• Tidak ada hasil yang ditemukan

TRANSPOSISI DAN MODULASI DALAM TERJEMAHAN PERIBAHASA PADA BUKU BATAK TOBA KARAKTER KEARIFAN INDONESIA TESIS. Oleh ELY HAYATI NASUTION /LNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TRANSPOSISI DAN MODULASI DALAM TERJEMAHAN PERIBAHASA PADA BUKU BATAK TOBA KARAKTER KEARIFAN INDONESIA TESIS. Oleh ELY HAYATI NASUTION /LNG"

Copied!
154
0
0

Teks penuh

(1)

TRANSPOSISI DAN MODULASI DALAM TERJEMAHAN PERIBAHASA PADA BUKU ‘BATAK TOBA KARAKTER

KEARIFAN INDONESIA’

TESIS

Oleh

ELY HAYATI NASUTION 137009001/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(2)
(3)

TRANSPOSISI DAN MODULASI DALAM TERJEMAHAN PERIBAHASA PADA BUKU ‘BATAK TOBA KARAKTER

KEARIFAN INDONESIA’

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Linguistik pada Program Pascasarjana

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh:

ELY HAYATI NASUTION 137009001/LNG

FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015

(4)

JudulTesis :TRANSPOSISI DAN MODULASI DALAM

TERJEMAHAN PERIBAHASA BATAK TOBA PADA BUKU ‘BATAK TOBA KARAKTER KEARIFAN INDONESIA’

Nama Mahasiswa : Ely Hayati Nasution Nomor Pokok : 137009001

Program Studi : Linguistik

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Roswita Silalahi, M.Hum) (Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Prof.T. Silvana Sinar, M.A.,Ph.D.) (Dr. Syahron Lubis, M.A.

Telah diujipada

)

Tanggal Lulus : 31 Agustus 2015

(5)

Tanggal:31 Agustus 2015

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Roswita Silalahi, M.Hum (...)

Anggota : 1. Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP (...)

2. Dr. Syahron Lubis, M.A (...)

3. Dr. Muhizar Muchtar, M.S. (...)

4. Dr. Nurlela, M.Hum (...)

PERNYATAAN

(6)

Judul Tesis

TRANSPOSISI DAN MODULASI DALAM TERJEMAHAN PERIBAHASA PADA BUKU ‘BATAK TOBA KARAKTER

KEARIFAN INDONESIA’

Dengan ini Penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Program Studi Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara adalah benar hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian teertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 19September 2015 Penulis,

Ely Hayati Nasution

(7)

Karya ini saya persembahkan kepada orang-orang yang sangat saya sayangi:

Ayah/ Ibu : Alm.. Abdullah Sani Nasution/ Alm.. Habzar Tarigan

Ayah/ Ibu mertua: Rifda/ Zulfi

Suami tercinta : Zendra Syahputra

Semoga Tesis ini dapat memberikan semangat bagi putraku tersayang untuk berbuat yang lebih baik lagi

di masa mendatang

Anak :

Fahmi Maulana Zain

(8)

TRANSPOSISIDANMODULASI DALAM TERJEMAHAN PERIBAHASA PADA BUKU ‘BATAK TOBA KARAKTER

KEARIFAN INDONESIA

ABSTRAK

Transposisi dan modulasi merupakan prosedur penerjemahan yang penting dalam proses penerjemahan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan bahasa dan budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan bahasa mengakibatkan perubahan kategori gramatikal yang melibatkan transposisi sedangkan perbedaan budaya mengakibatkan perubahan sudut pandang yang melibatkan modulasi yang tentunya berdampak pada kualitas suatu terjemahan. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis transposisi dan modulasi yang digunakan oleh penerjemah dalam terjemahan peribahasa Batak Toba dan mengidentifikasi dampak dari penggunaan transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan dalam hal keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Metodepenelitianyangditerapkandalam penelitianiniadalahkualitatif deskriptif berfokus pada analisis isi.Sumber data dalam penelitian ini adalah buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’ yang ditulis dan diterjemahkan oleh Mangala Pakpahan dalam bahasa Indonesia dan penilaian dari para rateryang ahli di bidang penerjemahan.Data yang dianalisis adalah 72 teks peribahasa Batak Tobadan terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan penilaian pararateruntuk menilai kualitas terjemahan dengan menggunakan model penilaian oleh Silalahi (2009) dan Nababan, dkk (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 72 data yang dianalisis, 13data (18,06%) mengalami transposisi, 23 data (31,94%) mengalami modulasi, dan 36 (50%) data mengalami transposisi dan modulasi. Dari segi kualitas terjemahan, terjemahan peribahasa tersebut memiliki tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan yang tinggi. Untuk transposisi, 85,71% data berkategori akurat, 87,76% berterima, dan 85,71% memiliki tingkat keterbacaan tinggi. Sedangkan untuk modulasi, 62, 71% data berkategori akurat, 77,97% berterima, dan 91, 53%

memiliki tingkat keterbacaan tinggi.

Kata kunci : Prosedur Terjemahan, Transposisi, Modulasi, Peribahasa, KualitasTerjemahan

(9)

TRANSPOSITION AND MODULATION IN TRANSLATION OF PROVERBS IN ‘BATAK TOBA KARAKTER KEARIFAN

INDONESIA’ BOOK

ABSTRACT

Transposition and modulation are important translation procedures applied in translation process. The difference of linguistics system and culture between source language and target language make transposition which is related to grammatical categories changes and modulation which involves the changes in the point of view are unavoidable. Therefore, this research aims to analyze types of transposition and modulation applied in translation of Toba Batak proverbs and identify the impact of those procedures on the quality of the translated Toba Batak proverbs in terms of accuracy, acceptability, and readability. The method applied in this research was descriptive qualitative method focused on content analysis. The source of the data were ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’ book written and translated by Mangala Pakpahan and assessment from qualified raters on translation. The data analyzed were 72 proverbs and its translation in Indonesia Language and the assessment from raters by applying the model from Silalahi (2009) and Nababan,et.al (2012). The result of the study showed that the translator applied transposition on 13 of data (18,06%), transposition on 23 of data (31,94%) and both procedures on 36 of data (50%). In terms of translation quality, the translated proverbs have high level of accuracy, acceptability and readabiltiy. For transposition, 87,71% of data is accurately translated, 87,76% is well accepted and 85,71% is easily read. Whereas, for modulation, 62,71% of data is accurately translated, 77,97% is well accepted and 91,53% is easily read.

Keywords : Translation Procedure, Transposition, Modulation, Proverb, Translation Quality

(10)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains (M.Si) pada Program Magister Linguistik Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis menyadari banyak kekuranganoleh karena keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis. Dengan selesainya tesis ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai dosen penguji, Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A, yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.

3. Ketua Program Studi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Ibu Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D, yang telah memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.

4. Pembimbing pertama, Ibu Dr. Roswita Silalahi, M.Hum, yang telah membimbing, membantu, dan mendampingi penulis sejak dari awal sampai selesai penulisan tesis ini.

5. Pembimbing kedua, Bapak Dr. Eddy Setia, M.Ed, TESP, yang telah memberikan saran, bimbingan, dukungan dan arahan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

(11)

6. Para penguji, Bapak Dr. Muhizar Muchtar, M.S., Ibu Dr. Nurlela, M. Hum, dan Ibu Dra. Hayati Chalil, M. Hum, yang telah mengarahkan dan memberikan masukan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

7. Para dosen yang mengajar di Program Studi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu dan bimbingan kepada penulis selama mengikuti proses perkuliahan.

8. Kedua orang tua tercinta,Ayah almarhum Abdullah Sani Nasution dan Ibu almarhumah Habzar Tarigan, yang telah membesarkan dan mendidik penulis dengan penuh cinta kasih serta Ibu mertua Rifda dan Bapak mertua Zulfi, yang selalu mendoakan dan mendukung penulis, sehingga dapat menyelesaikan tesis ini tepat waktu.

9. Saudara dan saudari tercinta, Syahrizal Nasution, Yusniar Nasution, Rosnizar Nasution, Rahmawati Nasution, Melva Yanti Nasution, Marwan Nasution, M.

Sabri Nasution yang selalu mendoakan dan mendukung penulis selama perkuliahan sampai selesai dan adik terkasih almarhumah Ramadhani Nasution semoga mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya

10. Teman-teman kuliah penulis, Agustinus Hulu, Martua Felix Pakpahan, Rizka Elfira, Nur Khanifah Rizki Lubis, Siti Aulia Febriyanti, Merry Novita, Gusfika Sari, Maymunah Ismail Ritonga, Juni Enita Ginting, Eka Rista Doanti Girsang, Nur Khairani Rangkuti dan Henny Yunika Napitupulu, yang selalu bekerja sama dan menyemangati penulis selama proses perkuliahan.

11. Juni Agus Simare-mare, yang telah membantu saya untuk lebih memahami mengenai bahasa Batak Toba.

(12)

12. Teristimewa suami tercinta, Zendra Syahputra, yang setia dan sabar memberikan dukungan dalam segala hal dan selalu menyemangati penulis selama proses pendidikan dan penyelesaian tesis ini.

