• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORETIS

A. Leksikografi

2. Asal-usul Mu’jam dan Kamus

Secara Etimologi (menurut bahasa),

mu’jam

adalah

ism maf’

ū

l

dari kata

a’jama

” atau merupakan bentuk

ma

dar m

ī

mi

dari kata tersebut (

a’jama

).

Sebagai contoh, “

a’jama al-harf wa al-kit

ā

b

”, semakna dengan: “

naqqa

ahu

4Harimurti Kridalaksana, Kamus Linguistik Edisi IV (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.142.

5‘Alī al-Qāsimī, ‘Ilm al-Lugah wa inā’ah al-Mu’jam (Cet. II; Saudi Arabia: Jāmi’ah Al-Malik Sa’ūd,1991), h. 3.

yang berarti memberi titik pada huruf dan kitab. Juga bermakna

“az

ā

la

‘ujmatahu”

, yang berarti menghilangkan kesamarannya.6

Menurut istilah sekarang ini,

mu’jam

adalah kitab (buku) yang menghimpun kumpulan beberapa kata yang dibutuhkan, disusun secara teratur dan dipaparkan dengan gaya yang sesuai dengan tujuan dari penyusunannya.7 a. Awal Mula Penamaan

Penggunaan kata

muj’am

berdasarkan referensi yang ada disinyalir terdapat pada kitab

al-’Ain

karangan

al-Khal

ī

l bin Ahmad al-Far

ā

h

ī

d

ī “dan

mu’jam

adalah huruf hijaiyyah yang terputus-putus karena ia adalah huruf

‘ajam

(bukan berasal bahasa Arab). Kemudian kata

ta’jim al-kit

ā

b

berarti memberi titik pada kitab itu agar jelas kesamarannya.8

Penggunaan kata dengan pola seperti ini adalah hal baru yang tidak dikenal pada bahasa Arab dahulu. Orang Arab baru mengenal penggunaan seperti ini pada abad pertama hijriah. Karena orang-orang dahulu belum memiliki perhatian atau ketertarikan terhadap huruf-huruf, barisnya, istilahnya dan nama-namanya.9

Selang beberapa waktu, kata ini dipergunakan dalam bentuk

tark

ī

b i

ḍā

f

ī yaitu

huruf al-mu’jam

yang memiliki makna sama dengan sebelumnya yaitu huruf hijaiyyah, Alif, Ba, Ta, Ṡa, dst…, sebagaimana yang tertera dalam buku

“al-Kitāb”, karangan Sibawaih

.

10

6Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim (Cet.I; t.p, 1988), h. 7.

7Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim.

8Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim.

9Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim, h. 8.

10Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim, h. 8.

Para ulama bahasa telah membahas/mengkaji penamaan kata ini dengan istilah

Hur

ū

f al-Mu’jam

. Al-Azharī dalam pemaparannya mengemukakan: Aku diberitahukan oleh Abū al-Faḍl, Muhammad bin Abū Ja’far al-Mundżiri, dari Abū al-‘Abbās, Ahmad bin Yahya yang dikenal dengan nama Ṡa’lab bahwa iya ditanyai tentang hurūf al-mu’jam. Mengapa

Hur

ū

f al-Mu’jam

dinamakan

mu’jam

? Ia menjawab: Adapun Abū ‘ Amr al-Syaibāni, menyebutkan:

a’jamta

berarti

abhamta

. Sedangkan al-Farrā, menyebutkan: kata tersebut (

mu’jam

) berasal dari kata

‘ajamta al-hur

ū

f

. Dan saya (Azhari) mendengar Abū al-Haistam, dalam pernyataannya disebutkan:

Mu’jam al-Kha

ṭṭ adalah tulisan yang diberi titik (diberi baris) oleh penulisnya (

Tah

żī

b al-Lugah

) Jilid 1/391, Bab

ul

āṡīṢ

ah

ī

h

pada Huruf

‘ain

.11

Al-Balawī berkata: dinamakan

huruf mu’jam

karena ia diberi baris non Arab/ tanda baca. Maksudnya, huruf-huruf tersebut tidak dapat dipahami hingga sebahagiannya disandarkan/dikaitkan dengan sebahagian yang lain.12

Pada masa sekarang ini, kata

mu’jam

lazim penggunaannya (mendominasi) pada kitab-kitab yang menghimpun kumpulan beberapa kata bahasa yang disusun secara teratur dan dipaparkan dengan sederhana(lugas) sehingga hampir melenceng(keluar) dari makna yang sebenarnya.13

Kuat diduga, para orientalislah yang menggunakan kata ini (

mu’jam

), menyebarluaskannya dan memolesnya dalam bentuk istilah seperti sekarang ini.

