• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

TRI UTAMI RATNA PURI C3407

3.6 Prosedur Analisis

3.6.6 Total Plate Count (TPC) (Fardiaz 1992)

Prinsip kerja dari analisis TPC adalah perhitungan jumlah koloni bakteri yang ada di dalam sampel dengan pengenceran sesuai keperluan dan dilakukan secara duplo. Seluruh pekerjaan dilakukan secara aseptik untuk mencegah kontaminasi yang tidak diinginkan dan pengamatan secara duplo dapat meningkatkan ketelitian. Jumlah koloni bakteri yang dapat dihitung adalah cawan petri yang mempunyai koloni bakteri antara 30-300 koloni.

Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 90 ml larutan NaCl 0,85% (larutan garam fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 ml dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan sampai diperoleh pengenceran 10-5. Setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap

pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar di atas meja supaya media Nutrient Agar merata.

Setelah Nutrient Agar membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 30 oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik. Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan jumlah koloni yang dapat diterima 30-300 koloni percawan. Nilai TPC dapat dihitung dengan memakai rumus berikut:

Unit per ml atau gram = Jumlah koloni per cawan X

1

Faktor pengeceran Data yang dilaporkan sebagai Standard Plate Count (SPC) harus mengikuti syarat-syarat sebagai berikut:

1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka, yaitu angka pertama dan kedua. Jika angka ketiga sama dengan atau lebih besar dari lima, harus dibulatkan satu angka lebih tinggi dari angka kedua.

2) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan kurang dari 30 koloni pada cawan petri, hanya koloni pada pengenceran terendah yang dihitung, hasilnya dilaporkan sebagai kurang dari 30 dikalikan dengan faktor pengencer, tetapi jumlah yang sebenarnya harus dicantumkan.

3) Jika semua pengenceran yang dibuat untuk pemupukan menghasilkan lebih dari 300 koloni, hanya jumlah koloni pada pengenceran tertinggi yang dihitung. Hasilnya dilaporkan sebagai lebih dari 300 dikalikan dengan faktor pengencer.

4) Jika cawan dari dua tingkat pengenceran menghasilkan koloni dengan jumlah antara 30-300, dimana perbandingan antara jumlah koloni tertinggi dan terendah dari kedua pengenceran tersebut lebih dari satu atau sama dengan dua, maka tentukan rata-rata dari kedua nilai tersebut dengan memperhitungkan pengencerannya. Jika perbandingan antara nilai tertinggi dan nilai terendah lebih besar dari dua, maka yang dilaporkan hanya hasil nilai terkecil.

5) Jika digunakan dua cawan petri (duplo) pengenceran, data yang diambil harus dari kedua cawan tersebut.

3.6.7 Total kapang-khamir (SNI 2332.7:2009)

Sebanyak 10 gram sampel yang dihaluskan terlebih dahulu, dilarutkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 90 ml larutan NaCl 0,85% (larutan garam fisiologis/garfis) sehingga didapatkan pengenceran 10-1. Sebanyak 1 ml dari larutan tersebut dipipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan garam fisiologis untuk memperoleh pengenceran 10-2. Pengenceran dilakukan sampai didapat pengenceran 10-5. Dari setiap tabung reaksi pengenceran tersebut diambil dengan menggunakan pipet sebanyak 1 ml selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri yang sudah disterilkan. Setiap pengenceran dilakukan secara duplo. Kemudian setiap cawan tersebut digerakkan secara melingkar di atas meja supaya media PDA merata.

Setelah PDA membeku, cawan petri diinkubasi dalam inkubator selama 48 jam pada suhu 30 oC, cawan petri tersebut diletakkan secara terbalik. Setelah masa inkubasi, koloni yang tumbuh pada cawan petri dihitung dengan jumlah koloni yang dapat diterima 10-150 koloni per cawan. Nilai total kapang dan khamir dapat dihitung dengan memakai rumus berikut:

(

) (

)

[

n n

]

d C N × × + × =

2 1 0,1 1 Keterangan:

N : jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g

Σ C : jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung n1 : jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung

n2 : jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d : pengenceran pertama yang dihitung

