• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tokoh dan Penokohan

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 30-111)

Tokoh utama dalam cerkak Sarwa Sujana yakni pengarang atau Sri dan Mbak Tari. Sedangkan tokoh tambahannya yakni Yu Ti, Mbak Ning, Mbak Mur, Mas Mip, Murni, Pak Jamin, dan Pak Sarip. Berikut tokoh dan penokohan dalam cerkak Sarwa Sujana:

a) Sri

Tokoh Sri merupakan pengarang yang menceritakan cerita. Secara fisik, tokoh Sri merupakan seorang wanita dewasa yang sudah berkeluarga dan memiliki seorang anak. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan data (68) berikut:

(68) “Ha wong ancen aku ora weruh kok,” saurku karo ngelapi

lampene Fira sing kebak sega.

„Memang saya tidak tahu kok, jawab saya sambil mengelap mulut Fira yang penuh dengan nasi.‟ (SS: 65)

Secara psikis, tokoh Sri memiliki watak yang suka ghibah atau menggunjing orang lain. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang melalui teknik pikiran dan perasaan, seperti pada kutipan data (69) berikut:

(69) Ning aja diceluk jenengku Sri yen marga kuwi dadi ora weruh

nggosip njaba. Ora bisa ngomong langsung kan bisa sms-an, ben ora ketinggalan gosipe tangga-tanggaku, utamane piye bab Mbak Tari.

„Namun jangan panggil nama saya Sri apabila hanya karena itu menjadikan tidak mengetahui gosip di luar. Tidak bisa berbicara langsung kan bisa sms-an, supaya tidak ketinggalan gosip para tetangga saya, terutama bagaimana mengenai Mbak Tari. (SS: 107-108)

Selain memiliki watak yang suka ghibah, tokoh Sri juga memiliki watak suka suudzan atau berburuk sangka terhadap orang lain. Pengarang memunculkan watak suudzan tokoh Sri dengan menggunakan teknik cakapan, seperti pada data (70) berikut: (70) “Iih, aja-aja mraktekne ngelmu babi ngepet tenan...”

kandhaku marang Yu Ti, Mbak Ning, lan Budhe Mur njur padha pandeng-pandengan karo sajak mengkirig.

„Iih, jangan-jangan mempraktekkan ilmu babi ngepet sungguhan... kata saya kepada Yu Ti, Mbak Ning, dan Budhe Mur yang kemudian saling menatap sambil merinding takut.‟ (SS: 31)

Watak lain dari tokoh Sri adalah munafik, yakni bedanya kata dan tindakan. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik tingkah laku, tokoh Sri mengucapkan terima kasih ketika pembantu Mbak Tari memberikan kolak pisang, namun setelah itu tokoh Sri membuang kolak tersebut dengan alasan khawatir kalau kolak tersebut tidak halal, seperti pada data (71) berikut:

(71) “Wah, matur nuwun lho, Mur,” semaurku kaya-kaya

seneng-seneng. Padhal sakwise kuwi kolake dakbuang.

„Wah, terima kasih lho, mur, kata saya seakan senang. Padahal setelah itu kolaknya saya buang.‟ (SS: 37-38)

Tokoh Sri juga memiliki watak tidak jujur. Hal tersebut ditunjukkan pengarang dengan teknik cakapan, seperti pada kutipan data (72) berikut:

(72) “Eh, sampeyan ki mara-mara nudhuh kaya ngono. Sapa sing

ngomongke liyan.

„Eh, kamu itu datang-datang menuduh saya seperti itu. Siapa yang membicarakan orang lain.‟ (SS: 85-86)

Sudah jelas tokoh Sri sedang membicarakan Mbak Tari dengan tetangganya, namun ia tetap mengelak dan tidak mau jujur ketika suaminya melarang jangan menggunjing. Selain tidak jujur dengan suami, tokoh Sri juga merupakan sosok yang kasar tidak bisa hormat pada suami. Hal tersebut dapat dilihat dari percakapan

commit to user

yang dilakukannya dengan suami yang tampak pada data (73) berikut:

(73) “Ha wong sing dha diomongke iku kasunyatan, ya ben ta.

Sampeyan ki ra gaul blas, dadi ora ngerti menawa Mbak Tari kuwi gelem ngepet.”

