• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Pengertian Manajemen Pendidikan

Manajemen pendidikan menurut Purwanto (1970:h.9) adalah semua kegiatan sekolah dari yang meliputi usaha-usaha besar, seperti mengenai perumusan policy, pengarahan usaha-usaha besar, koordinasi, konsultasi, korespondensi, kontrol perlengkapan, dan seterusnya sampai kepada usaha-usaha kecil dan sederhana, seperti menjaga sekolah dan sebagainya. Menurut Usman (2014:h.5) manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Nawawi (1981:h.11) mengemukakan bahwa manajemen pendidikan adalah ilmu terapan dalam bidang pendidikan yang merupakan rangkaian kegiatan atau keseluruhan proses pengendalian usaha kerjasama sejumlah orang untuk mencapai tujuan pendidikan secara berencana dan sistematis yang diselenggarakan di lingkungan tertentu terutama lembaga pendidikan formal. Defenisi ini memberikan pengertian bahwa manajemen pendidikan menekankan pada rangkaian proses kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dalam mewujudkan tujuan yang telah disepakati berbersama-sama-bersama-sama. Sementara itu, Fuad (2014:h.14) menyatakan bahwa, manajemen merupakan pedoman (guidelines). Menurutnya, dalam manajemen terdapat beberapa prinsip tentang bagaimana merencanakan, melaksanakan dan juga mengontrol pelaksanaan program. Hal ini bertujuan agar sebuah program dapat mencapai tujuan tertentu.

George R Terry (1985) dalam Sukarna (2011:h.3) mengatakan management is the accomplishing of a predetemined obejectives through the efforts of otherpeople. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa manajemen adalah pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditetapkan melalui atau bersama-sama usaha orang lain. Manajemen juga merupakan proses sosial yang berhubungan dengan keseluruhan usaha manusia dengan bantuan manusia dan sumber-sumber lainnya dan menggunakan metode yang efisien dan efektif untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan (Hamalik, 2008:h.28). Dalam manajemen terdapat beberapa kegiatan. Kegiatan ini dinamakan fungsi manajemen, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengkoordinasian dan pengawasan. Semua fungsi tersebut merupakan fungsi yang penting dalam proses kegiatan pencapaian tujuan yang telah ditentukan. Berdasarkan pernyataan di atas, maka manajemen diartikan sebagai sebuah pedoman dalam mencapai tujuan. Manajemen memberikan arahan dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi atau mengawasi sebuah

12

proses atau tindakan dalam mencapai tujuan. Dalam proses pengawasan, manajemen membantu memilah apakah proses tersebut mampu dilaksanakan sesuai dengan rencana atau perlu diperbaiki.

Manajemen pendidikan diartikan sebagai proses keseluruhan kegiatan bersama dalam bidang pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pelaporan, pengkoordinasian, pengawasan dan evaluasi dengan menggunakan sarana prasarana yang tersedia baik personil, materil maupun spiritual untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dn efisien (Nata, 2008: 24). Dalam pengertian tersebut, manajemen pendidikan sejatinya tidak berbeda dengan pengertian manajemen pada umumnya, namun nilai-nilai serta fungsi manajemen di laksanakan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Dari pendapat para ahli di atas dapat penulis simpulkan bahwa Manajemen Pendidikan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan yang berupa proses pengelolaan usaha kerja sama sekelompok manusia yang tergabung dalam organisasi pendidikan, untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya, dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan menggunakan fungsi-fungi manajemen agar tercapainya tujuan secara efektif dan efisien.

