• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian (Sariqah) Menurut

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN

C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian (Sariqah) Menurut

1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian (Sariqah)

Kata pencuri berasal dari terjemahan bahasa Arab al-sariqoh, yang berarti melakukan suatu tindakan terhadap orang lain secara tersembunyi. Sedangkan secara Kriminologi pencurian dikenal dengan larceny, yakni mengambil alih properti orang lain tanpa hak dengan cara sembunyi-sembunyi atau diluar sepengetahuan pemiliknya. Menurut Siegal jenis kejahatan ini tidak memakai kekerasan (force) dan ancaman (threat).62

Pencurian adalah mengambil hak orang lain yang bukan miliknya secara diam-diam tanpa paksaan dan tidak diketahui oleh pemiliknya. Adapun pengertian lain pencurian adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam yang diambil berupa harta, harta yang diambil merupakan milik orang lain. Sedangkan orang-orang yang biasa melakukan pencurian adalah pencuri, yaitu orang-orang yang

62Chariril Ajdis, dan Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah, (Jakarta : Ambooks,2007), Cet.I, hal 49.

mengambil harta atau benda orang lain dengan jalan diam-diam dan diambil dari tempat penyimpanannya.63

Menurut bahasa, pencurian berarti mengambil sesuatu yang bersifat harta dan lainnya secara sembunyi-sembunyi dan dengan suatu taktik. Sedangkan menurut istilah atau syara‘, pencurian adalah seseorang yang sadar atau sudah dewasa mengambil harta orang lain dalam jumlah tertentu secara sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya yang sudah maklum (biasa) dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum dan tidak karena syubhat.64 Secara sembunyi-sembunyi tanpa seizin dari pemiliknya dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum dan perbuatan tersebut dilarang oleh Undang-undang serta diancam dengan ketentuan pidana.65

Seperti hal dengan hukum pidana positif, dalam hukum pidana Islam juga dikenal dengan istilah pencurian yang biasa disebut sebagai jarimah sariqah.

Dalam hukum pidana Islam jarimah sariqah mempunyai dua defenisi, antara lain :

a. Pencurian menurut bahasa mengambil sesuatu barang atau lainnya dengan sembunyi-sembunyi.

b. Pencurian menurut istilah adalah seseorang yang mengambil barang (harta) orang lain secara sembunyi-sembunyi dari empat penyimpanannya dengan cara yang tidak dibenarkan oleh hukum dan tidak karena subhat.

63Chariril Ajdis, dan Dudi Akasyah, Kriminologi Syariah, (...), Cet.I, hal 49.

64 http://Mysaepul.wordpress.com/2013/08/24/Pencurian-Menurut-Islam. Minggu 18 Juni 2015

65 Ali as-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam as-Shabuni Jilid I Terjemahan Muammal Hamidi dan Imran A.Manan, (Dar al-Ilmiyah,1995), hal 499.

Sementara itu, secara terminologis defenisi sariqah dikemukakan oleh beberapa ahli berikut.

1. Ali bin Muhammad Al-Jurjani

Sariqah dalam syariat Islam yang pelakunya harus diberi hukuman potong tangan adalah mengambil sejumlah harta senilai sepuluh dirham yang masih berlaku, disimpan di tempat penyimpanan atau dijaga dan dilakukan oleh seseorang mukallaf secara sembunyi-sembunyi serta tidak terdapat unsur syubhat, sehingga kalau barang kurang dari sepuluh dirham yang masih berlaku maka tidak dapat dikategorikan sebagai pencurian yang diancam hukuman potong tangan.

2. Muhammad Al-Khatib Al-Syaribini (ulama mazhab Syafi‘i)

Sariqah secara bahasa berarti mengabil harta (orang lain) secara sembunyi-sembunyi dan secara istilah dan secara istilah syara‘ adalah mengambil harta (orang lain) secara sembunyi-sembunyi dan zalim, diambil dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan dengan berbagai syarat.66

3. A. Djazuli

Dalam bukunya fiqh jinayah, pencurian mempunyai makna perpindahan harta yang dicuri dari pemilik kepada pencuri.67

4. Wahbah Al-zuhaili

Sariqah ialah mengambil harta milik orang lain dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan secara diam-diam dan

66 Nurul Irfan Masyarofah, Fiqh Jinayah Cet. Ke-2, (Jakarta : Amzah,2014), hal 99-101.

67A.Djazuli, Fiqh Jinayah, (Upaya Menanggulangi Kejahatan Dalam Islam), hal :75.

sembunyi-sembunyi. Termasuk dalam kategori mencuri adalah mencuri-curi informasi dan pandangan jika dilakukan dengan sembunyi-sembunyi.

