SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Pada Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah)
Oleh:
SOFIA ARDILA NIM. 1416.005
PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA ISLAM (JINAYAH) FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
(IAIN) BUKITTINGGI
TAHUN 2020 M / 1441 H
Barang Bukti Hasil Tindak Pidana Pencurian Yang Disita Oleh Negara―
yang disusun oleh Sofia Ardila, Nim 1416.005 Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi telah dilakukan bimbingan secara maksimal dan untuk selanjutnya disetujui untuk diajukan ke sidang munaqasyah skripsi.
Bukitinggi, 24 Juni 2020 Dosen Pembimbing
Dr. Zul Efendi, M.Ag NIP. 196008061991031
Nama : Sofia Ardila
Nim : 1416.005
Tempat/Tanggal Lahir : Padang Lawas/09 November 1997 Program Studi : Hukum Pidana Islam (Jinayah)
Fakultas : Syariah
Judul Skripsi : Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Barang Bukti Hasil Tindak Pidana Pencurian Yang Disita Oleh Negara
Menyatakan dengan ini sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) penulis dengan judul di atas adalah benar asli karya penulis. Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini bukan karya sendiri, maka penulis bersedia diproses sesuai hukum yang berlaku dan gelar kesarjanaan penulis dicopot hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sesungguhnya untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.
Bukittinggi, Yang menyatakan Materai 6000
Sofia Ardila Nim. 1416.005
Bukti Hasil Tindak Pidana Pencurian Yang Disita Oleh Negara‖, yang ditulis oleh Sofia Ardila, NIM 1416.005, Program Studi Hukum Pidana Islam (Jinayah) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.
Skripsi ini ditulis karena masih banyak yang belum mengetahui bahwa barang bukti, memiliki kedudukan yang setara dengan alat bukti. Meskipun barang bukti bukan merupakan alat bukti yang sah tercantum dalam Pasal 184 KUHAP atau tidak sama dengan alat bukti yang sah tapi memiliki fungsi dalam upaya pembuktian, sebagai upaya mencari suatu kebenaran tentang suatu tindak pidana, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Ada dua kemungkinan yang dilakukan dalam memutus perkara di pengadilan, yaitu dengan jalan persaksian dan jalan bukti-bukti dalam bentuk benda. Di dalam Putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Nomor 126/Pid.B/2019/PN Bkt, tentang tindak pidana pencurian, pada dasarnya telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal yang didakwakan yaitu Pasal 365 KUHP. Akan tetapi disisi lain berdasarkan fakta dipersidangan dalam menjatuhkan pidana, hakim dengan segala pertimbangnnya memutuskan bahwa terdakwa ditahan dan penahanan terhadap terdakwa dilandasi dengan alasan yang cukup.
Penelitian ini menggunakan penelitian pustaka (Library research).
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Data yang digunakan berasal dari putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Nomor 126/Pid.B/2019/PN Bkt, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), berupa data sekunder yang merupakan bahan hukum primer. Kemudian dari data yang sudah didapatkan dianalisis menggunakan analisis menggunakan analisis deskriptif dengan metode deduktif untuk memperoleh analisis khusus dalam hukum pidana Islam.
Berdasarkan hasil penelitian Putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Nomor 126/Pid.B/2019/PN Bkt, terdakwa juga mengakui bahwa benar ia telah melakukan tindak pidana dan : Menyatakan terdakwa Rusdi Rezki Ramadhan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakuakan tindak pidana
―Pencurian dengan Kekerasan‖ dan menetapkan terdakwa dengan hukuman pidana penjara selama 1 (satu) tahun 10 (sepuluh) bulan, dan menetapkan barang bukti yang disita berupa:
a) 1 (satu) handphone Merek Xiomi Note 5 warna hitam dikembalikan kepada saksi Riswati atau korban, karena sesuai dengan Pasal 46 KUHAP Ayat (1).
b) 1 (satu) unit sepeda motor merek Yamaha Jupiter MX warna silver (perak) No Pol. BA 5499 LQ beserta STNK atas nama Yunaidi, dirampas untuk negara,sesuai dengan Pasal 39 KUHP.Sedangkan menurut hukum Islam, benda
Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Shalawat beserta salam disampaikan agar tercurah buat Nabi Muhammad SAW.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Hukum Pidana Isalam Fakultas Syariah IAIN Bukittinggi. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Ibu Dr. Ridha Ahida, M.Hum beserta Bapak-bapak Wakil Rektor, Bapak Dr. Asyari, M.Si, Bapak Dr. Novi Hendri, M.Ag, dan Bapak Dr. Miswardi, M.Hum, yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama menjalani pendidikan IAIN Bukittinggi.
2. Dekan Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, Bapak Dr. H. Ismail, M.Ag, beserta Bpak-bapak Wakil Dekan, Bapak Dr.
Nofiardi, M.Ag, Bapak Dr. Busyro, M.Ag dan Bapak fajrul Wadi, S.Ag, M.Hum, serta Ketua Program Studi Hukum Keluarga Islam (Al-Ahwal Al- Syakhsiyyah), Bapak Dahyul Daipon, M.Ag, yang telah menfasilitasi penulis dalam menjalani bimbingan skripsi ini.
3. Pembimbing Skripsi penulis, Bapak Dr. Helfi, M.Ag, yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan skripsi ini, serta orang tua penulis, Bapak Idris Adam dan Ibu Summayya, dan seluruh keluarga yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral.
4. Pimpinan beserta staf perpustakaan yang telah mengijinkan penulis untuk mengakses buku-buku dan referensi yang dibutuhkan dalam mengumpulkan
Lila Susanti yang tidak pernah putus doa demi kesuksesan belajar putrinya yang telah memberikan cinta serta kasih sayang yang tak ada putusnya, dan juga yang telah memberikan dukungan lahir batin kepada penulis dalam proses studi selama ini.
6. Saudariku yang tersayang Putri Faradila dan Fika Puspita Sari yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil, terima kasih telah menjadi saudara yang terhebat.
7. Sahabat-sahabat terbaik Bella Zinsky V, Rima Dona F, Putri Yeni L, Yona Guspina, Yona Mulia K, Intan Fitriani, Rahmi Yetti, mereka sahabat yang luar biasa yang tiada hentinya memberikan bantuan dan semangat.
8. Seluruh rekan-rekan seperjuangan HPI-A 16, KKN 102, Magang Kejaksaan Negeri Bukittinggi, Magang Pengadilan Agama Tj.Pati yang selalu memberikan warna-warna selama perkuliahan dari awal hingga akhir, kalian adalah teman seperjuangan yang luar biasa.
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT, Tuhan yang maha pengasih, berkenan membalas semua kebaikan pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Hukum Pidana Islam (Jinayah).