„Yang dibicarakan itu kenyataan, biar saja. Kamu itu tidak gaul sama sekali, jadi tidak tahu kalau Mbak Tari itu mau ngepet.‟ (SS: 89-90)

Selain watak suka ghibah, suudzan, munafik, tidak jujur, dan kasar terhadap suami, tokoh Sri juga memiliki watak kurang kerjaan. Hal tersebut dapat dilihat dari perilakunya yang ingin tahu keadaan rumah dan mencari bukti di rumah Mbak Tari ketika ada undangan syukuran, seperti pada kutipan data (74) berikut:

(74) Wah, kebeneran iki, batinku bungah. Yen bener ana undangan

tasyakuran mrono aku arep golek sisik-melik piye ta jane kahanane omahe Mbak Tari kuwi. Yen ana perangan utawa panggonan kang ora sakbaene arep dak amat-amati tenanan. Sapa ngerti bisa dadi bukti yen Mbak Tari nglakoni ritual pesugihan.

„Wah, kebetulan ini, dalam batin saya senang. Jika benar ada undangan syukuran kesana saya akan mencari tahu bagaimana keadaan rumah Mbak Tari. Kalau ada sesuatu atau tempat yang mencurigakan akan saya perhatikan dengan teliti. Siapa tahu bisa menjadi bukti kalau Mbak Tari melakukan ritual pesugihan.‟ (SS: 111-114)

Secara sosial, tokoh Sri merupakan seorang ibu rumah tangga. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik pelukisan latar. Di dalam cerita dipaparkan bahwa sepanjang hari tokoh Sri tidak bekerjadan hanya memperbincangkan Mbak Tari dengan tetangga lain.

b) Mbak Tari

Tokoh Mbak Tari adalah tetangga pengarang. Secara fisik, tokoh Mbak Tari merupakan seorang wanita dewasa yang cantik. Pengarang memunculkan keterangan cantik dari tokoh Mbak Tari dengan menggunakan teknik ekspositori, seperti pada data (75) berikut:

commit to user

(75) “Kadhang-kadhang kula inggih kepengin dolan, ning asring

mboten saged. Lha pripun, kula niki kados buron mawon, je. Meh ben dinten diuber-uber kaliyan para editor ken enggal ngrampungke tulisan kula,” guneme Mbak Tari kang isih ayu iku masiya wis ngancik 45 taun.

„Terkadang saya juga ingin bersilaturahmi, namun sering tidak bisa. Lha gimana, saya itu seperti buronan. Hampir setiap hari dikejar-kejar para editor diminta untuk segera menyelesaikan tulisan saya, kata Mbak Tari yang masih cantik itu meski sudah hampir 45 tahun.‟ (SS: 137-139)

Secara psikis, tokoh Mbak Tari merupakan orang yang dermawan. Hal tersebut tampak dari sikapnya yang ketika panen pisang, pisang tersebut dibuat kolak, dan kemudian dibagikan pada para tetangga, seperti pada kutipan data (76) berikut:

(76) Ndilalah nalika mari blanja Murni teka ngeteri kolak. Jare ibu

(maksude Mbak Tari) lagi panen pisang. Dadine pisang mau njur didadekake kolak lan dibagekne menyang tangga-tangga.

„Kebetulan ketika selesai belanja Murni datang mengantar kolak. Kata ibu (maksudnya Mbak Tari) sedang panen pisang. Jadi pisang tadi dibuat kolak dan dibagikan pada para tetangga. (SS: 34-36)

Tokoh Mbak Tari juga memiliki sikap sopan santun. Hal tersebut dapat dilihat dari sikapnya yang meminta maaf kepada para tetangga karena belum bisa bersilaturahmi ke rumah-rumah tetangga, seperti pada kutipan data (77) berikut:

(77) Ing dalem kesempatan mau Mbak Tari uga nambahi ngomong

menawa dheweke nyuwun sepura dene ora nate dolan-dolan menyang tangga.

„Dalam kesempatan itu Mbak Tari menyampaikan maaf apabila tidak pernah bersilaturahmi ke rumah tetangga.‟ (SS: 134)

Selain dermawan dan sopan, tokoh Mbak Tari juga merupakan pekerja keras. Sikap kerja keras tokoh Mbak Tari dimunculkan oleh pengarang dengan teknik ekspositori. Mbak Tari lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menulis karena dikejar oleh para editor. Hal tersebut tampak pada data (78):

commit to user

yen Mbak Tari kuwi jarang metu saka kamare. Metu-metune paling mung yen mangan karo ngombe. Sak liyane kuwi, wis ora tau metu-metu maneh.

