• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN UMUM ARSITEKTUR ECO-CULTURE

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 72-80)

Eco Culture merupakan gabungan antara kata ecological yang disingkat eco atau dalam bahasa Indonesia adalah ekologi dan kata culture yang dalam bahasa

Indonesia adalah kebudayaan. Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. (Frick. 1998 : 1).

Eco atau ekologi adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup

keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana menggunakan lingkungan fisik tersebut. Semua keputusan yang dihasilkan oleh semua kalangan yang terlibat selalu berorientasi kepada keseimbangan alam.

88

Culture atau kebudayaan menurut Selo Soemardjan adalah sarana hasil

karya, rasa, dan cipta masyarakat. Eco Culture adalah sebuah konsep pengembangan dan perancangan yang berorientasi budaya dan keseimbangan alam.

C.1. TINJAUAN UMUM ARSITEKTUR EKOLOGI

Telah disadari bersama bahwa masalah energi telah menjadi isu yang paling banyak mengundang perhatian dunia. Respon keprihatinan dan bukti kepedulian terhadap energi yang kian mengkhawatirkan tidak hanya melilit negara-negara maju, tetapi juga melanda negara yang sedang berkembang. Salah satu konsep desain arsitektur yang memperhatikan masalah energi dan berwawasan lingkungan adalah eko-arsitektur.

Pembangunan sebagai kebutuhan hidup manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya dinamakan arsitektur ekologis atau eko-arsitektur. Konsep penekanan desain eko-arsitektur ini juga didasari dengan maraknya isu global warming. Diharapkan dengan konsep perancangan yang berdasar pada keseimbangan alam ini, dapat mengurangi pemanasan global sehingga suhu bumi tetap terjaga. Satu penyumbang terbesar bagi pemanasan global dan bentuk lain dari perusakan lingkungan adalah industri konstruksi bangunan. Perlawanan terhadap global warming pun segera menjadi sorotan dunia saat ini, tidak terkecuali negara Indonesia yang tercatat memiliki nilai respon tertinggi ke dua se-Asia Tenggara yang sama nilainya dengan Filipina 19% dari negara lainnya dalam green building survey. Meskipun demikian, Indonesia memiliki posisi ke-6 dengan nilai green building involvementnya yang hanya 67%.18 Itu berarti bahwa penerapan konsep desain yang berwawasan lingkungan di Indonesia masih sangat perlu ditingkatkan.19

18 BCI Asia.2014. Green Building Market Report South East Asia 2014

19 Sukawi. 2008. Ekologi Arsitektur : Menuju Perancangan Arsitektur Hemat Energi dan Berkelanjutan. Semarang : Universitas Diponegoro, hal 2-3

89 Gambar II-46 Persentase Respon dan Involment Green Building

Sumber : Green Building Market Report.2014

C.2. PENGERTIAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

Di dalam beberapa buku teks tentang ekologi, dikatakan bahwa istilah ekologi pertama kali diperkenalkan oleh seorang sarjana biologi bangsa Jerman bernama Ernest Haeckel pada tahun 1869.20

Arti kata ekologi dalam bahasa yunani yaitu “oikos” adalah rumah tangga atau cara bertempat tinggal dan “logos” bersifat ilmu atau ilmiah. Ekologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. 21 Komponen-komponen yang ada di dalam lingkungan hidup merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan membentuk suatu sistem kehidupan yang disebut ekosistem.

Ilmu lingkungan ini memusatkan studinya pada masalah-masalah lingkungan ditinjau dari sudut pandang kepentingan manusia, bagaimana manusia mempengaruhi alam dan bagaimana alam dipengaruhi manusia.22

Eko-Arsitektur atau Arsitektur Ekologis adalah pembangunan rumah atau tempat tinggal sebagai kebutuhan kehidupan manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya.23

20 Resosoedarmo S., Kartawinata K. Dan Soegianto A. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung : Remaja Karya, hal 1

21 Frick Heinz.1998. Dasar-dasar Ekoarsitektur. Yogyakarta : Penerbit Kanisius, hal 2 22 Chiras, D.D. 1985. Environmental Science, a Framework for Decision Making. The Benyamin/Cummings Pulb. Co., Menlo Park, Ca. , hal 4

90 Pada hakikatnya ekologi bersifat netral. Hubungan- hubungan yang ada dalam ekosistem tidak bersifat statis, melainkan bersifat dinamis. Tidak ada yang sama sekali hilang dari muka bumi ini, yang ada hanalah perubahan dari satu bentuk ke bentuk lain, dan dari satu sifat ke sifat lainnya.24

Dalam suatu ekosistem, selalu ada keseimbangan anatara energi yang masuk dengan energi yang keluar untuk menjaga agar ekosistem tersebut dapat terus berlangsung. Ekosistem akan mengalami pertumbuhan apabila energi yang masuk lebih besar dari energi yang keluar. Sebaliknya, ekosistem akan mengalami kemunduran apabila energi yang masuk lebih kecil dari energi yang keluar.