Gambar 2.1. Defenisi Manajemen

13

b. Tujuan dan Fungsi manajemen Pendidikan

Menurut Fattah (2008:h.123) tujuan dan manfat manajemen pendidikan adalah sebagai berikut:

1. Terciptanya proses belajar dan proses pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan;

2. Terciptanya peserta didik yang aktif dalam mengembangkan potensi dirinya. Baik potensi spiritual, kepribadian, pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, maupun keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa dan negara;

3. Terpenuhinya salah satu dari empat kompetensi tenaga pendidik dan kependidikan;

4. Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien;

5. Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas administrasi pendidikan; dan

6. Teratasinya masalah mutu pendidikan.

G.R. Terry (1958) dalam Sukarna (2011:h.10) mengemukakan bahwa manajemen memiliki beberapa fungsi yaitu: 1) perencanaan, 2) pengorganisasian, 3) pelaksanaan, dan 4) pengawasan. Dari sini dapat dipahami bahwa peranan manajemen dalam sebuah organisasi memiliki empat fungsi. Pertama, perencanaan (planning). Perencanaan merupakan kegiatan menetapkan tujuan yang ingin dicapai beserta metode atau cara pencapaiannya. Dalam perencanaan organisasi atau lembaga harus merumuskan beragam program kegiatan yang akan dilaksanakan untuk menghasilkan tujuan organisasi. Selain merumuskan program kegiatan, pemangku kebijakan juga harus menentukan bagaimana cara atau strategi kegiatan tersebut dapat dilaksankan dengan baik. Strategi yang dibuat meliputi, bentuk kegiatan, waktu, pelaksana, tempat, hingga pendanaan kegiatan.

Kedua, pengorganisasian (organizing). Fungsi ini dilakukan untuk menggerakkan anggota organisasi agar dapat melaksanakan kegiatan sesuai dengan yang direncanakan. Dalam pengorganisasian, pengurus atau pemangku kebijakan dalam organisasi menentukan siapa yang bertanggungjawab apa, mulai dari penanggungjawab acara, penanggungjawab sumber dana, penanggungkawab akomodasi dan perlengkapan lainnya, hingga bagian-bagian lainnya yang dianggap perlu. Ketiga, pelaksanaan (actuating). Fungsi ini merupakan tahapan eksekusi dari sesuatu yang sudah direncanakan pada fungsi planning dan organizing. Dalam tahapan ini semua penanggungjawab rencana program melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing sesuai dengan tugas yang telah diberikan kepada mereka. Hal ini dilakukan dengan tetap bekerjasama antara penanggungjawab satu dengan penanggungjawab kegiatan lainnya.

Keempat, pengawasan (controling). Fungsi ini merupakan tahapan yang dilakukan sejak planning dan organizing diputuskan. Fungsi pengawasan dilaksanakan bersamaan tahapan pelaksanaan dan setelah kegiatan usai

14

dilaksanakan. Dalam pengawasan ini dibentuk sebuah tim yang terdiri dari beberapa orang untuk mengawasi semua proses kegiatan.

Gambar 2.2. Fungsi Manajemen

Sumber: G.R. Terry (1958) dalam Sukarna (2011:h.10)

c. Prinsip-prinsip Manajemen Pendidikan

Ramayulis, (2012:h.31 menjelaskan arti kata pendidikan dapat ditinjau dari dua segi. Pertama, dari sudut pandang masyarakat yang berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda agar bisa melanjutkan hidup dan memelihara kebudayaan. Kedua dari sudut pandang individu, yaitu pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Ungkapan ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan proses mengolah potensi seseorang menjadi lebih baik dan manusiawi. Pendidikan juga merupakan proses transformasi diri dari ignorant menuju kesadaran diri dan dari yang tidak tahu menjadi tahu. Pendidikan juga berarti sebagai wahana mengolah atau memberdayakan peserta didik agar dapat mengembangkan potensinya, baik secara individual maupun sosial.

Kristiawan (2017:h.12-13) mengutip pendapat Douglas dalam merumuskan lima prinsip manajemen pendidikan, yaitu (1) memprioritaskan tujuan daripada kepentingan pribadi dan kepentingan mekanisme kerja, (2) mengkoordinasikan tanggung jawab dan wewenang, (3) memberikan tanggung jawab sesuai dengan sifat dan kemampuan masing-masing personil, (4) mengenal secara baik faktor-faktor psikologis manusia dan (5) relativitas nilai-nilai. Kelima perinsip ini menjadi barometer baik dan tidaknya sebuah manajemen dalam suatu organisasi ataupun lembaga. Sebelum sebuah organisasi atau lembaga membuat kegiatan program, tentu yang terpenting

Manajemen

Planning

Organizing

Actuating Controling

15

organisasi harus menentukan terlebih dahulu tujuan yang ingin dicapai sebuah organisasi sebelum menentukan perihal lainnya.

