• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana

Tindak Pidana Dalam KUHP dikenal istilah Strafbaarfeit, atau yang dalam ilmu pengetahuan hukum disebut delik. Sedangkan pembuat Undang-Undang dalam merumuskan Undang-undang mempergunakan istilah peristiwa pidana atau perbuatan pidana atau tindak pidana.

Strafbaarfeit sendiri berarti suatu kelakuan manusia yang diancam pidana

oleh peraturan perundangan, jadi yang diancam pidana adalah manusia, sehingga banyak ahli hukum yang mengartikan Strafbaarfeit sebagai tindak pidana.

Pemberian definisi tentang pengertian hukum atau pengertian dalam ilmu-ilmu sosialnya pastilah terdapat perbedaan-perbedaan pendapat, maka dalam pemberian pengertian terhadap tindak pidana juga terdapat bermacam-macam pendapat yang diberikan oleh para sarjana dikelompokan menjadi 2 (dua) aliran yaitu Monistis dan Dualistis:

commit to user

a. Aliran Monistis

Menurut pendapat Simons (dalam Wirjono Prodjodikoro,1986:56) “Strafbaarfeit yaitu kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum yang berhubungan dengan kesalahan dan dilakukan oleh orang-orang yang mampu bertanggung jawab”.

Menurut Van Hammel bahwa “Strafbaarfeit yaitu kelakuan orang yang dirumuskan dalam wet yang bersifat melawan hukum yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan ”.

Menurut Pompe pengertian Strafbaarfeit dibedakan : a) Definisi menurut teori memberikan pengertian

“Strafbaarfeit” adalah suatu pelanggaran terhadap norma yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum.

b) Definisi menurut hukum positif, merumuskan pengertian “Strafbaarfeit”adalah suatu kejadian (fekt) yang oleh peraturan Undang-Undang dirumuskan sebagai perbuatan yang dapat dihukum. Sedangkan menurut Simons, Strafbaarfeit diartikan sebagai kelakuan yang diancam dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan yang dilakukan orang yang mampu bertanggung jawab.(Sudarto, 1990 :43)

b. Aliran Dualistis

Menurut pendapat Moeljatno bahwa “Perbuatan pidana yaitu perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukun, larangan mana disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar”(Moeljatno,1982: 54)

commit to user

Wirjono Prodjodikoro berpendapat bahwa ”Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman dan pelakunya dikatakan sebagai subyek tindak pidana”( Wirjono Prodjodikoro, 1996: 55).

Pengertian tindak pidana atau Strafbaarfeit yang diberikan oleh beberapa ahli tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa perbuatan pidana atau tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang yaitu melanggar suatu aturan hukum pidana atau perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh suatu aturan aturan hukum positif serta perbuatan yang apabila melanggar diancam dengan pidana oleh karena itu suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana atau tindak pidana apabila ada suatu kenyataan bahwa ada aturan yang melarang perbuatan tersebut dan ancaman pidana bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut, dalam larangan dan ancaman tersebut terdapat hubungan yang erat. Oleh karena itu antara peristiwa dan orang yang menimbulkan kejadian itu ada suatu kemungkinan hubungan yang erat dimana satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan. Guna menyatakan hubungan yang erat itu maka digunakan perkataan perbuatan yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada dua keadaan konkrit yaitu:

a. Adanya kejadian yang tertentu, serta

b. Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian itu (Moeljatno, 1982 : 39).

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana

Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana atau tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memenuhi unsur-unsur pidana yaitu :

commit to user

1) Subyek Tindak pidana

Siapa yang bisa menjadi subyek tindak pidana sebagaimana tercantum dalam KUHP, yaitu seorang manusia sebagai pelaku, hal ini terdapat dalam perumusan tindak pidana KUHP, sebagaimana dikemukakan oleh Moeljatno yaitu:

“Yang dapat menjadi subyek tindak pidana sebagaimana tercantum dalam KUHP yaitu seorang manusia sebagai pelaku hal ini terdapat di dalam perumusan tindak pidana KUHP. Daya pikir merupakan syarat bagi subyek tindak pidana, juga pada wujud hukumnya yang tercantum dalam Pasal 2 KUHP yaitu hukuman penjara dan hukuman denda.” (Moeljatno, 1982: 54).

KUHP dalam perumusannya menggunakan kata “Barang siapa”, hal ini menunjukkan yang menjadi subyek tindak pidana adalah manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya dalam pergaulan hidup kemasyarakatan bukan hanya manusia saja yang terlibat, seperti contoh-nya badan hukum, sehingga yang dapat memungkinkan melakukan tindak pidana bukan hanya manusia akan tetapi badan hukum pun juga bisa melakukan tindak pidana karena pada dasarnya badan hukum juga dapat melakukan perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh manusia, sehingga bisa termasuk dalam perumusan tindak pidana. Kemungkinan badan hukum atau perundang-undangan yang berlaku, hukuman yang dikenakan dapat berupa denda yang dibayarkan oleh badan hukum yang bersangkutan.