3.6.8 Pengukuran aktivitas air (

a

w) menggunakan aw-meter Shibaura WA-360

Alat yang digunakan untuk mengukur

a

w adalah

a

w-meter Shibaura WA-360. Mie diletakkan di dalam cawan sensor, kemudian cawan sensor dimasukkan ke dalam sensor

a

w-meter dan ditekan tombol Start untuk memulai pengukuran. Nilai A dapat dibaca pada layar setelah ada tulisan complete. Sebelum digunakan untuk mengukur mie, alat dikalibrasi dengan NaCl jenuh. 3.6.9 Uji organoleptik/uji hedonik (Rahayu 2001)

Uji hedonik dilakukan untuk menilai sifat organoleptik yang spesifik. Uji hedonik dilakukan oleh 30 orang panelis semi terlatih. Skala yang digunakan

adalah skala numerik dengan 9 skala. Pengujian organoleptik ini dilakukan untuk mendapatkan formulasi mie terbaik dan mengetahui perubahan penilaian panelis selama penyimpanan mie. Score sheet uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.7 Rancangan Percobaan dan Analisis Data a) Analisis proksimat (Steel dan Torry 1993)

Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan model sebagai berikut :

Ŷij = µ + αi + εij Keterangan :

Ŷij = respon pengaruh konsentrasi pada taraf i ulangan ke-j µ = efek nilai tengah/nilai rata-rata sebenarnya

αi = pengaruh konsentrasi pada taraf ke-i

εij = pengaruh acak (galat percobaan) pada konsentrasi taraf i ulangan ke-j i = 0 %, 5 %, 10 %, dan 15 % ( penentuan formula mie terpilih )

Hipotesis yang diuji pada pembuatan mie basah dengan penambahan konsentrasi Spirulina adalah sebagai berikut :

H0 = Penambahan konsentrasi Spirulina yang berbeda tidak berpengaruh nyata terhadap karakteristik mie.

H1 =Penambahan Spirulina yang berbeda berpengaruh nyata terhadap karakteristik mie.

Data peubah yang diamati dianalisis secara statistik dengan analisis ragam. Pengujian lanjut Tukey dilakukan jika analisisnya berpengaruh nyata. b) Uji organoleptik (Steel dan Torry 1993; Daniel 1990)

Analisis non-parametrik yang dilakukan dalam pengujian adalah metode uji Kruskal-Wallis dan uji Dunn, yaitu :

a) Meranking data dari yang terkecil ke yang terbesar untuk seluruh perlakuan dalam satu parameter.

Keterangan:

n = Banyaknya pengamatan dalam perlakuan Ri = Jumlah ranking dalam perlakuan ke-i T = Banyaknya pengamatan seri dalam kelompok H’ = H terkoreksi

Keterangan:

Ri = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-i Rj = Rata-rata nilai rangking perlakuan ke-j K = Banyaknya ulangan

4.1 Penentuan Formulasi Mie Basah Spirulina Terpilih

Mie basah yang dibuat pada penelitian ini berbeda dengan mie basah yang telah ada di pasaran. Mie basah dibuat dengan penambahan Spirulina yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan gizi pada mie. Penelitian ini dibuat empat jenis mie dengan perlakuan penambahan konsentrasi Spirulina yang berbeda, yaitu sebesar 0%, 5%, 10% dan 15%. Mie basah dengan penambahan Spirulina 0%, 5%, 10% dan 15% dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Mie basah dengan penambahan Spirulina yang berbeda.

Penentuan formulasi mie basah Spirulina terpilih dilihat berdasarkan komposisi kimia dan uji organoleptik. Penambahan Spirulina ke dalam mie basah diharapkan mampu meningkatkan nilai gizi dan hasil pengujian organoleptiknya masih dapat diterima oleh panelis. Mie basah Spirulina terpilih selanjutnya dilakukan pengujian kandungan serat pangan (dietary fiber) serta pengujian mikrobiologis pada penyimpanan suhu chilling (6-7 °C).