Setelah merumuskan tujuan, organisasi mengorganisasikan kelompoknya dengan memberikan beberapa tanggungjawab dan kewenangan tertentu kepada beberapa anggota yang dianggap mampu melakukannya. Hal ini untuk memudahkan organisasi melaksanakan program kegiatannya jika dalam wadah organisasinya telah ditentukan penanggungjawab kegiatan atau pembagian kerjanya.

B. PENDIDIKAN KARAKTER a. Pengertian Pendidikan Karakter

Terminology pendidikan karakter telah dikenal sekitar tahun 1900. Istilah pendidikan karakter dipelopori oleh Thomas Lickona dalam buku “Education for Character”. Menurutnya, pendidikan karakter mengandung tiga aspek utama, yaitu mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan dan melakukan kebaikan (Lickona, 2015:h.595). Ungkapan di atas diperjelas oleh Dalmetri (2014:h.271) dalam jurnal Al-Ulum Universitas Indraprasta PGRI Jakarta, bahwa, pendidikan karakter bukan hanya menjelaskan tentang mana yang benar dan mana yang salah, akan tetapi menanamkan kebiasaan kepada peserta didik hingga peserta didik mengerti, dan mampu menerapkannya.

Ungkapan di atas berarti bahwa, pendidikan karakter tidak hanya bisa ditanamkan dengan mentransfer ilmu saja, melainkan perlu adanya proses, misalnya, teladan dan pembiasaan di lingkungan peserta didik. Sekolah merupakan lingkungan yang efektif dalam membiasakan pendidikan karakter pada peserta didik.

Pendidikan karakter merupakan upaya yang dilakukan secara sadar, tersusun dan terencana dalam mengarahkan peserta didik. Pendidikan karakter juga merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara membimbing, mengajarkan, membina dan mengarahkan peserta didik agar memiliki karakter, intelektual dan keterampilan yang menarik (Khan, 2010:h.34). Pendidikan pembentukan karakter membutuhkan sebuah rumusan perencanaan, baik dari aspek analisa kebutuhannya, metode, jenis kegiatan, evaluasi hingga sampai tindak lanjtnya. Setelah dirumuskan dalam bentuk perencanaan yang matang, penyelenggara kegiatan pendidikan merancang program kegiatan yang tersusun dengan sistematis dan kemudian dilaksanakan secara berkesinambungan.

Menurut Lickona (1992:h.12-22) pendidikan karakter adalah pendidikan untuk membentuk tingkah laku seseorang menjadi lebih baik dan terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pengertian pendidikan karakter di atas berarti bahwa, pendidikan karakter tidak hanya mengarahkan dan membentuk peserta didik memiliki pribadi yang baik saja, akan tetapi, secara utuh dan menyeluruh, pendidikan karakter juga membentuk mereka menjadi generasi yang mampu membawa perubahan baik. Sebab, selain mampu menciptakan generasi yang

16

pandai, pendidikan karakter juga mampu mencetak generasi yang mempunyai sifat sesuai dengan ilmu yang mereka pelajari.

Kilpatrick dalam Muslich (2011:h.22) juga menyebutkan bahwa, salah satu penyebab seseorang tidak mampu berbuat baik padahal mereka mempunyai pengetahuan tentang kebaikan adalah karena mereka tidak terlatih untuk melakukan kebaikan. Pernyataan di atas, juga berarti bahwa, pendidikan harus mencakup misi pembentukan karakter (character building), sehingga para peserta didik dan para lulusannya dapat berpartisipasi dalam mengisi pembangunan dengan baik tanpa meninggalkan nilai-nilai karakter mulia.