Bukittinggi, 24 Juni 2020 Penulis
Sofia Ardila NIM 1416.005
PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI iii
PERNYATAAN ORISINALITAS iv
ABSTRAK v
KATA PENGANTAR vi
DAFTAR ISI vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan dan Batasan Masalah... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 8
D. Penjelasan Judul... 11
E. Tinjauan Pustaka... 12
F. Metode Penelitian... 13
G. Metode Analisis Data... 16
H. Sistematika Penelitian... 16
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana... 17
1. Pengertian Tindak Pidana... 17
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana... 21
1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian... 26
2. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencurian... 27
3. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian... 29
4. Macam-macam Tindak Pidana Pencurian... 34
C. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pencurian (Sariqah) Menurut Hukum Islam 1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian (Sariqah)... 37
2. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencurian... 40
3. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian... 42
4. Macam-macam Tindak Pidana Pencurian... 48
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG BARANG BUKTI DAN PUTUSAN A. Tinjauan Umum Tentang Barang Bukti 1. Pengertian Barang Bukti... 50
2. Fungsi Barang Bukti... 58
3. Macam-Macam Barang Bukti... 59
4. Barang Bukti yang dapat disita... 61
5. Barang Bukti yang Dapat Diterima Dipengadilan... 63 B. Putusan Majelis Hakim Tentang Tindak Pidana Pencurian
Negara menurut hukum positif... 72 B. Barang Bukti Hasil Tindak Pidana Pencurian yang dirampas oleh Negara
menurut hukum Islam... 79 BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan... 89 B. Saran-saran... 91 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Defenisi kejahatan menurut para ahli, salah satunya yang dikemukakan oleh Soesilo. Ia menyebutkan bahwa defenisi kejahatan adalah perilaku masyarakat yang melanggar undang-undang, perilaku ini dilihat dari sudut pandang sosiologi menyebabkan banyak hilangnya keseimbangan, ketertiban, dan ketentraman masyarakat sehingga haruslah dilakukan pengentasan yang efisien melalui penegak hukum yang baik.1
Dalam hukum kriminal, pencurian adalah pengambilan properti milik orang lain secara tidak sah tanpa seizin pemiliknya. Demi memberikan efek jera terhadap pelaku sekaligus sebagai pemberantas terhadap kejehatan pencurian, maka hukum pidana mengatur tentang kejahatan pencurian.2
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 Ayat (3) menegaskan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).3 Hal ini mengandung arti bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala hak warga negara, dan kesamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada
1Admin, ‚Pengertian Kejahatan, Penyebab, dan Contohnya Lengkap‛, dalam www.dosensosiologi.com diakses pada 4 Juli 2019
2 Moeljatno, Kitab Undang-undang Hukum, Pidana (Jakarta: Bumi Akasa, 2014), hal.
128-130
3Laden Merpauang, Proses Penanganan Perkara Pidana (Penyelidikan dan Penyidikan),(Jakarta: Sinar Grafika,2009), hal 1 .
pengecualiannya. Sehingga segala sesuatu permasalahan yang timbul maka harus diselesaikan dengan hukum yang berlaku saat ini.
Agama Islam juga mengatur tentang hukum, yang tentu saja berfungsi sebagai keseimbangan sosial masyarakat atau kemaslahatan umat. Terkait dengan pencurian, Islam melarang umatnya untuk tidak mengambil harta orang lain dengan jalan batil. Sariqah atau pencurian termasuk kedalam cara yang tidak sah dalam mengambil harta orang lain.4
Keseimbangan keseimbangan sosial dalam masyarakat sangatlah diperlukan, untuk itu perlu diketahui bagaimana aturan pencurian dalam hukum pidana Islam, yang tentu saja berbeda dengan hukum pidana positif. Dalam hukum pidana Islam pencurian merupakan perbuatan pidana yang diancam hukuman potong tangan (hadd), sebagaimana firman Allah swt dalam al-qur‘an surat Al-Maidan Ayat 38.5
Dalam Hukum Acara Pidana, Indonesia mempunyai Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dengan terciptanya KUHAP, maka pertama kalinya di Indonesia diadakan kodifikasi dan unifikasi yang lengkap dalam artian seluruh proses pidana dari awal penyidikan sampai pada kasasi di Mahkamah Agung bahkan sampai meliputi peninjauan kembali (herzeining) dan hingga pada pelaksanaan putusan.6
Dalam pembahasan skripsi ini yang dibahasa tentang barang bukti,dalam perkara pidana yang merupakan pemilik dari benda hasil tindak pidana, tentunya
4 Topo Santoso, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hal. 155- 156 5 Rusmiati, ‚Konsep Pencurian dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Hukum Pidana Islam‛,Jinayah vol.1 (April, 2017). Hal. 341
6 Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2010), hal 1-2.
akan disita sebagai barang bukti oleh penyidik, dengan tujuan untuk kepentingan pembuktian dalam persidangan nantinya. Putusan berisi tentang bersalah atau tidaknya seorang terdakwa dan juga berisi mengenai tindakan terhadap barang bukti yang digunakan selama proses persidangan. Seseorang yang melakukan tindak kejahatan akan dituntut dan dihukum sesuai dengan perbuatannya.
Sedangkan korban akan mendapatkan keadilan berdasarkan hukuman terhadap si pelaku. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu, korban bisa mendapatkan kembali hak-haknya yang bersifat materi. Keadilan akan benar-benar terwujud apabila putusan ini dilaksanakan.7
Untuk tercapainya sebuah keadilan, harus ada keserasian, kebebasan dan ketertiban, sehingga tidak timbul kesewenang-wenangan di dalamnya. Dalam membatasi kebebasan, maka disusun aturan yang mengatur kebebasan dan ketertiban yaitu hukum.
Dalam rangka pembuktian suatu perkara pidana, dimulai dengan dilakukannya penyitaan, penyidikan, dan kemudian dituntut oleh penuntut umum dengan jalan melimpahkan perkara tersebut ke Pengadilan Negeri. Selanjutnya, hakim melakukan pemeriksaan apakah dakwaan Penuntut Umum tersebut terbukti bersalah atau tidak. Untuk kepentingan pembuktian inilah, maka kehadiran benda- benda yang tersangkut dalam suatu tindak pidana sangat diperlukan.
Pengertian barang bukti itu sendiri dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) memang tidak disebutkan secara jelas, tetapi dalam KUHAP diatur beberapa ketentuan tentang barang bukti yaitu: Menurut Ansori
7 Vina Akfa dyani, Skripsi : “Analisis Yuridis Terhadap Tindakan Atas Barang Bukti Dalam Putusan Hakim Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap Di Kejaksaan Negeri Bantul Tahun 2013 (Yogyakarta : UINSK, 2015), hal 1
Sabuan, barang bukti adalah barang yang dipergunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau barang hasil dari suatu tindak pidana. Barang- barang ini disita oleh penyidik untuk dijadikan sebagai bukti dalam sidang pengadilan nantinya. Barang ini kemudian diberi nomor sesuai dengan nomor perkaranya, disegel dan hanya dapat dibuka oleh hakim pada waktu persudangan.8
Suatu perkara yang ada barang buktinya, biasanya akan dapat lebih cepat proses penyelesaiannya perkaranya dari pada perkara lain yang tidak ada barang bukti. Sebab dengan adanya barang bukti yang diajukan di muka hakim, dapat menambah keyakinan hakim tentang kesalahan terdakwa dan dapat pula dipakai sebagai unsur memperberat atau memperingan hukuman yang dijatuhkan. Oleh karena itu, sedapat mungkin penyidik harus menyita barang-barang bukti tersebut.
Sebagai upaya mencari suatu kebenaran tentang suatu tindak pidana pencurian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Ada dua kemungkinan yang dilakukan dalam memutuskan perkara di pengadilan, yaitu dengan jalan persaksian dan dengan jalan bukti-bukti dalam bentuk benda. Kedua cara ini kedudukannya sama. Membuktikan suatu perkara, artinya mengajukan alasan dan memberikan dalil atau bukti sampai kepada batasan yang meyakinkan.