Sementara kita (orang Arab) mengikuti mereka. Dan hal ini ditopang (dipermudah) oleh kecocokan kata

mu’jam

dengan makna tersebut.

11Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim, h. 8-9.

12Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim, h. 9.

13Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim, h. 9.

Keberadaanya juga pada kitab-kitab bahasa lebih sesuai dibandingkan pada kitab-kitab lain.

Tidak sampai di situ saja, hubungan kaum orientalis dengan

tur

āṡ dan perhatian mereka kepada para pelaku bahasa dan para penggagas peradaban Islam, unsur-unsur, sebab-sebabnya, dari sisi agama, sosial dan politik, menguatkan bagi para kaum orientalis bahwa tanda kecocokan pada kitab-kitab yang dinamakan

mu’jam

adalah keteraturan pembahasannya dengan menggunakan pola huruf hijaiyyah. Lalu mereka memindahkannya ke disiplin ilmu yang sesuai dengannya, yaitu kitab-kitab bahasa yang disusun dengan pola keteraturan.

Dan didapati hal tersebut pada karangan (hasil karya) mereka sejak abad ke-16, sekitar 5 abad lalu. Di antaranya:

al-Mu’jam al-‘Arab

ī

al-Qasyt

ā

l

ī yang dikarang (disusun) oleh Pedro De Alcada Spanyol tahun 1505,

mu’jam

al-‘Arab

ī oleh Raphelenglus (Belanda) tahun 1613 dan

al-mu’jam al-‘Arab

ī

al-l

ā

t

ī

n

ī oleh Gollus tahun 1653 dan lain-lainnya. Demikianlah kata ini menjadi populer secara istilah dan pindah ke kita (orang Arab) melalui pengaruh-pengaruh orang barat dalam kajian keilmuan dan bahasa.14

b. Awal Mula Penyusunan

Kitab

al-‘Ain

karangan al-Khalīl bin Ahmad al-Farāhīdī dianggap kitab bahan bahasa Arab yang menggunakan sistem (pola) ini atau dengan kata lain,

mu’jam

Arab/kamus Arab pertama yang dikenal oleh

tur

āṡ (bangsa Arab).

Dengan adanya kitab

al-‘Ain

ini, mulailah perjalanan penyusunan disiplin ilmu ini hingga apa yang dikehendaki Allah swt.

14Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim, h.12.

Al-Khalīl dengan metode penyusunannya yang baru ini, menjadi pelopor di mana tidak didapati/tidak dapat dibandingkan dengan yang mendahuluinya (ulama) sebelumnya dari sisi kosakata/mufradat bahasa Arab dan dengan ini jelas bahwa tidak ada yang mendahului Khalīl. Namun demikian, kesendirian al-Khalīl dalam penggunaan metode penyusunan ini membuat sebagian peneliti bahasa/praktisi bahasa/pengkaji bahasa menduga-duga/merasa ragu bahwa al-Khalīl bukanlah pelopor, bukan ia yang menemukan pertama kali metode ini, melainkan dari sumber-sumber non Arab, baik itu dari India, Yunani atau Latin.

Akan tetapi praduga tersebut tidak terbukti kebenarannya.15

Bila diamati secara seksama sejarah perkamusan Arab, akan didapati catatan bahwa sebelum muncul era kamus

al-‘Ain

, karangan al-Khalīl terdapat suatu masa yang menjadi cikal bakal lahirnya perkamusan Arab yang sempurna.