„Wah, yang berbincang menjadi lebih ramai ketika Bulik Mur datang dan menambahkan pembicaraan kalau dia mendengar bahwa Mbak Tari itu jarang keluar dari kamar. Keluar hanya apabila makan dan minum. Selain itu, sudah tidak pernah keluar lagi. (SS: 21-23)

Secara sosial, tokoh Mbak Tari merupakan seorang janda yang kaya. Pengarang memunculkan tokoh Mbak Tari sebagai orang yang kaya dengan teknik ekspositori, seperti pada data (79) berikut:

(79) Wanita kang dadi randha watara patang taun kepungkur kuwi

katon banget anggone mulya.

„Wanita yang menjadi janda kira-kira empat tahun yang lalu itu terlihat sekali kalau hidupnya mapan.‟ (SS: 2)

Selain janda kaya, tokoh Mbak Tari juga merupakan seorang penulis novel. Hal tersebut dapat dilihat pada data (80): (80) Dheweke asring ana ngomah, nulis lan nulis bae.

„Dia sering berada di rumah, menulis dan menulis saja.‟ (SS: 136)

c) Yu Ti

Tokoh Yu Ti adalah tetangga pengarang. Secara fisik, tokoh Yu Ti merupakan wanita dewasa. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik ekspositori. Di dalam cerita, pengarang menyebut tetangga yang turut memperbincangkan Mbak Tari dengan sebutan ibu-ibu, seperti pada kutipan data (81) berikut: (81) Akhire aku lan para ibu-ibu mungkasi cerita banjur sibuk tuku

sayuran dhewe-dhewe.

„Akhirnya saya dan para ibu-ibu menyudahi cerita kemudian sibuk membeli sayuran masing-masing.‟ (SS: 33)

Secara psikis, tokoh Yu Ti memiliki watak yang suka

suudzan. Pengarang memunculkan watak suudzan tokoh Yu Ti

dengan teknik cakapan, yakni berdasarkan percakapan yang dilakukannya dengan tokoh lain, seperti pada data (82) berikut:

(82) “Lha iya, Sri. Si Tari kuwi hlo antuke dhuwit saka ngendi.

Dadi gendhakane wong liya apa macak mbabi ngepet ya jane?”

„Iya ya, Sri. Tari itu mendapat uang dari mana. Jadi selingkuhan orang lain atau melakukan ritual babi ngepet ya sebenarnya?‟ (SS: 8-10)

Selain suka suudzan, pengarang memunculkan tokoh Yu Ti sebagai orang yang mudah terpengaruh dengan teknik ekspositori. Sikap mudah terpengaruh dari tokoh Yu Ti dapat dilihat dari perilakunya yang setuju ketika Sri mengajak mengamati rumah Mbak Tari nanti di acara syukuran, seperti pada data (83): (83) Yu Ti setuju bareng tak kandhani perkara mau.

„Yu Ti juga setuju ketika saya beritahu mengenai rencana tadi.‟ (SS: 115)

Secara sosial, tokoh Yu Ti merupakan seorang ibu rumah tangga. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik pelukisan latar. Di dalam cerita dipaparkan bahwa sepanjang hari tokoh Yu Ti tidak bekerja dan hanya memperbincangkan Mbak Tari dengan tetangga lain.

d) Mbak Ning

Tokoh Mbak Ning adalah tetangga pengarang. Secara fisik, tokoh Mbak Ning merupakan wanita dewasa. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik ekspositori. Di dalam cerita, pengarang menyebut tetangga-tetangga yang turut memperbincangkan Mbak Tari dengan sebutan ibu-ibu. Hal tersebut dapat dilihat pada data (84) dalam kutipan berikut:

(84) Akhire aku lan para ibu-ibu mungkasi cerita banjur sibuk tuku

sayuran dhewe-dhewe.