4.1.1 Komposisi kimia mie basah Spirulina

Bahan pangan yang baik yaitu bahan pangan yang mempunyai komposisi gizi yang lengkap meliputi air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Setiap komponen ini harus diketahui jumlahnya agar pemenuhan gizi dalam tubuh dapat terpenuhi secara tepat. Komposisi kimia ini dapat diketahui dengan cara analisis proksimat. Komposisi kimia Spirulina yang digunakan pada pembuatan mie Spirulina dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi kimia Spirulina Komposisi kimia Jumlah (%)

Kadar air 5,86

Kadar abu 8,73

Protein 66,26

Lemak 2,40

Kadar air yang terkandung dalam Spirulina hanya sebesar 5,86%. Rendahnya kadar air ini karena pengeringan yang dilakukan menggunakan spray dryer dengan suhu 120 °C. Kadar abu dan lemak pada Spirulina masing-masing 8,73% dan 2,40%. Komposisi kimia yang terbesar dikandung oleh Spirulina adalah protein, yaitu sebesar 66,26%. Richmond (1988) menyatakan hasil analisis asam amino dari Spirulina mexican yang dikeringkan dengan spray dryer ditemukan 18 asam amino. Berdasarkan hasil penelitian Choi et al. (2003) Spirulina yang dikultivasi selama 30 hari dengan urea sebagai sumber nitrogen memiliki kandungan asam amino tertinggi yaitu sebesar 173 mg/g berat kering.

Komposisi kimia Spirulina tidak selalu sama, dipengaruhi oleh banyak faktor. Colla et al. (2007b) menyebutkan bahwa suhu dan media kultivasi berpengaruh terhadap biomassa, protein, lemak dan fenol. Suhu kultivasi sebesar 35 °C memberikan pengaruh negatif terhadap produksi biomassa dan memberikan pengaruh positif terhadap protein, lemak dan fenol. Tingginya kandungan protein dan rendahnya lemak pada Spirulina menjadi kelebihan tersendiri, sehingga para vegetarian atau konsumen yang sedang melakukan diet tidak perlu khawatir untuk mengkonsumsi Spirulina. Pengaruh penambahan Spirulina pada komposisi kimia mie dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Komposisi kimia mie basah Spirulina.

Kode Kadar Air (%) Kadar Abu (%) Protein (%) Lemak (%) Mentah Matang Mentah Matang Mentah Matang Mentah Matang S0 31,04 59,82 1,38 0,50 9,53 5,74 5,67 2,17

S5 31,09 60,88 2,71 0,86 11,86 6,79 5,86 2,25

S10 29,78 60,62 2,82 0,89 12,41 7,60 6,10 2,43

S15 30,19 61,07 2,93 0,93 13,96 8,03 6,39 2,57 Keterangan:

S0 : mie dengan penambahan Spirulina 0%

S5 : mie dengan penambahan Spirulina 5%

S10 : mie dengan penambahan Spirulina 10%

S15 : mie dengan penambahan Spirulina 15%

Komposisi kimia mie basah Spirulina diuji dalam keadaan mentah dan matang. Mie basah Spirulina matang yaitu mie setelah direbus selama 2 menit pada suhu 100 °C. Pengujian komposisi kimia mie basah Spirulina matang dilakukan untuk mengetahui besarnya perubahan komposisi kimia mie basah Spirulina yang telah siap untuk dikonsumsi.

Penambahan Spirulina ke dalam mie basah secara umum memperlihatkan peningkatan terhadap komposisi gizi, terutama protein. Kandungan protein pada mie basah mentah meningkat cukup signifikan seiring dengan semakin banyaknya konsentrasi Spirulina yang ditambahkan yaitu sebesar 9,53% pada mie basah dengan penambahan Spirulina 0% dan 13,96% pada mie basah dengan penambahan Spirulina 15%. Hal yang sama terjadi pada mie basah yang telah matang. Semakin banyak Spirulina yang ditambahkan, semakin besar pula kandungan protein pada mie basah, yaitu sebesar 5,74% pada mie basah dengan penambahan Spirulina 0% dan 8,03% pada mie basah dengan penamban Spirulina 15%.

