• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teoritis 1. Ubi Jalar

Indonesia merupakan negara penghasil ubi jalar terbesar ketiga setelah China dan Vietnam. Ubi jalar sebagai tanaman palawija ditanam dan dijual sebagai sumber pendapatan bagi para petani. Masa tanam ubi jalar relatif pendek jika dibandingkan dengan umbi-umbian lainnya, selain itu tanaman ini juga dapat tumbuh di lahan kering atau ladang dan memiliki varietas yang beragam dan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Ubi jalar dapat dipanen mulai umur 3,5 bulan setelah tanam, tergantung pada jenis atau varietasnya. Penundaan masa panen hanya dapat dilakukan selama 1 bulan dari masa panen seharusnya untuk menghindari hama boleng yang sering menyerang ubi jalar. Pembibitan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya setek pucuk, setek batang, dan tunas umbi yang disemai secara khusus (Suprapti, 2003).

Tabel 1. Kandungan Unsur Gizi Ubi jalar

Kadar/100 g bahan

Unsur Gizi Ubi Putih Ubi Merah Ubi Kuning

Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 Protein (g) 1,80 1,80 1,10 Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 Kalsium (mg) 30,00 30,00 57,00 Fosfor (mg) 49,00 49,00 52,00 Zat Besi (mg) 0,70 0,70 0,70 Natrium (mg) - - 5,00 Kalium (mg) - - 393,00 Niacin (mg) - - 0,60 Vitamin A (SI) 60,00 7.700,00 900,00 Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 900,00 Vitamin B2 (mg) - - 0,04 Vitamin C (mg) 22,00 22,00 35,00 Air (g) 68,50 68,50 -Bagian daging (%) 86,00 86,00

-Sumber: Direktorat Gizi, Depkes R.I., 1981. dalam Suprapti, 2003.

Ubi jalar merupakan salah satu komoditas pertanian sumber karbohidrat selain padi, ubi kayu, jagung dan lain-lain. Selain sumber

karbohidrat ubi jalar juga mengandung vitamin A, C, dan mineral. Ubi jalar yang umbinya berwarna ungu mengandung anthocyanin yang berfungsi sebagai pencegah penyakit kanker. Sedangkan ubi jalar yang umbinya berwarna kuning banyak mengandung vitamin A, bahkan beberapa varietas diantaranya memiliki dosis yang sebanding dengan wortel. Ubi jalar dapat dimanfaatkan sebagai (1) pangan segar atau olahan untuk konsumsi manusia, (2) pakan segar atau kering untuk ternak, dan (3) diolah menjadi pati atau tepung untuk industri pangan ataupun non-pangan. Namun, ubi jalar sebagai tanaman pangan sumber karbohidrat kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh pola pangan masyarakat Indonesia pada umumnya yang mengikuti pola pangan masyarakat terdahulu, yang menjadikan nasi sebagai makanan utama.

Ubi jalar tergolong dalam umbi-umbian dari tumbuhan semak bercabang dan memiliki daun berbentuk segitiga yang berlekuk-lekuk dengan bunga berbentuk payung. Kandungan unsur gizi yang terdapat dalam ubi jalar tidak hanya berasal dari umbinya saja, namun berasal dari daunnya juga. Di antara bahan pangan sumber karbohidrat, ubi jalar memiliki keunggulan lain yang penting bagi masyarakat Indonesia, berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut: (1) ubi jalar mudah diproduksi pada berbagai lahan dengan produktivitas antara 20-40 t/ha umbi segar; (2) kandungan kalori per 100 g cukup tinggi, yaitu 123 kal dan dapat memberikan rasa kenyang dalam jumlah yang relatif sedikit; (3) cara penyajian hidangan ubi jalar mudah, praktis dan sangat beragam, serta serasi (compatible) dengan makanan lain yang dihidangkan; (4) harga per unit hidang murah dan bahan mudah diperoleh di pasar local; (5) dapat berfungsi dengan baik sebagai substitusi dan suplementasi makanan sumber karbohidrat tradisional nasi beras; (6) bukan jenis makanan baru dan telah dikenal secara turun temurun oleh masyarakat Indonesia; (7) rasa dan teksturnya sangat beragam, sehingga dapat dipilih yang paling sesuai dengan selera konsumen (Zuraida dan Supriati, 2001).