„Akhirnya saya dan para ibu-ibu menyudahi cerita kemudian sibuk membeli sayuran masing-masing.‟ (SS: 33)

Secara psikis, tokoh Mbak Ning memiliki watak yang suka ghibah dan suudzan. Watak suka ghibah dari tokoh Mbak Ning dimunculkan oleh pengarang dengan teknik cakapan, seperti

commit to user

(85) “Nah, lha kuwi sing uga dadi pitakonku,” ujug-ujug Mbak

Ning nyauri saka pager omahe. “Kaya-kaya yen dadi gendhakane wong liya ora, yen sing keloro mau embuh lho.”

„Nah, itu juga yang menjadi pertanyaan saya, tiba-tiba Mbak Ning menanggapi dari pagar rumahnya. Sepertinya kalau menjadi selingkuhan orang lain tidak, tetapi kalau yang kedua tadi ya tidak tahu.‟ (SS: 14-15)

Kemudian watak suudzan tokoh Mbak Ning muncul juga dimunculkan oleh pengarang dengan teknik cakapan, seperti pada kutipan data (86) berikut:

(86) “Psst, aku dhek wingi meruhi si Murni pembantune kae tuku

kembang setaman karo lilin. Aja-aja kuwi dienggo gawe syarat-syarate upacara ritual ya?” kandhane Mbak Ning kanthi sikap waspada.

„Psst, saya kemarin melihat si Murni pembantunya itu membeli kembang setaman dan lilin. Jangan-jangan itu digunakan sebagai syarat-syarat upacara ritual ya? kata Mbak Ning dengan sikap waspada.‟ (SS: 18-20)

Dengan menggunakan teknik ekspositori, pengarang memunculkan tokoh Mbak Ning sebagai orang yang kurang kerjaan. Watak kurang kerjaan tokoh Mbak Ning dapat dilihat dari adanya rencana dengan Sri, Yu Ti, dan Mbak Mur untuk mengawasi keadaan rumah Mbak Tari serta mencari bukti bahwa Mbak Tari melakukan ritual babi ngepet. Hal tersebut tampak pada kutipan data (87) berikut:

(87) Yu Ti setuju bareng dak kandhani perkara mau. Malah ora let

suwe aku uga antuk sms kang padha saka Mbak Mur lan Mbak Ning perkara niatku mau. Kalorone kandha yen ndhukung upayaku, arep melu ngawasi.

„Yu Ti setuju setelah saya memberi tahu mengenai hal tadi. Malah tidak berapa lama saya juga mendapat sms yang sama dari Mbak Mur dan Mbak Ning mengenai niat saya tadi. Keduanya mengatakan kalau mendukung usaha saya, akan ikut mengawasi.‟ (SS: 115-117)

Selain suka ghibah, suudzan, dankurang kerjaan, tokoh Mbak Ning juga merupakan orang yang plin-plan atau tidak teguh pendirian. Mulanya ia setuju dengan rencana Sri untuk mengawasi dan mencari bukti di rumah Mbak Tari. Tetapi setelah mengetahui

bahwa Mbak Tari merupakan seorang penulis buku terkenal, tokoh Mbak Ning justru berkata pada Sri bahwa ia sudah membaca buku Mbak Tari berulang kali dan tidak peduli dengan rencana semula. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan data (88) berikut:

(88) “Oalah, aku ora ngira menawa Mbak Tari kuwi ya Aliya

Matari. Aku lho wis maca bukune makaping-kaping, Sri,” bisike Mbak Ning.

„Oalah, saya tidak menyangka kalau Mbak Tari itu ya Aliya Matari. Saya lho sudah membaca bukunya berkali-kali, Sri, bisik Mbak Ning.‟ (SS: 132-133)

Secara sosial, tokoh Mbak Ning merupakan orang yang gemar membaca novel. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik cakapan, seperti pada kutipan data (89) berikut: (89) “Aku lho wis maca bukune makaping-kaping, Sri,” bisike

Mbak Ning.

„Saya sudah membaca bukunya berulang kali, Sri, bisik Mbak Ning‟ (SS: 133)

e) Mbak Mur

Tokoh Mbak Mur adalah tetangga pengarang. Secara fisik, tokoh Mbak Mur merupakan wanita dewasa. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik ekspositori. Di dalam cerita, pengarang menyebut tetangga-tetangga yang turut memperbincangkan Mbak Tari dengan sebutan ibu-ibu. Hal tersebut dapat dilihat pada data (90) berikut:

(90) Akhire aku lan para ibu-ibu mungkasi cerita banjur sibuk tuku

sayuran dhewe-dhewe.