Besarnya peningkatan kandungan protein pada mie basah setelah penambahan Spirulina tidak sejalan peningkatan kadar air, kadar abu dan lemak. Hal ini karena kandungan air, abu dan lemak pada Spirulina yang ditambahkan tidak terlalu besar. Kadar air pada mie basah matang dengan penambahan Spirulina 0% dan 15% berturut-turut sebesar 31,04% dan 30,19%, sedangkan pada mie basah mentah berturut-turut 59,82% dan 61,07%.

Kadar abu menyatakan jumlah mineral yang terkandung di dalamnya. Kadar abu mie basah setelah penambahan Spirulina lebih besar bila dibandingkan

dengan kadar abu mie basah tanpa penambahan Spirulina. Mie basah dengan penambahan Spirulina 15% memiliki kadar abu tertinggi, yaitu sebesar 2,93% pada kondisi mentah dan 0,86% setelah dimatangkan.

Kandungan lemak Spirulina hasil uji proksimat menunjukkan nilai yang terendah dibandingkan komposisi kimia yang lain. Hal ini menyebabkan penambahan Spirulina ke dalam mie basah tidak mengakibatkan perubahan kandungan lemak yang terlalu besar. Kadar lemak tertinggi terdapat pada mie basah dengan penambahan Spirulina 15%, yaitu sebesar 6,10% pada kondisi mentah dan 2,43% setelah dimatangkan.

1) Kadar air

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Air merupakan komponen yang paling penting dalam bahan pangan, karena dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa bahan pangan. Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan daya terima, kesegaran, serta daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008). Hasil analisis kadar air mie basah mentah dan matang dengan penambahan Spirulina yang berbeda disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5 Kadar air mie basah Spirulina ( mie basah mentah; mie basah matang).

Keterangan : Angka-angka pada histogram dengan pattern sejenis yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Data hasil analisis kadar air dilakukan uji kenormalan untuk mengetahui

sebaran data. Data hasil analisis kadar air menyebar normal karena nilai p-value lebih besar dari 0,05 (Lampiran 3), setelah diketahui bahwa data

(Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap kadar air yang terkandung di dalam mie basah. Hal ini terjadi baik pada mie basah mentah maupun pada mie basah matang. Besarnya kadar air yang terkandung pada mie basah matang berkisar antara 59,82%-61,07%, sedangkan mie basah mentah berkisar antara 29,78%-31,09%. Nilai ini sesuai dengan persyaratan mutu SNI 01-2987-1992 bahwa kadar air mie basah sekitar 20-35%. Besarnya kadar air pada mie basah mentah ini tidak jauh berbeda dengan kandungan air mie basah yang berada di pasaran. Menurut Widaningrum et al. (2005), kadar air mie basah di pasaran yaitu sebesar 31,2%.

Besarnya kadar air pada mie basah yang telah dimasak berkisar antara 59,82-61,07%. Adanya proses perebusan menyebabkan peningkatan kadar air sekitar 50%. Peningkatan ini disebabkan oleh sifat dari pati yang cenderung suka air (hidrofil). Winarno (1992) menyatakan apabila pati mentah dimasukkan ke air panas maka pati tersebut akan menyerap air dan membengkak (gelatinisasi). Karena jumlah gugus hidroksil dalam molekul pati sangat besar, maka kemampuannya untuk menyerap air sangat besar. Pemanasan menyebabkan air yang semula berada di luar granula bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, menjadi berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak dengan bebas lagi. Hal itulah yang secara langsung mempengaruhi kadar air produk.

Kadar air pada masing-masing mie basah besarnya tidak jauh berbeda. Hal ini dikarenakan penambahan air pada masing-masing adonan mie basah sama. Air merupakan bahan yang penting dalam pembuatan mie. Tanpa adanya air, pembentukan protein gluten yang elastis tidak dapat terjadi (Fu 2008).

2) Kadar abu

Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan mineral bahan pangan secara kasar. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Bahan-bahan organik dalam makanan akan terbakar selama proses pembakaran, sedangkan bahan anorganik tidak terbakar, karena itulah disebut kadar abu (Winarno 2008). Hasil analisis kadar abu mie basah dengan penambahan Spirulina yang berbeda disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6 Kadar abu mie basah Spirulina ( mie basah mentah; mie basah matang).

