• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSPARANSI, SOSIALISASI DAN PERAN LEMBAGA

Transparansi yang terbatas juga dapat menimbulkan kesulitan bagi warga untuk mengawasi penyaluran bantuan pemerintah. Tidak semua warga hadir dalam rembuk desa, walau semua keluarga atau hanya sebagian keluarga yang diundang dalam kegiatan tersebut. Oleh sebab itu, tidak semua hasil rembuk mewakili berbagai kondisi warga desa. Daftar nama penerima manfaat, jenis bantuan dan nilai yang diterima juga tidak selalu diumumkan ke warga sehingga mereka tidak mengetahui secara pasti dan rinci tentang penyaluran bantuan tersebut. Salah satu topik obrolan warga desa yang tidak menerima bantuan pemerintah adalah terjadinya nepotisme dalam penyaluran bantuan oleh aparat desa atau Ketua RT, yang belum tentu sesuai dengan fakta sebenarnya.

Sosialisasi yang kurang optimal menyebabkan tidak semua warga mengetahui macam program bantuan di desanya. Beberapa keluarga miskin yang tidak menerima bantuan pemerintah, mencari donatur untuk membiayai sekolah anaknya, dari biaya pendaftaran sampai dengan biaya bulanannya. Padahal, pemerintah telah menyediakan Program Indonesia Pintar (PIP) bagi keluarga yang kurang mampu dan memiliki anak yang masih di SD, SMP dan SMA/SMK. PIP mencakup uang saku, uang untuk membeli buku dan alat tulis, transportasi ke sekolah, dan pakaian seragam serta perlengkapan sekolah lainnya (TNP2K, 2018).

Kepekaan terhadap keluarga miskin di Indonesia masih terbatas, termasuk dari lembaga yang seharusnya dapat berbuat lebih banyak. Sebagai contoh, Lembaga Ombudsman tidak selalu dapat membantu mengurangi berbagai pungutan oleh sekolah yang memberatkan keluarga miskin. Lembaga tersebut menindaklanjuti kasus berdasarkan laporan dengan menginvestigasi sekolah yang dimaksud. Namun, sepanjang pungutan didukung dengan bukti pertemuan antara Komite Sekolah dan orangtua siswa berupa daftar hadir yang ditandatangani dan notulen rapat, pungutan tersebut dianggap bukan sebagai pelanggaran. Keluarga miskin yang tidak berdaya dan cenderung diam dalam pertemuan dengan Komite Sekolah, atau tidak hadir dalam pertemuan karena harus bekerja atau rasa rendah diri, tidak dijadikan sebagai bahan pertimbangan.

6. PENUTUP

Banyak hal yang perlu diperbaiki agar DTKS semakin lengkap, akurat dan mutakhir, sehingga dapat digunakan setiap saat, termasuk pada saat krisis yang tiba-tiba terjadi. DTKS seharusnya mencakup seluruh rumah tangga karena kondisi ekonomi rumah tangga yang dinamis. Pengumpulan data keluarga untuk berbagai tujuan di berbagai kementerian sudah seharusnya dilaksanakan oleh satu institusi sehingga tercipta data yang terintegrasi.

Kriteria penerima manfaat yang tidak mudah dioperasionalisasikan mutlak diimbangi dengan transparansi penyaluran program bantuan. Mekanisme pelaporan temuan dan tindak lanjut yang cepat perlu dirancang, agar seluruh warga, pejabat terkait di desa, kecamatan dan kabupaten dapat memonitor dan menindaklanjuti proses tersebut. Pertanggungjawaban juga seharusnya tidak hanya menekankan pada bukti fisik, tetapi juga makna di balik bukti fisik tersebut. Pembiaran masalah di desa pada akhirnya hanya akan semakin melemahkan warga miskin sekaligus semakin menyulitkan pengentasan kemiskinan di desa.

7. DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Dalam Negeri (2018). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2018. Jakarta: Kementerian Dalam Negeri Kementerian Sosial (2019). Buku Saku Data Terpadu Kesejahteraan

Sosial. Jakarta: Kementerian Sosial

Media Indonesia (2020). Mensos: Banyak Pemda Bandel tak Update DTKS (16 Mei). https://mediaindonesia.com/read/detail/313602-mensos-banyak-pemda-bandel-tak-update dtkshttps:// mediaindonesia.com/read/detail/313602-mensos-banyak-pemda-bandel-tak-update-dtks

Sekretariat Negara (2020). Pemerintah Berikan 6 Program Bantuan Tambahan Hadapi Pandemi Covid-19 (9 April). https://setkab. go.id/pemerintah-berikan-6-program-bantuan-tambahan-hadapi-pandemi-covid-19/