5. Abdul Qadir Audah

Ada dua macam sariqah mennurut syariat Islam, yaitu sariqah yang diancam dengan had dan sariqah yang diancam dengan ta‘zir. Sariqah yang diancam dengan had dibedakan menjadi dua, yaitu pencurian kecil dan pencurian besar. Pencurian kecil ialah mengambil harta milik orang lain dengan kekerasan, Pencurian jenis ini juga disebut perampokan.

Dari beberapa rumusan defenisi sariqah di atas, dapat disimpulkan bahwa sariqah ialah mengambil barang atau harta orang lain secara sembunyi-sembunyi dari tempat penyimpanannya yang biasa digunakan untuk menyimpan barang atau harta kekayaan seseorang.68

Dalam defenisi lain juga dikatakan sariqah/mencuri adalah pengambilan yang dilakukan oleh seorang yang telah dewasa (mukallaf) terhadap harta milik orang lain yang disimpan di tempat penyimpanan dan aman, serta memiliki nilai satu nisab dengan cara sembunyi-sembunyi.69

2. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencurian

Adapun dasar hukum pencurian terdapat pada surah Al-Maidah Ayat 38-39, yaitu:70

68 Nurul Irfan Masyarofah, Fiqh Jinayah Cet. Ke-2, (...), , hal 99-101.

69Imam Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-‗Asyqalani, Buluqul Maram, (Jakarta Sealatan: PT Mizan Publika t.t, 2012), hal 729.

70Nuraisyah, Fiqh Jinayah II, (Bukittinggi :STAIN Sjech M. Djamil Djambek, 2010), hal 47.



Artinya: ―Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(Q.S Al-Maidah 38-39)71

Di dalam Ayat ini Allah menyatakan secara tegas bahwa laki-laki pencuri dan perempuan pencuri harus dipotong tangannya. Selain dasar hukum yang terdapat di dalam Al-Quran, juga terdapat di dalam Al-Hadits yang diriwAyatkan oleh Siti Aisyah yaitu:

Nabi SAW telah bersabda: Dipotong seorang pencuri karena dia mencuri (sebanyak) seperempat Dinar (Shahih Muslim No.3189).

Sedangkan yang diriwAyatkan oleh Umar bin Khattab yaitu:

―DiriwAyatkan oleh ibn ‗Umar, katanya: Nabi SAW telah memotong tangan seorang pencuri karena mencuri sebuah perisai yang bernilai tiga dirham (Shahih Muslim No.3193)‖

3. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian

Hukum pidana Islam juga menerangkan mengenai unsur-unsur tindak pidana atau jarimah baik secara umum maupun secara khusus, secara umum

71Q.S Al-Maidah 38-39

artinya berlaku untuk tindak pidana atau jarimah dalam Islam, adapun secara khusus adalah unsur-unsur yang ada dalam suatu tindak pidana atau jarimah.

Suatu perbuatan dapat dipandang sebagai suatu tindak pidana yang dapat dikenai sanksi pidana apabila telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Secara umum suatu tindak pidana mempunyai beberapa unsur diterapkan dalam masyarakat antara lain :72

a. Unsur formil (Rukun Syar‘i)

Al-Rukn al-Syar‘i atau unsur hukum yaitu nash-nash yang menetapkan hukuman bagi orang yang melanggar larangan. Unsur ini disebut dengan unsur formil dalam hukum positif.

Ketentuan hukum yang menetapkan adanya unsur ini dalam pidana Islam dapat dilihat dari firman Allah surat Al-Isra‘ Ayat 15 berikut ini:73

....

b. Unsur materil (Rukun Maddi)74

Yaitu tingkah laku yang membentuk terjadinya tindak pidana kejahatan baik berupa perbuatan nyata ataupun sikap tidak berbuat. Unsur ini disebut juga

74 Nuraisyah, Hukum Pidana Islam, (...), hal 9

يتم ا نعزواجت الله نا :م. صهللا لوس ر لاق هنع لله ا يض ر ة ري ره يب ا نع )ئزمرتل ا هاور( ملكتت وا لمعت مل ام اهسق ا مب تش دح وا تس وسو امع

―Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah bersabda : Sesungguhnya Allah memaafkan apa yang dibisikkan atau dicetuskan oleh seseorang selama ia tidak berbuat atau mengeluarkan kata-kata” (HR. Tirmizi)

Adanya perbuatan melawan hukum yang benar-benar telah dilakukan atau adanya yang membentuk tindak pidana baik dalam perbuatan nyata maupun tidakannya berbuat.

c. Unsur Moral (Rukun Adabi)

Yaitu adanya niatan pelaku untuk melakukan tindak pidana. Unsur ini menyangkut tanggung jawab pidana yang hanya dikenakan atas orang yang telah baliqh, sehat akal dan memiliki kebebasan berbuat (ikhtiyar). Dengan demikian unsur ini berhubungan dengan tanggung jawab pidana yang hanya dapat dikenakan atas orang yang telah baligh, sehat akal dan memiliki kebebasan untuk berbuat.75

Selain adanya unsur-unsur secara umum terdapat juga unsur-unsur secara khusus yang ada pada masing-masing tindak pidana pidana. Adapun unsur-unsur khusus jarimah sariqah menurut keterangan dari kamus dan menurut Ibnu Arafah mencuri mengandung tiga unsur yaitu:

1. Mengambil barang milik orang lain.

2. Cara mengambilnya secara sembunyi-sembunyi.

75Ahmad Azhar Basyir, Ikhtisar Fikih Jinayat (Hukum Pidana Islam), (Yogyakarta: UII Press yogyakarta, 2001), hal 8-10.

3. Milik orang lain tersebut ada ditempat penyimpanan.76

Menurut pendapat lain yang menyatakan bahwa jarimah sariqah mempunyai unsur-unsur dan syarat-syarat yang harus ada untuk dapat dikenakan had antara lain :

1. Tindakan mengambil (harta orang lain) secara sembunyi-sembunyi.

Pada unsur pertama ini perlu diperhatikan dua hal yaitu, pertama adanya tindakan mengambil harta orang lain. Tindakan mengambil harta orang lain dianggap sebagai pencurian apabila memiliki beberapa syarat:

a. Benda yang diambil telah dikeluarkkan dari tempat penyimpanan yang layak bagi sejenisnya. Yang dimaksud dengan tempat penyimpanan yang layak adalah tempat yang pantas unuk menyimpan sejenis harta sehingga sulit untuk diambil orang lain, seperti tempat yang dikunci dengan rapi.

b. Benda tersebut diambil dan telah dikeluarkan dari kekuasaan pemiliknya. Oleh karenanya, jika harta itu baru dikeluarkan dari tempat penyimpanan tapi belum keluar dari kekuasaan pemiliknya seperti masuk dihalaman rumah pemiliknya, belum dianggap sebagai pencurian yang dikenakan hukum had.

c. Benda itu telah berada dalam kewenangan pihak pencuri.

Jika salah satu dari ketiga syarat tersebut kurang atau tidak ada, maka tindakan mengambil belum dianggap sebagai pencurian yang dikenakan hukuman had. Karena dengan kurangnya syarat tersebut berarti pelaku hanya melakukan percobaan pencurian yang tidak dapat dikenakan hukuman had.

76 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 9, terj. Mohammad Nabhan Husein. (Bandung : Maarif, 1984), hal 216.

Hal kedua dari unsur pertama adalah tindakan mengambil dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Sepeti telah diketahui bahwa mengambil harta orang lain dengan sembunyi-sembunyi berarti pengambilnya dilakukan tanpa sepengetahuan dan kerelaan pemiliknya.

Unsur pertama ini disepakati oleh para fuqaha‘, kecuali ulama kalangan Zahiriyah, mereka berpendapat bahawa orang yang melakukan percobaan pencurian, misalnya meskipun baru saja meletakkan tangannya pada benda yang hendak dicuri sudah dapat dianggap sebagai pencurian yang dapat dikenakan hukuman had.77

2. Benda yang diambil berupa harta

Menurut Musafa Ahmad Zarqa, yang dimaksud dengan harta adalah sesuatu yang dicendrungi oleh tabiat manusia dan mungkin disimpan sampai waktu dibutuhkan. Unsur kedua ini dianggap sempurna bila memiliki syarat-syarat sebagai berikut :

a. Harta yang dicuri berupa benda yang bergerak. Harta yang bergerak adalah harta yang mungkin dipindahkan dari satu tempat ke tempat lain. Karena tindakan pencurian memerlukan adanya kemungkinan bahwa harta tersebut dapat dipindahkan ke tempat lain.

