• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Tinjauan tentang Usahatani Organik

Kadarsan (1993) Usahatani adalah suatu tempat dimana seseorang atau sekumpulan orang berusaha mengelola unsur - unsur produksi seperti alam, tenaga kerja, modal dan ketrampilan dengan tujuan berproduksi untuk menghasilkan sesuatu di lapangan pertanian. Dapat disimpulkan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien dan efektif pada suatu usaha

pertanian agar diperoleh hasil maksimal. Sumber daya itu adalah lahan, tenaga kerja, modal dan manajemen.

Soekartawi (2002) bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani dapat mengalokasikan sumber daya yang mereka miliki sebaik - baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.

2.3.2 Definisi Pertanian Organik

Sutanto (2006) pertanian organik adalah pertanian yang ramah lingkungan untuk menghasilkan produk - produk dengan kualitas yang baik dan jumlah yang cukup. Definisi lain pertanian organik adalah suatu sistem pertanian yang mendorong kesehatan tanah dan tanaman melalui praktek pendaurulangan unsur hara dari bahan - bahan organik seperti kompos dan sampah tanaman, rotasi tanaman, pengolahan yang tepat, dan menghindari pupuk sintesis serta pestisida. Secara ringkas dapat diartikan bahwa pertanian organik yaitu sistem produksi pertanian yang holistik dan terpadu dengan cara mengoptimalkan

kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga

menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas, dan berkelanjutan. Istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2002).

2.3.3 Definisi Sayur - Sayuran

Sayur - sayuran didefinisikan sebagai bagian dari tanaman yang umum dimakan untuk memenuhi kebutuhan gizi seseorang. Berdasarkan definisi tersebut, sayur - sayuran dapat dibedakan atas: daun (kangkung, katuk, sawi,

bayam, selada air), bunga (kembang turi, brokoli, kembang kol), buah (terong, cabe, paprika, labu, ketimun, tomat), biji muda (kapri muda, jagung muda, kacang panjang, buncis, semi atau baby corn), batang muda (asparagus, rebung,

jamur), akar (bit, lobak, wortel, rhadis), serta sayuran umbi (kentang, bawang

bombay, bawang merah). Berdasarkan warnanya, sayur - sayuran dapat dibedakan atas : hijau tua (bayam, kangkung, katuk, kelor, daun singkong, daun papaya), hijau muda (selada, seledri), dan yang hampir tidak berwarna (kol, sawi putih) (Astawan, 2007).

Sayur - sayuran merupakan sumber seluruh vitamin, seperti vitamin A yang banyak terdapat pada sayuran yang berwarna merah dan kuning seperti wortel dan waluh. Untuk vitamin B1, B2 dan B6 terdapat pada sayuran yang daunnya berwarna hijau tua dan kacang kacangan. Untuk vitamin C, hampir semua sayuran mengandung vitamin tersebut seperti tomat, kentang, lombok dan sayuran yang berwarna tua, sedangkan untuk vitamin E dan K banyak

terdapat pada sayuran daunan dan pucuk tunas seperti bayam, asparagus dan

kubis. Beberapa mineral penting yang terdapat pada sayuran adalah zat besi, kalsium dan fosfor (Soedharoedjian, 1993).

Sayuran dibutuhkan manusia untuk beberapa macam manfaat, salah satunya untuk membantu metabolisme tubuh. Selain kandungan vitamin dan mineral, sayuran juga mengandung karbohidrat yang berbentuk selulosa, gula dan zat tepung. Sayur - sayuran memiliki ciri - ciri antara lain (Setyati, 1989) : a. Dipanen dan dimanfaatkan dalam keadaan segar atau hidup sehingga bersifat

mudah rusak.

b. Komponen utama mutu ditentukan oleh kandungan air bukan kandungan bahan kering seperti halnya tanaman agronomi, contohnya jagung dan tanaman perkebunan.

Pengembangan agribisnis sayuran merupakan komoditas yang potensial dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, produktivitas dan kualitas hasil sangat ditentukan oleh saat tanam, agroklimat, jenis tanah, penggunaan sarana produksi, teknologi budidaya, pengolahan pasca panen, dan pengemasan serta pemasaran. Dalam pengembangan usaha agribisnis sayuran sangat ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusia dalam perencanaan sistem agribisnis dari proses penentuan lokasi dan jenis sayuran yang akan dikembangkan, sarana produksi, teknologi budidaya, pengelolaan pasca panen, peningkatan nilai tambah dan pemasaran. Agroklimat merupakan pertimbangan yang sangat penting dan merupakan faktor sukses dan tidaknya kegiatan agribisnis dibandingkan dengan faktor lahan. Faktor agroklimat sulit untuk direkayasa dengan faktor penentu seperti sinar matahari, hujan, angin, kelembaban dan suhu udara. Sementara itu tanah yang tidak subur dapat dirubah menjadi subur. Selain dari pada itu faktor tenaga kerja juga sangat menentukan berhasil dan tidaknya usaha agribisnis sayuran, demikian juga manajemen pengelolaan agribisnis. Kiat memulai agribisnis agar sukses pertama yang harus diidentifikasi adalah apa yang kita miliki lahan, atau ketrampilan serta modal, apabila yang dimiliki modal harus dicari informasi pasar, lahan, dan keahlian. Namun apabila yang dimiliki hanya lahan harus diupayakan informasi pasar, alternatif modal dan pemilikan keahlian dan bila yang dimiliki modal maka diperlukan data pasar dan lokasi kegiatan serta komoditas yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Rahardi, 2005).

Sayuran dataran tinggi pada umumnya dapat tumbuh baik pada suhu udara sejuk sekitar 250C - 300C dengan ketinggian tempat antara 500 - 1000 mdpl. Tanah yang dibutuhkan adalah tanah gembur, berpasir dengan kandungan mineral yang tinggi dan drainase yang sempurna. Benih yang digunakan dengan vigor 85% sedangkan untuk tanaman dataran rendah dapat

tumbuh dengan ketinggian 1 - 300 mdpl, tanah yang dibutuhkan tanah berpasir, gembur dengan ph 5,6-6. Pemeliharaan tanaman diselenggarakan dengan menggunakan pupuk dasar dan pupuk lanjutan atau susulan sedangkan untuk pengendalian hama dilaksnakan bila diperlukan. Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) pada sayuran mampu mengurangi penggunaan pestisida cukup signifikan tanpa menurunkan hasil sehingga keuntunganpun bertambah serta dapat meningkatkan pendapatan petani sayuran (Endang Y, 2008).

2.4 Tinjauan tentang Pendapatan Usahatani

Dokumen terkait