• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tujuan Hukum Islam dan Hubungannya dengan HAM dalam Islam

Dalam dokumen Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi (Halaman 119-126)

HUKUM DAN HAM DALAM ISLAM

A. Konsep Hukum Islam

6. Tujuan Hukum Islam dan Hubungannya dengan HAM dalam Islam

Secara umum tujuan Hukum Islam adalah untuk mengatur hubungan manusia dengan al-Khaliq dan manusia dengan makhluk lainnya, baik kemaslahatan di dunia dan di akhirat

[21]: 107. Allah tidak mengutus kamu (wahai Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat sekalian alam. Hal ini berbeda dengan hukum diluar Islam yang hanya ditujukan untuk mengatur manusia selaku anggota masyarakat. Dalam tata hukum diluar Islam, aturan yang berkaitan dengan kehidupan pribadi dinamakan norma moral atau susila.

Sebenarnya cikal bakal hak-hak asasi dalam Islam sudah

dirumuskan oleh ulama-ulama terdahulu. Bertitik tolak dari tujuan pensyari’atan (maqashid al-syari’ah), Islam memandang bahwa tujuan syari’at diturunkan adalah untuk kepentingan manusia, memelihara hajat/kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia. Abu Ishaq as-Syatibi merumuskan lima tujuan pensyari’atan (hukum) dalam Islam yakni; memelihara nyawa (hifzh al-nafs), memelihara akal (hifzh al-‘aql), memelihara harta (hifzh al-mal), memelihara keturunan/kehormatan (hifzh al-nasb) dan memelihara agama (hifzh al-dien).

1. Penghargaan Islam terhadap nyawa

Nyawa manusia adalah sesuatu yang sangat berharga, karena itu dalam rangka memeliharanya, Islam melarang pembunuhan tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at. Pembunuhan terhadap satu nyawa berarti pembunuhan terhadap manusia pada umumnya dalam arti pelecehan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Allah berfirman dalam Q.S.5:32 sebagai berikut:

Artinya: “....Barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan Dia telah membunuh manusia seluruhnya. dan Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah Dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan Sesungguhnya telah datang kepada mereka Rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi” (Depag RI, 1989 : 164).

2. Penghargaan Islam terhadap akal

Akal merupakan anugerah Allah yang sangat berharga pada manusia. Dengan adanya akal manusia dapat menyampaikan ide-ide/gagasan-gagasan yang akan melahirkan pengetahuan. Akal itu pula yang menjadi salah satu pembeda antara manusia dan binatang. Karena itu akal harus dipelihara sebaik-baiknya agar tidak rusak dan kehilangan fungsinya dalam menjalani hidup sebagai manusia. Dalam rangka memelihara akal Islam melarang umatnya mengkonsumsi zat-zat, minuman atau perbuatan yang berpotensi merusak akal. Misalnya larangan mengkonsumsi khamar (minuman memabukkan, miras), Narkoba (Narkotika Psikotropika dan Bahan Adiktif). Allah berfirman dalam Q.S.5:90-91 sebagai berikut:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah

perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (Depag RI, 1989 : 176-177).

Dalam ayat ini disebutkan empat macam perbuatan yang dilarang yaitu: khamar, berjudi, berhala, dan mengundi-undi nasib karena keempat perbuatan tersebut didalangi oleh syetan yang ingin menghembuskan api permusuhan dan kebencian antara sesama manusia, di samping itu membuat pelakunya lalai dari mengingat Allah SWT.

3. Penghargaan Islam terhadap hak kepemilikan (harta benda) Islam memandang harta sebagai kebutuhan yang sangat vital dalam kehidupan manusia. Salah satu naluri yang ditanamkan Allah ke dalam diri manusia dan dipandang sebagai perhiasan hidup adalah kecenderungan kepada harta benda. Sebagaimana firman Nya dalam Q.S.3:14 berikut:

Artinya: “Dijadikan indah (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)” (Depag RI, 1989 : 77).