b. Benda yang diambil adalah yang mempunyi nilai ekonomis. Menurut Fiqh Syafi‘i ditambahkan bahwa harta yang bernilai ekonomis halal menurut hukum Islam. Oleh karena itu seseorang mencuri khamar atau babi tidak dikenakan had. Pendapat lain mengemukakan bahwa barang yang diambil

77Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 9, terj. Mohammad Nabhan Husein. (...), hal 217

adalah sesuatu yang berharga menurut pemiliknya, bukan atas pandangan pencuri.78

c. Benda yang diambil berada ditempat penyimpanan yang layak bagi jenis harta itu.

d. Harta yang diambil telah sampai pada satu nisab. Para ulama berbeda pendapat mengenai kadar satu nisab. Mayoritas ulama dari kalangan Malikiyah, Syafi‘i dan Hanafi berpendapat bahwa kadar satu nisab pencurian yang diancam dengan hukuman had adalah sebanyak seperempat dinar emas.

Jika dihitung dengan gram satu dinar emas adalah 4.45 gram, maka seperempat dinar adaalah kurang lebih 1,11 gram emas. Pendapat ulama kalangan Hanafiyah berbeda, sebanyak satu dinar atau sepuluh dirham, bila diukur dengan emas adalah 4,45 gram emas. Syah, Ibnu Rusyd juga berpendapat lain, mereka menyebutkan kadar pencurian yang dikenakan hukuman had adalah sebesar 4 dinar atau 40 dirham.79

Sebagimana Hadis Rasulullah SAW :

―Diriwayatkan Aisyah ra dari Nabi SAW, beliau bersabda : Dipotong tangan pencuri dalam pencurian ¼ (seperempat) dinnar atau lebih‖. (HR Muslim).80

Apabila pencurian yang dilakukan kurang dari kadar satu nisab seperti yang telah ditentukan maka pelaku tidak dapat dikenakan hukuman had akan tetapi dikenakan ta‘zir.

78 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 9, terj. Mohammad Nabhan Husein. (...), hal 217

79A.Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), (Jakarta : Raja Grafindo, 1999), hal 78.

80Imam Muslim, Muhammad Fu‘ad, Abdul Baqi (ed), Sahih Muslim Juz II. (Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyah, 1995), hal 45.

3. Benda yang diambil itu harta orang lain.

Dengan unsur ini dapat diketahui bahwa seseorang yang mengambil benda yang bukan hak miliknya. Dalam hal ini Allah berfirman dalam Al-Qur‘an surat

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, Padahal kamu mengetahui”. (Q.S Al-Baqarah 188)

Barang-barang yang tidak ada pemiliknya boleh diambil, akan tetapi jika sudah ada dalam penguasaan seseorang atau Ulil Amri, maka dianggap telah ada pemiliknya. Sedangkan harta yang sengaja ditinggalkan atau dibuang oleh pemilknya adalah sama dengan harta yang tidak ada pemilknya.

4. Adanya kesengajaan melakukan kejahatan atau adanya itikat tidak baik.81 Maksud adanya kesengajaan melakukan tindakan kejahatan adalah adanya kesengajaan mengambil harta orang lain padahal pelaku mengetahui bahwa perbuatan itu dilarang dan adanya kesengajaan mengambil harta orang lain dipertegas dengan adanya niat untuk memiliki harta yang diambil.

81A Djazuli, Fiqh Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam). (...), hal 79-80.

5. Barang yang dicuri itu sudah diambil kepemilikannya dari yang punya maksudnya barang tersebut telah berpindah ke tangan pencuri dan pencuri tersebut bermaksud untuk memilikinya.

Semua unsur tersebut merupakan unsur-unsur khusus yang ada dalam jarimah sariqah. Apabila semua unsur dan syarat-syaratnya telah lengkap dan terpenuhi semuanya, maka perbuatan itu dianggap sebagai tindakan kejahatan pencurian atau jarimah sariqah sehingga pelakunya diancam dengan hukuman had yang berupa potong tangan.