13. Bapak Mangala Pakpahan, yang telah meluangkan waktu untuk menjawab seluruh pertanyaan penulis selama proses penulisan tesis ini.

14. Staf/Pegawai di Program Studi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, Kak Nila, Yuni, Bu Kar, dan Dedek, yang selalu membantu penulis dari awal hingga akhir perkuliahan.

15. Keluarga besar T. Dava Zaki Akbar, M. Ridho Sinuraya, M. Syauqi Sada Putra, M. Aqsal Pasha Hilmi, Fathin Sabhira Talaa, Felisha Dita Zhafirah terkhusus Omah, Efma Farhan Maulina Putri, Putri Andira, Shazia, dan Cut Rifka Aulia, yang telah memberikan semangat, bantuan, dan pengertian yang sangat besar kepada penulis selama penulisan tesis ini.

16. Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah, yang telah memberikan motivasi dan dorongan kepada penulis.

17. Buah hati tercinta sebagai kebanggaan dan motivasi penulis, Fahmi Maulana Zain.

Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan dan saran dalam penulisan tesis ini. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan semoga Tuhan yang Maha Kuasa selalu memberkati kita semua.

Medan, 31 Agustus 2015 Penulis,

Ely Hayati Nasution

(13)

RIWAYAT HIDUP I. Data Pribadi

Nama : ELY HAYATI NASUTION

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 3 Juli 1985

Alamat : JL. M. Yakub Gang Pasundan No. 17 Medan - 20233

Agama : Islam

Status : Kawin

HP : 082160646770

E-mail : elyzain10@gmail.com

II. Riwayat Pendidikan

Tahun 1991-1997 : SD Negeri 12231 Pematangsiantar Tahun 1997-2000 : SLTP Negeri 2 Pematangsiantar Tahun 2000-2003 : SMU Negeri 4 Pematangsiantar

Tahun 2003-2007 : S-1 Sastra Inggris, Fakultas Sastra USU

III. Riwayat Pekerjaan

Tahun 2008 – 2015 : Guru Bahasa Inggris dan Koordinator Kurikulum Cambridge di Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan

Tahun 2005 – 2007 : Staf Pengajar Bahasa Inggris di SMART English Course Medan

Tahun 2004 – 2015 : Guru Privat

Tahun 2004 – 2007 : Tentor Bahasa Inggris di BT/BS Dakwah USU Tahun 2004 – 2007 : Asisten Dosen di FKM USU, Fakultas Ilmu

Keperawatan USU and POLITEKES DEPKES RI Medan

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP...vi

DAFTAR ISI...vii

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR GAMBAR...x

DAFTAR DIAGRAM...xi

DAFTAR SINGKATAN ...xii

DAFTAR LAMPIRAN ...xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.4.1. Manfaat Teoritis ... 8

1.4.2. Manfaat Praktis ... 8

1.5. Klarifikasi Makna Istilah ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Landasan Teori ...11

2.1.1. Peribahasa ... 11

2.1.1.1. Pengertian Peribahasa ... 11

2.1.1.2. Jenis Peribahasa ... 12

2.1.2. Penerjemahan ... 14

2.1.2.1.Pengertian Penerjemahan ... 14

2.1.2.2. Prosedur Penerjemahan ... 18

2.1.2.2.1.Transposisi ...19

2.1.2.2.2.Modulasi ...22

2.1.2.3. Penilaian Kualitas Terjemahan ... 24

2.2. Penelitian Terdahulu ... 27

2.3. Kerangka Berpikir ... 39

BAB III. METODE PENELITIAN...40

3.1. Rancangan Penelitian ... 40

3.2. Langka-langkah Penelitian ... 41

3.3. Data dan Sumber Data ... 42

3.3.1. Data ... 42

3.3.2. Sumber Data ... 42

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.5. Analisis Data ... 46

(15)

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1. Model Prosedur Penerjemahan ... 48

4.2. Jenis Transposisi dan Modulasi ... 57

4.3. Kualitas Terjemahan ... 62

4.3.1 Kualitas Terjemahan Menggunakan Transposisi ... 62

4.3.2.Kualitas Terjemahan Menggunakan Modulasi ... 66

. BAB V. ANALISIS HASIL PENELITIAN ... 69

5.1. Model Prosedur Penerjemahan ... 69

5.1.1. Tunggal ... 69

5.1.2. Kuplet ... 75

5.1.3. Triplet ... 85

5.1.4. Kwartet ... 89

5.2. Kualitas Terjemahan ... 92

5.2.1.Tingkat Keakuratan ... 92

5.2.1.1. Keakuratan Terjemahan Menggunakan Transposisi ... 92

5.2.1.2. Keakuratan Terjemahan Menggunakan Modulasi ... 95

5.3.2.Tingkat Keberterimaan ... 97

5.3.2.1. Keberterimaan Terjemahan Menggunakan Transposisi ... 97

5.3.2.2. Keberterimaan Terjemahan Menggunakan Modulasi ... 99

5.3.3.Tingkat Keterbacaan ... 101

5.3.1.1. Keterbacaan Terjemahan Menggunakan Transposisi ... 101

5.3.1.2. Keterbacaan Terjemahan Menggunakan Modulasi ... 103

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 106

6.1. Kesimpulan .. ... 106

6.2. Saran .. ... 108

DAFTAR PUSTAKA...110

LAMPIRAN ... 113

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.1. Instrumen pengukuran tingkat keakuratan terjemahan ...44

Tabel 3.2. Instrumen pengukuran tingkat keberterimaan terjemahan ...45

Tabel 3.3. Instrumen pengukuran tingkat keterbacaan terjemahan ...45

Tabel 3.4. Penilaian kualitas terjemahan ...46

Tabel 4.1.Rekapitulasi persentase penerapan model penerjemahan...50

Tabel 4.2. Perbandingan penerapan model penerjemahan tunggal dan ganda ....51

Tabel 4.3.Model penerjemahan tunggal ...52

Tabel 4.4. Model penerjemahan kuplet ...53

Tabel 4.5. Model penerjemahan triplet ...55

Tabel 4.6. Model penerjemahan kwartet ...56

Tabel 4.7. Jenis transposisi pada terjemahan peribahasa Batak Toba ...58

Tabel 4.8. Jenis modulasi pada terjemahan peribahasa Batak Toba ...60

Tabel 4.9. Tingkat keakuratan terjemahan menggunakan transposisi ...62

Tabel 4.10. Tingkat keberterimaan terjemahan menggunakan transposisi...63

Tabel 4.11. Tingkat keterbacaan terjemahan menggunakan transposisi...66

Tabel 4.12. Tingkat keakuratan terjemahan menggunakan modulasi ...67

Tabel 4.13. Tingkat keberterimaan terjemahan menggunakan modulasi ...67

Tabel 4.13. Tingkat keterbacaan terjemahan menggunakan modulasi ...68

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar2.1. Proses penerjemahan (Larson 1984:4) ... 17 Gambar2.2. Kerangka Berpikir ... 39

(18)

DAFTAR DIAGRAM

Nomor Judul Halaman

Diagram 4.1. Perbandingan penerapan model penerjemahan ...50 Diagram 4.2. Perbandingan penerapan model penerjemahan tunggal dan ganda..51 Diagram 4.3. Perbandingan penerapan prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi ...61

(19)

DAFTAR SINGKATAN BSu Bahasa Sumber

BSa Bahasa Sasaran

TSu Teks Sumber

TSa Teks Sasaran

BTKKBI Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia Alt Alternatif Terjemahan

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lampiran 1 Transkrip Terjemahan Peribahasa Batak Toba

(Bahasa Batak Toba – Bahasa Indonesia) ...113

Lampiran 2. Analisis Data Model Penerjemahan ...122

Lampiran 3. Analisis Jenis Transposisi dan Modulasi...128

Lampiran 4. Kuesioner Penilaian Kualitas Terjemahan ...131

(21)

TRANSPOSISIDANMODULASI DALAM TERJEMAHAN PERIBAHASA PADA BUKU ‘BATAK TOBA KARAKTER

KEARIFAN INDONESIA

ABSTRAK

Transposisi dan modulasi merupakan prosedur penerjemahan yang penting dalam proses penerjemahan. Hal ini disebabkan adanya perbedaan bahasa dan budaya antara bahasa sumber dan bahasa sasaran. Perbedaan bahasa mengakibatkan perubahan kategori gramatikal yang melibatkan transposisi sedangkan perbedaan budaya mengakibatkan perubahan sudut pandang yang melibatkan modulasi yang tentunya berdampak pada kualitas suatu terjemahan. Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis jenis transposisi dan modulasi yang digunakan oleh penerjemah dalam terjemahan peribahasa Batak Toba dan mengidentifikasi dampak dari penggunaan transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan dalam hal keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan. Metodepenelitianyangditerapkandalam penelitianiniadalahkualitatif deskriptif berfokus pada analisis isi.Sumber data dalam penelitian ini adalah buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’ yang ditulis dan diterjemahkan oleh Mangala Pakpahan dalam bahasa Indonesia dan penilaian dari para rateryang ahli di bidang penerjemahan.Data yang dianalisis adalah 72 teks peribahasa Batak Tobadan terjemahannya dalam bahasa Indonesia dan penilaian pararateruntuk menilai kualitas terjemahan dengan menggunakan model penilaian oleh Silalahi (2009) dan Nababan, dkk (2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 72 data yang dianalisis, 13data (18,06%) mengalami transposisi, 23 data (31,94%) mengalami modulasi, dan 36 (50%) data mengalami transposisi dan modulasi. Dari segi kualitas terjemahan, terjemahan peribahasa tersebut memiliki tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan yang tinggi. Untuk transposisi, 85,71% data berkategori akurat, 87,76% berterima, dan 85,71% memiliki tingkat keterbacaan tinggi. Sedangkan untuk modulasi, 62, 71% data berkategori akurat, 77,97% berterima, dan 91, 53%

memiliki tingkat keterbacaan tinggi.