Islam melindungi kepemilikan seseorang terhadap hartanya karena harta adalah bahan pokok untuk menjalani

hidup. Dengan demikian Islam tidak menghalalkan seseorang mengambil dan menguasai harta orang lain tanpa alasan yang dapat dibenarkan oleh syari’ah. Dalam rangka memelihara dan mempertahankan kepemilikan atas harta benda Islam melarang umatnya melakukan perbuatan-perbuatan seperti mencuri, merampok, mencopet, memalak, korupsi, riba, sogok-menyogok dan sebagainya. Allah berfirman dalam Q.S.2:188 berikut:

Artinya: “Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (Depag RI, 1989 : 46).

Karena itu Islam menetapkan hukuman yang berat kepa-da si pencuri baik laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana firman Allah yang terjemahahannya:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Depag RI, 1989:165).

Yang dimaksukan mencuri (sirqah) adalah “mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi” (Sayid Sabiq, 1365H: 310). Menurut Qadhi ‘Iyadh seperti dikutip oleh Sayid Sabiq (1365H: 309), Allah menjatuhkan hukuman potong tangan bagi si pencuri itu adalah untuk menjaga dan melindungi harta.

4. Penghargaan Islam terhadap Keturunan/kehormatan Keturunan dan kehormatan diri serta keluarga wajib dijaga dan dilindungi. Karena itu Islam melarang umatnya melakukan perbuatan yang dapat mencemari dan merusak garis keturunan serta kehormatan diri seperti zina dan perkosaan. Allah berfirman dalam Q.S.17:32) berikut:

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk” (Depag RI, 1989 : 429).

Zina selain merusak keturunan juga menjatuhkan kehormatan diri. Anak yang lahir akibat perzinaan akan menanggung banyak penderitaan di masa depannya. Secara hukum anak yang lahir di luar nikah itu tidak mendapatkan hak warisan dari ayah biologisnya, sedangkan secara moral ia akan dikucilkan dari masyarakat, padahal yang bersalah adalah kedua orang tuanya. Oleh karena itu Islam menjatuh-kan sanksi hukum yang sangat berat terhadap pezina yakni hukuman dera bagi pelaku yang belum pernah menikah atau rajam bagi pelaku yang sudah menikah. Menurut hemat penulis, perbuatan zina sebenarnya dapat dikategorikan ke dalam pelanggaran HAM karena akibatnya dapat merugikan banyak pihak. Allah befirman dalam Q.S.24:2 yang terjemahannya:

“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman” (Depag RI, 1989: 543).

5. Islam menjunjung tinggi Agama/keyakinan seseorang Agama adalah salah satu kebutuhan jiwa manusia dan kecenderungan naluri (fitrah) yang harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Penistaan terhadap suatu agama/ keyakinan seseorang berarti juga penistaan terhadap kemanusiaan. Karena itu Islam melarang umatnya mencela keyakinan melalui larangan mencela sembahan umat lain. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S.6:108 yang terjemahannya:

Artinya: “Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan Setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. kemudian kepada Tuhan merekalah kembali mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Depag RI, 1989:205).

Penistaan terhadap agama/keyakinan seseorang adalah penistaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan manusia yang diciptakan memiliki fitrah ketuhanan. Sehubungan dengan ini Islam juga melarang umatnya memaksakan keyakinan agama kepada seseorang. Allah berfirman dalam Q.S.2:256 yang terjemahannya:

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu, barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. dan Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui” (Depag RI, 1989:63).

Kelima hal yang telah disebutkan di atas menjadi dasar atau cikal bakal lahirnya hak-hak asasi lainnya seperti; hak hidup, hak kepemilikan, hak untuk mendapatkan pekerjaan

yang layak dan mendapatkan imbalan jasa atas suatu pekerjaan, hak perlindungan dari rasa takut, hak berpartisi-pasi dalam kehidupan bernegara (hak politik), hak mengeluarkan pendapat, hak untuk menikah dan sebagainya.

Dalam dokumen Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi (Halaman 119-126)