„Akhirnya saya dan para ibu-ibu menyudahi cerita kemudian sibuk membeli sayuran masing-masing.‟ (SS: 33)

Secara psikis, tokoh Mbak Mur memiliki watak suka

ghibah. Pengarang memunculkan watak suka ghibah dari tokoh

Mbak Mur dengan teknik cakapan, seperti pada data (91) berikut: (91) “Malah aku tau krungu Murni omong-omongan karo Bu Sali,

jare Mbak Tari iku asring ora tau turu bengi. Turune parak esuk, ngono kuwi ora mung pisan pindho. Ananging meh saben wektu.”

commit to user

„Malah saya pernah mendengar Murni berbincang dengan Bu Sali, katanya Mbak Tari itu sering tidak tidur malam. Tidurnya menjelang pagi, seperti itu tidak hanya sekali dua kali. Tetapi hampir setiap waktu.‟ (SS: 24-26)

Pada waktu sore hari, tokoh Mbak Mur kembali menggunjing dengan Sri mengenai Mbak Tari. Hal tersebut tampak pada kutipan data (92) berikut:

(92) “Ngerti ra, Mbak Tari iku mari tuku kulkas maneh. Jarene sih

kulkase mbiyen kae wis rusak. Aku kok ora percaya ta, Sri.”

„Tahu tidak, Mbak Tari itu membeli kulkas lagi. Katanya kulkas yang lama sudah rusak. Saya kok tidak percaya ta, Sri.‟ (SS: 59-61)

Biasanya orang yang berbincang selalu menambah atau mengurangi bahan pembicaraan, apalagi perempuan. Seperti itu pula tokoh dalam cerkak Sarwa Sujana. Setiap tokoh yang ghibah selalu disertai suudzan. Begitu pula tokoh Mbak Mur, selain suka

ghibah, ia juga memiliki watak suudzan. Pengarang memunculkan

watak suudzan tokoh Mbak Mur dengan teknik cakapan, seperti pada kutpan data (93) berikut:

(93) “Ck, aja-aja kuwi syarat ka dhukune kana. Kudu mbuwang

barang lawas ben kayane saya dina saya mundhak.”

„Ck, jangan-jangan itu syarat dari dukunnya sana. Harus membuang barang yang lama supaya semakin hari semakin bertambah.‟ (SS: 66-67)

Pengarang juga memunculkan tokoh Mbak Mur sebagai orang yang kurang kerjaan dengan teknik ekspositori. Tokoh Mbak Mur memiliki rencana dengan Yu Ti, Mbak Ning, dan Sri untuk mengawasi rumah Mbak Tari dan mencari bukti bahwa Mbak Tari melakukan ritual ngepet. Hal tersebut dapat dilihat pada data (94): (94) Yu Ti setuju bareng dak kandhani perkara mau. Malah ora let

suwe aku uga antuk sms kang padha saka Mbak Mur lan Mbak Ning perkara niatku mau. Kalorone kandha yen ndhukung upayaku, arep melu ngawasi.

„Yu Ti setuju setelah saya memberi tahu mengenai hal tadi. Malah tidak berapa lama saya juga mendapat sms yang sama dari Mbak Mur dan Mbak Ning mengenai niat saya tadi.

Keduanya mengatakan kalau mendukung usaha saya, akan ikut mengawasi.‟ (SS: 115-117)

Secara sosial, tokoh Mbak Mur merupakan seorang ibu rumah tangga. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik pelukisan latar. Di dalam cerita dipaparkan bahwa pada siang hari hingga sore hari tokoh Mbak Mur tidak bekerja dan tampak hanya memperbincangkan Mbak Tari Sri dan tetangga lain. f) Murni

Tokoh Murni adalah pembantu Mbak Tari. Secara fisik, tokoh Murni merupakan wanita dewasa. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik pelukisan latar bahwa tokoh Murni sudah bekerja sebagai pembantu di rumah Mbak Tari. Secara psikis, tokoh Murni merupakan orang yang bertanggung jawab. Sikap tanggung jawab tokoh Murni ditunjukkan dengan perilakunya yang melaksanakan tugasnya sebagai pembantu secara baik, salah satunya yakni menggantikan majikannya untuk berbelanja sayur. Watak tanggung jawab tokoh Murni dimunculkan oleh pengarang dengan teknik ekspositori, seperti pada data (95): (95) Metu-metu paling yen blanja janganan, kuwi wae asring

diwakili dening Murni, rewange.

