• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN TEORITIS Signaling Theory

Dalam dokumen Vol.17 No.2 Oktober 2016 (Halaman 45-48)

SAIFUL DAN MEILIANA AL-FAJR

TINJAUAN TEORITIS Signaling Theory

Signaling theory menyatakan bahwa setiap event atau kejadian baik berupa pengumuman, corporate action (aksi korporasi) ataupun pub-

likasi mengenai suatu perusahaan baik yang dis- engaja ataupun tidak, akan memiliki muatan in- formasi sebagai suatu sinyal yang disampaikan kepada pasar, contohnya yaitu stock split yang dilakukan oleh perusahaan. Stock split memberi- kan informasi kepada pasar mengenai prospek perusahaan terkait dengan peningkatan terhadap laba dan likuiditas saham di masa yang akan da- tang. Sehingga pengumuman stock split dianggap sebagai sinyal positif yang diberikan oleh mana- jemen kepada publik bahwa perusahaan memiliki prospek yang baik di kemudian hari (Baker dan Powell, 1993).

Louis et al (2003) melakukan penelitian den- gan mewawancarai CFO beberapa perusahaan yang melakukan stock split. Hasil wawancaranya sejalan dengan signaling theory, bahwa keputusan perusahaan melakukan stock split karena mereka percaya dan optimis bahwa perusahaan memi- liki prospek yang baik di masa mendatang. Pihak manajemen perusahaan berusaha mengirim sinyal positif ke pasar melalui aktivitas stock split. Oleh sebab itu, pasar akan bereaksi positif terhadap pengumuman stock split.

Trading Range Theory

Trading range theory menyatakan bahwa stock split akan meningkatkan likuiditas perdagangan saham. Manajemen menilai harga saham terlalu tinggi sehingga kurang menarik untuk diperda- gangkan. Harga saham yang terlalu tinggi akan menyebabkan kurang aktifnya saham diperda- gangkan di pasar modal sehingga akan berdampak pada likuiditas saham. Manajemen berupaya un- tuk menata kembali harga saham pada rentang harga tertentu yang lebih rendah dibandingkan se- belumnya (McNichols et al, 1990). Hal ini dihara- pkan mampu menarik perhatian investor sehingga akan semakin banyak investor yang akan terlibat dalam perdagangan saham dan likuiditas saham menjadi meningkat. Oleh karena itu perusahaan melakukan stock split dengan harapan harga sa- ham akan menjadi lebih rendah sehingga akan se- makin banyak investor yang mampu bertransaksi (Ikenberry et al, 1996). Lebih lanjut, trading range theory menyatakan bahwa perusahaan melakukan stock split didorong oleh perilaku praktisi pasar yang konsisten dengan anggapan bahwa dengan

melakukan stock split dapat menjaga harga saham agar tidak terlalu mahal. Dimana nilai nominal sa- ham akan dipecah berdasarkan rentang harga yang optimal (optimal range). Dengan demikian, harga saham akan menjadi lebih murah sehingga daya beli investor, terutama investor kecil meningkat dan likuiditas saham meningkat.

Stock Split (Pemecahan Saham)

Menurut Brigham et al (1994) pemecahan saham merupakan suatu aktivitas yang dilaku- kan oleh perusahaan yang telah go public untuk menaikkan jumlah saham yang beredar. Aktivitas tersebut biasanya dilakukan pada saat harga per lembar saham dirasakan terlalu tinggi, sehingga akan mempengaruhi kemampuan investor kecil untuk membeli saham tersebut. Stock split pada umumnya dilakukan oleh perusahaan dengan tu- juan agar perdagangan saham menjadi lebih li- kuid, karena jumlah saham yang beredar menjadi lebih banyak dan harganya menjadi lebih murah (Darmadji dan Fakhruddin, 2006:183).

Jenis Stock Split

Menurut Sari dan Susanto (2004), pada dasarnya stock split dikelompokkan dalam dua kategori yaitu split-up (pemecahan naik) dan split-down (pemecahan turun). Split-up adalah pe- nurunan nilai nominal per lembar saham beredar. Split-down adalah peningkatan nilai nominal per lembar saham dan mengurangi jumlah lembar sa- ham beredar.

McGough (1993) mengatakan bahwa pasar modal Amerika yang diwakili oleh New York Stock Exchange (NYSE) mengatur kebijakan mengenai stock split. NYSE membedakan stock split menja- di dua, yaitu partial stock split (pemecahan saham sebagian) dan full stock split (pemecahan saham penuh).

Eisiensi Pasar

Menurut Tandelilin (2010:219-221), pasar yang eisien adalah pasar dimana efek yang diper- dagangkan telah mereleksikan seluruh informasi yang mungkin terjadi dengan cepat dan akurat.

