mendasari demokrasi dalam jangka panjang mungkin lebih merupakan dampak dari pengetahuan atau kecakapan yang dikuasai warga negara.
f. Dimensi Karakter Kewarganegaraan
Berdasarkan Permendikanas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL), maka dapat diidentifikasikan sejumlah kompetensi kewarganegaraan dalam dimensi civic dispotition, baik untuk PKn tingkat SD, SMP, maupun SMA.
Dalam dimensi karakter kewarganegaraan, peserta didik diharapkan : 1) Menghargai makna nilai-nilai kejuangan bangsa;
2) Menghargai keputusan bersama;
3) Menunjukkan sikap positif terhadap norma-norma kebiasaan, adat istiadat, dan peraturan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;
4) Menghargai perbedaan dan kemerdekaan dalam mengemukakan pendapat dengan bertanggung jawab;
5) Menunjukkan sikap positif terhadap pelaksanaan kehidupan demokrasi dan kedaulatan rakyat;
6) Menunjukkan sikap kritis dan apresiatif terhadap dampak globalisasi.
(Winarno dan Wijianto, 2010: 57)
commit to user 40
Untuk materi Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah, dimensi sikap dan nilai kewarganegaraan (civic dispotition) dapat diidentifikasikan dari rumusan standar kompetensi maupun kompetensi dasar.
Contoh rumusan civic dispotition pada tingkat SD, yaitu :
“Sikap mau menerima kekalahan”
“Jujur, disiplin, dan senang bekerja”
Contoh rumusan civic dispotition pada tingkat SMP, yaitu :
“Memiliki sikap positif terhadap norma yang berlaku”
“Memiliki sikap positif terhadap Pancasila”
Contoh rumusan civic dispotition pada tingkat SMA, yaitu :
“Sikap positif terhadap konstitusi negara”
“Menghargai persamaan kedudukan warga negara”
(Winarno dan Wijianto, 2010: 58)
4. Hubungan antara Pendidikan Kewarganegaraan dengan Kepramukaan