Kata kunci : Prosedur Terjemahan, Transposisi, Modulasi, Peribahasa, KualitasTerjemahan

(22)

TRANSPOSITION AND MODULATION IN TRANSLATION OF PROVERBS IN ‘BATAK TOBA KARAKTER KEARIFAN

INDONESIA’ BOOK

ABSTRACT

Transposition and modulation are important translation procedures applied in translation process. The difference of linguistics system and culture between source language and target language make transposition which is related to grammatical categories changes and modulation which involves the changes in the point of view are unavoidable. Therefore, this research aims to analyze types of transposition and modulation applied in translation of Toba Batak proverbs and identify the impact of those procedures on the quality of the translated Toba Batak proverbs in terms of accuracy, acceptability, and readability. The method applied in this research was descriptive qualitative method focused on content analysis. The source of the data were ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’ book written and translated by Mangala Pakpahan and assessment from qualified raters on translation. The data analyzed were 72 proverbs and its translation in Indonesia Language and the assessment from raters by applying the model from Silalahi (2009) and Nababan,et.al (2012). The result of the study showed that the translator applied transposition on 13 of data (18,06%), transposition on 23 of data (31,94%) and both procedures on 36 of data (50%). In terms of translation quality, the translated proverbs have high level of accuracy, acceptability and readabiltiy. For transposition, 87,71% of data is accurately translated, 87,76% is well accepted and 85,71% is easily read. Whereas, for modulation, 62,71% of data is accurately translated, 77,97% is well accepted and 91,53% is easily read.

Keywords : Translation Procedure, Transposition, Modulation, Proverb, Translation Quality

(23)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Peribahasa merupakan salah satu bentuk kebahasaan yang dapat digunakan untuk mengungkapkan sesuatu hal yang terlintas dalam alam pikir manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Artinya peribahasa sarat dengan makna yang dapat berisi perbandingan, perumpamaan, nasehat, prinsip hidup, atau aturan tingkah laku. Pada hakikatnya, peribahasa merupakan refleksi dari penggunaan bahasa yang memiliki suatu kekhasan tertentu, yakni mampu menunjukkan identitas antara satu masyarakat dengan masyarakat lain. Hal ini menjadikan peribahasa menjadi salah satu bagian dari kearifan lokal (local wisdom) yang berharga bagi suatu masyarakat.

Kearifan lokal memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Kearifan lokal menjadi landasan bagi masyarakat dalam bertingkah laku karena di dalamnya tergantung nilai-nilai berharga di dalamnya. Hal senada dinyatakan oleh Sibarani (2012) bahwa kearifan lokal memiliki arti mengingat masa lampau, memahami masa sekarang dan mempersiapkan masa yang akan datang. Tradisi-tradisi masa lampau tidak mungkin ditampilkan sama persis dengan masa sekarang karena tradisi tersebut sudah mengalami transformasi atau bahkan punah. Akan tetapi, nilai-nilai dan norma-norma dari tradisi tersebut dapat diaktualisasikan pada masa lampau dan masa sekarang, salah satunya adalah melalui peribahasa.

Peribahasa sebagai salah satu kearifan lokal bangsa Indonesia tidak akan bertahan lama jika tidak dikembangkan oleh masyarakat itu sendiri, sebagai

(24)

contoh masyarakat Batak Toba. Salah satu cara untuk memperkenalkan, mempertahankan sekaligus untuk melestarikan peribahasa tersebut adalah dengan menyampaikannya ke dalam bahasa lain atau yang disebut dengan istilah

“penerjemahan”. Dengan adanya penerjemahan, masyarakat di luar komunitas Batak Toba dapat mengerti bagaimana karakter masyarakat Batak Toba melalui peribahasa-peribahasa yang ada karena peribahasa dapat mencerminkan karakter suatu masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah cross-cultural communication. Adanya pemahaman mengenai kearifan lokal suatu masyarakat atau negara tentunya akan dapat menjadi filter munculnya konflik yang mungkin terjadi di tengah-tengah masyarakat dunia. Oleh karena itu, penerjemahan memegang peranan atau fungsi penting dalam transfer kearifan lokal atau nilai- nilai budaya yang ada.

Tentunya tidak mudah memahami makna atau nilai kearifan lokal yang ingin disampaikan melalui peribahasa dari satu bahasa ke bahasa lain jika terjemahan yang dihasilkan sulit dimengerti dan sebaliknya karena pada dasarnya penerjemahan adalah proses pengalihan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sebagaimana yang dinyatakan oleh Nida (1964):

“Translating consists in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source-language message, first in terms of meaning and secondly in terms of style. Translating must aim primarily at reproducing the message. But to reproduce the message one must take a good many grammatical and lexical adjustments.”

Pernyataan tersebut mengandung arti bahwa penerjemahan adalah pengungkapan kembali pesan dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran dengan padanan yang terdekat dan wajar, pertama dalam makna dan yang kedua dalam hal gaya bahasa. Untuk mengungkapkan kembali pesan dari teks sumber, seorang

(25)

penerjemah harus membuat penyesuaian secara gramatikal dan leksikal dengan baik. Ini berarti reproduksi pesan lebih penting daripada bentuk. Terjemahan harus terasa sedekat mungkin dengan masyarakat bahasa sasaran. Penerjemahan harus menghasilkan terjemahan yang wajar sehingga tidak menunjukkan kekakuan dalam gramatikal dan gaya bahasa (Felystiana, 2008). Dalam penerjemahan penyampaian makna harus menjadi hal yang utama. Tidak akan ada kegiatan penerjemahan jika tidak ada makna yang harus dialihkan.

Penerjemahan harus tetap diupayakan, akan tetapi, mutu terjemahan juga harus tetap dipertahankan. Oleh karena itu, seorang penerjemah haruslah mengetahui prosedur penerjemahan yang sesuai agar pesan atau makna pada BSu dapat tersampaikan pada BSa dan tentunya dengan kualitas yang tinggi, termasuk di dalamnya penerjemahan peribahasa.

Diantara prosedur penerjemahan yang penting dalam proses penerjemahan adalah transposisi (pergeseran bentuk) dan modulasi (pergeseran makna).

Transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Sedangkan modulasi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan perubahan perspektif, sudut pandang ataupun segi maknawi yang lain (Machali, 2009:). Menurut Brata (2010), penerapan dari teknik pergeseran, yaitu transposisi dan modulasi, dilandasi oleh suatu konsepsi atau pemahaman berikut ini. Pertama, penerjemahan selalu ditandai oleh pelibatan dua bahasa, yaitu bahasa sumber (BSu) dan bahasa sasaran (BSa). BSu dan BSa tersebut pada umumnya berbeda satu sama lain, baik dalam hal struktur maupun dalam hal budayanya. Dalam kaitan itu, perubahan struktur sangat diperlukan. Kedua, dalam konteks pemadanan, korespondensi satu lawan

(26)

satu tidak selalu bisa dicapai sebagai akibat dari adanya perbedaan dalam mengungkapkan makna atau pesan antara BSu dan BSa. Dalam kondisi yang demikian diperlukan pergeseran unit. Ketiga, penerjemahan dipahami sebagai proses pengambilan putusan dan suatu putusan yang diambil oleh penerjemah dapat dipengaruhi oleh berbagai hal, seperti kompetensi yang dimilikinya, kreativitasnya, preferensi stilistiknya, dan orientasi pembacanya. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa transposisi dan modulasi merupakan prosedur yang sering digunakan dalam proses penerjemahan dan berpengaruh terhadap kualitas suatu terjemahan sebagaimana terlihat pada contoh terjemahan peribahasa yang terdapat pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’

berikut ini:

(1) TSu : Ia tibu hamu lao, tibu hamu dapotan.

jika cepat kamu pergi cepat kamu mendapat TSa : Jika kamu cepat berangkat, kamu cepat mendapat.

Pada contoh (1) di atas penerjemah menerapkan prosedur transposisi.

