• Tidak ada hasil yang ditemukan

mikro tumbuh sebesar 60% (yoy)

TINJAUAN DAN KONDISI USAHA

RISK MANAGEMENT

Keterangan Desember 2010 Desember 2011

NII Sensitivity 100bps, NII 12 mo

(% terhadap target NII) 1.71% 3.07% EVE Sensitivity (100bps: % Equity) 1.58% 1.84% Earning at Risk (% Equity) 0.42% 0.40% Capital at Risk (% Equity) 1.05% 1.15%

ANALISIS SENSITIVITAS SUKU BUNGA

dan option risk (pelunasan kredit atau pencairan deposito sebelum jatuh waktu waktu). Bank menggunakan repricing gap dan melakukan sensitivity analysis guna memperoleh proyeksi Net Interest Income (NII) dan Economic Value of Equity (EVE). Berdasarkan hasil simulasi sensitivity analysis per 31 Desember 2011, dampak kenaikan suku bunga sebesar 100 bps akan mengakibatkan NII dan Equity Bank turun sebesar 3,07% dan 1,84% untuk 12 bulan kedepan, dari target yang telah ditetapkan. Risiko nilai tukar timbul akibat pergerakan nilai tukar pasar yang berlawanan pada saat Bank memiliki posisi terbuka. Risiko nilai tukar berasal dari transaksi valuta asing dengan nasabah dan counterparty yang menyebabkan posisi terbuka dalam valuta asing maupun posisi struktural dalam valuta asing akibat penyertaan modal. Bank mengelola risiko nilai tukar dengan melakukan pemantauan dan pengelolaan Posisi Devisa Netto (PDN) sesuai dengan limit internal dan regulasi. Per 31 Desember 2011, PDN keseluruhan (absolut) sebesar 1,51% dari modal. Untuk mengetahui dampak perubahan suku bunga dan nilai tukar pada kondisi ekstrim (krisis) terhadap pendapatan dan modal, Bank melakukan stress testing risiko pasar banking book secara berkala.

Manajemen pricing

Bank menerapkan kebijakan pricing produk dana maupun produk kredit sebagai salah satu strategi memaksimalkan Net Interest

pendanaan. Namun demikian, dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas dan kebutuhan dana, Bank dapat menerapkan strategi agresif (lebih besar dari pesaing utama) atau defensif (sama atau lebih kecil dari pesaing utama).

Bank menerapkan risk based pricing yaitu pemberian suku bunga kredit kepada nasabah bervariasi berdasarkan tingkat risiko kreditnya. Dalam rangka meminimalkan risiko suku bunga, maka suku bunga kredit disesuaikan dengan suku bunga sumber dana pembiayaan. Selain biaya dana, suku bunga kredit ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya overhead, premi risiko kredit dan marjin keuntungan Bank dengan tetap memperhatikan competitiveness dengan pesaing utama. Suku bunga kredit dapat berupa suku bunga mengambang (floating rate) atau suku bunga tetap (fixed rate). Bank mempublikasikan Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) valuta Rupiah melalui pengumuman di setiap kantor Bank, website Bank dan setiap triwulan

dengan harga wajar yang akan berdampak kepada profitabilitas dan modal Bank. Likuiditas Bank dipengaruhi oleh struktur pendanaan, likuiditas aset, kewajiban kepada counterparty, dan komitmen kredit kepada debitur. Risiko likuiditas Bank diukur melalui beberapa indikator, antara lain primary reserve ratio (rasio Giro Wajib Minimum dan Kas), secondary reserve (cadangan likuiditas), dan loan to deposit ratio (LDR). Pengendalian risiko likuiditas dilakukan dengan menetapkan limit - limit yang mengacu pada ketentuan regulator maupun internal. Per 31 Desember 2011, posisi GWM Primer Rupiah adalah sebesar 8% dari total dana pihak ketiga Rupiah, sesuai dengan limit yang telah ditetapkan maksimum sebesar 8,0%, sedangkan GWM Sekunder Rupiah adalah sebesar 30,0% dari total dana pihak ketiga Rupiah. Sementara untuk Valas, Bank memelihara GWM sebesar 8,06% dari total dana pihak ketiga (DPK) valuta asing sesuai dengan limit yang ditetapkan maksimum sebesar 8,0% dari total DPK valuta asing.

