Sirosis yang disebabkan oleh penyebab apa saja dapat berisiko terjadinya kanker hati
utama/primer (hepatocellular carcinoma). Lebih
dari setengah dari orang-orang yang
terdiagnosis mengalami kanker hati mengidap sirosis, suatu kondisi parut luka (scar) di hati karena terlalu banyak minum alcohol, Penyakit
hepatitis B, hepatitis C, dan hemochromatosis
dapat menyebabkan kerusakan permanen dan gagal hati. Berbagai bahan penyebab kanker
dapat menyebabkan kanker hati seperti
herbisida, dan bahan kimia seperti vinil klorida dan arsenik. Sedangkan kanker hati sekunder adalah satu yang berasal dari mana saja didalam tubuh dan menyebar (metastase) ke hati. Adanya hyperplasia nodular yang berubah menjadi adenoma multipel, lalu berubah menjadi karsinoma multipel.
a) Pemeriksaan diagnostik pada kanker hati
(1) Pemeriksaan darah, untuk memeriksa afp (alfa fetoprotein), yaitu jenis protein yang dihasilkan tumor hati.
(2) Pemindaian citra (imaging scan) dengan
MRI atau CT scan.
(3) Biopsy, yaitu mengambil sampel
jaringan tumor untuk dianalisa untuk menentukan apakah tumor tersebut
ganas (cancerous) atau jinak (
non-cancerous).
b) Ada 4 tahap (stadium) kanker hati, yaitu:
(1) Tahap 1, tumor hanya terdapat pada hati.
(2) Tahap 2, terdapat beberapa tumor kecil
tetapi masih di hati. atau terdapat satu tumor yang telah mencapai pembuluh darah.
(3) Tahap 3, terdapat beberapa tumor besar
atau ada satu tumor saja tetapi telah mencapai pembuluh darah utama. Bisa juga kanker telah mencapai kandung kemih.
(4) Tahap 4, metastasis. Kanker hati telah
c) Perawatan kanker hati
Pembedahan agresif atau cangkok hati dapat mengobati tumor kecil atau tumor yang tumbuh lambat jika terdiagnosis dini. Kemoterapi diberikan langsung ke hati dengan kateter dapat membantu, namun tidak menyembuhkan penyakitnya.
4. Transplantasi hati
Transplantasi hati meliputi pengangkatan total hati yang sakit dan menggantikannya dengan hati yang sehat. Pengangkatan hati yang sakit akan menyediakan tempat bagi hati yang baru dan memungkinkan rekonstruksi anatomis vaskuler hati serta saluran bilier mendekati keadaan normal.
Transplantasi hati digunakan untuk mengatasi penyakit hati stadium-terminal yang mengancam jiwa penderitanya setelah bentuk terapi yang lain tidak mampu menanganinya.Keberhasilan transplantasi hati bergantung pada keberhasilan terapi imunosupresi. Preparat imunosupresan yang digunakan saat ini adalah siklosporin, kortikosteroid, azathioprin, OKT3 (antibodi
monoklonal) dan FK506. Berbagai penelitian sedang dilaksanakan untuk menemukan kombinasi preparat imunosupresan yang paling efektif.
a. Indikasi.
Indikasi untuk transplantasi hati pada saat ini sudah tidak begitu terbatas lagi sebagai akibat dari
penggunaan teknik veno-venous bypass, kemajuan
dalam terapi imunos upresi dan perbaikan dalam teknik rekonstruksi saluran empedu.
Indikasi umum untuk transplantasi hati
mencakup penyakit hati kronis irreversible yang lanjut, gagal hati fulminan, penyakit hati metabolik dan kelainan malignitas pasien memerlukan pengangkatan total hati. Contoh-contoh kelainan yang merupakan indikasi bagi transplantasi hati adalah penyakit hati hepatoseluler (misalnya hepatitis virus,penyakit hati yang ditimbulkan oleh obat dan alkohol, serta penyakit wilson) dan penyakit kolestasis (yaitu, sirosis bilier primer, kolangitis sklerosis serta atresia bilier).
b. Intervensi Keperawatan
1) Intervensi Keperawatan Praopeartif.
Setelah diagnosis disfungsi hati yang berat dan ireversibel ditegakkan, pasien sudah dapat dianggap sebagai calon potensial untuk transplantasi hati. Evaluasi diagnostik yang ekstensi akan dilaksanakan untuk menentukan apakah pasien merupakan calon yang cocok untuk transplantasi hati . kepada pasien dan keluarganya harus diberikan penjelasan yang lengkap tentang prosedur transplantasi dan peluang keberhasilan serta risikonya yang mencakup efek samping penberian imunosupresan jangka -panjang. Kebutuhan akan pengamatan tindak-lanjut yang ketat dan kepatuhan seumur hidup dalam mengikuti
terapi, termasuk imunosupresi, harus
dijelaskan kepada pasien dan keuarganya. Setelah pasien diterima sebagai calon yang sesuai untuk transplantasi hati, nama pasien dicatat pada daftar tunggu dirumah sakit atau pusat kesehatan yang akan melaksanakan transplantasi ; informasi pasien kemudian
dimasukan ke dalam sistem computer united network organ sharing ( UNOS) sehingga calon transplantasi tersebut dapat terindetifikasi dan dicocokan ketika organ yang tepat sudah tersedia.
Karena organ hati untuk keperluan
transplantasi baru tersedia sesudah rejadinya kematian pada orang lain yaitu, donor yang sehat tapi menderita cedera otak berat dan sudah mengalami kematian otak, maka pasien dan keluarganya harus menjalani masa penantian yang penuh dengan stress. Perawat sering menjadi satu-satunya tumpuan utama pasien dan keluarganya dalam masa-masa tersebut. Pasien harus dapat dihubungi setiap saat ketika organ hati yang cocok sudah tersedia . Selama masa penantian ini, fungsi hati dapat menjadi buruk dan pasien bisa mengalami komplikasi lain akbat penyakit hati primer. Mengingat keterbatasan organ donor pada saat ini, sering pasien yang sedang menunggu transplantasi hati telah meninggal dunia.
Malnutrisi, Asites masif dan gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit perlu diatasi dahulu sebelum dilakukan pembedahan agar peluang pasien untuk mendapatkan hasil akhir yang memuaskan semakin besar. Jika disfungsi hatinya memiliki awitan yang sangat cepat, seperti pada kasus gagal hati fulminan, maka hanya akan ada sedikit waktu dan
kesempatan bagi pasien untuk
mempertimbangkan pilihan serta
konsekuensinya ; sering pasien ini telah mengalami koma, dan keputusan untuk melanjutkan rencana transplantasi hati terpaksa diambil oleh keluarganya .
Koordinator perawat merupakan bagian integral dalam tim transplantasi hati dan berperan penting dalam mempersiapkan pasien menjalani transplantasi hati. perawat disini berperan sebagai penasehat pasien serta keluarga, dan menempatkan diri sebagai penghubung antara pasien dan anggota tim transplantasi lainnya. Di samping itu, perawat tersebut berfungsi sebagai sumber informasi
bagi perawat lain dan bagi anggota tim kesehatan yang terlibat dalam melakukan
evaluasi serta melaksanakan asuhan
keperawatan untuk pasien yang akan menjalani transplantasi hati.
2) Prosedur Pembedahan
Hati donor dipisahkan dari struktur yang lain ; getah empedu harus dibilas keluar dari kandung empedu untuk mencegah kerusakan pada dinding saluran empedu. Organ hati
diperfusi dengan larutan pengawet dan
kemudian didinginkan.Sebelum ditempatkan dalam tubuh resipien, organ hati yang akan dijadikan donor itu dibilas dengan larutan Ringer Laktat yang dingin untuk menghilangkan kalium dan gelembung - gelembung udara.
Anastomosis pembuluh darah dengan
saluran empedu antara hati donor dan hati
resipien dikerjakan .Rekonstruksi bilier
dilakukan melalui pembuatan anastomosis end –
to – end antara duktus koledokus donor dan
sebagai ganjal (stent) dipasang untuk memungkinkan pengaliran getah empedu keluar
(drainase eksternal). Jika anastomosis end – to –
end tidak mungkin dibuat karena saluran empedunya rusak atau tidak ada , maka anastomosis end – to –side akan dibuat antara duktus koledokus dari organ yang akan
dicangkokan dan lengkung (loop) jejunum
(bagian Roux – en - Y) . Pada kasus ini, drainase empedu akan bersifat internal dan
pemasangan T – tube tidak dilakukan.
Transplantasi hati merupakan prosedur bedah yang lama, yang sebagian disebabkan karena penderita gagal hati sering telah mengalami hipertensi portal dan kemudian memiliki banyak pembuluh kolateral vena yang dalam operasi tersebut harus diligasi.
Selama menanti pembedahan yang lama itu, keluarga sering merasa sangat cemas dan menghawatirkan keadaan pasien. Informasi yang terus disampaikan agar keluarga dapat mengikuti perkembangan pembedahan dan
status pasien sangat membantu keluarga selama berlangsungnya prosedur tersebut.
3) Intervensi Keperawatan Pascaoperatif
Pasien dirawat dalam ruangan yang sedapat mungkin bebas dari bakteri, virus, dan jamur
karena obat – obatan imunosupresan akan
menurunkan pertahanan alami tubuh.
a) Pemantauan
Dalam periode segera sesudah
pembedahan , pasien harus dipantau dengan ketat dan terus menerus untuk mengamati fungsi kardiovaskuler, pulmoner, ginjal, neurologi serta metabolic. Tekanan arteri rerata dan tekanan arteri pulmonalis dipantau dengan ketat. Curah jantung , tekanan vena sentral, tekanan baji kapiler pulmonalis, gas darah arteri dan vena campuran haluaran urin, frekuensi jantung dan tekanan darah merupakan parameter yang digunakan untuk mengevaluasi status hemodinamika pasien dan volume cairan
intravaskuler. Pemeriksaan fungsi hati,
kadar elektrolit, profil koagulasi,
pemeriksaan sinar – X toraks, kardiogram
dan haluaran cairan yang mencakup urin, empedu serta drainase dari selang dada dan
jakson – Pratt tube dipantau dengan ketat. Karena hati bertanggung jawab atas penyimpanan glikogen dan sintesis protein
serta factor – factor pembekuan, maka
pemantauan dan penggantian semua substansi ini dalam periode segera sesudah pembedahan sangat penting.
b) Ventilasi Mekanis
Karena kecenduran terjadinya
atelektasis dan perubahan rasio ventilasi - perfusi akibat terganggunya fungsi diagfragma selama prosedur pembedahan, pembiusan yang lama, imobilitas, nyeri pascaoperatif dan akibat adanya berbagai
selang dada, maka intubasi dengan
pemasangan endotrcheal tube harus
diberikan selama periode awal pascaoperatif . Pengisapan dikerjakan jika diperlukan, dan dilakukan humidifikasi steril.
c) Komplikasi Pascaoperatif
Berhubungan dengan komplikasi teknis atau infeksi. Komplikasi yang terjadi segera
sesudah pembedahan dapat mencakup
perdarahan, infeksi, penolakan jaringan dan gangguan drainase empedu. Gangguan , infeksi atau obstruksi pada anastomosis bilier dapat terjadi .
Perdarahan sering terjadi dalam
periode pascaoperatif dan dapat
disebabkan oleh koagulopati , hipertensi portal , serta fibrinolisis akibat cedera iskemik pada hati donor. Hipotensi dapat terjadi sekunder dalam fase ini akibat kehilangan darah. Pemberian preparat
thrombosit,plasma segar – beku dan
produk darah lainnya mungkin
dijumpai ; meskipun demikian, penyebab hipertensi tidak jelas. Keadaan ini diobati jika kenaikan takanan darah tampak signifikan atau menetap.
Infeksi merupakan penyebab utama
kematian sesuadah tranplantasi
hati.Infeksi paru dan jamur sering dijumpai ; kerentanan terhadap infeksi
akan meningkat dengan terapi
imunosupresi yang dibutuhkan untuk mencegah rejeksi jaringan. Dengan demikian , infeksi nosokomial harus dicegah melalui tindakan penjagaan dengan upaya apsepsis yang ketat ketika melakukan manipulasi sistem arterial, urinarius, empedu serta sistem drainase lainnya ; mengambil specimen ; dan menggantikan kasa pembalut.
Rejeksi atau penolakan jaringan
merupakan persoalan penting. Hati yang ditransplantasikan dipandang oleh sistem imun sebagai antigen asing. Organ tersebut akan memicu respon sistem
imun yang akan mengaktifkan limfosit T
yang akan menyerang serta
menghancurkan hati cangkokan tersebut. Preparat imunosupresan digunakan untuk mencegah respon ini dan penolakan terhadap jaringan yang
ditranplantasikan .Preparat ini
menghambat aktivasi limfosit T yang
imunokompeten untuk mencegah
produksi sel – sel efektor T. Biopsi hati dan pemeriksaan USG diperlukan untuk menyelidiki kemungkinan penolakan jaringan.
Transplantasi ulang ( retransplantasi)
biasanya diupayakan jika terjadi
kagaglan pada hati yang telah
ditransplantasikan . Namun , angka keberhasilan pada tranplantasi ulang tidak seperti pada angka keberhasilan transplantasi pertama .
d) Penyuluhan Pasien
Penyuluhan atau konseling yang
diberikan kepada pasien dan keluarganya mengenai tindakan jangka panjang untuk menigkatkan kesehatan merupakan tugas perawat yang utama. Pasien dan keluarga harus memahami alsan mengapa mereka perlu mematuhi terapi dengan penekanan khusus pada cara penggunaan obat,rasional
dan efek samping dari obat – obatan
imunosupresan yang diresepkan. Informasi tantang tanda dan gejala yang menunjukkan
timbulnya masalah yang memerlukan
konsultasi dengan tim transplantasi juga harus disampaikan. Kepada pasien yang
terpasang T - tube perlu dijelaskan tentang
perawatan selang tersebut .
Pentingnya pemeriksaan tindak lanjut terhadap kerja darah dan control pada tim
transplantasi perlu ditegaskan. Kadar
siklosporin dalam darah perlu diperiksa bersama dengan pemeriksaan darah lainnya yang dapat menunjukan fungsi hati dan
ginjal. Dalam bebrapa bulan pertama, kemungkinan besar pasien memerlukan pemeriksaan darah sebanyak dua hingga tiga kali perminggu. Setelah kondisi pasien menjadi stabil, pemeriksaan darah dan
kontrol pada tim transplantasi dapat
dilakukan lebih jarang. Pentingya
pemeriksaan oftalmologi harus ditegaskan mengingat insiden katarak dan glaucoma meningkat pada terapi steroid jangka panjang . Karena adanya imunosupresi , maka pemberian antibiotic profilaktik sebelum melakukan perawatan gigi sangat penting.
pasien perlu dijelaskan bahwa meskipun transplantasi yang berhasil tidak akan mengembalikan kondisi mereka pada keadaan normal, namun tindakan ini akan meningkatkan peluang hidup lebih lama dan memberi kesempatn kepada pasien untuk memiliki kualitas hidup yang lebih baik
dibandingkan keadaan sebelum
hidup dengan baik dan produktif setelah menjalani transplantasi hati.
C. PENUTUP
Mahasiswa dapat menguasai materi ini dengan baik jika memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Memahami dan mampu menjelaskan pathogenesis
hepatitis, gagal hati fulminan, sirosis hepatis dan transplantasi hati.
2. Mampu menjelaskan patofisiologi dan mengembangkan
penyimpanan diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada pasien hepatitis, gagal hati fulminan, sirosis hepatis dan transplantasi hati.
D. TUGAS
1. Jelaskan pathogenesis masing – masing pada pasien
dengan hepatitis dan sirosis hepatis gagal hati fulminan, sirosis hepatis dan transplantasi hati.
2. Jelaskan patofisiologi dan penyimpanan kebutuhan
dasar manusia pada kasus hepatitis gagal hati fulminan, sirosis hepatis dan transplantasi hati.