Masa ini dikenal dengan istilah “al-Rasā’il al-Lugawiyah”. Namun jauh sebelum era al-Khalīl menyusun kamus

al-‘Ain

dan masa “al-Rasā’il al-Lugawiyah”, cikal bakal perkamusan Arab telah lahir di tangan seorang ahli tafsir umat ini, dialah

‘Abdullah Ibn Abbās r.a.

Saat itu Ibn Abbās sedang duduk di sekitar Ka’bah. Ia dikelilingi oleh orang-orang yang haus akan pengetahuan tentang al-Qur’an. Mereka bertanya kepada Ibn ‘Abbās mengenai makna ayat-ayat al-Qur’an. Tiba-tiba, seorang Arab bernama Nāfi’ bin al-Azraq datang kepada beliau. Ia menanyakan makna beberapa kata al-Qur’an. Ibn ‘Abbās pun menjawab. Sehingga terjadi

muh

ā

warah

(dialog) antara keduanya. Dialog ini dalam ilmu tafsir dikenal dengan istilah

Su’

ā

l

ā

t Nafi’ bin al-Azraq

”.16

15Muhammad Ahmad Khāṭir dkk, Muhāḍarāt fī al-Lugah wa al-Ma’ājim, h. 12-13.

16‘Abdu al-Hamīd Muhammad Abū Sikkīn, al-Ma’ājim al-‘Arabiyyah Madārisuhā wa Manāhijuhā (Cet. II; Kairo: al-Fārūq al-Harsyiyyah Hadāiq Syubra, 1981), h.13.

Dari peristiwa ini, jelas sekali bahwa ini adalah awal dari lahirnya perkamusan Arab. Sebab dialog yang terjadi antara Ibn ‘Abbās dan Nāfi’ tidak lain adalah proses

mu’jam

ī.

Secara umum diketahui bahwa orang Arab pada masa Jahiliyyah belum mengetahui tentang penyusunan

mu’jam

dengan bentuk (jenis) apapun, mayoritas berpendapat bahwa mereka merupakan golongan awam (kaum

umm

ī) yang tidak mengetahui baca tulis. Dalam hal berbahasa, mereka lebih banyak mengedepankan aspek pengucapan (perkataan yang diucapkan) daripada aspek penulisan dan bacaan.17

Tidak dapat dipungkiri bahwa perkamusan Arab tidak serta merta lahir dengan sempurna dan digunakan dengan mudah sebagaimana kamus-kamus Arab yang ada dan tersebar di era sekarang ini. Tetapi ia melewati beberapa fase. Ia seperti disiplin ilmu lain, lahir, tumbuh dan berkembang hingga menjadi suatu displin ilmu pengetahuan yang menarik untuk dipelajari. Salah seorang peneliti perkamusan era modern mengemukakan bahwa perkamusan Arab melewati 3 (tiga) fase18:

Pertama, fase pengumpulan kosakata berdasarkan tempat penemuan kosakata tersebut. Seperti, seorang pemerhati bahasa berangkat menuju desa pedalaman untuk mendengar kosakata yang berarti ‘hujan’, kosakata yang berarti ‘pedang’.

Di desa lain, ia mendengar kosakata yang berkaitan dengan tumbuhan dan tanam-tanaman. Juga, kosakata perihal sifat pemuda dan orang tua dan

kosakata-17‘Abdu al-Fattāh Abū al-Futūh Ibrāhīm, Ummahāt al-Ma’ājim al-‘Arabiyyah Fī Mizān al-Naqd al-Lugawī (t.t.: al-Maṭba’ah al-Islāmiyyah al-Hadīṡah, 1997),h. 12.

18Husain Naṣṣār, al-Mu’jam al-‘Arabī Nasy’atuhū wa Taawwuruhū Jilid I (Kairo:

Maktabah Miṣr lī al-Ṭibā’ah, 1968), h. 33-34.

kosakata lainnya. Lalu semua kosakata tersebut ia catat sebagaimana ia mendengarnya tanpa mengurutkannya.

Kedua, fase pengumpulan kosakata-kosakata satu tema pada satu pembahasan.

