• Tidak ada hasil yang ditemukan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.5 Transmisi Harga

Transmisi harga merupakan pengiriman atau penerusan harga dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya. Di dalam transmisi harga dapat dilihat hubungan saling mempengaruhi dari harga di antara berbagai pasar. Transmisi harga yang simetris akan terjadi dengan baik pada pasar yang menganut Law of

penyesuaian harga pada produk yang sama dan saling menuju pada kesetaraan harga dikisaran tertentu serta pada umumnya gagasan yang terbentuk terjadi pada pasar yang kompetitif dengan keterbukaan informasi. Dengan adanya Law of One

Price maka produk yang sama atau bersifat identik pada suatu pasar kompetitif

harus dalam harga yang sama.

Transmisi harga yang tinggi dapat mencerminkan efisiensi pada suatu pasar. Hal ini ditunjukan dari peningkatan harga yang terjadi pada suatu pasar dapat menyebabkan pasar lain yang menjual produk yang sama akan merespon perubahan harga tersebut dengan mengikuti harga yang terjadi di pasar acuan, dengan kata lain kenaikan harga di pasar acuan relatif sama besar dengan harga di pasar lainnya. Selain itu, juga menandakan bahwa pasar tersebut sudah terintegrasi dengan baik karena persebaran informasinya merata. Keadaan ini dapat dilihat melalui respon yang ditimbulkan terhadap perubahan harga tersebut. Transmisi harga simetris yang seperti ini terjadi pada pasar persaingan sempurna (Irawan 2007).

Transmisi harga tidak dapat berjalan dengan baik akibat dari kebijakan stabilisasi yang dijalankan pemerintah. Pasar dapat menjadi tersegmen melalui berbagai instrumen kebijakan perdagangan yang diterapkan pemerintah, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, atau tingginya biaya transaksi. Menurut Conforti (2004) ada enam faktor yang mempengaruhi transmisi harga diantaranya adalah biaya transportasi dan transaksi, kekuatan pasar, increasing return of scale pada produksi, produk yang homogen dan differensiasi, nilai tukar, kebijakan dalam negeri suatu negara.

Irawan (2007) juga menjelaskan proses transmisi harga yang tidak

sempurna dan bersifat asimetris terjadi pada komoditas pertanian. Pada dasarnya dinamika harga komoditas pertanian di daerah konsumen memiliki pola yang sama dengan dinamika harga di daerah produsen karena permintaan yang dihadapi petani di daerah produsen merupakan turunan dari permintaan di daerah konsumen. Namun, informasi pasar mengenai naik turunnya harga diteruskan kepada petani secara lambat dan tidak sempurna. Hal ini menyebabkan fluktuasi harga di pasar konsumen lebih tinggi dibanding di pasar produsen dan perbedaan

fluktuasi harga tersebut akan semakin besar apabila transmisi harga yang terjadi semakin tidak sempurna.

Perbedaan transmisi harga tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut: struktur pasar, rantai pemasaran, nilai tukar, kebijakan pemerintah, serta biaya transportasi dan lainnya.

3.6. Model Vector Autoregression (VAR)

Konsep Vector Autoregression (VAR) pertama kali diperkenalkan oleh

Christoper Sims pada tahun 19803. Model ini timbul berdasarkan pemikiran Sims yang berpendapat bahwa suatu model ekonometrika struktural yang dibangun berdasarkan hubungan antar variabel yang mengacu pada teori seringkali tidak sesuai dengan kenyataan. Terkadang beberapa teori ekonomi struktural memberikan penjelasaan yang berbeda terhadap suatu fenomena ekonomi yang sesungguhnya. Untuk itulah model VAR muncul sebagai salah satu solusi metode dalam melihat hubungan dinamis time series antar variabel yang diduga memiliki hubungan satu sama lain (Nachrowi dan Usman 2006).

Pendekatan ini dibentuk dengan menyusun sistem persamaan dimana semua variabel diperlakukan endogenous (variabel dependen). Hal ini dikarenakan semua variabel baik endogen maupun eksogen dipercaya saling berhubungan. Jadi, VAR tidak perlu membedakan variabel yang menjadi eksogen maupun yang menjadi endogennya. Asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis VAR adalah semua variabel tak bebas bersifat stasioner, semua sisaan bersifat

white noise, yaitu memiliki rataan nol, ragam konstan, dan diantara variabel tak

bebas tidak ada korelasi. Selain itu, model VAR merupakan model linier sehingga hasil permodelan dapat diestimasi dengan menggunakan model OLS.

Irawan (2005) menjelaskan bahwa VAR merupakan suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap variabel sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari variabel itu sendiri, serta nilai lag dari variabel lain yang ada dalam sistem. Variabel penjelas pada VAR meliputi nilai

      

3

 Vector Autoregression sebagai pendekatan alternative model terhadap model persamaan ganda dikemukakan oleh C.A Sims dalam artikelnya yang berjudul “Macroeconomics and Reality”, Econometrica, Vol. 48, pp.1-48, 1980. 

lag seluruh variabel tak bebas dalam sistem VAR yang membutuhkan identifikasi retriksi untuk mencapai persamaan melalui interpretasi persamaan.

Ada beberapa jenis model VAR yang dikembangkan. Widarjono (2010) menjelaskan dalam salah satu tulisannya bahwa model VAR terdiri dari 3 jenis yaitu VAR in level jika data yang digunakan sudah stasioner, VAR in difference jika data yang digunakan belum stasioner dan tidak ada kointegrasi antara variabel-variabel yang digunakan dalam model, dan VECM (Vector Error

Correction Model) jika data yang digunakan belum stasioner dan ada kointegrasi

antara variabel yang digunakan dalam model.

Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya dapat dilihat bahwa kelebihan dari metode VAR adalah sebagai berikut:

1. Pendekatan dengan model VAR sangat sederhana dan tidak membedakan antar variabel yang akan dimasukan ke dalam persamaan.

2. Estimasi model VAR dilakukan dengan sangat mudah menggunakan OLS secara terpisah pada setiap persamaan.

3. Peramalan dengan menggunakan model VAR lebih akurat jika dibandingkan dengan model persamaan simultan yang lebih kompleks.

Selain kelebihan, model VAR juga mempunyai kekurangan, antara lain: 1. Model VAR merupakan model yang tidak struktural dan bersifat atheoritic

(tidak berdasarkan teori) karena tidak memanfaatkan informasi atau teori terdahulu.

2. Model VAR kurang cocok digunakan dalam menganalisis kebijakan karena penekanan hasil model VAR terletak pada peramalan.

3. Pemilihan banyaknya lag yang digunakan dalam persamaan juga dapat menimbulkan permasalahan. Jumlah parameter yang akan bermasalah pada derajat bebas akan bertambah.

4. Variabel yang ada di dalam model VAR harus stasioner. Jika tidak stasioner perlu dilakukan perubahan (transformasi) dalam bentuk data, misalnya melalui

first difference.

5. Interpretasi koefisien dari hasil estimasi model VAR itu tidak mudah. Sebagian besar peneliti melakukan interpretasi pada estimasi fungsi respon impuls dan dekomposisi ragam.

Dokumen terkait