4. Macam-macam Tindak Pidana Pencurian

Menurut Abdul Qadir Audiah, ada dua macam sariqah menurut syariat Islam, yaitu syariqah yang diancam dengan had (hukuman had sama denga n hudud, yaitu hukuman yang jumlah, jenis, dan teknisnya telah dijelaskan Al-qur‘an dan Hadist. Dalam hal hukuman bagi pencuri yang telah memenuhi syarat dan rukun, disebutkan dalam surah Al-Maidah Ayat 38 dan dalam beberapa hadist yang disetai dengan penjelasan para ulama) dan syariqah yang diancam dengan ta‘zir. Sariqah yang diancam dengan had dibedakan menjadi dua, yaitu pencurian besar dan pencurian kecil. Pencurian kecil ialah mengambil harta milik orang lain secara diam-diam. Sementara itu, pencurian besar mengambil harta milik orang dengan kekerasan. Pencurian jenis ini disebut dengan perampokan.82 Jika menurut defenisi diatas pencurian itu terbagi atas dua, yaitu :

a. Sariqah yang diancam dengan had adalah pencurian yang ancaman hukumannya telah ditegaskan macam dan kadarnya dalam Al-Qur‘an dan

82Nurul irfan Masyrofah, fiqh Jinayah, (Jakarta : Amzah, 2013), hal 100.

Sunnah. Menurut Abdul Qadir Audah pencurian ini terbagi lagi atas dua, yaitu:

1. Pencurian Besar ialah mengambil harta milik orang lain dengan kekerasan. Pencurian besar dilakukan dengan sepengetahuan korban tetapi ia tidak mengizinkan hal itu terjadi sehingga terjadi kekerasan.

2. Pencurian Kecil ialah mengambil harta milik orang lain secara diam-diam, tidak disadari oleh korban dan dilakukan tanpa izin.pencurian kecil ini harus memenuhi dua unsur tersebut secara bersama. Kalau salah satu unsur tersebut tidak ada maka tidak dapat disebut sebagai pencurian kecil.83

b. Sariqah yang diancam dengan ta‘zir artinya memberi penjelasan bahwa Ta‘zir juga diartikan dengan Ar-Raddu wal Man‘u yang artinya menolak atau mencegah. Secara umum, tindak pidana pidana ta‘zir terbagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut:84

1. Tindak pidana hudud dan tindak pidana qisas yang syubhat, atau tidak jelas, atau tidak memenuhi syarat, tetapi merupakan maksiat.

2. Tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh Al-Qur‘an dan Hadist, tetapi tidak ditentukan sanksinya.

3. Berbagai tindak pidana atau kemaksiatan yang ditentukan oleh ulil amri (penguasa) berdasarkan ajaran Islam demi kemaksiatan umum.

83 Nurul irfan Masyrofah, fiqh Jinayah, (...), hal 100-102

84 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Sinar Grafika, 2005) hal 82.

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG BARANG BUKTI DAN PUTUSAN A. Tinjauan Umum tentang Barang Bukti

1. Pengertian Barang Bukti a. Menurut Undang-Undang

Dalam HIR Pasal 63 sampai Pasal 67 HIR disebutkan bahwa ―Barang-barang yang dapat dipergunakan sebagai bukti, terbagi atas:

a) Barang yang merupakan objek peristiwa pidana.

b) Barang yang merupakan produk peristiwa pidana.

c) Barang yang dipergunakan sebagai alat pelaksanaan peristiwa pidana.85 Barang yang merupakan sebuah objek, dalam suatu tindak pidana pencurian handphone, maka handphone tersebut dipergunakan sebagai barang bukti, selain itu dibedakan anatar objek mati (tidak bernyawa) dan objek yang bernyawa. Maka objek mati adalah benda benda yang tidak bernyawa. Sedangkan yang bernyawa misalnya pencurian hewan dan lain sebagainya. Barang yang merupakan produk peristiwa pidana misalnya uang palsu atau obat-obatan dan lain sebagainya. Demikian pula barang yang dijadikan sebagai alat pelaksanaan peristiwa pidana, misalnya senjata api atau parang yang dipergunakan untuk penganiayaan, pembunuhan orang atau sebagainya. Sedangkan barang yang terkait peristiwa pidana, misalnya bekas-bekas darah (ada pakaian, bekas sidik jari, dan lain sebaginya).86

85 Akhmad Wiyagus, Analisis dan Pengelolaan Barang Bukti (Dalam Teoritis dan Kerangka Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Penanganan Barang Bukti). Jurnal, hal 4.