Salah satu faktor munculnya fase ini adalah adanya beberapa kosakata yang berdekatan makna, sehingga para pemerhati bahasa di waktu itu berkeinginan untuk memperjelas dan mempertegas makna kosakata-kosakata tersebut. Maka mereka mengarang dan menyusun buku kecil dalam pembahasan-pembahasan yang berbeda. Seperti Abū Zaid al-Anṣārī menyusun sebuah kitab tentang ‘hujan’

dan sebuah kitab tentang ‘susu’. Al-Aṣmu’ī mengarang beberapa buku dengan judul dan pembahasan yang berbeda pula.

Ketiga

,

fase penyusunan

mu’jam

seperti sekarang ini.

Di samping itu, masa

“al-Ras

ā

’il al-Lugawiyah”

juga merupakan cikal bakal lahirnya perkamusan Arab menjadi suatu disiplin ilmu. Masa “

al-Ras

ā

’il al-Lugawiyah

” mencakup beberapa pembahasan, dimulai dari kitab-kitab

Gar

ī

b al-Qur’an

dan kitab-kitab

Gar

ī

b al-Had

īṡ, kitab-kitab tentang hewan seperti kitab

al-Hasyar

ā

t

, karangan Abū Khairah al-A’rabī dan kitab al-Khalīl, karangan Abū Mālik, Amr bin Karkarah, kitab-kitab tentang nama-nama negeri (

al-Buld

ā

n

) seperti karangan Khalf al-Ahmar,

Jib

ā

l al-‘Arab wa M

ā

Q

ī

la f

ī

h

ā

min al-Syi’ir

, hingga kitab-kitab tentang sifat-sifat. Seperti kitab

al-Gar

ī

b al-Mu

annaf

, karangan al-Qāsim bin Mu’ān al-Kūfī dan Kitab al-Ṣifāt, karangan al-Naḍr bin Syumail. Kesemuanya ini merupakan awal dari lahirnya kamus Arab komprehensif.

Menurut Dr. Husain Naṣṣār, istilah

mu’jam

diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli hadis bernama Abū Qāsim ‘Abdullah bin Muhammad

al-Bagawī melalui kedua kitabnya yang berjudul “

al-Mu’jam al-Kab

ī

r

” dan “

al-Mu’jam al-

ag

ī

r

”. Kedua kitabnya ini juga memuat nama-nama para sahabat yang menjadi perawi hadis.19

Pada abad ketujuh hijriyah, kata

mu’jam

juga mulai populer di kalangan ulama pada bidang studi yang lain. Di bidang Ilmu

Qir

ā

’a

t, Abū Bakar Muhammad bin Hasan al-Naqaṣ al-Muṣīlī (880-962 M.) menyusun sebuah kitab yang memuat berbagai macam jenis

qir

ā

’at

dan nama-namanya yang ia beri judul

al-Mu’jam al-Kab

ī

r wa al-

ag

ī

r

”. Di bidang studi Hadis, Ibn Jāmi’ al-Ṣaidāwī (917-1012 M.) menyusun buku

mu

ṣṭ

alah al-had

īṡ berjudul “

Mu’jam al-Syuy

ū

kh

” yang memuat direktori para muhaddis yang riwayatnya ia ambil dari para muhaddis yang pernah mengambil riwayat kepadanya. Kini, karya al-Ṣaidāwī itu di Universitas al-Azhar lebih dikenal dengan nama “

Mu’jam al-Gass

ā

n

ī ”. Kata

al-Gass

ā

n

īyang dinisbatkan ke tempat asal penulisnya. Sebelum era Ibn Jāmi’ al-Sa’dawī, Abū Husain bin Qanī’ bin Marzūq al-Bagdadī (880-962 M) telah menyusun ensiklopedia yang berisi biografi para muhaddis yang berjudul

Mu’jam al-Syuy

ū

kh

”. Judul yang sama juga ditemukan dalam salah satu karya Abū Bakar Ahmad bin Ibrahim al-Ismā’īlī (910-982 M).20

Dari berbagai literatur disinyalir bahwa di kalangan ulama hadis terdapat buku-buku ilmiah yang menggunakan kata