Fama (1970) mengklasiikasikan bentuk pasar yang eisien ke dalam tiga eicient market

lemah (weak form), eisien dalam bentuk setengah kuat (semi strong), dan eisien dalam bentuk kuat (strong form).

Short Interest

Short interest adalah jumlah total lembar sa- ham yang telah dijual secara short tetapi belum tertutup, dan biasanya dinyatakan sebagai jum- lah atau persentase. Ketika dinyatakan sebagai persentase, short interest adalah jumlah saham yang dijual secara short dibagi dengan jumlah sa- ham yang beredar (Investopedia, 2014). Sebagai contoh, saham dengan 1,5 juta saham yang dijual secara short dan 10 juta saham yang beredar me- miliki 15% short interest.

Rasio short interest adalah jumlah total saham yang dijual secara short dibagi dengan rata-rata volume saham harian. Hal ini disebut juga “Days to Cover” karena menunjukkan rata-rata volume perdagangan sekuritas dan berapa hari yang dibu- tuhkan untuk menutup semua posisi short (In- vestopedia, 2014). Semakin tinggi rasio, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk membeli kem- bali saham yang dipinjam.

Reaksi Investor terhadap Stock Split

Dalam penelitian ini, reaksi investor terhadap stock split diukur dengan menggunakan abnormal short interest. Abnormal short interest merupa- kan selisih antara short interest di periode jendela dengan rata-rata short interest. Dalam mengukur abnormal short interest, formulasi yang mereka gunakan adalah:

Dimana:

ASIi,t : abnormal short interest peusahaan i pada bulan t.

SIi,t : rasio short interest perusahaan i pada bulan t. Selanjutnya, menghitung relative short inter- est (Δs,nsSIt), yaitu selisih abnormal short interest antara perusahaan yang melakukan split s dengan perusahaan yang tidak melakukan split ns. Rela- tive short interest (Δs,nsSIt) dihitung dengan rumus:

Dimana:

Δs,nsSIt: relative short interest pada bulan t yang

diestimasi sebagai selisih abnormal short in- terest antara perusahaan yang melakukan split s dengan perusahaan yang tidak melakukan split ns.

ASIs,t : abnormal short interest perusahaan yang melakukan split s pada bulan t.

ASIns,t : abnormal short interest perusahaan yang tidak melakukan split ns pada bulan t.

Pengembangan Hipotesis

Signaling theory menyatakan bahwa stock split memberikan informasi kepada investor ten- tang prospek perusahaan di masa yang akan da- tang. Hal ini dikarenakan stock split merupakan informasi yang positif bagi investor. Sehingga jika pasar bereaksi terhadap pengumuman stock split, reaksi ini tidak semata-mata karena informasi stock split yang tidak mempunyai nilai ekonomis, tetapi karena mengetahui prospek masa depan pe- rusahaan tersebut. Artinya, stock split mengindi- kasikan sinyal positif tentang kinerja perusahaan. Dengan adanya stock split maka harga saham akan berada dalam posisi undervalued (di bawah harga wajar). Harga saham yang undervalued tersebut diharapkan dalam beberapa waktu kemudian akan mengalami peningkatan.

Brennan dan Copeland (1988) menyatakan bahwa perusahaan melakukan stock split karena manajemen optimis bahwa harga saham akan mengalami peningkatan karena kinerja yang lebih baik di masa yang akan datang dan kualitas laba sekarang yang relatif tinggi. Apabila manajemen menilai stock split tidak dapat meningkatkan har- ga saham di masa yang akan datang melainkan harga saham justru menjadi turun, manajemen tidak akan mengambil keputusan melakukan stock split, karena dengan jumlah pemegang saham yang meningkat (lebih banyak) akan menyebab- kan kenaikan atas biaya transaksi perdagangan.

Lakonishok et al (1987) menemukan bukti yang mendukung hipotesis sinyal. Penelitian mereka menunjukkan bahwa perusahaan yang melakukan stock split menghasilkan pertumbu- han laba pada tahun pertama setelah stock split. Begitu juga penelitian yang dilakukan oleh Perez et al (2011) yang menemukan bahwa stock split

merupakan sinyal positif, sehingga investor be- reaksi positif terhadap stock split yang ditandai dengan terjadinya penurunan short interest pada saat sebelum dan sesudah stock split. Oleh karena itu dapat dihipotesiskan sebagai berikut:

H1 : Investor bereaksi positif terhadap pengumu- man stock split

METODE PENELITIAN

Dalam dokumen Vol.17 No.2 Oktober 2016 (Halaman 45-48)