• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

B. Tinjauan tentang Lembaga Pendidikan Non Muslim 1.Pengertian Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan ialah badan usaha yang bergerak dan bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap anak didik (Ahmadi, 2001: 170). Lembaga pendidikan merupakan suatu badan atau wadah atau tempat terlaksananya proses pendidikan. Melalui lembaga pendidikan inilah potensi-potensi anak didik akan berkembang.

Menurut Dr. M.J. Langeveld dan Ki Hajar Dewantara secara garis besar ada tiga pusat lembaga pendidikan yang bertanggung jawab atas terselenggaranya pendidikan terhadap peserta didik. Hanya saja ada perbedaan dalam menentukan ketiga pusat pendidikan.

Menurut Dr. M.J. Langeveld tiga macam lembaga pendidikan meliputi: Keluarga, Negara dan Gereja. Dasar yang digunakan dalam pembagian tersebut adalah wewenang dan wibawa:

48

b. Wewenang Negara berdasarkan Undang-Undang

c. Wewenang Gereja berasal dari Tuhan (Ahmadi, 2001: 170-171).

Wewenang keluarga bersifat kodrati artinya keluarga sebagai badan yang berwenang dalam menyelenggarakan pendidikan dalam keluarga itu sendiri. Sedangkan Negara melaksanakan wewenangnya dalam pendidikan dengan mengusahakan sekolah, organisasi pemuda serta perkumpulan agama dalam bentuk sekolah maupun dalam bentuk lainnya.

Ki Hajar Dewantara mengemukakan bahwa Tricentral atau Tripusat pendidikan meliputi keluarga, sekolah dan perkumpulan. Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua bersifat informal yang pertama dan utama dialami oleh anak dan bersifat kodrat. Sedangkan sekolah sebagai lembaga pendidikan setelah keluarga memiliki andil besar dalam perkembangan potensi siswa.

Dalam hal ini sekolah memegang peranan kedua sebagai tempat berlangsungnya pendidikan setelah keluarga (Suwarno, 1988: 73). Sekolah memiliki fungsi yang penting yaitu menyampaikan pengetahuan dan melaksanakan pendidikan kecerdasan. Selain itu sekolah juga memiliki fungsi untuk mempersiapkan anak dalam menghadapi kehidupan di masa mendatang.

Disamping keluarga sebagai pusat pendidikan sekolah pun memiliki fungsi sebagai pusat pendidikan untuk pembentukan pribadi anak. Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan agama, setiap

49

satuan pendidikan diwajibkan memasukkan pendidikan agama sebagai salah satu mata pelajaran.

2. Klasifikasi lembaga pendidikan

a. Klasifikasi Lembaga Pendidikan meliputi:

1) Pendidikan informal, atau pendidikan pertama adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri, hal ini adalah menjadi pendidikan primer bagi peserta didik dalam pembentukan karakter dan kepribadian (Ahmadi, 2001: 169).

2) Pendidikan nonformal atau pendidikan luar sekolah ialah semua bentuk pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja, tertib, berencana, di luar kegiatan persekolahan (Ahmadi, 2001: 164). 3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup,

pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik. Adapun pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau ingin melengkapi pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada

50

penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional.

4) Jalur formal adalah lembaga pendidikan yang terdiri dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UU RI No. 20, 2003: 13) dengan jenis pendidikan: umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi dan keagamaan. Tujuan diadakannya lembaga pendidikan formal ialah sebagai tempat sumber ilmu pengetahuan, tempat untuk mengembangkan bangsa serta tempat untuk menguatkan masyarakat bahwa pendidikan itu penting guna bekal kehidupan di masyarakat. Sekolah sebagai bentuk lembaga pendidikan formal merupakan sebuah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi dan segala aktifitasnya direncanakan dengan sengaja atau disebut juga kurikulum (Ahmadi, 2001: 162).

3. Macam-macam sekolah

a. Ditinjau dari segi yang mengusahakan

1) Sekolah negeri, yaitu sekolah yang diusahakan oleh pemerintah, baikd ari segi pengadaan fasilitas, keuangan, maupun pengadaan tenaga pengajar. Instansi penyelenggara pada umumnya adalah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Depdikbud) untuk sekolah-sekolah umum, dan Departemen Agama untuk sekolah yang bercirikhas Islam.

51

2) Sekolah swasta, yaitu sekolah yang diusahakan oleh selain pemerintah, yaitu badan-badan swasta.

b. Ditinjau dari sudut pandanga tingkatan

Menurut UU No. 20 Tahun 2004, jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi.