“mu’jam”

untuk menamai judul buku mereka. Popularitas istilah

mu’jam

di kalangan muhaddis menimbulkan persepsi bahwa istilah ini bukan berasal dari linguist Arab (ulama bahasa Arab), melainkan para linguist Arab lah yang telah mengadopsi istilah

mu’jam

untuk menyebut kamus bahasa yang mereka susun. Hal ini dikarenakan istilah

mu’jam

” diidentikkan atau digunakan sebagai suatu nama untuk karangan buku

19Husain Naṣṣār, al-Mu’jam al-‘Arabī Nasy’atuhū wa Taawwuruhū, h. 13.

20H.R. Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, h. 137-138.

yang disusun secara sistematis berdasarkan urutan alfabetis sehingga penggunaan istilah ini menjadi inspirasi bagi kalangan ahli bahasa dalam menyusun kamus.

Substansinya menunjukkan bahwa istilah

mu’jam

tidak hanya digunakan untuk menamai sebuah buku yang memuat daftar kata yang disusun berurutan secara alfabetis sebagaimana yang digunakan di kalangan muhaddis maupun ulama bahasa, tetapi lebih dari itu dapat disimpulkan bahwa istilah ‘

mu’jam

” telah menjadi istilah umum dan dapat digunakan dalam berbagai bidang untuk menyebut karangan buku yang memuat sejumlah kosa kata atau istilah yang telah disusun dan ditulis dengan sistematika penulisan yang berurutan secara alfabetis.

Terkait dengan hal di atas, dapat dipahami bahwa sebuah buku yang memuat nama-nama secara berurutan sesuai alfabetis dan disertai informasi terkait dengan nama itu, menurut ulama hadis, telah layak disebut “

mu’jam

” yang kini lebih akrab dinamakan Buku Direktori (

al-Kit

ā

b al-Mursyid

). Bahkan bukan hanya buku yang terbatas pada penyebutan nama orang saja yang disebut

mu’jam

. Lebih daripada itu, sebuah buku yang memuat nama-nama tempat atau informasi lain yang disusun secara alfabetis juga sering disebut

mu’jam

atau Ensiklopedia (

Maus

ū

’ah/Mu’jam

). Di bidang telekomunikasi misalnya, juga muncul istilah

Telephone Directory

(Buku Petunjuk Telepon) yang dalam bahasa Arab bisa juga disebut dengan “

Mu’jam

”, “

al-Mursyid

” dan “

Dal

ī

l

”. Dengan kesimpulan, buku di bidang apapun apabila memuat kumpulan kosakata yang disusun secara sistematis berdasarkan urutan huruf hijaiyah, maka ia bisa juga disebut “

mu’jam

”.21

21H.R. Taufiqurrochman, Leksikologi Bahasa Arab, h. 139.

Terlepas dari peristilahan “

mu’jam

”, dalam bahasa Arab, sebuah kamus juga dikenal dengan sebutan

Q

ā

mus

(

سﻮﻣﺎﻗ

). Dalam kamus al-Munawwir, Kata kamus berasal dari kata

ﺎًﺴْﻤَﻗ - ُﺲُﻤْﻘَـﻳ – َﺲﻤَﻗ

berarti “mencelupkan” atau

“menyelam”.22 Sedangkan kata

" ُسﻮُﻣﺎَﻘْﻟا "

yang berarti “samudera laut”

dan

" ُسْﻮُﻤَﻘْﻟا "

“sumur yang melimpah-limpah airnya” merupakan padanan kata dari kata

" ٌﻢَﺠْﻌُﻣ "

“kamus” sehingga dapat disimpulkan bahwa kedua kata ini dapat digunakan untuk penyebutan kamus karena keduanya memiliki kedekatan makna (korelasi makna yang sama). Dahulu kata ini diartikan “laut, samudera luas, tempat tenggelamnya sesuatu” kata ini dinisbatkan pada kamus karena ia memuat sejumlah kosakata serta informasi lain yang jumlahnya tidak sedikit bagaikan samudera yang mengandung berbagai kekayaan laut.