„Keluar paling kalau belanja sayuran, itu saja sering diwakili Murni, pembantunya.‟ (SS: 135)

Dengan teknik tingkah laku, pengarang juga memunculkan tokoh Murni sebagai orang yang patuh. Hal tersebut ditunjukkan dengan perilakunya yang mau mengantar kolak pisang kepada para tetangga, seperti pada data (96) berikut:

(96) Ndilalah nalika mari blanja Murni teka ngeteri kolak. Jare ibu

(maksude Mbak Tari) lagi panen pisang. Dadine pisang mau njur didadekake kolak lan dibagekne menyang tangga-tangga.

„Kebetulan ketika selesai belanja Murni datang mengantar kolak. Kata ibu (maksudnya Mbak Tari) sedang panen pisang. Jadi pisang tadi dibuat kolak dan dibagikan pada para tetangga. (SS: 34-36)

commit to user

Secara sosial, tokoh Murni berprofesi sebagai pembantu rumah tangga. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik reaksi tokoh lain, seperti pada kutipan data (97) berikut: (97) “Psst, aku dhek wingi meruhi si Murni pembantune kae tuku

kembang setaman karo lilin.”

„Psst, saya kemarin melihat si Murni pembantunya itu membeli bunga setaman dan lilin.‟ (SS:18)

g) Mas Mip

Tokoh Mas Mip adalah suami dari pengarang atau Sri. Secara fisik, tokoh Mas Mip merupakan seorang laki-laki dewasa. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik pelukisan latar bahwa tokoh Mas sudah berkeluarga. Secara psikis, tokoh Mas Mip memiliki watak bijaksana. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik cakapan, Tokoh Mas Mip menegur istrinya yang membuang kolak pemberian Mbak Tari sebagai bentuk protes terhadap tindakan yang dilakukan istrinya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan data (98) berikut:

(98) “Lho, kolak enak-enak kok dibuang ki piye?” Mas Mip,

bojoku, mlongo.

„Lho, kolak enak-enak kok dibuang itu gimana? Mas Mip, suami saya, bengong.‟ (SS: 39-40)

Dengan teknik cakapan, pengarang juga memunculkan tokoh Mas Mip sebagai orang yang tegas. Hal tersebut dapat dilihat pada data kutipan (99), yakni ketika Mas Mip keluar rumah untuk tidak menggunjing lagi dengan para tetangga.

(99) “Hmh, repot....repot! Wong isih jarene ae kok wis dipercaya.

Wis, ra sah metu omah. Mundhak marai rame bae. Awas sampeyan yen isih nggosip maneh!” Mas Mip mentheleng nyawang aku.

„Hmh, repot....repot! Masih katanya saja kok sudah dipercaya. Sudah, tidak usah keluar rumah. Malah menjadikan semakin runyam saja. Awas kalau kamu masih menggunjing lagi! Mas Mip menatap saya.‟ (SS: 97-102)

Secara sosial, tokoh Mas Mip merupakan seorang pengangguran. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan

teknik pelukisan latar. Sri belanja sayur pada waktu siang hari. Setelah Sri selesai belanja sayuran, Murni datang memberi kolak pisang. Pada saat itu, Mas Mip berada di rumah. Sehingga diketahui bahwa Mas Mip tidak bekerja atau pengangguran.

h) Pak Jamin

Pak Jamin adalah orang yang biasa dimintai tolong oleh Mbak Tari apabila di rumahnya terjadi kerusakan. Secara fisik, tokoh Pak Jamin merupakan seorang laki-laki dewasa. Hal tersebut dimunculkan oleh pengarang dengan teknik reaksi tokoh lain melalui sapaan “pak”. Secara psikis, tokoh Pak Jamin memiliki watak suka membatu. Pengarang memunculkan watak suka membantu dari tokoh Pak Jamin dengan menggunakan teknik ekspositori, seperti pada kutipan data (100) berikut:

(100) Tenan, sesuk esuke tibane ana undhangan saka Mbak Tari

tenan. Sing ngeterne Pak Jamin, wong sing asring dijaluki tulung Mbak Tari yen ana kerusakan ing omahe.

„Benar, besok paginya ternyata ada undangan dari Mbak Tari.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 30-111)

Dokumen terkait