1) Pendidikan dasar terdiri dari:

a) Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah

b) SMP/MTs

2) Pendidikan Menengah terdiri dari:

a) SMA dan MA

b) SMK dan MAK

3) Pendidikan Tinggi, terdiri dari:

a) Akademi

b) Institusi

c) Sekolah Tinggi d) Universitas

Selain jenjang tersebut, ada juga diselenggarakan pendidikan anak usia dini, yaitu sebagai penyelenggaraan pendidikan yang diperuntukkan bagi anak sebelum memasuki pendidikan dasar (Hasbullah, 1997: 52-53).

Lembaga pendidikan nonmuslim atau sekolah nonmuslim termasuk dalam kategori sekolah swasta, karena lembaga tersebut didirikan oleh badan-badan swasta atau sebuah yayasan. Muatan kurikulum yang ada

52

di sekolah swasta berbeda dengan sekolah negeri. Muatan kurikulum yang ada di sekolah swasta menyesuaikan dengan kebijakan pihak yayasan.

Badan atau lembaga penyelenggara pendidikan, baik pemerintah maupun swasta (berbentuk yayasan) berfungsi sebagai motor penggerak utama sekaligus penanggung jawab penuh terselenggaranya pendidikan di sekolah/ madrasah/ pesantren yang dipimpinnya (Muchtar, 2008: 134). 4. Kriteria Lembaga Penyelenggara Pendidikan

Ada beberapa kriteria bagi lembaga penyelenggara pendidikan termasuk sekolah terutama dibidang SDM atau orang-orang yang memimpinnya haruslah memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Kuat aqidah, ibadah dan mu’amalahnya.

b. Memahami dan menguasai seluk beluk pendidikan.

c. Menguasai dan menerapkan manajemen yang baik, sehat dan terbuka.

d. Berakhlakul karimah.

e. Melaksanakan tugas dengan professional. f. Fokus pada tugas atau jabatan yang diemban.

g. Tidak semata-mata mencari keuntungan materi tapi lebih ditekankan pada ibadah dan ikhlas karena Allah.

h. Menjalin hubungan yang baik dan harmonis secara internal maupun eksternal.

i. Kuat dan potensial dalam bidang SDM, manajemen, pembiayaan, sarana, prasarana serta fasilitas pendidikan (Muchtar, 2008: 137).

53

5. Karakteristik Lembaga Pendidikan non-Muslim

Karakteristik lembaga pendidikan non muslim tentulah sangat berbeda dengan lembaga pendidikan muslim, di bawah adalah perbedaan antar lembaga-lembaga pendidikan tersebut:

a. Karakteristik lembaga pendidikan Islam

Salah satu yang menjadi karaktristik dan tujuan lembaga pendidikan Islam yang paling menonjol adalah pewarisan nilai-nilai ajaran agama Islam. Hal ini sangat beralasan mengingat aspek-aspek kurikulum yang ada menyajikan seluruhnya memasukan mata pelajaran agama Islam secara komprehensif dan terpadu (walaupun di sekolah-sekolah umum dipelajari juga mata pelajaran agama Islam tetapi tidak komprehensif dan mendalam) sementara di lembaga-lembaga pendidikan Islam kurikulum pendidikan agama Islam menjadi kosentrasi dan titik tekan.

Menurut Malik Fajar, bahwa karakteristik lembaga pendidikan Islam cakupannya sangat luas, namun secara sederhana bisa disimpulkan menjadi tiga poin diantaranya sebagai berikut:

1) Lembaga pendidikan yang penyelenggaraannya didasari atas kemauan dan cita-cita untuk menjawantahkan nilai-nilai agama. Dalam konteks ini agama dijadikan sumber nilai yang akan diwujudkan dalam kegiatan pendidikannya.

2) Lembaga pendidikan yang memberikan perhatian sekaligus menjadikan Islam sebagai pengetahuan untuk program studi yang

54

diselenggarakannya. Disini Islam diletakkan sebagai bidang studi, sebagai ilmu dan diperlakukan seperti ilmu yang lain. Contohnya pondok pesatren.

3) Lembaga pendidikan yang mencangkup kedua pengertian diatas, dalam hal ini Islam dijadikan bidang studi yang ditawarkan melalui program studi yang diselenggarakannya (Fajar, 1998: 3).

b. Karakteristik lembaga pendidikan non muslim 1) Lembaga Pendidikan Katolik

Dalam dokumen Gravissimum Educationis (GE, deklarasi tentang pendidikan kristiani), diungkapkan tujuan dan semangat yang harus ada dalam setiap sekolah Katholik. Sekolah Katolik merupakan kehadiran gereja. Lewat sekolah Katholik karya keselamatan Allah yang dijalankan Gereja menjadi nyata. Tekanan yang harus diperhatikan adalah:

a) Menciptakan lingkungan sekolah berjiwa kasih injili;

b) Kembangkan pribadi siswa secara utuh menjadi ciptaan baru; c) Siapkan siswa untuk nantinya dapat menjadi ragi masyarakat; d) Pentingnya pendidikan moral keagamaan.