Hal lain yang menjadi pertanyaan adalah mengapa istilah

mu’jam

tetap dipakai hingga sekarang, sementara secara substansial masih menimbulkan polemik di kalangan pakar bahasa Arab, hal ini terkait dengan kata

mu’jam

bila dianalisa secara etimologi, kata

mu’jam

berasal dari kata

"ُﻢ َﺠ َﻌْﻟا "

dan

ُﻢ" ُﺠُﻌْﻟا "

yang menurut makna leksikalnya berarti “sesuatu yang tidak jelas”. Biasa disandingkan sebagai antonim kata

" ُبَﺮَﻌْﻟا " .

Kata

" ْﻲ ِﻤَﺠَﻋ "

adalah sebutan bagi orang non Arab yang ucapannya tidak jelas atau tidak fasih. Demikian pula bila dikaitkan dengan kata "

ُء ﺎَﻤْﺠَﻌْﻟا

" dan "

ﺔَﻤْﻴ ِﻬَﺒْﻟا

", secara morfologis keduanya adalah bentuk derivasi dari kata "

َﻢ َﺠ ْﻋ َ◌ أ

" dan "

َْ& َﻢ َأ

". Menurut makna leksikal, keduanya adalah sinonim kata yang bermakna binatang. Hal ini dikarenakan binatang merupakan makhluk yang tidak dapat berbicara atau ucapannya tidak dapat dipahami.

22Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Edisi Kedua (Cet.

XIV; Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h.1156.

Mengamati korelasi antara makna

mu’jam

dengan fungsi

mu’jam

sendiri substansinya adalah hal yang kontradiktif. Sebab kamus berfungsi untuk memberikan penjelasan terhadap berbagai kata yang tidak dipahami baik makna maupun maksud penggunaannya. Dalam bahasa Arab, kamus juga bertugas untuk menjelaskan kosakata baik dari aspek morfologis, sintasiksis,

syarah

makna atau penjelasan mengenai letak penggunaannya. Kenyataan ini lantas tidak mematahkan paradigma para pakar bahasa dalam hal pemakaian kata

mu’jam

untuk menyebut kamus mereka justru eksistensinya kata

mu’jam

masih tetap digunakan hingga saat ini.

Senada dengan hal itu, persoalan arti dan seluk beluk mengenai

mu’jam

atau kamus, bagaimana perbedaan atau persamaan arti dari kedua kata tersebut bukan hal yang paling mendasar untuk dipersoalkan, melainkan peristilahan antara huruf-huruf abjad dengan huruf-huruf

mu’jam

masih banyak menjadi sesuatu hal yang kabur bagi banyak masyarakat. Olehnya itu, dalam tulisan ini penulis berupaya menampilkan tabel mengenai huruf

mu’jam

dan

tart

ī

b

(urutan) yang populer di kalangan masyarakat disertai dengan penjelasan huruf-huruf abjad dan kuantitasnya yang ada (dimiliki) oleh masyarakat Arab Timur dan Arab Barat, sebagaimana yang telah dirumuskan oleh ‘Adnān al-Khāṭīb dalam bukunya yang berjudul

al-Mu’jam al-‘Arabi

ī

baina al-M

āḍī

wa al-H

āḍ

ir

,23 seperti berikut:

23‘Adnān al-Khaṭīb, al-Mu’jam al-‘Arabī baina al-Māḍī wa al-Hāḍir (Cet. III; Libanon:

Maktabah Lubnān Nāsyirūn, 1994), h. 22-23.