Meyakinkan disini maksudnya adalah apa yang menjadi ketetapan atau keputusan atas dasar penelitian dan dalil-dalil.9
8Ansori Sabuan, dkk, Hukum Acara Pidana dalam , (Bandung : Angkasa, 1990), hal 182.
9Hani‘ah, Skripsi :‖ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Benda Sitaan Sebagai Barang Bukti Berdasarkan KUHAP ‖ (Surabaya : IAIN Sunan Ampel,1990), hal 2-3
Setelah putusan hakim telah berkekuatan hukum tetap itu merupakan bagian yang paling terpenting dari proses peradilan. Karena disinilah penegakan keadilan yang sebenarnya.10
Menuntut Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Umum Nomor B- 235/E/3/1994 tentang status barang bukti setelah putusan dijatuhkan, yaitu : 1. Barang bukti itu kembali kepada pemiliknya.
Prosedurnya adalah setelah putusan inkracht Jaksa menyampaikan surat undangan kepada pemilik barang bukti untuk mengambil barang miliknya di kantor kejaksaan, atau dalam keadaan tertentu jaksa mengantarkan langsung barang bukti kepada alamat yang tercantum dalam putusan dengan disaksikan oleh dua orang saksi.
2. Barang bukti itu dirampas untuk dimusnahkan.
Prosedurnya adalah setelah putusan inkracht Jaksa melaksanakan pemusnahan barang bukti dengan memperhatikan jenis barang yang akan dimusnahkan. Untuk barang-barang tertentu, Jaksa harus melihat ketentuan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Pidana Umum Nomor B-235/E/3/1994 Perihal petunjuk tenkis tentang permohonan dan penanganan hasil Dinas Kejaksaan dalam melakukan pemusnahan. Pemusnahan barang bukti dilaksanakan oleh dua orang saksi. Untuk jenis barang berupa narkoba, dan senjata api pemusnahannya disaksikan oleh Musyawarah Pimpinan Daerah.
10Vina Akfa dyani, Skripsi : “Analisis Yuridis Terhadap Tindakan Atas Barang Bukti Dalam Putusan Hakim Yang Telah Berkekuatan Hukum Tetap Di Kejaksaan Negeri Bantul Tahun 2013 (...), hal 1
3. Barang bukti itu dirampas untuk negara
Prosedurnya adalah setelah putusan inkhracht Jaksa menyerahkan barang bukti kepada sub Bagian Pembinaan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan. Kemudian Sub bagian pembinaan menentukan harga minimum barang.
Setelah ditentukan harga minimum barang, selanjutnya Sub Bagian pembinaan menyerahkan barang rampasan tersebut kepada KPNKL guna dilaksanakan lelang yang hasilnya disetorkan ke Kas Negara atas nama Jaksa.
Berdasarkan yang tersebut di atas, bahwa dalam hal putusan pemidanaan, bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, pengadilan menetapkan supaya barang bukti yang disita diserahkan kepada pihak yang paling berhak menerimanya, yaitu pihak yang namanya tercantum dalam putusan tersebut.
Kecuali jika menurut ketentuan undang-undang, barang bukti itu harus dirampas untuk kepentingan negara atau dimusnahkan sehingga tidak dapat dipergunakan lagi. ini berarti status benda itu bukanlah menjadi milik sipelaku kejahatan dan selanjutnya beralih ke pemilik atau penguasaannya ditangan pemerintah.11
Hal ini dibenarkan oleh Islam, sebagaimana firman Allah dalam Q.S An- Nisa‘ Ayat 58 yang berbunyi :
……
Artinya: ”Sesunggunya Allah menyuruh kamu meyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, (dan menyuruh kamu) apabila kamu menetapkan di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. (An-Nisa 4 : 58).12
11 Mohammad, Taufik Makarao dan Suhasril, Hukum Acara Pidana Dalam Teori dan Praktek, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010) hal 178.
12 Kementrian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Sygma, 2007.
Tindakan pemerintah melalui aparat penegak hukum seperti di atas bisa dibenarkan, karena barang siapa yang melanggar undang-undang, wajib dihukum.
Dalam Islampun tindakan atau sanksi yang seperti ini tidak bertentangan dengan firman Allah yang dijelaskan dalam Q.S An-Nisa‘ berikut :
……
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul- Nya dan Ulil Amri di antara kamu”. (An Nissa 4 :59).13
Seringkali orang tidak paham bahwa putusan pengadilan terhadap perkara pidana tidak hanya berkaitan dengan terdakwa saja namun putusan pengadilan juga memuat tentang eksekusi terhadap barang bukti yang ada selama proses berlangsungnya persidangan.
Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian yang penulis beri judul “Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Barang Bukti Hasil Tindak Pidana Pencurian Yang Dirampas Oleh Negara”.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses Barang Bukti Hasil Tindak Pidana Pencurian yang dirampas oleh Negara menurut Hukum positif.
2. Bagaimana proses Barang Bukti Hasil Tindak Pidana Pencurian yang dirampas oleh Negara menurut Hukum Islam.
13Kementrian Agama RI, Al-qur’an dan Terjemahannya, Jakarta: Sygma, 2007.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Dari rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian dalam permasalahan ini adalah :
a. Untuk mengetahui proses lelang Barang Bukti yang dirampas oleh negara yang dihasilkan dari Tindak Pidana Pencurian .
b. Untuk mengetahui hukum Islam yang membahas tentang Barang Bukti yang dirampas oleh negara yang dihasilkan dari Tindak Pidana Pencurian.
2. Manfaat penelitian ini adalah : a. Manfaat Teoritis :
1) Hasil penelitian dapat memberikan kegunaan untuk mengembangkan ilmu khususnya tentang Mekanisme Barang Bukti.
2) Dapat dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian yang lain sesuai dengan bidang penelitian yang penulis teliti.
b. Manfaat praktis :
1) Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi bagi masyarakat atau praktisi hukum dan instansi terkait tentang bagaimana proses Barang Bukti dalam persidangan.
2) Dengan dibuatnya penulisan ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pihak yang bersangkutan dalam proses Barang Bukti.
D. Penjelasan Judul
Untuk mengantisipasi agar tidak terjadinya kekeliruan dalam memahami penelitian ini, maka penulis akan menjelaskan kata-kata yang dirasa perlu dalam judul penelitian ini sebagai berikut:
1. Pencurian
Menurut KUHP pencurian adalah mengambi sesuatu barang yang merupakan milik orang lain dengan cara melawan hak orang lain, untuk lebih jelasnya dapat kita lihat dalam Pasal 362 KUHP berbunyi:
―Barang siapa mengambil sesuatu benda yang sebagian atau seluruhnya merupakan kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk menguasai benda tersebut secara melawan hukum, karena bersalah melakukan pencurian, dipidana dengan pidana selama-lamanya lima tahun atau dengan pidana denda setinggi- tingginya Sembilan ratus rupiah”.14
2. Barang Bukti
Barang Bukti adalah barang yang dipergunakan oleh terdakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau barang sebagai hasil dari suatu tindak pidana.