Menurut Metallinou (2006), bahwa pendekatan ekologi pada rancangan arsitektur atau eko-arsitektur bukan merupakan konsep rancangan bangunan hi-tech yang spesifik, tetapi konsep rancangan bangunan yang menekankan pada suatu kesadaran dan keberanian sikap untuk memutuskan konsep rancangan bangunan yang menghargai pentingnya keberlangsungan ekosistem di alam. Pendekatan dan konsep rancangan arsitektur seperti ini diharapkan mampu melindungi alam dan ekosistem di dalamnya dari kerusakan yang lebih parah, dan juga dapat menciptakan kenyamanan bagi penghuninya secara fisik, sosial dan ekonomi.

C.3. DASAR-DASAR PEMIKIRAN ARSITEKTUR EKOLOGIS Dalam eko-arsitektur terdapat dasar-dasar pemikiran yang perlu diketahui, antara lain25:

a. Holistik

Dasar eko-arsitektur yang berhubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang lebih penting dari pada sekedar kumpulan bagian. Adapun pola perencanaan eko-arsitektur yang berorientasi pada alam secara holistik adalah sebagai berikut :

24 Sarwono, Sarlito Wirawan. 1992. Psikologi Lingkungan. Jakarta. PT.Grasindo : hal 6 25 Batel Dinur, Interweaving Architecture and Ecology - A theoritical Perspective

91  Penyesuaian pada lingkungan alam setempat.

 Menghemat energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan mengirit penggunaan energi.

 Memelihara sumber lingkungan (air, tanah, udara).

 Memelihara dan memperbaiki peredaran alam dengan penggunaan material yang masih dapat digunakan di masa depan.

 Mengurangi ketergantungan pada pusat sistem energi (listrik, air) dan limbah (air limbah, sampah).

 Penghuni ikut secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan pemeliharaan.

 Kedekatan dan kemudahan akses dari dan ke bangunan.

Menggunakan teknologi lanjutan (intermediate technology), teknologi alternatif atau teknologi lunak.

b. Memanfaatkan pengalaman manusia.

c. Pembangunan sebagai proses dan bukan sebagai kenyataan tertentu yang statis.

d. Kerjasama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.

C.4. PRINSIP-PRINSIP PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

Prinsip-prinsip ekologi sering berpengaruh terhadap arsitektur.26 Adapun prinsip-prinsip ekologi tersebut antara lain :

a. Flutuation

Prinsip fluktuasi menyatakan bahwa bangunan didesain dan dirasakan sebagai tempat membedakan budaya dan hubungan proses alami. Bangunan seharusnya mencerminkan hubungan proses alami yang terjadi di lokasi dan bukan sebagai penyajian dari proses. Keberhasilannya adalah ketika adanya interaksi manusia dengan lingkungan sekitarnya.

92 b. Stratification

Prinsip stratifikasi menyatakan bahwa organisasi bangunan seharusnya muncul keluar dari interaksi perbedaan bagian-bagian dan tingkat-tingkat. Semacam organisasi yang membiarkan kompleksitas untuk diatur secara terpadu.

c. Interdependence (Saling Ketergantungan)

Menyatakan bahwa hubungan antara bangunan dengan bagiannya adalah hubungan timbal balik. Peninjau (perancang dan pemakai) seperti halnya lokasi tidak dapat dipisahkan dari bagian bangunan, saling ketergantungan antara bangunan dan bagian-bagiannya berkelanjutan sepanjang umur bangunan. Dari ketiga prinsip tersebut dapat disimpulkan bahwa arsitektur ekologis merupakan proses perancangan yang berwawasan lingkungan, di mana menonjolkan arsitektur yang berkualitas tinggi yakni lebih mengedepankan interaksi dan keselarasan antara manusia dan lingkungannya. Fenomena yang ada sekarang adalah kualitas arsitektur yang hanya memperhatikan bentuk dan konstruksi gedung dan cenderung kurang memperhatikan kualitas hidup dan keinginan pemakainya, padahal mereka adalah tokoh utama. Untuk itu arsitektur ekologis adalah jawaban yang tepat sebagai proses pendekatan desain di mana kualitas struktur bangunan seimbang dengan kualitas hidup organisme di dalamnya.