Transposisi disini dapat dilihat dari pergeseran struktur dari TSu ke TSa. Pada TSu, kedua klausa, klausa bebas dan klausa terikat memiliki struktur adverbia + subjek + verba tetapi diterjemahkan ke TSa dengan struktur subjek + verba + adverbia. Peletakan adverbia pada awal kalimat tidak lazim pada TSa sehingga penerjemahan perlu melakukan transposisi untuk mendapatkan terjemahan yang wajar. Sedangkan contoh modulasi yang juga terdapat dalam terjemahan peribahasa pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Bangsa Indonesia’dapat terlihat dapat contoh berikut ini:

(2) TSu : Molo tarida urat ingkon tamboran-tamboran.

jika terlihat akar harus ditanam

Molo masuak ranting ingkon talion-talion.

(27)

jika patah ranting harus diikat Molo malos bulung ingkon taruan aek.

jika layu daun harus diantar air

TSa : Jika akar nampak harus ditanam, jika ranting patah harus diikat, Jika daun layu harus disiram.

Peribahasa pada contoh (2) di atas memiliki arti bahwa sebagai makhluk sosial, pedulilah kepada orang lain, khususnya yang memerlukan pertolongan.

Arti peribahasa tersebut mengandung nilai kearifan lokal yaitu ‘tolong menolong’.

Untuk mendapatkan kesepadanan makna dengan terjemahan peribahasa tersebut, penerjemah merubah sudut pandang atau makna frasa taruan aek ‘diantar air’

menjadi kata ‘disiram’.Modulasi yang dilakukan oleh penerjemah dilakukan untuk memberikan padanan yang lebih sesuai pada TSa yang mana pasangan kata dalam TSu salah satunya saja ada padanannya dalam BSa yang lebih dikenal dengan modulasi wajib (Machali, 2009). Dengan melakukan modulasi, makna yang terdapat dalam terjemahan peribahasa tersebut menjadi lebih mudah dimengerti.

Dari contoh (1) dan (2) di atas, terlihat bahwa struktur dan bentuk peribahasa tersebut telah berubah dengan adanya transposisi dan modulasi dan hal tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas terjemahan.

Nababan (2008) menyatakan bahwa kritik terhadap suatu karya terjemahan bertujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dalam terjemahan.

Penelitian terhadap mutu terjemahan tersebut terfokus pada tiga hal, yaitu ketepatan pengalihan pesan (accuracy), ketepatan pengungkapan pesan dalam Bsu (clarity), dan kealamiahan bahasa terjemahan (naturalness). Selanjutnya Nababan juga menjelaskan bahwa kualitas suatu terjemahan pada umumnya dikaitkan dengan tingkat keakuratan pengalihan pesan dan tingkat keterbacaan teks BSa.

(28)

Dari pernyatan Nababan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa penilaian kualitas suatu karya terjemahan melibatkan tiga komponen, yaitukeakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability), danketerbacaan (readibility).

Sehubungan dengan pentingnya transposisi dan modulasi dalam proses penerjemahan, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan peribahasa pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’yang ditulis dan diterjemahkan oleh Mangala Pakpahan. Buku ini berisi tentang peribahasa-peribahasa suku batak Toba yang ditulis dalam tiga bahasa. Bahasa pertama adalah bahasa Batak Toba kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Inggris. Akan tetapi, fokus penelitian ini hanya pada penerjemahan dari bahasa Batak Toba ke bahasa Indonesia. Buku ini menarik untuk dikaji karena banyak ditemukan transposisi dan modulasi pada terjemahan peribahasa yang ada.

Selain itu, penelitian-penelitian yang berfokus pada prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi yang berdampak pada kualitas terjemahan masih terbatas dan masih memiliki beberapa kekurangan diantaranya: 1) penelitian-penelitian tersebut hanya menganalisis salah satu dari kedua prosedur penerjemahan tersebut, 2) penelitian-penelitian tersebut menganalisis kualitas terjemahan masih pada tingkat keakuratan dan keberterimaan, belum sampai pada tahap keterbacaan dan 3) penelitian-penelitian tersebut umumnya menganalisis terjemahan dengan bahasa Inggris sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai BSa atau sebaliknya, belum ada yang mencoba menganalisis terjemahan dengan bahasa daerah sebagai BSu dan BSa bahasa lain atau sebaliknya.

(29)

Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi dan dampaknya terhadap kualitas terjemahan secara holistik. Artinya, peneliti mencoba untuk melakukan penelitian mengenai kedua prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi dan dampaknya terhadap kualitas terjemahan peribahasa dalam hal keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan dengan bahasa Batak Toba sebagai BSu dan bahasa Indonesia sebagai BSa.

1.1 Perumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Transposisi dan modulasi apa saja yang terdapat dalam terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesiadalam bahasa Indonesia’?

2. Bagaimana pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’dalam bahasa Indonesia?

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

1. Menemukan dan mendeskripsikan jenis transposisi dan modulasi yang terdapat dalam terjemahan peribahasa Batak Toba pada buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ dalam bahasa Indonesia.

2. Menemukan dan mendeskripsikan bagaimana pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan peribahasa Batak Toba pada

(30)

buku ‘Batak Toba Karakter Kearifan Indonesia’ dalam bahasa Indonesia.

1.3 Manfaat Penelitian

Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:

1.3.1 Manfaat Teoritis

1. Memberikan masukan berupa kontribusi terhadap kajian peribahasa, transposisi, modulasi, dan kualitas terjemahan.

2. Memberikan pengetahuan tentang bagaimana menerapkan prosedur penerjemahan transposisi dan modulasi dalam menerjemahkan peribahasa atau hal-hal yang berhubungan dengan budaya.

3. Memberikan gambaran dan pengetahuan mengenai pengaruh transposisi dan modulasi terhadap kualitas terjemahan.

4. Memberikan kontribusi berupa referensi untuk penelitian berikutnya.

1.3.2 Manfaat Praktis

1. Memberikan kontribusi kepadapenerbit mengenai buku peribahasa sebagai alternatif buku bilingual.

2. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat, khususnya generasi muda mengenai peribahasa sebagai salah satu kearifan lokal.

3. Memberikan motivasi kepada pembaca untuk lebih menghargai nilai- nilai budaya dan melestarikan kearifan lokal.

4. Memberikan motivasi dan inspirasi kepada peneliti-peneliti lainnya untuk melakukan penelitian lebih banyak dan mendalam mengenai penerjemahan peribahasa maupun teks yang berhubungan dengan budaya.

(31)

1.4 Klarifikasi Makna Istilah

Klarifikasi bertujuan untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman tentang makna istilah yang digunakan di dalam penelitian ini. Istilah-istilah tersebut, antara lain:

1. Terjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

2. Bahasa sumber (BSu) adalah bahasa teks asal yang diterjemahkan. Dalam penelitian ini bahasa sumber adalah bahasa Batak Toba.

3. Bahasa sasaran (BSa) adalah bahasa teks hasil terjemahan. Dalam penelitian ini bahasa sasaran adalah bahasa Indonesia.

4. Peribahasa (proverb) adalah ungkapan atau kalimat ringkas, padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku.

5. Prosedur penerjemahan adalah cara atau langkah yang dilakukan oleh seorang penerjemah untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul pada proses penerjemahan.

6. Transposisi (pergeseran bentuk) adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari bahasa sumber ke bahasa sasaran.

7. Modulasi adalah (pergeseran makna) adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan perubahan perspektif, sudut pandang ataupun segi maknawi yang lain.

(32)

8. Kualitas terjemahan adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability), dan keterbacaan (readibility) suatu teks terjemahan.

9. Keakuratan (accuracy) adalah sebuah istilah yang merujuk pada kesepadanan antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran.

10. Keberterimaan (acceptability) adalah sebuah istilah yang merujuk pada kesesuaian suatu terjemahan dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran, baik pada tataran mikro maupun pada tataran makro.

11. Keterbacaan (readibility) adalah sebuah istilah yang merujuk pada derajat kemudahan sebuah tulisan untuk dipahami maksudnya, baik oleh pembaca teks sumber maupun pembaca teks sasaran.

(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menggambarkan batasan teori-teori yang akan digunakan sebagai landasan teori. Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori mengenai peribahasa, penerjemahan, transposisi, modulasi, penilaian kualitas terjemahan, dan penelitian terdahulu.

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Peribahasa

2.1.1.1 Pengertian Peribahasa

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) pengertian peribahasa mencakup dua hal, yaitu:

1. kelompok kata atau kalimat yang tetap susunannya, biasanya mengiaskan maksud tertentu

2. ungkapan atau kalimat ringkas padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku

Peribahasa atau dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan istilah

“proverbs” adalah ungkapan atau kalimat ringkas, padat, berisi perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku (Wijaya, 2012).

Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English (1987) disebutkan “Proverb is a popular short saying, with words of advice or warning.”