LDR Bank per 31 Desember 2011 sebesar 71.65%, memenuhi kriteria “sangat likuid” dalam penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Kondisi likuiditas Bank di masa mendatang diproyeksikan melalui metodologi liquidity gap, yang merupakan maturity mismatch antara komponen-komponen aset dan liability (termasuk off-balance sheet) yang disusun ke dalam periode waktu (time bucket) berdasarkan contractual maturity ataupun behavioral maturity. Per 31 Desember 2011, proyeksi likuiditas Bank sampai dengan 12 bulan ke depan berada dalam posisi surplus yang optimal. Untuk mengetahui dampak perubahan faktor pasar maupun faktor internal pada kondisi ekstrim (krisis) terhadap kondisi likuiditas, Bank melakukan stress testing risiko likuiditas secara berkala. Bank memiliki Liquidity Contingency Plan (LCP) yang meliputi strategi pendanaan antara lain pinjaman pasar uang, repo, pinjaman bilateral, FX swap, penjualan surat berharga, maupun strategi pricing. Dalam LCP, penetapan kondisi likuiditas dan strategi-strategi pendanaan telah mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal.

4. peNGeLOLAAN RISIKO OpeRASIONAL

Risiko operasional dapat disebabkan oleh ketidakcukupan dan atau tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, kegagalan sistem, atau adanya faktor eksternal yang mempengaruhi operasional Bank.

memiliki kebijakan manajemen risiko yang mencakup ORM yaitu Kebijakan Manajemen Risiko Bank Mandiri (KMRBM), dan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang berisi teknis pengelolaan risiko operasional baik aspek governance, prosedur dan sistem pelaporan.

Selain itu, Bank telah membuat prosedur mengenai pengelolaan risiko dan langkah-langkah mitigasi pada Produk dan Aktivitas Baru (PAB) yaitu SPO PAB yang berisi prosedur assessment terhadap delapan (8) jenis risiko.

Dalam rangka meningkatkan efektifitas pelaksanaan pengelolaan risiko operasional, Bank sudah melakukan hal-hal sebagai berikut yaitu alignment metodologi risiko operasional dengan metodologi Risk Based Audit melalui sinkronisasi risk library; menyediakan media komunikasi dengan Direktur Utama yang dinamakan “Letter to CEO” dan berfungsi sebagai Whistle Blowing System; dan melakukan implementasi perangkat yang dinamakan Operational Risk Management Tools (ORM Tools). ORM Tools yang dipergunakan untuk pelaksanaan ORM adalah sebagai berikut: A. Risk & Control Self Assessment

(RCSA):

RCSA dipergunakan untuk identifikasi dan menilai risiko yang melekat pada aktivitas, dan menilai kualitas kontrol. B. Mandiri Form Operational Risk System

operasional yang dialami oleh Bank mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, dimana penyebab kerugian umumnya berasal dari faktor eksternal.

C. Key Indicator (KI):

KI merupakan indikator kuantitatif yang dimanfaatkan untuk

memberikan indikasi tingkat risiko melekat pada key proses dalam satu tahapan unit bisnis/supporting atau end-to-end processing.

D. Issue & Action Management (IAM): IAM merupakan perangkat untuk memasukkan issue/permasalahan terkait risiko operasional. Dari issue/ permasalahan tersebut dianalisa penyebabnya dan ditetapkan action plan serta dilakukan monitoring pelaksanaan action plan oleh unit kerja.

Dalam hal pengelolaan risiko operasional, Unit Risk Management berperan sebagai second line of defense dan Internal Audit sebagai third line of defense. Sedangkan Unit kerja sebagai risk owner merupakan first line of defense yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan risiko operasional dari masing-masing unit kerja Bank.