Keterangan : Angka-angka pada histogram dengan pattern sejenis yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Data hasil analisis kadar abu dilakukan uji kenormalan untuk mengetahui sebaran data. Data hasil analisis kadar abu tidak menyebar normal karena nilai p-value lebih kecil dari 0,05 (Lampiran 3), oleh karena itu dilakukan transformasi data dengan rumus (ln x)/234. Analisis ragam kemudian dilakukan setelah diketahui bahwa data menyebar normal. Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh nyata (P<0,05)

terhadap kadar abu mie basah, baik kondisi mentah maupun matang. Uji Tukey (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan

pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar abu mie basah, baik matang maupun mentah. Semakin besar penambahan Spirulina, semakin besar pula kadar abu di dalam mie basah. Kadar abu mie basah mentah pada penelitian ini berada pada rentang 1,38-2,93%. Nilai ini telah sesuai dengan persyaratan mutu berdasarkan SNI 01-2987-1992 yang menyatakan bahwa kandungan maksimal abu pada mie basah sebesar 3%. Kadar abu mie basah mentah yang dibuat pada penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mie basah yang berada di pasaran. Menurut Widaningrum et al. (2005), kadar abu pada mie basah yang berada di pasaran hanya mencapai 0,9%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan mineral pada mie basah komersial yang berada di pasaran lebih rendah.

Poses perebusan menyebabkan penurunan kadar abu lebih dari 50% pada semua perlakuan. Kadar abu pada mie basah mentah berkisar antara 1,38-2,93%, kemudian setelah direbus turun menjadi 0,5-0,93%. Berdasarkan

hasil penelitian Lola (2009), perebusan menyebabkan penurunan kadar abu pada Solanecio biafrae dan Solanum nigrum hingga lebih dari 50%. Penurunan ini disebabkan oleh terlarutnya mineral pada saat proses perebusan. Penurunan kadar abu juga disebabkan oleh meningkatnya kadar air yang terkandung di dalam mie basah, sehingga rasio kadar abu menjadi rendah.

Kadar abu merupakan jumlah mineral yang terkandung di dalamnya. Kadar abu pada mie Spirulina lebih besar dibandingkan mie basah tanpa Spirulina. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Spirulina dapat meningkatkan kadar abu. Henrikson (2009) menyatakan bahwa Spirulina mengandung mineral. Mineral yang terkadung dalam Spirulina antara lain kalsium, besi, magnesium, sodium, potasium, fosfor, seng, mangan, tembaga, dan krom. Kadar abu dalam bahan pangan seperti mie tidak boleh terlalu tinggi, karena kadar abu dalam mie dapat memberikan efek negatif terhadap warna mie (Hou dan Kruk 1998).

3) Kadar protein

Protein merupakan komponen kedua yang paling banyak terdapat dalam mie setelah air. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis proksimat mie yang disajikan pada Tabel 5. Protein merupakan salah satu makronutrien yang berperan dalam pembentukan biomolekul dan juga dapat juga dipakai sebagai sumber energi. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung C, H, O dan N (Winarno 2008). Hasil analisis kadar protein mie basah dengan penambahan Spirulina yang berbeda disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 Kadar protein mie basah Spirulina ( mie basah mentah; mie basah matang).

Keterangan : Angka-angka pada histogram dengan pattern sejenis yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Data hasil analisis kadar protein dilakukan uji kenormalan untuk sebaran data. Data hasil analisis kadar protein menyebar normal karena nilai p-value lebih besar dari 0,05 (Lampiran 3), setelah diketahui bahwa data menyebar normal, kemudian dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar protein mie basah, baik kondisi mentah maupun matang. Uji Tukey (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar protein mie basah. Semakin banyak Spirulina yang ditambahkan semakin besar pula protein yang terkandung di dalam mie basah.

Penambahan 15% Spirulina pada mie basah mentah menyebabkan kenaikan kandungan protein yang cukup besar hingga mencapai 13,96%. Kandungan protein pada mie yang dibuat jauh di atas batas minimal yang ditentukan pada SNI 01-2987-1992 yaitu sebesar 3%. Nilai ini sangat jauh berbeda dengan kandungan protein pada mie basah komersial yang ada di pasaran. Widaningrum et al. (2005) melaporkan bahwa kandungan protein mie basah komersial hanya mencapai 6,7%. Rendahnya kandungan protein pada mie basah komersial dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor, antara lain kualitas tepung terigu serta bahan-bahan campuran yang digunakan dalam pembuatan mie basah.