Barang-barang ini disita oleh penyidik untuk dijadikan sebagai bukti dalam sidang pengadilan. Barang ini kemudian diberi nomor sesuai dengan nomor perkaranya, disegel dan hanya dapat dibuka oleh hakim pada waktu sidang pengadilan.15 3. Pembuktian
Pembuktian berasal dari kata ―bukti‖ yang artinya adalah usaha untuk membuktikan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ―membuktikan‖
diartikan sebagai memperlihatkan bukti atau meyakinkan dengan bukti, sedangkan kata ―pembuktian diartikan sebagai proses, perbuatan cara membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya si terdakwa di dalam sidang pengadilan.
4. Benda Sitaan Negara
Benda sitaan negara adalah benda yang disita oleh negara untuk keperluan proses peradilan.
14 P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang, Delik-Delik Khusus Kejahatan Terhadap Harta Kekayaan Edisi Kedua, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009) hal 2.
15KUHAP Pasal 39 ayat (1)
5. Barang Rampasan Negara
Barang Rampasan Negara adalah benda sitaan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dinyatakan dirampas untuk negara.
6. Tindak pidana
Tindak pidana adalah perbuatan manusia yang bertentangan dengan hukum, diancam dengan pidana oleh Undang-undang, perbuatan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan dan dipersalahkan kepada si pembuat.
7. Hukum Positif
Hukum positif merupakan konsep yang berlawanan dengan konsep hukum alam. Dalam konsep ini, hak-hak yang diberikan bukan lewat undang-undang, tetapi oleh ―Tuhan ,alam atau nalar‖.16 Hukum positif yang disebut kumpulan asas dan kaidah hukum tertulis yang pada saat ini sedang berlaku dan mengikat secara umum atau khusus dan ditegakkan oleh atau pemerintah atau pengadilan dalam negara indonesia. Hukum positif disini hanya membahas tentang Barang rampasan atau yang disita negara.
8. Hukum Islam
Hukum Islam atau syariat Islam adalah sistem kaidah-kaidah yang didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku
16Kelsen, Hans (2007). General Theory of Law And State. The Lawbook Exchange.
mukallaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini, yang mengikat bagi semua pemeluknya.17
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang penyusun lakukan bukanlah penelitian yang pertama kali dilakukan. Oleh karena itu untuk melengkapi penelitian yang penyusun lakukan oleh penyusun, maka perlu untuk melakukan telaah pustaka. Telaah pustaka juga berguna untuk membuktikan orisinalitas dari penelitian ini. Telaah pustaka juga berguna untuk memberikan batasan dan kejelasan pemahaman yang telah didapat.
Untuk menghindari terjadinya duplikasi, penulis melakukan penelitian terdapat literatur sebelumnya, disini penulis tidak menemukan penelitian yang sama, namun ada beberapa yang terkait diantaranya adalah:
Skripsi karya Laisiana Irvianti yang berjudul ―Pelaksanaan Pengambilan Brang Bukti oleh Jaksa dalam Perkara Pidana (Studi kasus di Kejaksaan Negeri Semarang) membahas mengenai pelaksanaan pengambilan barang bukti. Setelah adanya putusan hakim yang inkracht dan kendala-kendala dalam melaksanakan penngembalian barang bukti yang disita setelah adanya putusan inkracht.
Penelitian ini memiliki perbedaan dan persamaan dengan penelitian yang penyusun lakukan. Perbedaannya adalah penelitian yang dilakukan oleh penyusun yaitu mengenai proses barang bukti yang dirampas oleh negara.
Skipsi karya Hani‘ah yang berjudul :‖ Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Benda Sitaan Sebagai Barang Bukti Berdasarkan KUHAP‖,
17Iriyan Eva 2007. “ Hukum Islam, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia”. Jurnal Ilmiah Universitas Baratanghari Jambi
membahas mengenai pengelolaan barang sitaan ditinjau dari hukum Islam dan hukum positif.
Skipsi karya Vina Afka Dyani dengan judul, ―Analisis Yuridis Terhadap Tindakan Atas Barang Bukti Dalam Putusan Hakim yang telah Berkekuatan Hukum Tetap di Kejaksaan Negeri Bantul Tahun 2013‖ membahas mengenai barang bukti, pelaksanaan eksekusi.
Skripsi karya Siti Hardyanti dengan judul ―Pengelolaan Barang Bukti Dalam Proses Penyidikan Tindak Pidana‖ skripsi ini membahas tentang bagaimana proses penyidikan barang bukti supaya tidak jatuh kepada orang yang salah.
Berdasarkan beberapa telaah pustaka diatas, penyusun belum menemukan penelitian penelitian yang membahas mengenai proses tindak pidana yang disita oleh negara menurut hukum positif dan hukum Islam.
F. Metode Penelitian
Pada prinsipnya dalam setiap penulisan karya ilmiah selalu diperlukan data-data yang lengkap dan objektif serta mempunyai metode dan cara tertentu sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Langkah-langkah yang hendak ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah metode penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang menggunakan fasilitas pustaka seperti buku, kitab atau jurnal dan yang lainnya yang berkaitan
dengan pembahasan skripsi ini, sehingga ditemukan data-data yang akurat dan jelas.18
b. Data yang dikumpulkan
Proses pengumpulan data dakam suatu penelitian memerlukan teknik tertentu dan sesuai dengan data dan sumber data yang ditentukan.19 Data yang penulis kumpulkan yaitu:
a) Data tentang Putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Nomor 126/Pid.B/2019/PN Bkt
b) Data tentang tindak pidana pencurian Pasal Pasal 365 KUHP c. Sumber data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
Bahan-bahan sumber data primer yang terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi atau risalah yang dimaksud adalah hasil observasi dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.20
Berdasarkan defenisi tersebut, sebab data yang dimiliki penulis berupa putusan yang diambil hasil pencarian pada website Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Akan tetapi data penulis dalam penelitian ini berupa data sekunder yang merupakan bahan hukum primer anatar lain:
a) Putusan Putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi Nomor 126/Pid.B/2019/PN Bkt
18Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, Teknik, cet.ke-7, (Bandung: Pustaka Setia,1994), hal. 25
19 Imam ghazali said, Hidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid (Beirut: Dar Al-Jiil), hal. 673
20 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum ( Jakarta: Penada Media Group, 2016), hal .181
b) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tindak pidana pencurian Pasal 365
d. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik yang secara rill (nyata) yang digunakan dalam penelitian, bukan yang disebut dalam literatur metodologi penelitian. Masing-masing dalam teknik pengumpulan data diuraikan pengertian dan penggunaanya untuk mengumpulkan data.21
Sehingga penulis disini memiliki beberapa teknik pengumpulan data demi terselesainya penelitian:22
Sumber data yang akan dijadikan rujukan atau landasan utama dalam penelitian ini yaitu data primer dan sekunder adalah :
Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data yang bersumber dari buku-buku, perundang-undangan yang terkait, peraturan, KUHP, KUHAP, Al- Qur‘an dan Hadits serta yang lainnya.
e. Teknik Analisis Data
Penulis dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif yang dimulai dengan penggambaran masalah secara umum, yang disertai dengan fakta-fakta yang sudah diperoleh dari teknik pengumpulan data.23 Kemudian penulis
21 Fitrotul Umami ‚Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Pencurian yang dilakukan Penyandang Disabilitas (Studi Putusan Nomor:607/Pid.B/2017/Pn.Sby)‛ (Skripsi—UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2017), hal. 9
22 Masruhan, Metodologi Penelitian (Hukum), (Surabaya: UIN SA Press , 2014), hal. 177
23 Eko Hadi Wiyono, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap. (Jakarta: Palanta, 2007), hal.120
menganalisis terkait dengan pencurian, dengan menggunakan teori-teori atau pandangan hukum pidana Islam secara khusus.24
G. Metode Analisis Data
Setelah pengumpulan data-data yang diperlukan, selanjutnya dilakukan analisis secara sitematis terhadap pandangan-pandangan, pernyataan-pernyataan yang tertuang dalam data-data tersebut yang berkaitan dengan obyek penelitian ini.