Menurut Wasrie (2012), peribahasa adalah bahasa berkias berupa kalimat atau kelompok kata yang tetap susunanannya. Waridah (2014) lebih jauh memberikan penekanan mengenai definisi peribahasa, yaitu kalimat atau kelompok kata yang tetap susunannya dan mengandung satu maksud tertentu.

(34)

Susunan kata di dalam peribahasa bersifat tetap karena jika diubah, susunan kata itu tidak lagi dapat dikatakan peribahasa melainkan kalimat biasa.

Dari kesemua definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa peribahasa memiliki tiga ciri utama yaitu:

1. kalimatnya ringkas dan padat 2. susunannya tetap

3. isinya berupa perbandingan, perumpamaan, nasihat, prinsip hidup atau aturan tingkah laku

Jika dihubungkan dengan penerjemahan terlihat bahwa penelitian mengenai peribahasa sangatlah penting karena seperti dijelaskan sebelumnya bahwa esensi dari sebuah penerjemahan adalah tersampaikannya pesan atau makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dengan tetap memperhatikan bentuk dan susunan dari peribahasa tersebut.

2.1.1.2 Jenis Peribahasa

Azis (2013) menyebutkan ada 5 jenis peribahasa, yaitu:

1. Bidal

Bidal adalah bahasa kias yang tetap susunannya.

Contoh:

a. Habis gelap terbitlah terang.

b. Bahasa menunjukkan bangsa.

2. Pepatah

Pepatah adalah kiasan yang dinyatakan dengan kalimat selesai, tetapi seolah-olah dipatah-patah dan isinya berupa nasihat atau ajaran.

(35)

Contoh:

a. Ikut hati mati, ikut rasa binasa.

b. Berjalan pelihara kaki, berkata pelihara mulut.

3. Perumpamaan

Perumpamaan adalah kalimat yang menyatakan keadaan atau kelakukan seseorang dengan menggunakan perbandingan alam sekitar dan selalu menggunakan kata-kata perbandingan.

Contoh:

a. Seperti anjing dan kucing.

b. Laksana kera dapat bunga.

4. Ibarat

Ibarat sebenarnya sama halnya dengan perumpamaan, ibarat pun memperbandingkan, tetapi diiringi dengan bagian-bagian kalimat yang menjelaskan.

Contoh:

a. Bagai karakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.

b. Ibarat balam, mata lepas badan terkurung.

5. Pemeo

Pemeo adalah bagian dari peribahasa. Akan tetapi, pemeo merupakan kata-kata yang akhirnya menjadi populer. Kata-kata pemeo mengandung dorongan semangat yang biasanya dipakai untuk semboyan-semboyan perjuangan atau bahkan terkadang untuk mengejek orang.

(36)

Contoh:

a. Sekali merdeka, tetap merdeka.

b. Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh.

2.1.1 Penerjemahan

2.1.2.1 Pengertian Penerjemahan

Penerjemahan bukanlah hal yang baru dalam kehidupan masyarakat saat ini.

Berbicara tentang definisi penerjemahan, sangat banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli. Oleh karena itu, untuk mengindari kesalahpahaman mengenai definisi penerjemahan, terlebih dahulu dipahami konsep dasar tentang penerjemahan yang dikemukakan oleh Bell (1991), yaitu:

1. translating: the process (to translate: the activity rahther than tangible object);

2. a translation: the product of the process of translating (i.e. the translated text);

3. translation: the abstract concept which encompasses both the process of translating and the product of that process.

Adapun yang menjadi fokus dari definisi-definisi yang dikemukakan adalah konsep yang ketiga, yang tidak memisahkan terjemahan sebagai sebuah proses saja atau sebuah produk saja. Akan tetapi, merupakan sebagai satu kesatuan atau satu kemasan, yakni penekanan keduanya; proses penerjemahan dan hasil atau produk dari proses penerjemahan tersebut.

Newmark (1988)dalam bukunya A Textbook of Translation memandang terjemahan adalah mengungkapkan makna suatu wacana ke dalam bahasa lain seperti wacana yang dimaksudkan oleh penulisnya. Ini berarti bahwa pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran merupakan faktor terpenting dalam

(37)

penerjemahan. Jika makna yang dimaksud tidak tersampaikan dalam bahasa sasaran, terjemahan tersebut tidak bisa dianggap sebagai sebuah terjemahan.

Defenisi ini kurang lengkap jika hanya menyampaikan pesan, mengingat tata bahasa dan budaya bahasa sumber dan bahasa sasaran terdapat perbedaan.

Banyak hal yang harus diperhatikan bukan hanya sekedar pengalihan makna.

Catford (1965) lebih jauh mendefinisikan terjemahan sebagai pengalihan wacana dalam bahasa sumber (BSu) dengan wacana padanannya dalam bahasa sasaran (BSa). Disini Catford menekankan bahwa dalam penerjemahan wacana alihan haruslah sepadan dengan wacana aslinya. Karena padanan merupakan kata kunci dalam proses terjemahan, dengan sendirinya pesan dalam wacana alihan akan sebanding dengan pesan pada wacana asli. Sebaliknya, jika wacana alihan dan wacana asli tidak sepadan, wacana alihan tidaklah dianggap sebagai suatu terjemahan.

Hal senada juga dinyatakan oleh Machali (2009) dengan memberikan definisi penerjemahan sebagai berikut:

1. penerjemahan adalah upaya “mengganti” teks bahasa sumber dengan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran;

2. yang diterjemahkan adalah makna, sebagaimana yang dimaksudkan pengarang

Levy (1967) dalam Darwis (2008) memandang terjemahan sebagai proses komunikasi dua arah dan produk. Terjemahan merupakan proses komunikasi yang memberikan atau menyampaikan pengetahuan kepada pembaca asing. Ini berarti bahwa pengetahuan yang ada di bahasa sumber atau sebut saja yang ada di pikiran pembaca bahasa sumber yang terdapat dalam produk berupa terjemahan haruslah sama atau sepadan dengan pengetahuan yang ada di pikiran pembaca sasaran atau

(38)

pembaca asing. Jika hal ini tidak terjadi, maka terjemahan tersebut gagal karena dalam terjemahan terjadi transfer ilmu pengetahuan dan kebudayaan.

Dari semua definisi yang telah dijelaskan di atas, terdapat empat hal penting yang menjadi teori dasar dalam pengembangan penelitian ini yaitu:

1. terjemahan adalah pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran

2. kesepadanan makna harus tetap diupayakan dalam penerjemahan untuk mendapatkan pesan yang dimaksud bahasa sumber pada bahasa sasaran 3. kesepadanan makna yang didapat menjadi tolak ukur sebuah teks untuk

dikatakan sebagai sebuah terjemahan

4. terjemahan memegang peranan penting dalam transfer ilmu pengetahuan dan informasi antar pembaca dengan bahasa dan budaya yang berbeda.

Jika keempat hal tersebut telah dipenuhi, seseorang akan lebih mudah untuk mengetahui mengapa prosedur tertentu diterapkan oleh seorang penerjemah dalam suatu proses penerjemahan.

Proses penerjemahan dalam hal ini memiliki makna tahap-tahap atau langkah-langkah yang dilakukan oleh seorang penerjemah sehingga dihasilkan sebuah terjemahan. Menurut Larson (1984), ketika seorang penerjemah terlibat dalam proses penerjemahan, tentunya dia akan melakukan hal-hal sebagai berikut:

1. mempelajari leksikon, struktur gramatikal, situasi komunikasi dan konteks budaya dari teks bahasa sumber

2. menganalisis teks bahasa sumber untuk menemukan maknanya

(39)

3. mengungkapkan kembali makna yang sama itu dengan menggunakan leksikon dan struktur gramatikal yang sesuai dalam bahasa sasaran dan konteks budayanya

Secara skematis, proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

BAHASA SUMBER BAHASA SASARAN

Gambar 2.1 Proses penerjemahan (Larson 1984)

Dari gambar 2.1. di atas terlihat bahwa teks yang akan diterjemahkan dan terjemahan ditempatkan dalam bentuk bangun yang berbeda. Teks yang akan diterjemahkan dalam bentuk persegi panjang dan terjemahan dalam bentuk segitiga. Hal ini memiliki arti bahwa Larson ingin menunjukkan adanya perbedaan antara teks bahasa sumber dengan teks bahasa sasaran. Akan tetapi, dengan melalui proses penafsiran makna pada teks yang akan diterjemahkan akan didapatkan pengungkapan makna dimana kedua proses tersebut bertemu pada satu titik yang sama, yakni makna. Hal ini memberikan implikasi bahwa proses terpenting dalam sebuah proses penerjemahan adalah didapatkannya makna.

Dengan demikian, tentunya seorang penerjemah harus menerapkan prosedur penerjemahan yang tepat agar makna pada BSu dapat disampaikan pada BSa.

Teks yang akan diterjemahkan

Penafsiran Makna Pengungkapan Makna

MAKNA

Terjemahan

(40)

2.1.2.2 Prosedur Penerjemahan

Dalam Oxford Advanced Learner’s Dictionary (1995) disebutkan bahwa “A procedure is (1) a formal or official order or way of doing things or (2) series of actions that need to be completed in order to achieve something”.