2) Harus Ada Perbuatan Manusia

Untuk menguraikan perbuatan manusia dalam perkembangannya dapat dilihat dari aktifitasnya. Biasanya perbuatan yang dilakukan bersifat positif atau aktif tetapi ada pula perbuatan yang negatif atau pasif yang dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana yaitu :

commit to user

Contoh perbuatan negatif :

a) Mengetahui adanya permufakatan jahat tetapi tidak dilaporkan walaupun ada kesempatan untuk melapor pada yang berwajib. b) Tidak bersedia menjadi saksi

Akibat perbuatan manusia, merupakan syarat mutlak dari perbuatan atau tindak pidana.

Contoh perbuatan positif :

a) Misal A. Membunuh B dengan alasan bahwa B telah membunuh C kakak dari A. Memang di daerah yang bersangkutan ada anggapan bahwa hutang nyawa harus dibayar dengan nyawa.

3) Bersifat Melawan Hukum

Mengenai sifat melawan hukum, merupakan sesuatu hal yang sangat penting, karena dalam tindak pidana hal-hal yang bersifat tidak melawan hukum sudah tidak lagi menjadi persoalan hukum pidana. Pengertian melawan hukum itu sendiri ada dua, yaitu melawan hukum formil dan melawan hukum materiil, seperti yang dikemukakan oleh Moeljatno :

a) Melawan hukum formil, yaitu :

Apabila perbuatan telah sesuai dengan larangan Undang-Undang, maka disitu ada kekeliruan letak melawan hukumnya perbuatan sudah nyata, dan sifat melanggarnya ketentuan Undang-Undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah ditentukan oleh Undang-Undang.

b) Melawan hukum materiil, yaitu :

Ada yang berpendapat, bahwa belum tentu kalau semua perbuatan yang sesuai dengan larangan Undang-Undang itu bersifat melawan hukum. Bagi mereka yang dinamakan hukum bukanlah Undang-Undang saja, tetapi di samping Undang-Undang terdapat hukum tertulis, yaitu norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat. (Moeljatno, 1982 : 130)

commit to user

Sifat melawan hukum materiil itu sendiri dibagi menjadi dalam dua fungsi yaitu fungsi positif dan fungsi negatif, sedangkan di Indonesia menganut sifat melawan hukum dalam fungsi positif. Disini akan dijelaskan sifat melawan hukum dalam fungsi positif dan negatif menurut Sudarto :

a) Sifat melawan hukum yang materiil dalam fungsi yang positif menganggap sesuatu perbuatan tetap sebagai suatu delik, meskipun tidak nyata diancam dengan pidana dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau ukuran-ukuran lain yang ada diluar undang-undang. Jadi disini diakui hukum yang tak tertulis sebagai sumber hukum yang positif.

b) Sifat melawan hukum yang materiil dalam fungsi negatif mengakui kemungkinan adanya hal-hal yang ada diluar Undang-Undang menghapus sifat melawan hukumnya yang memiliki rumusan Undang-Undang, jadi hal tersebut sebagai alasan penghapus sifat melawan hukum.( Sudarto, 1990 : 82 )

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan melawan hukum formil adalah telah memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam rumusan dari dalam Undang-Undang dan sifat melawan hukumnya harus berdasar Undang-Undang-Undang-Undang. Sedangkan yang dimaksud dengan melawan hukum materiil adalah suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak dilihat dari Undang-Undang dan juga aturan-aturan yang hukum yang tidak tertulis.

4) Kesalahan

Kesalahan dalam arti yang seluas-luasnya, yang dapat disamakan dengan pengertian “pertanggung jawaban dalam hukum pidana”; didalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si pembuat atas perbuatanya. Jadi apabila dikatakan, bahwa orang bersalah melakuakan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat dicela atas perbuatantya. (Sudarto, 1990 : 90)

commit to user

Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (schuldvorm) dibagi menjadi dua yaitu :

a) Kesengajaan (dolus, opzet, vorsatz atau intention ) b) Kealpaan (culpa, onachtzaamheid, nelatigheid,

fahrlassigkeit atau negligence).

c. Macam-Macam Tindak Pidana

Ada berbagai macam tindak pidana menurut para pakar hukum, tetapi disini hanya akan dibahas beberapa saja yang ada hubungannya dengan tindak pidana trafficking, yaitu :