ﺎﻬﺒﻴﺗﺮﺗو ﻢﺠﻌﳌا فوﺮﺣ

ﺎﻤﻛ فوﺮﳊا ﺎﻬﺒﻴﺗﺮﺗ عﺎﺷ ﺲﻟﺪﻧﻷا ﰱ Susunan

Huruf sebagai mana

yang umum

di Spanyol

ﺎﻬﺟرﺎﳐ ﺐﺴﲝ قوﺮﳊا ﺐﻴﺗﺮﺗ Urutan Huruf Sesuai

Makhrajnya

فوﺮﺣ ﺎﻤﻛ ﻢﺠﻌﳌا ﻦﺑ ﺮﺼﻧ ﺎﻬﺒﺗر

ﻢﺻﺎﻋ Urutan

Huruf Mu’jam Menurut Nasir Bin

‘Āṣim (W. 89

H) ﻲﻟﺎﻔﻟﺍ ﺩﻧﻋ Terapann ya dalam Urutan Al Bari

ﻟا ءﺎﺠﳍا فوﺮﺣ ﺔﻳﺪﲜأ

ﺔﻴﺑﺮ

Urutan Huruf Hijaiyah Arab

ﺐﻴﺗﺮﺗ وﺮﳊا ف ﺐﺴﲝ

ﺎﻬﺟرﺎﳐ

Urutan Huruf Sesuai Makhr

ajnya

فوﺮﺣ ﺎﻤﻛ ﻢﺠﻌﳌا

ﺮﺼﻧ ﺎﻬﺒﺗر ﻢﺻﺎﻋ ﻦﺑ

Urutan Huruf Mu’jam Menurut Nasir

Bin

‘Asim (W. 89 H)

ﺔﻳﺪﲜأ فوﺮﺣ ءﺎﺠﳍا ﻟا ﺔﻴﺑﺮ

Urutan Huruf Hijaiy

ah Arab

ﱄﺎﻔﻟا ﺪﻨﻋ Terapannya dalam Urutan al-Bari ﻪﻳﻮﺒﻴﺳ ﺪﻨﻋ Menurut Sibawaih ﻞﻴﻠﳊا ﺪﻨﻋ Menurut al -Khal ﻪﻳﻮﺒﻴﺳ ﺪﻨﻋ Menurut Sibawaih ﻞﻴﻠﳊا ﺪﻨﻋ Menurut Al Khal ﺪﻨﻋ ﱄﺎﻔﻟا Terapannya dalam Urutan Al Bari

أ ـﻫ أ/ء ع أ 1 أ أ أ أ 1

ب ح ـﻫ ح ب 2 ب ب ب ب 2

ت ع ع ـﻫ ت 3 ج ج ج ج 3

ث خ ح خ ث 4 د د د د 4

ج غ غ غ ج 5 ـﻫ ـﻫ ذ ـﻫ 5

ح ف خ ف ح 6 و و ـﻫ و 6

خ ك ف ك خ 7 ز ز و ز 7

د ض ك ج د 8 ح ح ز ح 8

ذ ج ج ش ذ 9 ط ط ح ط 9

ر ش ش ض ر 10 ي ي خ ي 10

Kesimpulan Tabel Huruf

Mu’jam

1.Huruf Abjad Bangsa Semit

(kolom dua dan tiga dari kanan)

Urutan abjad pada dasarnya berasal dari Bangsa Semith dengan urutan sebagai berikut :

ز ل ي ص ز 20 ك ك ط ك 11

ط ر ض س س 30 ل ل ظ ل 12

ظ ن ل ز ش 40 م م ي م 13

ك ط ن ط ص 50 ن ن ك ن 14

ل ر ر ت ض 60 س س ل س 15

م ت ط د ط 70 ع ع م ع 16

ن ص د ظ ظ 80 ف ف ن ف 17

ص ز ت ذ ع 90 ص ص س ص 18

ض س ز ث غ 100 ق ق ع ق 19

ع ظ س ر ف 200 ر ر غ ر 20

غ ذ ص ل ق 300 ش ش ف ش 21

ف ث ظ ن ك 400 ت ت ص ت 22

ق ف ذ ف ل 500 ث ث ض . 23

س ب ث ب م 600 خ خ ق . 24

ش م ف م ن 700 ذ ذ ر . 25

ـﻫ و ب ي/ء ـﻫ 800 ظ ض ش . 26

و أ م و و 900 غ ظ ت . 27

ي ء/ي و أ ي 1000 ش ع ث . 28

Abjad – hawwaz - hu

ṭṭā

-kalamun-sa’afa

-qirsyit

. Jumlahnya 22 (dua puluh dua huruf) namun abjad Bangsa Semit ini berubah setelah disisipkan dengan huruf abjad yang sejenisnya (Arāmiyyah- Syāmiyyah-‘Arabiyyah).