Dalam pembahasan karya ilmiah ini, digunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu metode yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang ada. Ini dilakukan melalui proses analisa data yang diperoleh dari penelitian.25
H. Sistematika Penelitian
Untuk mempermudah hasil penelitian ini maka dibangun dalam sitematika penulisan dalam 5 (lima) bab sebagaimana tersebut di bawah ini:
Bab I pada bab ini, membahas tentang pendahuluan yang menjelaskan tentang gambaran umum yang memuat pola dasar penelitian skripsi ini, yaitu meliputi latar belakang, identifikasi dan rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, penjelasan judul, tinjauan pustaka, metode penelitian, metode analisis data, sistematika penelitian.
Bab II adalah landasan teori, yang berisi: (1) tinjauan umum tentang tindak pidana, (2) tinjauan umum tentang tindak pidana pencurian menurut hukum
24 Masruhan, Metodologi Penelitian (....),hal. 176
25Bungin Burhan, Analisis Data Penelitian Kualitatif dan kuantitatif, (Jakarta: Raja Wali Press,2008), hal. 8.
positif, (3) tinjauan umum tentang tindak pidana pencurian (Sariqah) menurut hukum Islam
Bab III data penelitian yang berisikan tentang : (1) tinjauan umum tentang barang bukti, (2) putusan dan pertimbangan hakim.
Bab IV analisis penelitian, yang berisikan : (1) konsep barang bukti hasil tindak pidana pencurian yang dirampas oleh negara menurut hukum positif. (2) barang bukti hasil tindak pidana pencurian yang dirampas oleh negara menurut hukum Islam.
Bab V penutup, yang berisikan kesimpulan dan saran.
BAB II
HUKUM TINDAK PIDANA PENCURIAN MENURUT HUKUM POSITIF DAN HUKUM PIDANA ISLAM
A. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana 1. Pengertian Tindak Pidana
Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menggunakan kata strafbaar feit yaitu suatu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, aturan yang disertai dengan ancaman atau sanksi berupa pidana tertentu bagi yang melangggarnya. Kata tindak pidana sendiri berasal dari bahasa Belanda yaitu stafbaar feit atau dikenal juga dengan delict. 26Delik adalah perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap Undang-Undang Tindak Pidana.
Istilah strafbaar feit terdiri dari tiga kata, straf yang berarti pidana atau hukum. Baar diartikan dengan dapat atau boleh, sedangkan feit adalah tindak, peristiwa, atau pelanggaran perbuatan. Jadi istilah starfbaar feit secara singkat diartikan adalah perbuatan yang boleh dihukum.27
RUU KUHP 1997/1998 mengemukakan bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang melawan hukum baik secara formil maupun materil. Pasal 16 RUU KUHP 1997/1998.
26Teguh Prasetio, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Pers,2018), hal 47.
27 Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta : Amzah 2012) hal 23-25.
“Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan perbuatan Perundang-Undangan dinyatakan sebagaimana yang dilarang dan diancam pidana”.28
Profesor Pompe berpendapat, perkataan Starfbaar feit secara teoritis dirumuskan sebagai suatu pelanggaran norma (gangguan terhadap tertib hukum) yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu, demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.29
Moeljatno mengartikan Starfbaarfeit adalah suatu kelakukan manusia yang mana diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.30
Pengertian tindak pidana ―Starfbaar feit” menurut Simons adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas tindakannya dan oleh Undang-Undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum. Alasan dari Profesor Simons ―Starfbaar feit” harus dirumuskan sebagaimana yang dijelaskan di atas adalah:31
a. Starfbaar Feit disyaratkan harus adanya suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan oleh Undang-Undang.
b. Sesuatu tersebut dapat dihukum, maka tindakan tersebut harus memenuhi unsur delik sebagaimana yang telah dirumuskan Undang-Undang.
28Edi Setiadi dan Dian Andriasari, Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2013), hal 59-60.
29Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (PT Citra Aditya Bakti, 2011), hal 182.
30Amir Ilyas, Asas-Asas Hukum Pidana Memahami Tindak dan Pertanggungjawaban Pidana sebagai Syarat Pemidanaan, (Yogyakarta : Rangkang Education, 2013), hal 19
31 Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (PT Citra Aditya Bakti, 2011), hal 185.
c. Merupakan tindakan yang melawan hukum.
Sedangkan dalam hukum pidana Islam tindak pidana disebut dengan jinayah yang mengacu kepada hasil perbuatan seseorang dan hanya terbatas pada suatu perbuatan yang dilarang. Setiap perbuatan yang dilarang harus dihindari karena perbuatan tersebut akan menimbulkan bahaya terhadap agaman, jiwa, akal, harga diri dan harta benda. Dikalangan fuqaha menggunakan terminologi khusus untuk mengkategorikan tindakan-tindakan pidana yaitu al-jinayah dan jarimah.32
Abdul Qadir Audah menyebutkan bahwa jinayah menurut syara‘ baik perbuatan itu mengancam keselamatan jiwa maupun harta. Dalam buku fiqh mazhab Hanafi, jinayah merupakan pembahasan tentang dosa bagi perbuatan yang diharamkan terhadap harta benda dibahas dalam bab al-qhashab. Namun kebanyakan fuqaha‘ menggunakan istilah jinayah ini untuk perbuatan yang sasaran kejahatannya berkaitan dengan penganiayaan anggota badan seperti (melukai, memukul, menggugurkan kandungan).33
Dari defenisi di atas dijelaskan bahwa pengertian jinayah sama dengan jarimah yaitu perbuatan yang bertentangan dengan syara‘, baik itu sasarannya agama, akal, kehormatan maupun harta dan dihukum dengan hukuman had ataupun hukuman ta‘zir.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa tindak pidana adalah suatu perbuatan melawan hukum yang diancam dengan ancaman pidana, baik berupa perbuatan yang sengaja dilakukan maupun tindak disengaja.
32Nuraisyah, Hukum Pidana Islam, (Bukittinggi :STAIN Sjech M. Djamil Djambek, 2004), hal 2.
33 Ibid.
2. Unsur-unsur Tindak Pidana
Di dalam perbuatan pidana haruslah terdapat unsur-unsur lahiriah yang salah dan melawan hukum yang diancam pidana serta dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggung jawab sehingga itu dapat di katakan sebagai perbuatan pidana. Perbuatan dikatakan sebagai tindak pidana apabila telah memenuhi unsur- unsur sebagai berikut:34
a. Adanya perbuatan manusia atas kewajiban hukum atau keharusan untuk berbuat, bersumber atas 3 hal yaitu:
1. Undang-Undang 2. Perjanjian 3. Jabatan
b. Perbuatan tersebut diancam dengan pidana oleh Undang-Undang
c. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang mampu bertanggungjawab d. Perbuatan tersebut terjadi karena kesalahan pelaku
Berdasarkan rumusan, maka delik (Starfbaar feit) memuat beberapa unsur, di antaranya:35
a. Suatu perbuatan manusia
b. Perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan.