2.1.2. Tepung Ubi Jalar

Tepung ubi jalar adalah hancuran ubi jalar yang dihilangkan kadar airnya (Suprapti, 2003). Komoditas hasil pertanian, secara umum, memiliki masa simpan yang relatif pendek. Oleh karena itu, diperlukan pengolahan

yang lebih lanjut dengan tujuan untuk memperpanjang masa simpan (mengawetkan) komoditas tersebut. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai tambah. Pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar melalui beberapa proses yang terbagi dalam dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pembuatan. Tahap persiapan terdiri atas: (1) sortasi/pemilihan bahan; (2) pengupasan/pengerokan atau pemotongan; (3) perendaman; (4) pemarutan; (5) penyiapan larutan pemutih. Tahap pembuatan terdiri dari (1) pemutihan; (2) pemerasan atau penyaringan; (3) pengendapan pati; (4) pemisahan pati; (5) pencampuran; (6) pengeringan; (7) penggilingan; (8) penyempurnaan pengeringan; (9) pengemasan (Suprapti, 2003).

Hasil kajian Balai Penelitian Tanaman Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Malang menyatakan bahwa tepung kasava dan tepung ubi jalar mampu menyulih tepung terigu untuk berbagai produk pangan. Hal ini diharapkan dapat mengurangi import gandum sebagai bahan baku terigu nantinya. Karena tepung ubi jalar dapat dijadikan sebagai produk substitusi tepung terigu, dengan kadar yang berbeda-beda sesuai produk olahannya (Tabel 2). Tepung ubi jalar dapat dibuat sebagai bahan baku pembuatan beberapa jenis makanan berbahan dasar tepung.

Tabel 2. Tingkat substitusi tepung ubi jalar terhadap terigu

Jenis produk Daya substitusi tepung ubi jalar (%)

Roti 20 Mie 20 Cake 100 Cookies 50 Sumber: Heriyanto dan Achmad (1998)

2.1.3. Kelompok Tani dan Industri Kecil

Sesuai dengan SK Menteri Pertanian No. 93/Kpts/OT. 210/3/97, Tanggal 18 Maret 1997. Menyatakan kelompok tani adalah Kumpulan petani yang tumbuh berdasarkan keakraban dan keserasian, serta kesamaan kepentingan dalam memanfaatkan sumber daya pertanian untuk bekerja sama meningkatkan produktivitas usahatani dan kesejahteraan anggotanya.

Kelompok tani memiliki ciri-ciri (1) Ikatan didalam kelompok tersebut didasarkan kepada keserasian (mempunyai minat, pandangan, kesenangan, dan kepentingan yang sama) sehingga menimbulkan saling pengertian antar sesama anggota, kerjasama yang baik serta kecenderungan para anggota untuk mengikuti dan mentaati keputusan yang telah dibuat bersama. (2) Diantara anggota dan ketua atau diantara sesama anggota terjalin hubungan yang luwes dan wajar sehingga hubungan komunikasi dapat berjalan dengan lancar. (3) Adanya kegiatan yang bersifat informal. (4) Anggota adalah petani yang berada dalam lingkungan pengaruh seorang kontak tani yang bertindak sebagai ketua kelompok. Tujuan dari kelompok tani adalah untuk memudahkan penerapan dan penyebaran teknologi baru, dengan melakukan kegiatan bersama yang dipimpin oleh ketua kelompok dan juga untuk mendiskusikan ide atau gagasan baru, membentuk opini sampai kepada pengambilan keputusan. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri1. Usaha kecil merupakan kelompok usaha yang dimiliki oleh penduduk Indonesia dengan jumlah nilai asset kurang dari Rp. 600 juta di luar nilai tanah dan bangunan yang digunakan (Departemen Perindustrian RI, 1991). Dalam usaha kecil terdapat dua aspek penting yang perlu diperhatikan diantaranya adalah aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan atau kelompok perusahaan tersebut (Pertomo dan Soejoedono, 2004). Departemen KUMKM (2004) mendefinisikan Usaha Kecil sebagai kegiatan ekonomi rakyat yang memenuhi kriteria berikut:

1. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000 (dua ratus juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha

2. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 1000.000.000 3. milik warga negara indonesia

4. berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau berafiliasi baik langsung

1

maupun tidak langsung dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar

5. berbentuk usaha perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum (termasuk koperasi).

Oleh karena Industri Kecil tergolong dalam batasan Usaha Kecil menurut Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, maka batasan Industri Kecil didefinisikan sebagai berikut : “Industri Kecil adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh perseorangan atau rumah-tangga maupun suatu badan, bertujuan untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp.200 juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp.1 milyar atau kurang.”