TNP2K (2018). Program Bantuan Pemerintah Untuk Individu, Keluarga, dan Kelompok Tidak Mampu Menuju Bantuan Sosial Terintegrasi. Jakarta: TNP2K

TNP2K (2017). Basis Data Terpadu 2015 Untuk Memilah Penerima Manfaat Program Penanganan Fakir Miskin berdasarkan Kriteria Program. Jakarta: TNP2K

BELANJA DESA DI MASA PANDEMI,

BAHAGIA SEJENAK MENGHIASI

NEGERI

Agus Sunarya Sulaeman, Sriyani

Politeknik Keuangan Negara STAN asunarya@pknstan.ac.id, sriyani@pknstan.ac.id

BAB

IV

1. PENDAHULUAN

Seiring dengan transfer dana desa digulirkan, terjadi perubahan yang cukup signifikan di dalam pengelolaan keuangan desa. Sejumlah peraturan tentang tatakelola desa pun diluncurkan juga, berubahlah sebagian desa-desa yang tadinya mengelola desa-desa seperti antara ada tiada, menjadi desa-desa yang disibukan dalam berbagai aktivitas khususnya di dalam mengelola keuangan.

Daya tarik luncuran dana desa bagai magnet menarik siapa saja. Pemilihan kepala desa menjadi lebih semarak, termasuk untuk desa adat yang tidak ada pemilihan langsung. Tidak sedikit mereka yang sudah sarjana pun, yang tadinya lebih tertarik ke kota menjadi balik kampung dan berkarya di desanya. Pemerintah pusat, pemerintah daerah, KPK, BPKP, APIP, Kepolisian, LSM dan masyarakat sendiri memberikan perhatian khusus dengan bergulirnya dana desa. Mereka berharap dana desa yang digulirkan itu memberikan kemanfaatan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dana desa diharapkan bisa membangkitkan ekonomi dari pinggiran. Betapa tidak, sejak diluncurkan di tahun 2015 sampai tahun 2020 sudah teranggarkan lebih dari Rp 250 triliun, dengan rata-rata desa mendapatkan satu miliar rupiah per desa.

Angka satu miliar rupiah bagi desa itu sangat bermakna terutama desa-desa yang remote. Untuk bisa mendapatkan luncuran dana desa tersebut, perangkat desa dengan segala keterbatasannya harus belajar membuat RPJM, penganggaran, pengadaan barang dan jasa desa, penatausahaan belanja termasuk perpajakannya, pertanggungjawaban dan pelaporan.

Apakah sulit membuat RPJM desa, anggaran desa, melaksanakan anggaran yang telah ditetapkan, membuat pertanggungjawaban dan pelaporan? Sebenarnya tidak sulit bagi desa-desa yang memiliki perangkat desa yang secara edukasi memadai sesuai bidangnya. Sejumlah peraturan dan bagaimana teknis berhadapan dengan masyarakat, kultur masyarakat dan persepsi masyarakat itu sendiri menjadi tantangan buat

para perangkat desa agar sukses menjalankan pengelolaan keuangannya sehingga dana satu miliar rupiah bisa diterima dengan baik.

Salah satu hal yang menarik dalam pengelolaan keuangan dana desa ini, tentunya saat melakukan pelaksanaan belanja. Mengapa menarik? Dari hasil penelitian terhadap efektivitas pengeloaan dana desa di sebagian desa-desa yang ada di Kabupaten Tangerang Banten, desa-desa yang ada di Kabupaten Garut, desa yang ada di Kabupaten Sintang, desa-desa di Kabupaten Luwuk, desa-desa-desa-desa di Kabupaten Maluku Tengah dan desa-desa di Kabupaten Seram Barat ternyata masalah pelaksanaan belanja ini termasuk yang relatif sulit dipahami oleh mereka.

Masalah-masalah yang muncul terkait kelengkapan dokumen pertanggungjawaban, kualitas pertanggungjawaban, kelengkapan dokumen pelaporan dan kualitas pelaporan. Namun demikian, dengan adanya dana desa tersebut banyak desa merasa bahagia, karena pemerintah peduli dengan desa dan berharap banyak aktivitas yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa. Pembahasan akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, pembahasan tentang belanja desa di masa pandemi. Kedua, pembahasan tentang pengelolaan belanja desa, antara pandemi dan peningkatan kesejahteraan. Ketiga, pembahasan tentang apakah pandemi membuat bahagia masyarakat desa?