R. Tresna memiliki pandangan lain dalam hal unsur-unsur tindak pidana, diantaranya:36
34Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Diadit Media, 2007), hal 25-26.
35Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, (Jakarta: Rajawali Press, 2018), hal 48.
a. Perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia
b. Yang bertentangan dengan peraturan peraturan Perundang-Undangan c. Diadakan tindakan penghukuman
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga secara umum menjabarkan unsur-unsur dasar dalam tindak pidana dapat dibagi menjadi dua, diantaranya:37
a. Unsur-unsur subjektif, yaitu unsur yang melekat pada diri pelaku atau yang berhubungan dengan diri pelaku. Termasuk didalamnya, segala sesuatu yang terkandung dalam hatinya. Unsur subjektif dari suatu tindak pidana, antara lain:
1. Kesengajaan atau ketidak sengajaan (dolus atau culpa)
2. Maksud atau Voornemen pada suatu percobaan atau poging, seperti yang dimaksud dalam Pasal 53 Ayat (1) KUHP;
―Mencoba melakukan kejahatan dipidana , jika niat untuk itu telah ternyata adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri”
3. Macam-macam maksud atau Oogmerk seperti yang terdapat misalnya didalam kejahatan pencurian, penipuan, pemerasan, pemalsuan, dan lain- lain.
4. Merencanakan terlebih dahulu atau Voorbedachte Raad seperti misalnya yang terdapat dalam kejahatan pembunuhan menurut Pasal 340 KUHP;
36 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002), hal 79-80.
37Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (PT: Citra Aditiya Bakti, 2011), hal 193-194.
“Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun”
5. Perasaan takut atau Vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasal 308 KUHP;
―Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk melepaskan diri dari padanya, maka maksimun pidana tersebut dalam Pasal 305 dan 306 dikurangi separuh”
b. Unsur-unsur objektif, adalah unsur-unsur yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaan, yaitu didalam keadaan mana dari pelaku harus dilakukan.
Unsur-unsur objektif dari suatu tindak pidana adalah;38 1. Sifat melanggar hukum
2. Kualitas dari pelaku, misalnya saja ―Keadaan sebagai pegawai negeri‖ di dalam kejahatan jabatan Pasal 415 KUHP atau ―Keadaan sebagai pengurus atau komisaris dari suatu persero terbatas‖ di dalam kejahatan menurut Pasal 398 KUHP
3. Kualitas yakni hubungan antara suatu tindakan sebagai penyebab dengan suatu kenyataan akibat.
38 Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (PT: Citra Aditiya Bakti, 2011), hal 193-194.
Sedangkan menurut E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi bahwa tindak pidana tersebut mempunyai lima unsur yaitu:39
a. Subjek b. Kesalahan
c. Bersifat melawan hukum dari suatu tindakan
d. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh Undang-Undang dan terhadap pelanggarannya diancam dengan pidana
e. Waktu, tempat, dan keadaan (unsur objektif lainnya).
Simons menyebutkan adanya unsur objektif dan unsur subjektif dari tindak pidana antara lain:40
a. Unsur objektif, yaitu : perbuatan orang, akibat yang terlihat dari perbuatan tersebut, adanya keadaan tertentu yang menyertai perbuatan tersebut.
b. Unsur subjektif, yaitu : orang yang mampu bertanggung jawab, adanya kesalahan, adaanya sebab akibat / berhubungan dengan akibat dari perbuatan.
Dalam rumusan yang dirumuskan oleh Simons menurut Andi Hamzah yang dipandang oleh Jonker dan Utrecht, terangkumlah unsur-unsur penting dari suatu tindak pidana, diantaranya:41
a. Perbuatan tersebut diancam dengan pidana oleh hukum b. Perbuatan tersebut bertentangan dengan hukum
c. Perbuatan tersebut dilakukan oleh orang yang bersalah
39Amir ilyas, Azas-azas Hukum Pidana,(Memahami Tindak Pidana dan Pertanggungjawaban Pidana Sebagai Syarat Pemidanaan), (Jogjakarta: Rangkang Education,2012), hal 26
40Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cara Cepat Memahami Hukum Pidana, (Jakarta : Kencana Prenamedia Grup, 2014), hal 39-40.
41 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana menurut Al-Qur’an, (...), hal 21.
d. Orang tersebut dipandang bertanggung jawab atas perbuatannya.
3. Jenis-jenis Tindak Pidana
Tindak pidana dapat dibedakan atas beberapa dasar-dasar tertentu, diantaranya:42
a. Menurut sistem KUHP, dibedakan antara kejahatan (misdrijven) yang dimuat dalam buku II dan pelanggaran (overtredingen) yang dimuat dalam buku I b. Menurut cara merumuskannya, dibedakan antara tindak pidana formil (formil
delicten) dan tindak pidana materil (materieel delicten)
c. Berdasarkan bentuk kesalahan, dibedakan anatara tindak pidana sengaja (doleus delicteen) dan tindak pidana tidak dengan sengaja (culpose delicteen) d. Berdasarkan macam perbuatannya, dapat dibedakan antara tindak pidana aktif
atau positif yang disebut juga dengan tindak pidana komisi (delicta commisionis) dan tindak pidana pasif atau negatif yang disebut dengan tindak pidana omisi (delicta ommissionis)
e. Berdasarkan dalam jangka waktu terjadinya, yaitu tindak pidana terjadi seketika dan tindak pidana berlangsung lama atau terus menerus
f. Berdasarkan sumbernya, yaitu tindak pidana umum dan tindak pidana khusus g. Dari subjek hukum, tindak pidana communia dan tindak pidana propia
h. Dari segi berat atau ringannya pidana yang diancamkan, tindak pidana pokok dan tindak pidana diperberat serta tindak pidana diperingan.
Dalam hukum Islam dijelaskan jenis-jenis tindak pidana dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian, diantaranya:43
42 Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, (...), hal 117-119
a. Jarimah yang hukumannya ditetapkan dalam al-Qur‘an. Menurut fuqaha jenis jarimah ini disebut denga Jarimah Hudud, diantaranya: pembunuhan, zina, perampokan, pencurian, penuduhan, zina, dan pemberontakan.
b. Jarimah yang jenisnya disebutkan dalam al-Qur‘an namun hukumannya ditetapkan oleh Rasul. Jenis jarimah ini oleh fuqaha dikelompokkan kepada hudud, karena sunnah rasul merupakan sumber hukum Islam setelah al- Qur‘an, diantaranya: riddah, homoseksual,dan minum-minuman keras.
c. Jarimah yang jenisnya disebutkan dalam al-Qur‘an secara rinci, namun hukumannya sama sekali tidak disebutkan. Jarimah jenis ini sesuai dalam al- Qur‘an ada 30 macam, diantaranya: sihir, mengambil harta orang lain secara tidak sah, kawin dengan pezina, bunuh diri, melanggar sumpah, desersi (lari dari gelanggang pertempuran), persaksian palsu, penghinaan, perjudian dan masih banyak lagi yang lainnya.