2.1.4. Prospek Pemasaran

Masu’ud menyatakan prospek adalah gambaran mengenai masa depan. Pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dengan pihak lain (Kotler.2002). Prospek pemasaran adalah gambaran peluang untuk menawarkan suatu produk dimasa akan datang. Analisis prospek pemasaran melihat faktor-faktor yang dapat memberikan potensi penyerapan produk terhadap jumlah produk, jumlah dan penyebaran penduduk atau industri, jumlah tempat penjualan, jumlah potensi lokal pengguna produk dan data pendukung lainnya yang diperlukan. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat prospek pemasaran produk dan apakah usaha tersebut layak untuk dijalankan.

2.1.5. Riset Aksi Partisipatif / Participatory Action Research (PAR)

Penelitian Aksi merupakan “penelitian sistematis yang dilaksanakan bersama (kolektif), saling bekerjasama (kolaboratif), merupakan refleksi diri, bersifat kritis dan dilaksanakan oleh pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian tersebut” (McCutcheon and Jung 1990 dalam CIFOR 2004). Penelitian aksi partisipatif memiliki dasar filosofis ilmu-ilmu kritis dengan permasalahan yang dinyatakan dalam sebuah situasi berdasarkan nilai-nilai yang telah diklarifikasi. Dalam pertemuan negara dunia ketiga mengenai penelitian partisipatif, disusun 16 prinsip Penelitian Aksi Partisipatif (McTaggart 1989

dalam CIFOR 2004), yaitu : (1) Sebuah pendekatan untuk memperbaiki praktek sosial dengan jalan merubahnya; (2) bergantung pada partisipasi nyata; (3) kolaboratif; (4) membangun komunitas dengan sikap kritis-diri; (5) sebuah proses belajar yang sistematis; (6) melibatkan orang-orang dalam membangun teori mengenai praktek sosial mereka sendiri; (7) mengajak orang-orang menempatkan praktek, ide-ide dan asumsi mereka mengenai institusi untuk diuji; (8) melibatkan pembuatan catatan; (9) mengajak partisipan memahami pengalaman mereka sendiri secara obyektif; (10) sebuah proses politik; (11) melibatkan pembuatan analisis kritis; (12) dimulai dengan hal yang kecil; (13) dimulai dengan siklus kecil; (14) dimulai dengan kelompok kecil; (15) memperbolehkan dan mengharuskan partisipan membuat catatan; (16) memperbolehkan dan mengharuskan partisipan memberikan sebuah alasan yang memberi justifikasi kerja sosial (pendidikan) mereka kepada yang lain.

Yang menjadi tujuan dasar dalam penelitian aksi partisipatif adalah menyingkap dan memahami apa yang membatasi keadilan dan mendukung hegemoni untuk membebaskan individu dari kesadaran yang tidak benar dan merubah praktek sosial agar lebih adil. PAR berguna sebagai pemberdayaan terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian, kerjasama yang dilakukan secara partisipasi tiap pihak, masing-masing pihak memperoleh pengetahuan, dan terjadi perubahan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut peneliti dapat menggunakan siklus penelitian aksi yang secara bertahap yaitu: perencanaan, aksi, pengamatan dan refleksi (Zuber-Sker rit 1991 dalam CIFOR 2004) yang biasa disebut siklus PAR.

Penelitian Aksi Partisipatif digunakan untuk memberdayakan masyarakat dengan memfasilitasi mereka untuk memecahkan masalah secara partisipasi. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat mengerti dan dengan pendekatan evaluasi menggunakan Focus Group Discusion

masyarakat dapat memperoleh pemecahan masalah berasal dari masyarakat sendiri. Tugas fasilitator memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membantu masyarakat memikirkan mengapa dan bagaimana seharusnya terjadi dan mengarahkan jalannya diskusi. Narayan (1996) membedakan waktu penggunaan pendekatan konvensional dengan pendekatan partisipati. Pendekatan konvensional digunakan pada saat data yang dibutuhkan kebanyakan kuantitatif, saat aksi tidak lanjut tidak jelas, isu yang ditujukan tidak sensitif. Pendekatan konvensional juga digunakan saat maksud penelitian tidak memasukan keterlibatan komunitas dalam program, dan jika waktu dan sumber memaksa dengan serius. Sedangkan penggunaan pendekatan partisipasi dilakukan untuk mengadakan hubungan dan komitmen untuk menggunakan hasil penelitian. Digunakan jika ketertarikan dan keterlibatan masyarakat berpusat pada penerimaan tujuan program serta saat informasi yang didapat kompleks atau sensitif. Jika isu utama tidak dapat dikenali atau relatif tidak dapat didefinisikan.