Penyisipan ini menimbulkan perubahn urutan dari urutan pertama (urutan-urutannya dapat dilihat dalam tabel).

2. Huruf Abjad Bangsa Arab

(kolom empat dan lima dari kanan)

Orang Arab Asia (Timur-Tengah) mengurutkan sebagai berikut :

Abjad – hawwaz - hu

ṭṭā

-kalamun-sa’afa

-qirsyit-

akha

ż

-

a

ag.

Sedangkan orang Arab di bagian Afrika berbeda sedikit dalam pengurutan yaitu pada urutan

qirsit

-

akha

ż

-

agasy.

3. Nilai /Nominal Tiap Huruf Abjad

(kolom enam dari kanan)

Pada tabel (kolom enam dari kanan) dapat dilihat bahwa tiap huruf abjad memiliki nilai nominal. Huruf

alif

benilai 1 (satu), mewakili nilai satuan. Huruf

Y

ā

atau

Kha

bernilai 10 (sepuluh), mewakili nilai puluhan. Huruf

Qaf

atau

‘Ain

bernilai 100 (seratus), mewakilik angka ratusan dan huruf

Syin

atau

Gain

atau Ṡ

a

memiliki nilai seribu, mewakilik angka ribuan.

4. Abjad Arab Hasil Kodifikasi Naṣr bin ‘Āṣim

(kolom tujuh dari kanan)

Urutan abjad Arab yang dikodifikasi oleh Naṣr bin ‘Āṣim inilah yang umum dan jamak dipakai sekarang ini. Urutan ini dinamai juga huruf hijaiyyah.

Urutannya lazim kita dengar. Dimulai dengan

alif, ba,ta,

a, jim, ha, kha

sampai dengan

ha’

,

wau

dan diakhiri dengan

y

ā

.

5. Urutan Huruf Arab Berdasarkan

Makh

ā

rij al-Hur

ū

f (kolom delapan-sepuluh dari kanan)

Al-Khalil bin Ahmad al-Farāhīdī adalah seorang pakar bahasa Arab yang tiada samanya di masanya. Berbagai hasil karya dan gagasan lahir dari hasil pemikirannya. Diantara gagasan yang lahir dari pemikiran beliau adalah urutan huruf Arab berdasarkan

Makh

ā

rij al-Hur

ū

f

. Beliau mengurutkanannya sebagai berikut:

‘Ain, Ha’, Ha, Kha, Gain,Qaf, Kaf, Jim, Syin,

a,

a, Sin, Zai,

a, Ta, Da,

Ż

a,

a,

a, Ra, Lam, Nun, Fa, Ba, Mim, Hamzah/Ya, Wau

dan

Alif

.

Sedangkan murid al-Khalīl bernama Sibawaih memiliki urutan yang berbeda dengan gurunya. Bila Sang Guru mengakhirkan huruf

alif

, sang murid justru mengedepankannya, bersanding dengan huruf

hamzah

dan membelakangkan huruf

wau

. Dapat dilihat pada tabel kolom 9 (sembilan).

Lain halnya dengan dua pakar bahasa Arab di atas, ‘Alī al-Qālī dalam mengurutkan

makh

ā

rij al hur

ū

f

mendahulukan huruf ha’(

ــﻫ

) dan mengakhirkan dengan huruf

ya’

atau

hamzah

. Dapat dilihat pada tabel kolom 9 (sembilan).

6. Urutan Huruf Arab di Wilayah Andalus

(kolom sebelas dari kanan)

Urutan huruf Arab yang tersebar di wilayah Andalus kala itu berbeda dengan urutan huruf hijaiyyah hasil kodifikasi Naṣr bin ‘Āṣim. Hanya huruf pertama (huruf

alif

) sampai huruf kesebelas “Zai” (

ز

) yang sama urutannya, selebihnya berbeda. Dapat dilihat pada kolom kesebelas.

B.

Perkembangan Leksikografi Arab

Dokumen terkait