Pendidikan karakter juga diartikan sebagai upaya-upaya yang dirancang dan dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dakam fikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya serta adat istiadat (Gunawan, 2014:h.28). hal ini menunjukkan bahwa pendidikan karakter mengharuskan sebuah upaya yang dilakukan secara sistematis dalam menanamkan nilai-nilai positif kepada peserta didik.

Ragam defenisi tentang pendidikan karakter mengantarkan apada sebuah kesimpulan bahwa pendidikan karakter merupakan sebuah usaha atau upaya yang dilakukan secara sadar serta tersistem dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada manusia (peserta didik) yang menjadikannya sebagai manusia seutuhnya.

b. Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter

Secara teoritis prinsip yang dapat digeneralisasikan untuk mengukur tingkat keberhasilan suatu pelaksanaan pendidikan karakter menurut Lickona, Schaps, dan Lewis (2010) dalam CEP’s Eleven Principle of Effective Character Education dalam Muhammad Yaumi (2014:h.11) menguraikan sebelas prinsip dasar dalam menunjang keberhasilan pelaksanaan pendidikan karakter. Kesebelas prinsip tersebut adalah:

a) Komunitas sekolah mengembangkan nilai-nilai etika dan kemampuan inti sebagai landasan karakter yang baik.

b) Sekolah mendefinisikan karakter secara komprehensif untuk memasukkan pemikiran, perasaan, dan perbuatan.

c) Sekolah menggunakan pendekatan komprehensif, sengaja, dan proaktif untuk pengembangan karakter.

d) Sekolah menciptakan masyarakat peduli karakter.

e) Sekolah memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk melakukan tindakan moral.

f) Sekolah menawarkan kurikulum akademik yang berarti dan menantang yang menghargai semua peserta didik mengembangkan karakter, dan membantu mereka untuk mencapai keberhasilan.

17

h) Staf sekolah adalah masyarakat belajar etika yang membagi tanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan karakter dan memasukkan nilai-nilai inti yang mengarahkan peserta didik.

i) Sekolah mengembangkan kepemimpinan bersama dan dukungan yang besar terhadap permulaan atau perbaikan pendidikan karakter.

j) Sekolah melibatkan anggota keluarga dan masyarakat sebagai mitra dalam upaya pembangunan karakter.

k) Sekolah secara teratur menilai dan mengukur budaya dan iklim, fungsi-fungsi staf sebagai pendidik karakter serta sejauh mana peserta didik mampu memanifestasikan karakter yang baik dalam pergaulan sehari-hari. c. Pilar-pilar Pendidikan Karakter

Program kegiatan yang dilaksanakan dalam pendidikan karakter siswa harus mampu menghasilkan sikap positif terhadap peserta didik dan bahkan meningkatkannya. Pendidikan karakter sayogyanya mampu memberikan solusi atas beragam sikap peserta didik yang dinilai kurang positif, sehingga pelaksanaan pendidikan karakter benar-benar mampu memberikan dampak signifikan terhadap perkembangan sikap dan kepribadian peserta didik. Hasil yang diharapkan dari pendidikan karakter berupa tindakan nyata yang nampak dari tingkah laku seseorang dalam bertindak yakni menampilkan perilaku yang baik, jujur, tanggung jawab, menghormati orang lain, kerja keras dan lain sebagainya.

Menurut Parwez (2012:h.1-2) dalam memberikan kesimpulan tentang defenisi pendidikan karakter, menurutnya, pendidikan karakter merupakan pembentukan sikap dengan 5 komponen penting yaitu, moralitas, sikap, kebenaran, kekuatan dan kebaikan. Pernyataan ini memberikan pemahaman bahwa dalam diri seseorang pada hakekatnya telah memiliki sebuah karakter yang kuat, dan jika karakter tersebut dijaga dengan sebaik-baiknya akan menghasilkan perilaku yang mencerminkan 5 sikap tersebut yakni moral yng baik, sikap positif, nilai-nilai kebenaran, kekuatan dan sesuatu yang baik.

Gambar 1.1. Nilai Utama Pendidikan Karakter

Sumber: Permendikbud No. 20 Tahun 2018 Pasal 2