Sebagai output dari proses Pengelolaan Risiko Operasional, unit kerja

menghasilkan profil risiko operasional yang menggambarkan eksposur risiko operasional unit kerja yang akan dijadikan dasar dalam

TINJAUAN DAN KONDISI USAHA

RISK MANAGEMENT

Anti pencucian Uang dan pencegahan pendanaan Terorisme

Untuk mencegah dan memitigasi risiko akibat transaksi pencucian uang dan pendanaan terorisme, Bank telah menerapkan proses due diligence dan pengelolaan risiko terhadap nasabah mengacu kepada ketentuan Bank Indonesia mengenai Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme. Proses due diligence dan pengelolaan risiko ini didasarkan pada prinsip

risk-based approach yang mengidentifikasi, mengklasifikasi, memantau dan mengelola risiko transaksi oleh nasabah atas dasar karateristik produk, nasabah dan geografis (negara, cross-border).

Business continuity Management

Untuk menjamin kelangsungan operasional Bank dalam kondisi darurat, Bank memiliki suatu rencana komprehensif secara terdokumentasi dan teruji, yang berisi

langkah-5.000% 4.500% 4.000% 3.500% 3.000%

VOLATILITAS GLOBAL (VIX) VS INDEKS PASAR KEUANGAN INDONESIA (JCI)

Volatilitas Kurs USD/ IDR dan Suku Bunga meningkat tajam di akhir

90 80 70 60 50 40 30 20 10 4.500 4.000 3.500 3.000 2.500 2.000 1.500 1.000 500 2009 2010 2011

VOLATILITAS GLOBAL (VIX) VS INDEKS PASAR KEUANGAN INDONESIA (JCI)

VIX (S&p500 Volatility) JcI (Jakarta composite Index)

Peningkatan volatilitas pasar finansial global (VIX) di 2008 dan 2011 diikuti oleh koreksi tajam Indeks Harga Saham Gabungan (JCI).

Pasar keuangan domestik masih dipengaruhi oleh kondisi pasar keuangan global.

langkah yang harus diambil sebelum, selama dan setelah terjadinya suatu keadaan darurat. Kebijakan Bank dalam menjamin kelangsungan operasional bisnis diatur dalam Business Continuity Plan (BCP). Pada saat ini, Bank sedang mengembangkan BCP menjadi Business Continuity Management (BCM) yang mencakup Business Continuity Plan (BCP), Disaster Recovery Plan (DRP) dan Emergency Response Procedure (ERP). Pengembangan project dimaksud dibantu oleh pihak eksternal (konsultan).

5. SIMULASI KONDISI TeRBURUK & STReSS TeSTING

Stress testing dilakukan untuk mengevaluasi ketahanan Bank dalam menghadapi suatu skenario kejadian eksternal yang ekstrim (exceptional) tetapi mungkin terjadi (plausible) dan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan (contingency plan), serta sebagai pemenuhan ketentuan regulasi. Simulasi stress testing didukung oleh skenario yang aktual, model-model yang komprehensif dan sistem perhitungan yang terotomasi. Model stress testing mencakup jenis-jenis risiko utama yaitu risiko kredit, risiko pasar dan risiko likuiditas. Untuk risiko kredit, model stress testing dikembangkan untuk mencakup segmen wholesale, consumer dan retail, dengan mengacu kepada best practice, antara lain melalui pemodelan ekonometrika yang menghubungkan faktor risiko kredit dengan faktor makro ekonomi.

Center) sebagai crisis management center yang terintegrasi.