Kandungan protein mie basah mentah lebih besar bila dibandingkan mie basah matang (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa perebusan menyebabkan penurunan kandungan protein. Proses termal yang terjadi selama perebusan dapat menyebabkan protein terdenaturasi. Denaturasi merupakan proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam dan terbentuknya lipatan molekul (Winarno 1992). Menurut hasil penelitian Ju et al. (2001) suhu di atas 70 °C mengakibatkan denaturasi albumin, globulin, glutein, dan pati tepung beras. Kandungan protein di dalam mie basah selain meningkatkan mutu mie basah, juga akan menciptakan adonan yang liat sehingga tidak mudah putus (Fu 2008).

Banyak usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan kandungan gizi pada mie basah, salah satunya penambahan wortel ke dalam mie basah. Menurut Nasution et al. (2006) penambahan 50 g wortel (33,33% dari bobot terigu) hanya meningkatkan kandungan protein dari 23 g menjadi 23,5 g (2,17%). Penambahan 15% Spirulina mampu meningkatkan protein sebesar 4,43%, sehingga dapat disimpulkan bahwa penambahan Spirulina jauh lebih efektif dalam meningkatkan kandungan protein mie basah dibandingkan dengan wortel.

Spirulina yang digunakan pada penelitian ini mengandung protein sebesar 66,26%. Protein pada Spirulina tersusun dari beberapa asam amino. Hasil penelitian Choi et al. (2003) menunjukkan bahwa Spirulina yang dikultivasi selama 30 hari dengan urea sebagai sumber nitrogen mengandung asam amino yang terdiri dari leusin (15,6 mg), valin (13,2 mg), fenilalanin (8,7 mg), treonin (8,4 mg), lisin (7,0 mg), metionin (2,5 mg), dan triptofan (1,1 mg) yang dihitung per gram berat kering Spirulina. Protein memiliki fungsi penting di dalam tubuh antara lain berperan dalam pergantian sel-sel tua dengan sel-sel baru dan membantu mengatur tekanan osmosis dan keseimbangan pH pada cairan biologis (Hammond 2008). Protein juga berfungsi sebagai pemberi kalori, bila jumlah karbohidrat dan lemak tidak mencukupi kebutuhan tubuh (Muchtadi 2008).

4) Kadar lemak

Lemak didefinisikan sebagai bahan-bahan yang larut dalam eter, kloroform dan tidak dapat larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi yang

lebih efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/g, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/g. Hasil analisis kadar lemak mie basah matang dan mentah dengan perlakuan penambahan Spirulina disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Kadar lemak mie basah Spirulina ( mie basah mentah; mie basah matang).

Keterangan : Angka-angka pada histogram dengan pattern sejenis yang diikuti dengan huruf yang berbeda (a,b) menunjukkan berbeda nyata (p<0,05)

Data hasil analisis kadar lemak dilakukan uji kenormalan untuk sebaran data. Data hasil analisis kadar lemak menyebar normal karena nilai p-value lebih besar dari 0,05 (Lampiran 3), setelah diketahui bahwa data menyebar normal, kemudian dilakukan analisis ragam. Hasil analisis ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar lemak, baik kondisi mentah maupun matang. Uji Tukey (Lampiran 5) menunjukkan bahwa penambahan Spirulina memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kadar lemak. Penambahan Spirulina menyebabkan kenaikan kadar lemak yang berbeda nyata kecuali pada mie basah dengan penambahan Spirulina 5% yang telah dimatangkan tidak berbeda nyata dengan mie basah tanpa penambahan Spirulina (0%).

Perubahan kandungan lemak pada mie basah Spirulina tidak terlalu besar. Hal ini terjadi karena kandungan lemak pada Spirulina kecil, yaitu sebesar 2,40%. Kadar lemak mie basah mentah yang dibuat pada penelitian ini

Dokumen terkait