Abdul Qadir Audah membaginya kepada tiga unsur, diantaranya:
a. Hudud b. Qishas/diyat c. Jarimah ta‘zir
B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana Pecurian Menurut Hukum Positif
1. Pengertian Tindak Pidana Pencurian
Tindak pidana pencurian termasuk kedalam suatu kejahatan terhadap harta yang sering terjadi ditengah-tengah masyarakat. Kejahatan terhadap harta
43 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana menurut Al-Qur’an, (...), hal 183-184.
termasuk kejahatan terbesar yang sering terjadi dibandingkan dengan kejahatan yang lainnya. Pencurian berasal dari kata ―curi‖ yang mendapat awalan ―pe‖ dan akhiran ―an‖. Kata ―curi‖ artinya mengambil dengan diam-diam, sembunyi- sembunyi tanpa diketahui orang lain secara tidak sah. Orang yang mencuri milik orang lain disebut pencuri. Pencurian berarti perbuatan atau perkara tentang mencuri.44
Menurut Pipin Syarifin, pencurian berasal dari kata curi artinya mengambil secara diam-diam, sembunyi-sembunyi tanpa diketahui orang lain.
Mencuri berarti mengambil milik orang lain secara tidak sah. Pencurian berarti perbuatan atau perkara tentang mencuri dan orang yang melakukan pencurian disebut pencuri.45
Di dalam ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) terdapat pada Pasal 362 yang disebut pencurian itu ialah :
―Barang siapa yang mengambil sesuatu barang, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah”.46
2. Dasar Hukum Tindak Pidana Pencurian
Seperti yang telah diketahui bahwa, sebuah hukum dapat dikenakan terhadap seseorang jika mempunyai dasar hukum yang jelas terhadap suatu tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang tersebut. Dalam hukum pidana positif terdapat suatu asas yang dikenal dengan asas legalitas hukum pidana begitu juga dengan hukum pidana Islam, akan tetapi yang membedakan keduanya adalah
44 Departemen Pendidikan, Kamus Besar, hal 1195.
45 Pipin syarifin, Hukum Pidana di Indonesia. (Bandung : Pustaka Setia,2000), hal 97.
46 Pipin syarifin, Hukum Pidana di Indonesia. (...),hal 98.
dasar hukum yang digunakan sebagai dasar penetapan hukuman. Dalam hukum pidana positif yang berlaku di Indonesia sebagai dasar hukum adalah KUHP dan peraturan Undang-Undang lainnya. Sedangkan Hukum Pidana Islam adalah Al- Qur‘an dan Hadist serta sumber hukum lainnya. Adapun dasar penetapan hukuman dan sanksi pertanggungjawaban dari tindak pidana pencurian dalam Pasal 362 KUHP :
―Barang siapa yang mengambil barang, yang sama sekali atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk memiliki barang ini dengan melawan hukum, dipidana karena mencuri dengan pidana penjara selama- lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ratus ribu rupiah”.
Dalam Pasal tersebut tidak dikatakan bahwa maksud dari pencurian itu adalah untuk memperkaya diri, akan tetapi sekedar untuk memiliki barang yang bukan miliknya. Selain itu, tujuan pencurian tidak selalu untuk memperkaya diri dapat dilihat juga dari pengertian mengenai ―Barang‖.47 Maksud barang adalah segala sesuatu yang berwujud termasuk pula binatang. Dalam pengertian
―Barang‖ masuk pula ―daya listrik‖ dan ―gas‖. Meskipun tidak berwujud, akan tetapi dialirkan dikawat atau pipa. Barang ini tidak perlu mempunyai harga ekonomis. Oleh karena itu, menngambil beberapa helai rambut wanita (untuk kenang-kenangan) tidak dengan izin wanita itu, termasuk pencurian, meskipun dua helai rambut tidak ada harganya.48
Melihat pada ketentuan dalam Pasal 362 KUHP, maka seseorang kleptomania yang mengambil barang milik orang lain dapat dipidana berdasarkan
47Sosesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentar lengkap pasal demi pasal. (Bogor : Politeria, 1991), hal 249.
48 Sosesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentar lengkap pasal demi pasal. (...), hal 250.
Pasal 362 KUHP. Akan tetapi perlu diingat bahwa dalam hukum pidana ada yang disebut dengan alasan pembenar dan pemaaf:
a. Alasan Pembenar, berarti alasan yang menghapus sifat melawan hukum suatu tindak pidana. Jadi, dalam alasan pembenar dilihat dari sisi perbuatannya (Objektif). Misalnya, tindakan ―pencabutan nyawa‖ yang dilakukan eksekutor penembak mati terhadap terpidana mati (Pasal 50 KUHP).49
b. Alasan pemaaf adalah alasan yang menghapus kesalahan dari sipelaku suatu tindak pidana, sedangkan perbuatannya tetap melawan hukum. Jadi, dalam alasan pemaaf dilihat dari sisi orang/pelakunya (subjektif). Misalnya, lantaran pelakunya tak waras atau gila sehingga tak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya itu (Pasal 44 KUHP).50
3. Unsur-unsur Tindak Pidana Pencurian
Suatu tindak pidana dapat dikenakan sanksi, apabila telah memenuhi unsur-unsur tindak pidana. Pada umumnya unsur-unsur tindak pidana dapat dibagi menjadi dua macam:
1. Unsur objektif : unsur yang menitik beratkan pada wujud perbuatan. Dalam unsur ini terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan.
a. Perbuatan manusia yaitu suatu perbuatan positif atau perbuatan negarif yang menyebabkan pelanggaran pidana.
49 Sosesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentar lengkap pasal demi pasal. (...), hal 66.
50 Sosesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentar-komentar lengkap pasal demi pasal. (...), hal 60.
b. Akibat perbuatan yaitu akibatnya yang terjadi atas merusak atau membahayakan kepentingan-kepentingan hukum, ada yang timbul setelah perbuatan.
c. Keadaan-keadaan sekitar perbuatan, keadaan ini bisa jadi terdapat pada waktu melakukan perbuatan.
d. Sifat melawan hukum dan sifat dalam dihukum, perbuatan itu melawan hukum jika bertentangan dengan Undang-Undang.
2. Unsur subjektif : kesalahan (schuld) dari orang yang melanggar norma pidana, artinya pelanggaran itu harus dapat dipertanggungjawabkan yang dapat dipersalahkan jika orang itu melanggar norma hukum.51
Selain unsur-unsur umum tindak pidana juga mempunyai unsur-unsur khusus. Menurut hukum pidana positif unsur-unsur tindak pidana pencurian adalah:
1. Unsur-unsur Objektif berupa:
a. Unsur perbuatan mengambil (wegnemen)
Unsur pertama dari tindak pidana pencurian ialah perbuatan ―mengambil‖
barang. Kata ―mengambil‖ dalam arti sempit terbatas pada menggerakkan tangan dan jari, memegang barangnya, dan mengalihkannya ke lain tempat.
Dari adanya unsur perbuatan yang dilarang mengambil ini menunjukkan bahwa pencurian ialah berupa tindak pidana formil. Mengambil adalah suatu tingkah laku positif/perbuatan materil, yang dilakukan dengan gerakan-gerakan yang disengaja. Pada umumnya menggunakan jari dan tangan kemudian
51Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, (Bandung : PT Karya Nusantara, 1984), hal 26-27.
diarahkan pada suatu benda, menyentuhnya, memegang, dan mengangkatnya lalu membawa dan memindahkannya ketempat lain atau dalam kekuasaannya. Unsur pokok dari perbuatan mengambil harus ada perbuatan aktif, ditujukan pada benda dan berpindahnya kekuasaan benda itu kedalam kekuasaannya. Berdasarkan hal tersebut, maka mengambil dapat dirumuskan sebagai melakukan perbuatan terhadap suatu benda dengan membawa benda tersebut kedalam kekuasaannya secara nyata dan mutlak.