Sedangkan dalam KBBI (2008) disebutkan bahwa prosedur adalah:

1. tahap kegiatan untuk menyelesaikan suatu aktivitas

2. metode langkah demi langkah secara pasti dalam memecahkan suatu masalah

Molina dan Albir (2002) berpendapat bahwa prosedur adalah strategi yang digunakan oleh penerjemah untuk memecahkan masalah-masalah dalam proses penerjemahan berdasarkan tujuan penerjemah itu sendiri. Menurut Machali (2009) bahwa prosedur penerjemahan berlaku untuk kalimat dan satuan-satuan bahasa yang lebih kecil seperti klausa, frasa, dan kata. Machali (2009) lebih lanjut menyatakan bahwa ada lima prosedur penerjemahan yang dianggap penting untuk menerjemahkan dari BSu ke BSa. Kelima prosedur tersebut yaitu, transposisi (pergeseran bentuk), modulasi (pergeseran makna), adaptasi (penyesuaian), serta pemadanan berkonteks dan pemadanan bercatatan.

Simatupang (1999) menyatakan bahwa dalam proses menerjemahkan bahasa sumber ke bahasa sasaran paling sedikit ada dua hal yang terjadi, yaitu pergeseran di bidang struktur dan pergeseran di bidang semantik atau makna. Hal ini menunjukkan bahwa tranposisi dan modulasi sebagai prosedur penerjemahan menduduki posisi yang penting dalam kegiatan penerjemahan khususnya dalam menyelesaikan persoalan penerjemahan yang muncul.

(41)

2.1.2.2.1 Transposisi

Transposisi atau pergeseran bentuk merupakan prosedur penerjemahan yang sudah sejak lama diperkenalkan oleh Catford (1965) yang dikenal sebagai

‘shift’, sedangkan Vinay dan Darbelnet dalam Newmark (1988) dan Molina dan Albir (2002) menyebutnya sebagai ‘transposition’. Machali (2009) menyatakan bahwa transposisi adalah suatu prosedur penerjemahan yang melibatkan pengubahan bentuk gramatikal dari BSu ke BSa yang dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

1. Pergeseran bentuk wajib dan otomatis yang disebabkan oleh sistem dan kaidah bahasa. Dalam hal ini penerjemah tidak mempunyai pilihan lain selain melakukannya.

a. Beberapa nomina jamak dalam bahasa Inggris menjadi tunggal dalam bahasa Indonesia.

Contoh: BSa : a pair of trousers BSu : sebuah celana

b. Pengulangan adjektiva atau kata sifat dalam bahasa Indonesia yang maknanya menunjukkan variasi yang tersirat dalam adjektiva menjadi penjamakan nominanya dalam bahasa Inggris.

Contoh: BSu : Rumah di Jakarta bagus-bagus.

BSa : The houses in Jakarta are built beautifully.

c. Adjektiva + nomina menjadi nomina + pemberi sifat.

Contoh: BSu : beautiful woman BSa : wanita (yang) cantik

(42)

2. Pergeseran yang dilakukan apabila suatu struktur gramatikal dalam BSu tidak ada dalam BSa.

a. Peletakkan objek di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak ada dalam konsep struktur grammatikal bahasa Inggris, kecuali dalam kalimat pasif atau struktur khusus, sehingga terjadi pergeseran bentuk menjadi struktur kalimat berita biasa.

Contoh: BSu : Buku itu harus kita bawa.

BSa : We must bring the book.

b. Peletakkan verba di latar depan dalam bahasa Indonesia tidak lazim dalam struktur bahasa Inggris, kecuali dalam kalimat imperatif. Maka padanannya menjadi struktur kalimat berita biasa.

Contoh:BSu : Telah disahkan penggunaannya BSa : Its usage has been approved.

3. Pergeseran yang dilakukan karena alasan kewajaran pengungkapan.

a. Nomina/frase nomina dalam BSu menjadi verba dalam BSa.

Contoh: BSu : …to train intellectual men for the persuits of an intellectual life.

BSa : …untuk melatih para intelektual untuk mengejar kehidupan intelektual.

b. Gabungan adjektiva bentukan dengan nomina atau frasa nominal dalam BSu menjadi nomina + nomina dalam BSa.

Contoh: Bahasa Inggris Bahasa Indonesia Adj + nomina nomina + nomina

(43)

Medical student mahasiswa kedokteran

c. Klausa dalam bentuk partisipium (bergaris bawah) dalam BSu dinyatakan secara penuh dan eksplisit dalam BSa.

Contoh: BSu : The approval signed by the doctor is valid BSa : Persetujuan yang ditandatangani oleh…..

d. Frase nominal dengan adjektiva bentukan dari verba (tak) transitif dalam BSu menjadi nomina + klausa dalam BSa.

Contoh: Adjektiva + nomina nomina + klausa Thinking person orang yang berpikir

e. Semua struktur yang oleh Catford (1965) disebut pergeseran kelas adalah transposisi.

Contoh: BSu : The neighbours were hostile to the family.

BSa : Para tetangga itu memusuhi keluarga tersebut (adjektiva menjadi verba)

4. Pergeseran yang dilakukan untuk mengisi kerumpangan kosa kata (termasuk perangkat tekstual seperti/-lah /-pun/ dalam BSu dengan menggunakan suatu struktur grammatikal.

a. Suatu perangkat tekstual penanda fokus dalam BSu yang dinyatakan dengan konstruksi gramatikal dalam BSa.

Contoh: BSu : Perjanjian inilah yang diacu.

BSa : It is this agreement which is referred to (not anything else)

b. Pergeseran unit dalam ‘istilah’ Catford (1965) termasuk dalam transposisi jenis ini yaitu misalnya dari kata menjadi klausa, frase

(44)

menjadi klausa, dan sebagainya, yang sering kita jumpai dalam penerjemahan kata-kata lepas bahasa Inggris.

Contoh:

- Adept : sangat terampil

- Amenity : sikap ramah tamah, tata karma, sopan santun.

2.1.2.2.2 Modulasi

Ada kalanya pergeseran struktur seperti yang terjadi pada proses transposisi melibatkan perubahan yang menyangkut pergeseran makna karena terjadi juga perubahan perspektif, sudut pandang atau segi maknawi yang lain. Pergeseran makna semacam itu disebut modulasi (Machali, 2009). Hal ini senada dengan Viney dan Darbelnet dalam Newmark (1988) yang menyatakan bahwa modulasi adalah “a variation through a change of view point, of perspective and very often of category of thought.”

Machali (2009) mengambil konsep modulasi berdasarkan pandangan Newmark yang menamai modulasi menjadi modulasi wajib dan modulasi bebas.

Modulasi wajib dilakukan apabila suatu kata, frase ataupu struktur tidak ada padanannya dalam BSa sehingga perlu dimunculkan. Berikut beberapa contohnya:

a. Pasangan kata dalam BSu yang salah satunya saja ada dalam BSa.

Contoh: Kata lessor dan lessee dalam bahasa Inggris.

Biasanya kata lessee diterjemahkan sebagai ‘penyewa’ tetapi padanan untuk kata lessor tidak ada. Maka padanannya dapat dicari dengan mengubah sudut pandangnya atau dicari kebalikannya: ‘Orang/pihak yang menyewakan atau pemberi sewa’.

b. Struktur aktif dalam BSu menjadi pasif dalam BSa dan sebaliknya.

(45)

Contoh:

(i) Infinitive of purpose dalam bahasa Inggris:

BSu : The problem is hard to solve.

BSa : Masalah itu sukar (untuk) dipecahkan. (kata ‘untuk’ bersifat manasuka)

(ii) Konstruksi pasif nol dalam bahasa Indonesia menjadikonstruksi aktif dalam bahasa Inggris.

Contoh: BSu : Laporan itu akan saya sampaikan besok pagi.

BSa : I will submit the report tomorrow morning.

c. Struktur subjek yang dibelah dalam bahasa Indonesia perlu modulasi dengan menyatukannya dalam bahasa Inggris.

Contoh: BSu : Buku tersebut telah disahkan penggunaannya oleh Dikti.

BSa : The use of the book has been approved by Dikti.

Sedangkan modulasi bebas adalah prosedur penerjemahan yang dilakukan karena alasan linguistik, misalnya untuk memperjelas makna menimbulkan kesetalian dalam BSa, dan sebagainya. Berikut beberapa contohnya:

1. Menyatakan secara tersurat dalam BSa apa yang tersirat dalam BSu dan sebaliknya.

BSu : ‘environmental degradation

BSa : penurunan mutu lingkungan (konsep mutu tersirat dalam Bsu) 2. Frase prepositional sebab-akibat dalam BSu menjadi Klausa sebab akibat

dalam BSa.

Contoh: BSu : We all suffer from the consequences of environmental degradation.

(46)

BSa : Kita semua menderita karena (adanya) penurunan mutu lingkungan.