C.5. KRITERIA ARSITEKTUR EKOLOGIS

Kriteria arah pembangunan ekologis menurut Heinz Frick (1999) : a. Menghemat energi

Memanfaatkan sumber daya alam terbarui yang terdapat disekitar kawasan perencanaan untuk system bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan maupun untuk utilitas bangunan (sumber energi, penyediaan air) b. Kesehatan penghuni

Bangunan yang sehat artinya yang tidak memberi dampak negatif bagi kesehatan manusia dalam proses,

93 pengoperasian/purna huni, maupun saat pembingkaran. Di dalamnya juga termasuk lokasi yang sehat, bahan yang sehat, bentuk yang sehat, dan suasana yang sehat.

c. Psikospiritual

Bangunan yang nyaman bagi kondisi thermal, audial, maupun visual dalam cara-cara alamiah. Untuk itu bangunan harus tanggap terhadap masalah dan potensi iklim dan konteks lingkungan setempat sehingga menghasilkan sistem bangunan yang alamiah dan hemat energi.

d. Fungsi, pembentukan, dan kesenian

Bangunan yang dapat mengakomodasi fungsi dengan baik dengan memperhatikan kekhasan aktivitas manusia pemakainya serta potensi lingkungan sekitarnya dalam membentuk citra bangunan.

C.6. UNSUR POKOK ARSITEKTUR EKOLOGIS

Sejak awal keberadaan bumi, telah berkembang sebuah berinteraksi yang seimbang bagi semua kehidupan. Susunan kehidupan ini terlahir dari tanah, udara, api, dan air, yang mengisi seluruh lingkungan hidup kita.27

Unsur-unsur alam (udara, air, api, tanah/bumi) ini dijadikan pedoman oleh masyarakat tradisional dan merupakan unsur-unsur pokok yang sangat erat dengan kehidupan manusia di bumi. Dalam kehidupan masyarakat modern pun juga harus tetap memperhatikan unsur-unsur tersebut karena sedikit saja penyalahgunaan unsur alam tersebut besar akibatnya terhadap keseimbangan ekologis. Adapun unsur-unsur pokok eko-arsitektur dapat dilihat pada gambar berikut ini.

27 Simons, John Ormsbee. 1983. Landscape Architecture Second Edition. Halliday Lithograph. United States of America. Hal 11.

94 Gambar II-47 Unsur-unsur Pokok Eko-Arsitektur

Sumber : Heinz Frick. 1997. Hal :29

Dalam hal ini aplikasi pada arsitektur ekologis menyangkut pengolahan tanah, kebutuhan air, sumber energi dan pengolahan limbah kawasan.

a. Konservasi air dengan cara mengolah air menggunakan pengolahan khusus sehingga air yang kotor bisa diolah dan digunakan kembali. Sekitar 80% air minum yang digunakan oleh manusia dibuang atau menjadi air limbah yang mengandung kotoran manusia, bahan sisa pencucian barang dan sebagainya. Kualitas air limbah tidak memadai untuk langsung dibuang ke lingkungan, oleh karena itu harus dikumpulkan dan dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. b. Konservasi Energi dengan penggunaan Energi mandiri, yaitu energi yang terbarukan baik energi air, biogas, surya, angin dan energi alternatif non-fosil.

c. Konservasi Tanah, dengan penghijauan dan penanaman kawasan, sehingga tanah tetap subur, tidak tererosi dan mencegah terjadinya tanah longsor.

d. Pengolahan limbah/sampah. Sampah dibagi menjadi 2 kategori, yakni sampah organik yang bisa di komposkan sehingga dapat digunakan untuk pupuk atau biogas, dan sampah anorganik yang bisa didaur ulang atau dihancurkan sehingga tidak mencemari alam.

95 C.7. ASPEK PENDEKATAN ARSITEKTUR EKOLOGIS

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 72-80)

Dokumen terkait