Unsur berpindahnya kekuasaan benda secara mutlak dan nyata adalah merupakan syarat untuk selesainya perbuatan mengambil, yang artinya juga merupakan syarat untuk menjadi selesainya suatu perbuatan pencurian yang sempurna.52
b. Unsur Benda
Pada objek pencurian ini sesuai dengan keterangan dalam memory van toelicchting (MvT) mengenai pembentukan Pasal 362 KUHP adalah terbatas pada benda-benda bergerak (roerend goed). Benda-benda tidak bergerak, baru dapat menjadi objek pencurian apabila telah terlepas dari benda tetap dan menjadi benda bergerak. Benda bergerak adalah setiap benda yang berwujud dan bergerak ini sesuai dengan unsur perbuatan mengambil. Benda yang bergerak adalah setiap benda yang sifatnya dapat berpindah sendiri atau dapat dipindahkan, suatu pengertian lawan dari benda bergerak. 53
52 Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, (...), hal 26-27.
53 Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, (...), hal 26-27.
c. Unsur sebagian atau seluruhnya milik orang lain
Benda tersebut tidak perlu seluruhnya milik orang lain, cukup sebagian saja, sedangkan yang sebagian milik pelaku itu sendiri. Contohnya seperti sepeda motor milik bersama yaitu milik A dan B, yang kemudian A mengambil dari kekuasaan B lalu menjualnya. Akan tetapi bila semula sepeda motor tersebut telah berada dalam kekuasaannya kemudian menjualnya, maka bukan pencurian yang terjadi melainkan penggelapan (Pasal 372 KUHP).54
1. Unsur-unsur Subjektif berupa : a. Maksud untuk memiliki
Maksud untuk memiliki terdiri dari dua unsur, yakni unsur pertama maksud (kesengajaan sebagai maksud atau opzet alsoogmerk), berupa unsur kesalahan dalam pencurian, dan kedua unsur memilikinya. Dua unsur itu tidak dapat dibedakan dan dipisahkan satu sama lain.
Maksud dari perbuatan mengambil barang milik orang lain itu harus ditujukan untuk memilikinya, dari gabungan dua unsur itulah yang menunjukkan bahwa dalam tindak pidana pencurian, pengertian memiliki tidak mengisyaratkan beralihnya hak milik atas barang yang dicuri ke tangan pelaku, dengan alasan.
Pertama tidak dapat mengalihkan hak milik dengan perbuatan yang melanggar hukum, dan kedua yang menjadi unsur pencurian ini adalah maksudnya (subjektif) saja. Sebagai suatu unsur subjektif, memiliki adalah untuk memiliki bagi diri sendiri atau untuk dijadikan barang miliknya. Apabila dihubungkan dengan unsur maksud, berarti sebelum melakukan perbuatan mengambil dalam diri pelaku
54 Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, (...), hal 26-27.
sudah terkandung suatu kehandak (sikap batin) terhadap barang itu untuk dijadikan sebagai miliknya.
b. Melawan Hukum55
Munurut Moeljatno, unsur melawan hukum dalam tindak pidana pencurian yaitu maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum atau maksud memiliki itu ditujukan pada melawan hukum, artinya ialah sebelum bertindak melakukan perbuatan mengambil benda, ia sudah mengetahui dan sudah sadar memiliki benda orang lain itu adalah bertentangan dengan hukum.56 Karena alasan inilah maka unsur melawan hukum dimaksudkan ke dalam unsur melawan hukum subjektif. Pendapat ini kiranya sesuai dengan keterangan dalam MvT yang menyatakan bahwa, apabila unsur kesengajaan dicantumkan secara tegas dalam rumusan tindak pidana, berarti kesengajaan itu harus ditujukan pada semua unsur yang ada dibelakangnya. Menurut Adami Chazawi pencurian mempunyai beberapa unsur yaitu:
1. Unsur objek, terdiri dari:57 a. Perbuatan mengambil b. Objeknya suatu benda
c. Unsur keadaan yang menyertai/melekat pada benda, yaitu benda tersebut sebagian atau seluruhnya milik orang lain.
55Soesilo, Pokok-pokok Hukum Pidana Peraturan Umum dan Delik-delik Khusus, (...), hal 26-27.
56 Moeljatyo, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Bina Angkas, 1988), hal
57 Chazzawi Adami, Kejahatan Terhadap Harta Benda. (Malang : Bayu Media, 2003).
Hal 5.
2. Unsur-unsur subjektif, terdiri dari:58 a. Adanya maksud
b. Yang ditujukan untuk memiliki c. Dengan melawan hukum
Suatu perbuatan atau peristiwa, baru dapat dikualifisir sebagai pencurian apabila terdapat semua unsur tersebut diatas.
4. Macam-macam Tindak Pidana Pencurian
Dalam KUHP tindak pidana pencurian diklasifikasikan sebagai kejahatan terhadap harta oleh penyusun Undang-Undang dibuku II KUHP yang diatur mulai dari Pasal 362 sampai dengan Pasal 367. Tindak Pidana Pencurian ini terbagi atas beberapa jenis, yaitu :
a. Pencurian dalam bentuk pokok, yaitu:
Tindak pidana sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 362 KUHP
“Barang siapa yang mengambil sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunnyaan orang lain, dengan maksud unntuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda sebanyak sembilan ratus rupiah.”
Dengan adanya unsur perbuatan, unsur ingin memiliki, dan unsur melawan hukum.
b. Pencurian dengan pemberatan, yaitu:
Tindak pidana yang diatur dalam Pasal 363 KUHP59
a) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun : 1. Pencurian ternak
58 Chazzawi Adami, Kejahatan Terhadap Harta Benda. (...). Hal 5.
59 Andi Hamzah, KUHPdan KUHAP, (Jakarta: Rineka cipta, 2011). hal 141.
2. Pencurian waktu ada kebakaran, banjir, gempa bumi, gunung meletus, kapal tenggelam, kapal terdampar, kecelakaan kerea api, pemberontakan atau bahaya perang.
3. Pencurian diwaktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang tidak diketaui atau tidak dikehendaki oleh orang yang berhak.
4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong, memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu.
b) Jika pencurian yang diterangkan dalam ke-3 disertai dengan salah satu tersebut ke-4 dan 5, maka dikenakan pidana penjara paling lama sembilan tahun.60
c. Pencurian dengan kekerasan yang tercantum dalam Pasal 365 KUHP
a) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasa, terhadap orang, dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan diri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang dicurinya.
60Andi Hamzah, KUHPdan KUHAP, (...). Hal 141.
b) Diancam dengan pidana penjara palinng lama dua belas tahun :
1. Jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertup yang ada rumahnya, dijalan umum, atau dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.
2. Jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu.
3. Jika masuknya ketempat melakukan kejahatan, dengan merusak atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu.
4. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
c) Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
d) Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang diterangkan dalam a dan c.
d. Pencurian dalam keluarga yang tercantum dalam Pasal 367 KUHP.61
a) Jika perbuatan atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini adalah suami (istri) dari orang yang terkena kejahatan, dan tidak terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah harta kekayaan, maka terhadap pembuat atau pembantu itu, tidak mungkin diadakan tuntutan pidana.
61 Andi Hamzah, KUHPdan KUHAP, (...). Hal 143.