• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Teoritis

Dalam dokumen KEBIJAKAN FISKAL OLEH (Halaman 34-41)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.4. Tinjauan Teoritis

Pinjaman sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan, dibutuhkan untuk menutupi tiga defisit, yaitu defisit tabungan investasi, defisit anggaran pemerintah, dan defisit transaksi berjalan. Hubungan antara ketiga defisit ini dijelaskan dengan menggunakan kerangka teori three gap model yang diperoleh dari persamaan identitas pendapatan nasional (Basri, 1997), yaitu: Sisi Pengeluaran

Y = C + I + G + (X – M) ………. (1.1) Sisi Pendapatan

Y = C + S + T ……….. (1.2) dimana:

Y = produk domestik bruto G = pengeluaran pemerintah

21   

X = ekspor barang dan jasa M = impor barang dan jasa C = konsumsi masyarakat I = investasi swasta S = tabungan domestik

T = penerimaan pajak pemerintah

Sisi pengeluaran dan sisi pendapatan merupakan identitas pendapatan nasional. Jika kedua identitas pendapatan nasional tersebut digabung, maka akan diperoleh persamaan sebagai berikut:

(M – X) = (I – S) + (G – T) ………. (1.3) dimana:

M – X = defisit transaksi berjalan G – T = defisit anggaran pemerintah I – S = defisit tabungan investasi

Dari persamaan (1.3) dapat diasumsikan bahwa defisit transaksi berjalan sama dengan penjumlahan dari defisit tabungan investasi dan defisit anggaran pemerintah. Ketiga defisit tersebut memiliki hubungan dengan pinjaman luar negeri, dimana peningkatan atau penurunan dari pinjaman luar negeri dapat dipengaruhi oleh ketiga defisit tersebut. Hubungan antara pinjaman luar negeri dan ketiga defisit tersebut dapat dilihat dengan menggunakan persamaan identitas neraca pembayaran, yaitu:

Dt = (M –X)t + Dst – NFLt + Rt + NOLT ……… (1.4) dimana:

(M –X)t = defisit transaksi berjalan pada tahun t Dst = pembayaran beban pinjaman

NFLt = arus masuk bersih modal swasta pada tahun t Rt = cadangan otoritas moneter tahun t

NOLT = arus keluar modal bersih jangka pendek seperti capital flight dan lain-lain pada tahun t

Persamaan identitas neraca pembayaran menunjukkan bahwa pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, pembayaran pinjaman, cadangan otoritas moneter, dan kebutuhan modal serta pergerakan arus modal keluar jangka pendek seperti capital flight. Saat persamaan (1.3) disubstitusikan ke persamaan (1.4), maka akan diperoleh persamaan baru sebagai berikut:

Dt = (I – S)t + (G – T)t + Dst – NFLt + Rt + NOLT ………. (1.5) Persamaan (1.5) menunjukan bahwa pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai defisit tabungan investasi dan defisit anggaran pemerintah. Sehingga dari persamaan (1.4) dan persamaan (1.5) menunjukkan bahwa pinjaman luar negeri digunakan untuk membiayai defisit transaksi berjalan, defisit anggaran pemerintah, dan defisit tabungan investasi.

Defisit anggaran pemerintah terjadi apabila penerimaan pemerintah lebih kecil dibanding pengeluaran yang direncanakan pemerintah. Defisit anggaran pemerintah merupakan salah satu kebijakan fiskal untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, dengan cara menurunkan penerimaan pajak atau menaikkan pengeluaran pemerintah. Apabila pemerintah menaikkan pengeluaran pemerintah dengan asumsi pajak tetap, maka akan terjadi defisit anggaran

23   

pemerintah, sehingga diperlukan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisit tersebut. Begitu pula dengan penurunan pajak, maka akan meningkatkan pinjaman luar negeri untuk menutupi defisit anggaran karena kurangnya sumber penerimaan pemerintah.

2.4.2. Teori Kurva Laffer Utang

Teori Kurva Laffer Utang atau Debt Laffer Curve menggambarkan efek akumulasi pinjaman luar negeri terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto. Menurut teori ini, pinjaman luar negeri diperlukan pada tingkat yang wajar. Penambahan pinjaman luar negeri akan memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi sampai pada satu titik atau batas tertentu. Pada kondisi tersebut, pinjaman luar negeri merupakan kebutuhan normal setiap negara. Namun pada saat stok pinjaman luar negeri telah melebihi batas tersebut maka penambahan pinjaman mulai membawa dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan akumulasi pinjaman yang tinggi dapat berakibat buruk terhadap perekonomian melalui tereduksinya kemampuan membayar pinjaman luar negeri (Batiz dan Batiz, 1994).