3. Bentuk negatif ganda dalam BSu menjadi positif dalam BSa.

Contoh: BSu : Conflicts are bound to occur.

BSa : Konflik militer tak urung terjadi juga.

Teori transposisi dan modulasi yang dijelaskan oleh Machali merupakan acuan dalam penelitian ini untuk mengetahui jenis-jenis transposisi dan modulasi yang diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan peribahasa sekaligus sebagai tolak ukur untuk menilai kualitas terjemahan.

2.1.2.3 Penilaian Kualitas Terjemahan

Pengujian atau penilaian terhadap kualitas suatu terjemahan sangatlah penting untuk dilakukan sebagai representasi keahlian bagi seorang penerjemah dan perkembangan dunia terjemahan itu sendiri. Larson (1984) menyatakan bahwa “There are three main reasons for testing a translation. The translator wants to be sure his translation is accurate, clear and natural”. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Nababan, dkk (2012) yang memberikan parameter terjemahan berkualitas yang dalam hal ini memenuhi tiga aspek, yaitu aspek keakuratan, aspek keberterimaan, dan aspek keterbacaan dengan penjelasan sebagai berikut.

2.1.2.3.1 Aspek Keakuratan

Keakuratan merupakan sebuah istilah yang digunakan dalam pengevaluasian terjemahan untuk merujuk pada apakah teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran sudah sepadan ataukah belum. Konsep kesepadanan mengarah

(47)

pada kesamaan isi atau pesan antar keduanya. Suatu teks dapat disebut sebagai suatu terjemahan, jika teks tersebut mempunyai makna atau pesan yang sama dengan teks lainnya (baca: teks bahasa sumber). Oleh sebab itu, usaha-usaha untuk mengurangi atau menambahi isi atau pesan teks bahasa sumber dalam teks bahasa sasaran harus dihindari. Usaha-usaha yang seperti berarti menghianati penulis asli teks bahasa sumber dan sekaligus membohongi pembaca sasaran.

Dalam konteks yang lebih luas, pengurangan atau penambahan dapat menimbulkan akibat yang fatal pada manusia yang menggunakan suatu karya terjemahan, terutama pada teks-teks terjemahan yang beresiko tinggi, seperti teks terjemahan di bidang hukum, kedokteran, agama dan teknik.

2.1.2.3.2 Aspek Keberterimaan

Aspek kedua dari penilaian kualitas terjemahan terkait dengan masalah keberterimaan. Istilah keberterimaan merujuk pada apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya yang berlaku dalam bahasa sasaran ataukah belum, baik pada tataran mikro maupun pada tataran makro. Konsep keberterimaan ini menjadi sangat penting karena meskipun suatu terjemahan sudah akurat dari segi isi atau pesannya, terjemahan tersebut akan ditolak oleh pembaca sasaran jika cara pengungkapannya bertentangan dengan kaidah-kaidah, norma dan budaya bahasa sasaran.

Dalam budaya penutur asli bahasa Inggris, seorang cucu dapat menyapa kakeknya dengan How are you, John. Tampak jelas bahwa sang cucu langsung menyebut nama kecil kakeknya. Penyapaan yang seperti itu tentu saja dipandang tidak sopan bagi penutur bahasa Jawa, yang selalu menyertakan sapaan Mbah yang diikuti oleh nama kecil kakeknya, misalnya Mbah Prawiro, ketika seorang

(48)

cucu berinteraksi dengan kakeknya. Dalam konteks budaya batak Tapanuli, penyebutan nama kecil seorang kakek dianggap tidak sopan. Contoh ini menunjukkan bahwa konsep keberterimaan merupakan suatu konsep yang relatif.Sesuatu yang dianggap sopan dalam suatu kelompok masyarakat bisa dipandang tidak sopan dalam masyarakat lainnya.

Di atas telah dijelaskan bahwa salah satu parameter dari konsep keberterimaan adalah apakah suatu terjemahan sudah diungkapkan sesuai dengan kaidah-kaidah tatabahasa sasaran. Suatu terjemahan dalam bahasa Indonesia yang diungkapkan menurut kaidah-kaidah tata bahasa Inggris, misalnya, akan membuat terjemahan tersebut menjadi tidak alamiah dan dalam banyak kasus akan sulit dipahami maksudnya. Demikian pula, suatu terjemahan abstrak penelitian sebagai salah bentuk dari teks ilmiah akan ditolak pembaca sasaran jika terjemahan tersebut diungkapkan dengan bahasa gaul. Demikian pula sebaliknya, suatu terjemahan karya sastra akan tidak berterima bagi pembaca sasaran jika terjemahan karya sastra tersebut diungkapkan dengan kaidah-kaidah tata bahasa baku. Suatu istilah teknis mungkin mempunyai padanan yang akurat dalam bahasa sasaran. Namun, penerjemah seyoganya tidak dengan serta merta menggunakan padanan tersebut karena bisa berakibat terjemahan yang dihasilkannya tidak berterima bagi pembaca sasaran.

2.1.2.3.3 Aspek Keterbacaan

Pada mulanya istilah keterbacaan hanya dikaitkan dengan kegiatan membaca. Kemudian, istilah keterbacaan itu digunakan pula dalam bidang penerjemahan karena setiap kegiatan menerjemahkan tidak bisa lepas dari kegiatan membaca. Dalam konteks penerjemahan, istilah keterbacaan itu pada

(49)

dasarnya tidak hanya menyangkut keterbacaan teks bahasa sumber tetapi juga keterbacaan teks bahasa sasaran. Hal itu sesuai dengan hakekat dari setiap proses penerjemahan yang memang selalu melibatkan kedua bahasa itu sekaligus. Akan tetapi, hingga saat ini indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacan suatu teks masih perlu dipertanyakan keandalannya. Terlepas dari belum mantapnya alat ukur keterbacaan itu, seorang penerjemah perlu memahami konsep keterbacaan teks bahasa sumber dan bahasa sasaran. Pemahaman yang baik terhadap konsep keterbacaan itu akan sangat membantu penerjemah dalam melakukan tugasnya.

Lebih jauh Silalahi (2009) menyatakan bahwa penilaian suatu terjemahan menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data tentang kualitas terjemahan.

Kuesioner yang dimaksud ada tiga, yaitu: 1) Accuracy Rating Instrument, yang digunakan untuk menentukan tingkat kesepadanan terjemahan, 2) Acceptability Rating Instrument, yang digunakan untuk mengukur tingkat keberterimaan terjemahan, 3) Readability Rating Instrument, yang digunakan untuk mengukur tingkat keterbacaan terjemahan. Dalam melakukan penilaian kualitas terjemahan, peneliti harus menggunakan ketiga kuesioner di atas. Parameter yang dijelaskan oleh Nababan, dkk (2012) dan Silalahi (2009) merupakan panduan dalam penelitian yang digunakan untuk mengukur kualitas terjemahan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang menjadi acuan dan relevan dalam penelitian ini berupa tesis, disertasi, jurnal nasional, dan artikel nasional dan internasional diantaranya sebagai berikut:

(50)

Kuncara (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Terjemahan Tindak Tutur Direktif pada Novel ‘The Godfather’ dan Terjemahannya dalam Bahasa Indonesia. Dalam jurnal tersebut dinyatakan bahwa Penerjemahan suatu tuturan memerlukan perhatian khusus. Hal tersebut dikarenakan terkadang dalam suatu tuturan ada maksud lain dari penutur. Maksud lain penutur inilah yang harus diungkap oleh seorang penerjemah. Konteks situasi yang menaungi suatu tuturan, isi topik tuturan, kedudukan sosial penutur dan mitra tutur merupakan hal-hal yang harus diperhatikan dalam menganalisis suatu ujaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan fungsi ilokusi tindak tutur direktif, penggunaan teknik penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia, dan dampaknya terhadap kualitas hasil penerjemahannya. Tindak tutur yang mengandung ilokusi direktif dalam novel ‘The Godfather’ karya Mario Puzo adalah objek kajian dalam penelitian ini. Hasil penelitian, dari 152 data, ditemukan sebanyak delapan fungsi ilokusi direktif. Fungsi tersebut antara lain memerintah, menyarankan, meminta, memohon, melarang, menasihati, membujuk, dan menyilakan. Kemudian, ditemukan sebanyak 12 teknik penerjemahan dengan frekuensi total penggunaan sebanyak 244 kali. Teknik tersebut meliputi teknik harfiah, peminjaman murni, transposisi, reduksi, penambahan, modulasi, partikularisasi, adaptasi, amplifikasi linguistik, penghilangan, padanan lazim, deskripsi dan generalisasi. Teknik yang digunakan cenderung menghasilkan terjemahan yang akurat, berterima dan mudah dipahami.