Pada saat terjadi krisis global tahun 2008, tepat setelah bangkrutnya Lehman Brothers yang dipandang sebagai potensi ancaman terhadap kepercayaan pasar dan dapat memicu krisis likuiditas dan modal, Bank Mandiri melakukan stress testing likuiditas secara komprehensif. Sedangkan, krisis Eropa yang terjadi di tahun 2011 dapat menimbulkan potensi ancaman perlambatan pertumbuhan ekonomi dan volatilitas pasar keuangan. Selain stress testing triwulanan, selama tahun 2011 telah dilakukan beberapa simulasi scenario analysis antara lain terkait terjadinya gempa di Jepang, penurunan credit rating Amerika Serikat, dan potensi default negara-negara Eropa. 6. RISIKO LAIN

Disamping risiko-risiko utama, Bank juga memahami adanya risiko-risiko lain yang harus dikelola, antara lain risiko kepatuhan, hukum, reputasi, stratejik, teknologi informasi, kompetitor, human resources dan risiko business interruption. Keseluruhan risiko tersebut bersama dengan risiko-risiko utama setiap tahunnya dinilai dan diukur secara top-down oleh manajemen melalui sistem voting Enterprise Risk Assessment. Secara bottom-up juga dilakukan pengukuran melalui Profil Risiko setiap triwulanan. Pengelolaan risiko-risko lain dilakukan melalui Operational Risk Committee serta

risiko hukum, antara lain dengan menempatkan Legal Officers di Unit-Unit Kerja Kantor Pusat dan Regional Offices yang berkewajiban untuk memastikan setiap kegiatan/transaksi telah mendapat kajian dari sisi hukum.

Dalam hal risiko stratejik, Bank melakukan review kinerja dan evaluasi kebijakan penyusunan target bisnis dan melakukan langkah-langkah perbaikan dalam rencana strategi dan target bisnis dengan mempertimbangkan kondisi internal dan eksternal, apabila diperlukan. Bank juga terus mengupayakan penguatan implementasi program pendukung pengelolaan kinerja keuangan melalui pengembangan automated budgeting, PMS enhancement, dan pengembangan Executive Information System (EIS). Dalam hal risiko kepatuhan, Bank memiliki Code of Conduct sebagai pedoman berperilaku dan merupakan bagian budaya perusahaan (corporate culture). Dalam tahap perencanaan strategis, Bank selalu menilai kecukupan kepatuhan terhadap peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Bank juga telah menerapkan sistem rotasi & mutasi kepada sebagian karyawan serta pejabat bank secara konsisten dan komprehensif, terutama yang menduduki posisi strategis. Dalam hal risiko reputasi, Bank telah memiliki standar layanan nasabah yang dimonitor secara berkala dan dijadikan sebagai bagian KPI Cabang. Bank memiliki Contact Center sehingga nasabah dapat langsung menyampaikan keluhan dan

7. VALIDASI MODeL

Sebagai bagian dari pengendalian intern bagi Bank, dan dalam rangka memberikan quality assurance terhadap pengembangan model, serta sebagai pemenuhan ketentuan Bank Indonesia, Bank telah memiliki suatu unit kerja validasi yang independen di dalam Direktorat Risk Management. Ruang lingkup dari unit kerja ini adalah melakukan validasi seluruh model risiko yang dipergunakan serta model yang akan dikembangkan di Direktorat Risk Management. Selain daripada itu, unit validasi ini aktif terlibat dalam proses advisory terhadap pengembangan dan perbaikan model risiko.

Pada tahun 2011 telah dilakukan validasi terhadap 22 model risiko kredit dan risiko pasar yang mencakup model scoring dan rating (antara lain scoring untuk segmen mikro, consumer, kartu kredit, dan rating korporasi), model stress testing makroekonomi, serta model pengukuran spread risk obligasi pemerintah dan korporasi. Sedangkan advisory yang diberikan mengenai pemodelan General Market Variables segmen Corporate yang merupakan bagian dari model Credit Risk Economic Capital.

Proses validasi model risiko juga diverifikasi oleh Direktorat Internal Audit untuk memastikan bahwa proses validasi yang dilakukan telah sejalan dengan prinsip Good Corporate Governance. E. PENGELOLAAN RISIKO PERUSAHAAN

TINJAUAN DAN KONDISI USAHA

RISK MANAGEMENT

TECHNOLOGY & OPERATIONS