Kongregasi suci untuk pendidikan pada 19 Maret 1977

mengeluarkan dokumen ”Sekolah Katolik”. Dokumen ini

merupakan pengembangan lebih lanjut dari Gravissimum Educationis khusus pada sekolah katolik. Beberapa hal ditekankan disini yaitu:

55

a) Sekolah menjadi sarana istimewa untuk memajukan pembentukan manusia yang utuh karena sekolah merupakan pusat pengembangan dan penyampaian konsepsi tentang dunia, manusia dan sejarah.

b) Sumbangan utama sekolah katolik adalah pendidikan iman. c) Tugas pendidikan gereja:

i. Menjamin pembentukan watak yang kuat, sehingga mampu menolak aliran relativisme;

ii. Membina komunitas yang hidup kristianinya baik dan berjiwa merasul;

iii. Mau kerja bagi pembangunan masyarakat dunia, sehingga melawan materialism, pragmatism, teknokrasi. iv. Prinsip sekolahnya kebinekaan, kerjasama dengan

lembaga lain.

v. Kerjasama dalam masyarakat multikultural. vi. Tugas khusus: menampilkan dimensi etika. d) Sekolah Katolik:

i. Membentuk murid menjadi orang kristen yang utuh: hidup bersama orang lain dan terlibat dalam masyarakat ii. Menjadi saksi hidup akan cinta Allah kepada manusia; iii. Tangung jawab dan kerjasama dengan lembaga lain; iv. Menjadi komunitas yang mewariskan nilai-nilai untuk

56

v. Peka pada keadilan dalam komunitas; Prioritas pada yang kecil dan miskin.

vi. Sumber pelayanan bagi murid, warga lain, dan masyarakat (Suparno, 2017: 2-3).

2) Karakteristik Lembaga Pendidikan Kristen

a) Pendidikan yang memiliki kesadaran akan dosa

Seorang pribadi memiliki kesadaran akan dosa adalah berkat pekerjaan Tuhan sendiri, dan kesadaran akan dosa ini adalah hal yang sangat penting bagi setiap murid bahkan guru sekalipun. Pekerjaan Tuhan yang dimaksudkan adalah pekerjaan Roh Kudus di dalam hati setiap murid dan di dalam hati pengajar atau guru.

b) Pendidikan yang berpusat pada penebusan kristus adalah pendidikan yang mendidik murid untuk hidup di dalam kasih Kristus, hidup menyerupai Kristus dan ini hanya bisa dilakukan oleh pekerjaan Allah melalui Roh Kudus. Pengajaran yang dilakukan dalam menerapkan pendidikan yang berpusat kepada penebusan Kristus ini adalah bagaimana sekolah dan guru melandaskan pengajaran akan Kristus dan memberikan contoh melalui kehidupan guru sehari-hari. Hal terpenting lainnya dari pendidikan yang berpusat pada Kristus ini murid dan guru adalah pribadi yang

57

ditebus dan diselamatkan dari ikatan dosa yang mengikat manusia.

c) Pendidikan yang memiliki perspektif kekekalan

Pendidikan yang memiliki perspektif kekekalan adalah pendidikan yang memiliki pandangan jauh tentang pertumbuhan dari diri murid. menyampaikan bahwa guru harus menyadari proses pengajaran mereka kepada murid merupakan investasi jangka panjang. Investasi jangka panjang yang diberikan guru kepada muridnya bukanlah waktu yang sama, karena murid mengalami pertumbuhan yang berbeda-beda dan tidak dapat disama ratakan. Waktu yang dimiliki dalam pendidikan ini bukan hanya waktu dalam kehidupan manusia tetapi sampai kepada kekekalan.

d) Pendidikan yang holistik subjek

Pendidikan yang holistik subjek adalah pendidikan yang memiliki komponen subjek yang menyeluruh dalam bekerja sama dan membantu menerapkan pendidikan kepada murid Pendidikan yang holistis subjek selain dari sekolah, guru dan murid, yaitu orang tua, gereja dan lingkungan. Subjek-subjek tersebut merupakan Subjek-subjek yang berinteraksi dengan murid dan subjek yang mampu membentuk pribadi murid.

58

e) Pendidikan yang memuridkan untuk memuridkan

Hal ini merupakan panggilan dari setiap orang yang percaya kepada Allah yaitu, menjadi murid yang dapat memuridkan (disciple making disciple’ makers). Menjadi murid adalah langkah dari menjadi pembentuk murid. Murid yang belajar dari gurunya dan memahami pengajaran tersebut akan mampu mengajarkannya kepada orang lain (Nadaek, 2017).

59 BAB III

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN