• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSPOSITION AND MODULATION IN TRANSLATION OF PROVERBS IN ‘BATAK TOBA KARAKTER KEARIFAN

INDONESIA’ BOOK

ABSTRACT

Transposition and modulation are important translation procedures applied in translation process. The difference of linguistics system and culture between source language and target language make transposition which is related to grammatical categories changes and modulation which involves the changes in the point of view are unavoidable. Therefore, this research aims to analyze types of transposition and modulation applied in translation of Toba Batak proverbs and identify the impact of those procedures on the quality of the translated Toba Batak proverbs in terms of accuracy, acceptability, and readability. The method applied in this research was descriptive qualitative method focused on content analysis. The source of the data were ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’ book written and translated by Mangala Pakpahan and assessment from qualified raters on translation. The data analyzed were 72 proverbs and its translation in Indonesia Language and the assessment from raters by applying the model from Silalahi (2009) and Nababan,et.al (2012). The result of the study showed that the translator applied transposition on 13 of data (18,06%), transposition on 23 of data (31,94%) and both procedures on 36 of data (50%). In terms of translation quality, the translated proverbs have high level of accuracy, acceptability and readabiltiy. For transposition, 87,71% of data is accurately translated, 87,76% is well accepted and 85,71% is easily read. Whereas, for modulation, 62,71% of data is accurately translated, 77,97% is well accepted and 91,53% is easily read.

Keywords : Translation Procedure, Transposition, Modulation, Proverb, Translation Quality

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peribahasa merupakan salah satu bentuk kebahasaan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal yang terlintas dalam alam pikir manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Artinya peribahasa sarat dengan makna yang dapat berisi perbandingan, perumpamaan, nasehat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku. Pada hakikatnya, peribahasa merupakan refleksi dari penggunaan bahasa yang memiliki suatu kekhasan tertentu, yakni mampu menunjukkan identitas antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Hal ini menjadikan peribahasa menjadi salah satu bagian dari kearifan lokal (local wisdom) yang berharga bagi suatu masyarakat.

Kearifan lokal memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kearifan lokal menjadi landasan bagi masyarakat dalam bertingkah laku karena di dalamnya tergantung nilai-nilai berharga di dalamnya. Hal senada dinyatakan oleh Sibarani (2012) bahwa kearifan lokal memiliki arti mengingat masa lampau, memahami masa sekarang dan mempersiapkan masa yang akan datang. Tradisi-tradisi masa lampau tidak mungkin ditampilkan sama persis dengan masa sekarang karena tradisi tersebut sudah mengalami transformasi atau bahkan punah. Akan tetapi, nilai-nilai dan norma-norma dari tradisi tersebut dapat diaktualisasikan pada masa lampau dan masa sekarang, salah satunya adalah melalui peribahasa.

Peribahasa sebagai salah satu kearifan lokal bangsa Indonesia tidak akan bertahan lama jika tidak dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri, sebagai

contoh masyarakat Batak Toba. Salah satu cara untuk memperkenalkan, mempertahankan sekaligus untuk melestarikan peribahasa tersebut adalah dengan menyampaikannya ke dalam bahasa lain atau yang disebut dengan istilah

“penerjemahan”. Dengan adanya penerjemahan, masyarakat di luar komunitas Batak Toba dapat mengerti bagaimana karakter masyarakat Batak Toba melalui peribahasa-peribahasa yang ada karena peribahasa dapat mencerminkan karakter suatu masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah cross-cultural communication. Adanya pemahaman mengenai kearifan lokal suatu masyarakat atau negara tentunya akan dapat menjadi filter munculnya konflik yang mungkin terjadi di tengah-tengah masyarakat dunia. Oleh karena itu, penerjemahan memegang peranan atau fungsi penting dalam transfer kearifan lokal atau nilai-nilai budaya yang ada.

Tentunya tidak mudah memahami makna atau nilai kearifan lokal yang ingin disampaikan melalui peribahasa dari satu bahasa ke bahasa lain jika terjemahan yang dihasilkan sulit dimengerti dan sebaliknya karena pada dasarnya penerjemahan adalah proses pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sebagaimana yang dinyatakan oleh Nida (1964):

“Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source-language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style. Translating must aim primarily at reproducing the message. But to reproduce the message one must take a good many grammatical and lexical adjustments.”

Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penerjemahan adalah pengungkapan kembali pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan padanan yang terdekat dan wajar, pertama dalam makna dan yang kedua dalam hal gaya bahasa. Untuk mengungkapkan kembali pesan dari teks sumber, seorang

penerjemah harus membuat penyesuaian secara gramatikal dan leksikal dengan baik. Ini berarti reproduksi pesan lebih penting daripada bentuk. Terjemahan harus terasa sedekat mungkin dengan masyarakat bahasa sasaran. Penerjemahan harus menghasilkan terjemahan yang wajar sehingga tidak menunjukkan kekakuan dalam gramatikal dan gaya bahasa (Felystiana, 2008). Dalam penerjemahan penyampaian makna harus menjadi hal yang utama. Tidak akan ada kegiatan penerjemahan jika tidak ada makna yang harus dialihkan.

Penerjemahan harus tetap diupayakan, akan tetapi, mutu terjemahan juga harus tetap dipertahankan. Oleh karena itu, seorang penerjemah haruslah mengetahui prosedur penerjemahan yang sesuai agar pesan atau makna pada BSu dapat tersampaikan pada BSa dan tentunya dengan kualitas yang tinggi, termasuk di dalamnya penerjemahan peribahasa.

Diantara prosedur penerjemahan yang penting dalam proses penerjemahan adalah transposisi (pergeseran bentuk) dan modulasi (pergeseran makna).

Transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Sedangkan modulasi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan perubahan perspektif, sudut pandang ataupun segi maknawi yang lain (Machali, 2009:). Menurut Brata (2010), penerapan dari teknik pergeseran, yaitu transposisi dan modulasi, dilandasi oleh suatu konsepsi atau pemahaman berikut ini. Pertama, penerjemahan selalu ditandai oleh pelibatan dua bahasa, yaitu bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa). BSu dan BSa tersebut pada umumnya berbeda satu sama lain, baik dalam hal struktur maupun dalam hal budayanya. Dalam kaitan itu, perubahan struktur sangat diperlukan. Kedua, dalam konteks pemadanan, korespondensi satu lawan

satu tidak selalu bisa dicapai sebagai akibat dari adanya perbedaan dalam mengungkapkan makna atau pesan antara BSu dan BSa. Dalam kondisi yang demikian diperlukan pergeseran unit. Ketiga, penerjemahan dipahami sebagai proses pengambilan putusan dan suatu putusan yang diambil oleh penerjemah dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti kompetensi yang dimilikinya, kreativitasnya, preferensi stilistiknya, dan orientasi pembacanya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa transposisi dan modulasi merupakan prosedur yang sering digunakan dalam proses penerjemahan dan berpengaruh terhadap kualitas suatu terjemahan sebagaimana terlihat pada contoh terjemahan peribahasa yang terdapat pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’

berikut ini:

(1) TSu : Ia tibu hamu lao, tibu hamu dapotan.

jika cepat kamu pergi cepat kamu mendapat TSa : Jika kamu cepat berangkat, kamu cepat mendapat.

Pada contoh (1) di atas penerjemah menerapkan prosedur transposisi.

Transposisi disini dapat dilihat dari pergeseran struktur dari TSu ke TSa. Pada TSu, kedua klausa, klausa bebas dan klausa terikat memiliki struktur adverbia + subjek + verba tetapi diterjemahkan ke TSa dengan struktur subjek + verba + adverbia. Peletakan adverbia pada awal kalimat tidak lazim pada TSa sehingga penerjemahan perlu melakukan transposisi untuk mendapatkan terjemahan yang wajar. Sedangkan contoh modulasi yang juga terdapat dalam terjemahan peribahasa pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’dapat terlihat dapat contoh berikut ini:

(2) TSu : Molo tarida urat ingkon tamboran-tamboran.

jika terlihat akar harus ditanam

Molo masuak ranting ingkon talion-talion.

jika patah ranting harus diikat Molo malos bulung ingkon taruan aek.

jika layu daun harus diantar air

TSa : Jika akar nampak harus ditanam, jika ranting patah harus diikat, Jika daun layu harus disiram.

Peribahasa pada contoh (2) di atas memiliki arti bahwa sebagai makhluk sosial, pedulilah kepada orang lain, khususnya yang memerlukan pertolongan.

Arti peribahasa tersebut mengandung nilai kearifan lokal yaitu ‘tolong menolong’.

Untuk mendapatkan kesepadanan makna dengan terjemahan peribahasa tersebut, penerjemah merubah sudut pandang atau makna frasa taruan aek ‘diantar air’

menjadi kata ‘disiram’.Modulasi yang dilakukan oleh penerjemah dilakukan untuk memberikan padanan yang lebih sesuai pada TSa yang mana pasangan kata dalam TSu salah satunya saja ada padanannya dalam BSa yang lebih dikenal dengan modulasi wajib (Machali, 2009). Dengan melakukan modulasi, makna yang terdapat dalam terjemahan peribahasa tersebut menjadi lebih mudah dimengerti.

Dari contoh (1) dan (2) di atas, terlihat bahwa struktur dan bentuk peribahasa tersebut telah berubah dengan adanya transposisi dan modulasi dan hal tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas terjemahan.

Nababan (2008) menyatakan bahwa kritik terhadap suatu karya terjemahan bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam terjemahan.

Penelitian terhadap mutu terjemahan tersebut terfokus pada tiga hal, yaitu ketepatan pengalihan pesan (accuracy), ketepatan pengungkapan pesan dalam Bsu (clarity), dan kealamiahan bahasa terjemahan (naturalness). Selanjutnya Nababan juga menjelaskan bahwa kualitas suatu terjemahan pada umumnya dikaitkan dengan tingkat keakuratan pengalihan pesan dan tingkat keterbacaan teks BSa.

Dari pernyatan Nababan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian kualitas suatu karya terjemahan melibatkan tiga komponen, yaitukeakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability), danketerbacaan (readibility).

Sehubungan dengan pentingnya transposisi dan modulasi dalam proses penerjemahan, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan peribahasa pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’yang ditulis dan diterjemahkan oleh Mangala Pakpahan. Buku ini berisi tentang peribahasa-peribahasa suku batak Toba yang ditulis dalam tiga bahasa. Bahasa pertama adalah bahasa Batak Toba kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Inggris. Akan tetapi, fokus penelitian ini hanya pada penerjemahan dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia. Buku ini menarik untuk dikaji karena banyak ditemukan transposisi dan modulasi pada terjemahan peribahasa yang ada.

Selain itu, penelitian-penelitian yang berfokus pada prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi yang berdampak pada kualitas terjemahan masih terbatas dan masih memiliki beberapa kekurangan diantaranya: 1) penelitian-penelitian tersebut hanya menganalisis salah satu dari kedua prosedur penerjemahan tersebut, 2) penelitian-penelitian tersebut menganalisis kualitas terjemahan masih pada tingkat keakuratan dan keberterimaan, belum sampai pada tahap keterbacaan dan 3) penelitian-penelitian tersebut umumnya menganalisis terjemahan dengan bahasa Inggris sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai BSa atau sebaliknya, belum ada yang mencoba menganalisis terjemahan dengan bahasa daerah sebagai BSu dan BSa bahasa lain atau sebaliknya.

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi dan dampaknya terhadap kualitas terjemahan secara holistik. Artinya, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian mengenai kedua prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi dan dampaknya terhadap kualitas terjemahan peribahasa dalam hal keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan dengan bahasa Batak Toba sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai BSa.

1.1 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Transposisi dan modulasi apa saja yang terdapat dalam terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesiadalam bahasa Indonesia’?

2. Bagaimana pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’dalam bahasa Indonesia?

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Menemukan dan mendeskripsikan jenis transposisi dan modulasi yang terdapat dalam terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ dalam bahasa Indonesia.

2. Menemukan dan mendeskripsikan bagaimana pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan peribahasa Batak Toba pada

buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ dalam bahasa Indonesia.

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1.3.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan masukan berupa kontribusi terhadap kajian peribahasa, transposisi, modulasi, dan kualitas terjemahan.

2. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana menerapkan prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi dalam menerjemahkan peribahasa atau hal-hal yang berhubungan dengan budaya.

3. Memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan.

4. Memberikan kontribusi berupa referensi untuk penelitian berikutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis

1. Memberikan kontribusi kepadapenerbit mengenai buku peribahasa sebagai alternatif buku bilingual.

2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya generasi muda mengenai peribahasa sebagai salah satu kearifan lokal.

3. Memberikan motivasi kepada pembaca untuk lebih menghargai nilai-nilai budaya dan melestarikan kearifan lokal.

4. Memberikan motivasi dan inspirasi kepada peneliti-peneliti lainnya untuk melakukan penelitian lebih banyak dan mendalam mengenai penerjemahan peribahasa maupun teks yang berhubungan dengan budaya.

1.4 Klarifikasi Makna Istilah

Klarifikasi bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman tentang makna istilah yang digunakan di dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut, antara lain:

1. Terjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

2. Bahasa sumber (BSu) adalah bahasa teks asal yang diterjemahkan. Dalam penelitian ini bahasa sumber adalah bahasa Batak Toba.

3. Bahasa sasaran (BSa) adalah bahasa teks hasil terjemahan. Dalam penelitian ini bahasa sasaran adalah bahasa Indonesia.

4. Peribahasa (proverb) adalah ungkapan atau kalimat ringkas, padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.

5. Prosedur penerjemahan adalah cara atau langkah yang dilakukan oleh seorang penerjemah untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pada proses penerjemahan.

6. Transposisi (pergeseran bentuk) adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

7. Modulasi adalah (pergeseran makna) adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan perubahan perspektif, sudut pandang ataupun segi maknawi yang lain.

8. Kualitas terjemahan adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability), dan keterbacaan (readibility) suatu teks terjemahan.

9. Keakuratan (accuracy) adalah sebuah istilah yang merujuk pada kesepadanan antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran.

10. Keberterimaan (acceptability) adalah sebuah istilah yang merujuk pada kesesuaian suatu terjemahan dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran, baik pada tataran mikro maupun pada tataran makro.

11. Keterbacaan (readibility) adalah sebuah istilah yang merujuk pada derajat kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya, baik oleh pembaca teks sumber maupun pembaca teks sasaran.

BAB II

Dokumen terkait