86 Akhmad Wiyagus, Analisis dan Pengelolaan Barang Bukti). Jurnal, hal 4.

Terminologi barang bukti memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam KUHAP. Kata barang bukti tersebut muncul dalam Pasal 181 KUHAP tentang kewajiban hakim untuk menunjukkan barang bukti yang ada, kepada terdakwa dan saksi.87 Serta dalam Pasal 39 Ayat (1) dijelaskan apa saja yang dapat disita, yaitu :

1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh, sebagian yang diduga atau diperoleh dari tindak pidana atau sebagai hasil tindak pidana.

2. Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau mempersiapkannya.

3. Benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyidikan tindak pidana.

4. Benda yang khusus diperuntukkan melakukan tindak pidana.

5. Benda lain yang berhubungan lansung dengan tindak pidana yang dilakukan.

Jadi, barang bukti sebagaimana yang disebutkan di atas adalah sebagai bagian dari pembuktian dalam suatu peristiwa pidana. Dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pengelolaan Barang Bukti di Lingkungan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa yang dimaksud dengan Barang Bukti adalah benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yang telah dilakukan penyitaan oleh penyidik untuk keperluan pemeriksaan dalam tingkat penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan nantinya.

87Akhmad Wiyagus, Analisis dan Pengelolaan Barang Bukti. Jurnal, hal 4.

b. Menurut Para Ahli

Menurut Martiman Prodjohamidjojo, barang bukti atau copus delicti adalah barang bukti dari hasil kejahatan. Dalam Pasal 181 KUHAP majelis hakim wajib memperlihatkan kepada terdakwa dan menanyakan kepada terdakwa apakah benar ia mengenal barang bukti tersebut.88

Ansori Hasibuan berpendapat ―Barang bukti adalah barang yang digunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik, yang akan disita oleh penyidik dan digunakan sebagai barang bukti dipengadilan.89

Menurut Andi Hamzah ciri-ciri benda yang dapat menjadi barang bukti adalah:90

a. Merupakan objek materil.

b. Berbicara untuk diri sendiri.

c. Sarana pembuktian yang paling bernilai dibandingkan sarana pembuktian lainnya.

d. Harus diindentifikasi dengan saksi atau keterangan terdakwa.

Jadi beberapa pendapat sarjana hukum di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan barang bukti adalah:91

a) Barang yang digunakan untuk melakukan suatu tindak pidana.

b) Barang yang digunakan untuk membantu suatu tindak pidana.

88 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e8ec99e4d2ae/apa-perbedaanalat-bukti-dengan-barang-bukti-, Perpustakaan Fakultas Hukum UNHAS, Selasa, Jam 14:14 2018.

89 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4e8ec99e4d2ae/apa-perbedaanalat-bukti-dengan-barang-bukti-, Perpustakaan Fakultas Hukum UNHAS, Selasa, Jam 14:14 2018.

90 Akhmad Wiyagus, Analisis dan Pengelolaan Barang Bukti (Dalam Teoritis dan Kerangka Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Penanganan Barang Bukti). Jurnal, hal 4.

91 Akhmad Wiyagus, Analisis dan Pengelolaan Barang Bukti (Dalam Teoritis dan Kerangka Peraturan Kapolri Nomor 10 Tahun 2010 Tentang Penanganan Barang Bukti). Jurnal, hal 4.

c) Barang yang menjadi tujuan dari dilakukannya suatu tindak pidana.

d) Benda tersebut dapat memberikan suatu keterangan bagi penyidikan tindak pidana tersebut, baik berupa gambar ataupun rekaman suara.

e) Barang bukti yang merupakan alat penunjang bagi alat bukti yang mempunyai kedudukan penting dalam suatu tindak pidana, karena ada beberapa tindak pidana yang dalam proses pembuktiannya tidak memerlukan barang bukti, seperti tindak pidana penghinaan secara lisan (Pasal 310 Ayat (1) KUHAP).

c. Barang Bukti Secara Umum

Istilah barang bukti dalam tindak pidana adalah barang yang mengenai mana delik dilakukan (obyek delik) dan dengan barang apa delik dilakukan atau alat yang dipakai untuk melakukan delik misalnya, pisau yang dipakai untuk menikam orang. Termasuk juga barang bukti dari hasil delik misalnya uang negara yang dipakai (korupsi) untuk membeli rumah pribadi maka rumah pribadi itu menjadi barang bukti atau hasil delik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ―Bukti‖ terjemahan dari

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata ―Bukti‖ terjemahan dari

Dokumen terkait