Expected Debt Overhang Debt C Repayment B D A Debt Stock Sumber: Pattillo, 2002

Pada Gambar 2.1 dapat dilihat bahwa pada titik A ke titik B menggambarkan akumulasi pinjaman luar negeri yang meningkat serta kemampuan membayar pinjaman yang juga meningkat, hal ini disebabkan akumulasi pinjaman yang masih relatif kecil. Kedua peningkatan memiliki besar yang sama karena pada tingkat pinjaman yang rendah, kreditur dapat mengharapkan pembayaran yang penuh dari debitur. Pada tingkat pinjaman setelah titik B, peningkatan akumulasi pinjaman akan mengurangi kemampuan membayar pinjaman tersebut, sehingga terdapat probabilitas dimana debitur tidak mampu membayar pinjamannya secara penuh. Kondisi tersebut terjadi hingga mencapai titik C atau pada kondisi tejadinya debt overhang. Pada tahap selanjutnya, setelah titik C, akumulasi pinjaman akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena akumulasi pinjaman yang besar akan menyebabkan kewajiban membayar yang juga besar, dan akan memengaruhi pemerintah untuk menaikkan tingkat pajak sebagai sumber penerimaan pemerintah. Dengan kenaikan tingkat pajak akan memengaruhi investasi di dalam negeri dan menurunkan usaha produktif, sehingga pertumbuhan ekonomi akan semakin rendah dan kemampuan untuk melunasi pinjaman juga akan semakin rendah. Titik D menunjukkan reduksi pinjaman akan meningkatkan kemampuan membayar pinjaman dimana kreditur dan debitur akan mendapat keuntungan. Keuntungan yang akan didapatkan kreditur adalah pinjaman pokok dan cicilan pinjaman dapat dilunasi, sedangkan keuntungan yang akan didapatkan debitur adalah pertumbuhan ekonomi akan meningkat. Namun, reduksi pinjaman hanya akan diberikan kepada negara miskin yang tingkat pinjamannya sangat tinggi dan tidak memiliki kemampuan untuk membayar.

25   

Kurva Laffer menunjukkan dua bagian dari kurva, yaitu “good side” pada bagian kiri dari kurva dan “wrong side” pada bagian kanan dari kurva. Pada bagian “good side” menunjukkan kondisi peningkatan nilai pembayaran pinjaman luar negeri, sedangkan bagian “wrong side” menunjukkan kondisi dimana negara tidak memiliki kemampuan untuk membayar pinjaman secara penuh dan pembayaran aktual tergantung pada pelaksanaan kebijakan ekonomi.

2.4.3. Ricardian Equivalence

Menurut pandangan Ricardian yang disebut ekuivalensi Ricardian (Ricardian equivalence), pemotongan pajak yang didanai oleh pinjaman luar negeri tidak mendorong pengeluaran konsumen karena sumber daya konsumen tidak meningkat secara keseluruhan. Pemotongan pajak tersebut hanya akan menunda penarikan pajak yang seharusnya dilakukan saat ini menjadi penarikan pajak pada masa akan datang.

Secara sederhana, Ricardian equivalence menjelaskan bahwa pinjaman luar negeri akan menurunkan penerimaan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah dalam jangka pendek, namun dalam jangka panjang akan meningkatkan penerimaan pajak yang ditetapkan oleh pemerintah, karena untuk periode waktu mendatang pemerintah memerlukan dana pembiayaan yang lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah, termasuk pembiayaan cicilan pokok dan bunga pinjaman sebagai tambahan bagi pengeluaran pemerintah.

2.4.4. Konsep Suku Bunga Internasional

Suku bunga internasional atau London Inter Bank Offer Rate (LIBOR), yaitu rate atau tingkat bunga pinjaman yang berlaku antarbank di London yang menjadi patokan atau dasar untuk menentukan tingkat bunga pinjaman pada pasar uang internasional. Suku bunga internasional memiliki jangka waktu antara lain satu bulan, tiga bulan, enam bulan, dan satu tahun. Bank-bank di dunia jika jenis surat atau jenis tabungan itu didominasi oleh mata uang asing atau dalam bentuk dolar Amerika. Suku bunga yang diberikan atas jenis tabungan atau surat berharga ini juga akan diukur sesuai denga pergerakan nilai dolar Amerika.

Suku bunga internasional memiliki hubungan yang negatif terhadap pinjaman luar negeri. Hal ini dijelaskan dalam Gambar 2.2 yang menunjukkan tingkat suku bunga internasional dalam perekonomian terbuka kecil.

Tingkat S Bunga Riil Surplus NX r*2 r*1 I(r) Defisit NX Investasi, Tabungan Sumber: Mankiw, 2006

Gambar 2.2 Kurva Suku Bunga Internasional

Tingkat suku bunga internasional ditentukan dalam pasar keuangan dunia. Tingkat suku bunga internasional menentukan neraca perdagangan, dimana terjadi selisih antara tabungan dan investasi (Mankiw, 2006). Saat tingkat suku bunga internasional rendah atau berada pada titik r*1, akan terjadi defisit neraca

Dalam dokumen KEBIJAKAN FISKAL OLEH (Halaman 34-41)

Dokumen terkait