2.1.6. Penelitian Terdahulu

Rumahorbo (1992) dalam penelitiannya mengenai prospek pemasaran produk pahala PT. Asuransi Kerugian X mengatakanan bahwa produk pahala didukung oleh beberapa faktor yang mencakup eksternal dan internal. Produk ini mencoba meraih konsumen rumah tangga dengan menawarkan penghematan dan kemudahan. Faktor eksternal melingkupi prospek industri asuransi serta pasar perorangan di masa datang, sedangkan faktor internal meliputi aspek organisasi serta kebijakan perusahaan terutama yang menyangkut kebijaksanaan di bidang pemasaran. Pada faktor eksternal perusahaan dilihat kondisi perekonomian secara keseluruhan, arus keluar premi, potensi pasar perorangan di Indonesia, dan undang-undang atau peraturan pemerintah yang mengatur mengenai asuransi. Faktor internal perusahaan melihat aspek organisasi yang menyangkut kantor cabang dan sumber daya manusia, serta aspek pemsaran

yang meliputi kebijaksanaan pemasaran secara umum dan kebijaksanaan mengenai variabel-variabel bauran pemasaran.

Durianto dan Aviantary (1992) melihat adanya prospek usaha pada bisnis apartemen di Jakarta. Hal ini dilatar belakangi oleh adanya peningkatan di Indonesia selama 5 tahun terakhir khususnya di Jakarta maka dibutuhkan penyediaan sarana tempat hunian. Peningkatan investasi dan kebutuhan sarana tempat hunian menyebakan bisnis apartemen menjanjikan prospek yang menguntungkan diantara para pengusaha. Sebagaimana umumnya terjadi merebaknya suatu peluang usaha selain menjanjikan prospek juga menimbulkan permasalahan seperti makin intensifnya persaingan. Bisnis apartemen dewasa ini ditandai pertumbuhan sekitar 35,4% tiap tahun dari 1985 hingga 1992. Potensi permintaan tahun berikutnya diperkirakan akan meningkat sebesar 25%, tetapi diikuti dengan penawaran yang melonjak tajam. Sehingga diperkirakan pada akhir tahun 1995 akan tersedia sekitar 5400 unit apartemen. Akibat yang mungkin terjadi adalah menurunnya tingkat hunian rata-rata hingga 70% pada tahun itu. Peneliti menggunakan analisis sensitivitas variabel tingkat hunian dan mendapatkan hasil bahwa investasi apartemen seharusnya memiliki tingkat hunian minimal 70% dengan PBP 10,2 tahun. Tujuan pemasaran berhubungan dengan aspek-aspek tersebut, sehingga perlu dibuatnya suatu strategi pemasaran terpadu bagi pelaku bisnis. Nisviaty (2006) dalam penelitiannya mengatakan bahwa bolu kukus dan brownies kukus yang berbahan dasar tepung ubi jalar klon BB00105.10 tergolong pangan yang memiliki nilai indeks glikemik dan beban glikemik rendah. Dapat dijadikan alternatif diet, khususnya bagi penderita diabetes melitus dan obesitas. Respon glikemik terbaik terdapat pada brownies kukus, karena didukung oleh kadar protein, kadar lemak, dan serat pangan larut yang lebih tinggi dari bolu kukus. Serta memiliki serat daya cerna pati yang lebih rendah dari bolu kukus. Dalam percobaannya dilakukan beberapa komposisi perbandingan tepung ubi jalar dan terigu yang digunakan. Dari hasil percobaan tersebut didapat komposisi (bahan-bahan) terbaik dalam pembuatan bolu kukus dan brownies kukus dari tepung ubi jalar(Tabel 3)

Tabel 3. Bahan terbaik bolu kukus dan brownies kukus Jumlah bahan Bahan

Bolu kukus Brownies kukus

Tepung ubi jalar (g) 20 100

Terigu(g) 80 0 Telur (g) 57 120 Gula pasir (g) 80 80 Air (ml) 65 - SP (g) 4 2 GMS 1 1.6 Pasta pandan (g) 0.5 - Susu skim (g) - 20 Coklat bubuk (g) - 14 Coklat blok (g) - 80 Mentega (g) - 40 Margarin (g) - 40 Baking powder (g) - 1

Sumber: Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB (2006)