Tinambunan (2013) dalam tesisnya yang berjudul Kesepadanan Terjemahan dalam Buku Bilingual Active English for Nurses. Tujuan penelitian ini adalah: 1) mendeskripsikan teknik penerjemahan kata dan frasa dari bahasa Inggris ke

(51)

bahasa Indonesia, 2) mendeskripsikan kesepadanan terjemahan kata dan frasa dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Peneliti menerapkan metode deskriptif kualitatif, sumber data adalah buku bilingual Active English for Nurses sebagai produk terjemahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 91 data (80.5%) menggunakan teknik penerjemahan tunggal, teknik penerjemahan kuplet 16 data (14.2%) dan teknik penerjemahan triplet ada 6 data (5.3%). Berdasarkan frekuensi penggunaannya, dari 112 data yang berwujud kata dan frasa teridentifikasi bahwa teknik penerjemahan harafiah dipakai pada 42 (37.1%), adaptasi 19 (17%), peminjaman alamiah 17 (15%), peminjaman murni 10 (9%), deskripsi 6 (5.3%), amplifikasi 5 (4.4%), kreasi diskursif 4 (2.6%). Hasil penelitian ini menunjukkan 76 (67.9%) data diterjemahkan secara akurat, 25 (22.3%) data diterjemahkan dengan kurang akurat dan 11 (9,8%) data diterjemahkan secara tidak akurat.

Nababan, dkk (2012) dalam jurnal mereka yang berjudul Pengembangan Model Penilaian Kualitas Terjemahan. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan sebuah model penilaian kualitas terjemahan dari bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Data diperoleh melalui wawancara dengan informan kunci, pengamatan, content analysis, dan focus group discussion. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis interaktif. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa pertama, model penilaian kualitas terjemahan ini menghasilkan evaluasi karya terjemahan secara komprehensif atau holistik.

Kedua, model penilaian kualitas terjemahan ini sangat sesuai untuk menilai kualitas terjemahan dalam konteks penelitian dan pengajaran penerjemahan profesional. Ketiga, model penilaian kualitas terjemahan ini memberikan peluang

(52)

bagi para rater untuk memberikan penilaian terjemahan dalam berbagai satuan unit, baik pada tataran mikro maupun makro. Keempat, keefektifan model penilaian kualitas terjemahan ini dalam menilai kualitas terjemahan sangat tergantung pada kemampuan para penilai atau rater tersebut dalam menerapkannya di berbagai hal, utamanya bagi mereka yang terlibat dalam penilaian kualitas penerjemahan tersebut harus membaca dan mengerti semua informasi yang relevan serta prosedur bagaimana seharusnya menggunakan alat penilaian ini.

Prasetyo (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Analisis Transposisi dan Modulasi Pada Buku Teori Budaya Terjemahan dari Buku “Culture Theory”.

Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan teknik transposisi dan modulasi dengan menggunakan metode dsekriptif-kualitatif dan menggambarkan tingkat keakuratan, keterbacaan, dan keberterimaan dari kalimat-kalimat terjemahan yang mengalami transposisi dan modulasi. Data primer dalam penelitian diambil dari buku Culture Theory dan terjemahannya melalui observasi dan teknik catat sedangkan data sekunder diperoleh dari kuesioner dan wawancara mendalam.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam hal keakuratan, transposisi lebih akurat daripada modulasi. Akan tetapi, dalam hal keberterimaan dan keterbacaan, modulasi lebih tinggi daripada transposisi. Dari 100 data yang mengalami transposisi, 86% dikategorikan akurat, 73% berterima, dan 91%

mudah. Dari 80 data yang mengalami modulasi, 83,75% dikategorikan akurat, 73,75% berterima, dan 93.75% mudah.

Anshori (2010) dalam tesisnya yang berjudul Teknik, Metode dan Ideologi Penerjemahan Buku “Economic Concepts of Ibn Taimiyah” ke dalam Bahasa

(53)

Indonesia dan Dampaknya Pada Kualitas Terjemahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan dari aspek keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability) serta keterbacaan (readability) terjemahan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif terpancang untuk kasus tunggal. Penelitian ini terdiri dari 2 jenis sumber data.

Sumber data pertama adalah dokumen yang berupa buku sumber dan produk terjemahannya sebagai sumber data objektif. Sumber data kedua, diperoleh dari informan yang memberi informasi mengenai keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan hasil terjemahan sebagai data afektif. Pengumpulan data dilakukan melalui identifikasi teknik dengan pengkajian dokumen, penyebaran kuesioner dan wawancara mendalam. Pemilihan sampel data dilakukan dengan teknik purposif sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 14 jenis teknik penerjemahan dari 593 teknik yang digunakan penerjemah dalam 165 data.

Berdasarkan frekuensi penggunaan teknik tersebut adalah: penerjemahan harfiah 187 (31,53%), peminjaman murni 132 (22, 26%), padanan lazim 78 (13, 15%), modulasi 44 (7,42 %), amplifikasi 30 (5 ,06 %), penambahan 30 (5,06%), peminjaman alamiah 24 (4, 05%), kalke 21 (3, 54%), reduksi 18 (3, 03 %), eksplisitasi 10 (1, 69 %) partikularisasi 8 (1, 35%), penghilangan 6 (1, 01), dan deskripsi 3 (0, 51%). Berdasarkan teknik yang dominan muncul, buku ini cenderung menggunakan metode terjemahan harfiah dengan ideologi foreignisasi.

Dampak dari penggunaan teknik penerjemahan ini terhadap kualitas terjemahan cukup baik dengan rata-rata skor keakuratan terjemahan 2, 53, keberterimaan 2, 73 dan keterbacaan 2, 91. Hal ini mengindikasikan terjemahan memiliki kualitas

(54)

keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan yang baik. Teknik yang banyak memberi kontribusi positif terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan adalah teknik penerjemahan harfiah, peminjaman murni, dan padanan lazim. Sementara, teknik penerjemahan yang banyak mengurangi tingkat keakuratan dan keberterimaan adalah modulasi, penambahan, dan penghilangan. Implikasi penelitian, penerjemah perlu meningkatkan kompetensi penerjemahan dan mesti berhati-hati dalam menentukan teknik penerjemahan agar diperoleh terjemahan yang berkualitas baik.

Ardi (2010) dari Universitas Sebelas Maret Surakartadalam tesisnya yang berjudul Analisis Teknik Penerjemahan dan Kualitas Terjemahan Buku “Asal Asul Elite Minangkabau Modern: Respons terhadap Kolonial Belanda Abad ke XIX/XX”. Tujuan penelitian tersebut untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan teknik, metode, dan ideologi penerjemahan, serta melihat dampaknya terhadap kualitas terjemahan dari aspek keakuratan (accuracy), keberterimaan (acceptability) serta keterbacaan (readabliity) terjemahan. Ini merupakan penelitian holistik yang melibatkan 3 (tiga) jenis sumber data. Sumber data pertama adalah dokumen yang berupa buku sumber dan produk terjemahannya sebagai sumber data objektif. Sumber data kedua, diperoleh dari informan yang memberi informasi mengenai keakuratan, keberterimaan dan keterbacaan hasil terjemahan sebagai data afektif. Sumber data ketiga adalah para penerjemah dan editor ahli sebagai sumber data genetik. Pengumpulan data dilakukan melalui identifikasi teknik dengan pengkajian dokumen, penyebaran kuesioner dan wawancara mendalam. Pemilihan sampel data dilakukan dengan teknik purposif sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 18 jenis teknik

Gambar

Gambar 2.1 Proses penerjemahan (Larson 1984)
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir BSu
Tabel 4.1 Rekapitulasi persentase penerapan model penerjemahan
Tabel 4.2 Perbandingan penerapan model penerjemahan tunggal dan ganda
+2

Referensi

Dokumen terkait

tingginya pencapaian akademik mata pelajaran matematika siswa SMP Kabupaten Minahasa Utara bila dibandingkan dengan pencapaian siswa SMP Kabupaten Minahasa yang

Peraturan Kepala Badan Ekonomi Ifteatif Nomor I Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badart Ekonomi Ifteatif (Berita Negara Republik Indonesia. Tatrun 2015 Nomor

dimaksud dengan “kepentingan langsung atau tidak langsung” adalah termasuk apabila hakim atau panitera atau pihak lain pernah menangani perkara tersebut atau perkara tersebut

Tarif mempunyai peran yang sangat penting dalam angkutan udara baik bagi perusahaan penerbangan, pengguna jasa angkutan udara maupun bagi pemerintah. Dalam

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa dalam kondisi saat ini, di mana ancaman krisis daya dukung ekosistem dan lingkungan hidup yang dihadapi Indonesia sangat nyata, maka legislasi

Penentuan tinggi elevasi muka air rencana disaluran didasarkan kepada kebutuhan elevasi muka air maksimum rencana di inlet masing-masing bangunan sadap, dilakukan dari hilir

a. Untuk mengetahui peraturan terhadap tarif tiket angkutan penumpang oleh perusahaan penerbangan. Untuk mengetahui penetapan tarif tiket angkutan penumpang mengakibatkan

dasar hukum Islam pada Pasar Modal Syariah menurut fatwa tersebut antara lain. adalah: 43 1) Al-Qur’an, Firman Allah, antara lain: …dan Allah