1) Materiil dan formil a) Materiil

Suatu tindak pidana yang dilarang oleh Undang-Undang ialah akibatnya atau tindak pidana yang menitik beratkan pada terjadinya akibat. Misalnya: pembunuhan (Pasal 338 KUHP) yang dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang mengakibatkan matinya orang lain.

b) Formil

Suatu tindak pidana yang perumusanya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Perbuatan pidana tersebut telah selesai dilakukanya seperti yang tercantum dalam rumusan undang-undang. Misalnya : (Pasal 362 KUHP) yang dirumuskan sebagai suatu perbuatan mengambil barang milik orang lain secara tidak sah. (Sudarto, 1990: 57).

2) Sederhana dan berkualifikasi a) Sederhana

Tindak pidana tanpa pemberatan, misal pencurian biasa (Pasal 362 KUHP).

b) Berkualifikasi

Tindak pidana yang diserta dengan pemberatan, misal pencurian pada waktu malam hari (Pasal 363 KUHP).

commit to user

3) Umum dan Khusus a) Umum

Kejahatan yang dilakuan oleh setiap orang misalnya pencurian biasa.

b) Khusus

Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dengan jabatan tertentu misal korupsi.

4) Kejahatan dan Pelanggaran

Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran terdapat dalam KUHP yaitu Buku II KUHP yang mengatur kejahatan dan buku III KUHP mengatur mengenai pelanggaran. Dalam KUHP tidak dijelaskan secara rinci mengenai pembedaan tersebut. Konsekuensi dari pembedaan tersebut adalah kejahatan diancam pidana lebih berat, dan di bedakan antara kesengajaan dan kealpaan serta percobaan dan penyertaan dalam kejahatan dapat dikenai pidana. Sedangkan pelanggaran diancam pidana ringan, tidak ada pembedaan sengaja maupun alpa serta dalam pelanggaran percobaan dan penyertaan tidak dapat dipidana.

5) Delik commissionis, delik ommisionis, delik commissionis per ommissionis commisa

a) Delik commissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, ialah berbuat sesuatu yang dilarang, misal : pencurian (Pasal 362 KUHP).

b) Delik ommissionis adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, ialah tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan atau diharuskan, misal : tidak menghadap sebagai sasi dimuka pengadilan (Pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan ( pasal 531).

commit to user

c) Delik commisionis per ommissionen commissa adalah delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat. Misal: seorang ibu membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu (pasal 338, 340 KUHP).

d. Pengertian Trafficking

Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang pemberantasan tindak pidana perdagangan orang dapat diuraikan sebagai berikut :

“Perdagangan Orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan dan penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan uang atau memberikan bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan ekspolitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”

Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan psikis, mental, fisik, seksual, ekonomi, dan/atau sosial, yang diakibatkan tindak pidana perdagangan orang.

e. Aturan Hukum

Definisi trafficking sendiri sebenarnya cukup mudah dipahami oleh masyarakat yaitu semua tindakan yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antar daerah atau antar negara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan dan penampungan sementara disertai ancaman atau penggunaan kekerasan verbal atau phisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (tidak ada pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan utang) memberikan atau menerima pembayaran keuntungan dimana perempuan

commit to user

dan anak untuk tujuan pelacuran, eksploitasi seksual, buruh imgran legal maupun ilegal, adopsi anak, pembantu rumah tangga, pengantin pesanan, industri pornografi, pengedar obat terlarang juga untuk kepentingan pemindahan organ tubuh.

Dari pengertian di atas menjadikan banyak pihak dan masyarakat "terbuka mata" menyadari dan mengerti bahwa apa yang terjadi di lingkungan (keluarga, tetangga, lingkungan sekitar) sekitarnya seperti definisi diatas adalah trafficking. Dalam kasus trafficking biasanya berkaitan dengan :

a) Kejahatan Terhadap Kesopanan Pasal 281- 303 KUHP di antaranya memudahkan perbuatan cabul (Pasal 295) Pencaharian atau Memudahkan Perbuatan Cabul (Pasal 296) perdagangan perempuan dan anak (Pasal 297, 298) eksploitasi anak di bawah umur 12 Tahun atau Penyalahgunaan Kedudukan/Kekuatan Orang Tua (Pasal 301).

b) Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang, atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetuujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,-(Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,-(Enam ratus juta rupiah).

c) Pasal 5 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,- (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,- (Enam ratus juta rupiah)

commit to user

d) Pasal 6 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau ke luar negeri dengan cara apapun yang mengakibatkan nak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 120.000.000,-(Seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 600.000.000,-(Enam ratus juta rupiah).

commit to user

Dokumen terkait