KABUPATEN/KOTA
8. Belum tuntasnya permasalahan penataan ruang di wilayah kalimantan Dalam bidang penataan ruang yang menjadi permasalahan adalah bagaimana melakukan sinkronisasi
perencanaan terutama untuk mengatasi dampak dari berbagai bentuk pengembangan struktur dan pola pemanfaatan ruang. Misalnya bagaimana merehabilitasi kawasan‐ kawasan lindung pada saat infrastruktur jalan juga akan dibangun secara besar‐besaran. Seperti diketahui pembangunan akses jalan seringkali menimbulkan dampak berupa kerusakan lingkungan. Selanjutnya bagaimana merehabilitsi lahan dan hutan jika akan dibangun industri‐industri pengolahan yang membutuhkan input berbasis sumber daya lahan dan hutan. Dengan demikian yang menjadi kata kunci adalah bagaimana tahapan dari setiap bentuk pengembangan struktur dan pola pemanfaatan ruang akan diimplementasikan dan bagaimana pengendalian pemanfaatan ruang dapat berjalan secara efektif.
Konflik masalah tata ruang ini misalnya dihadapi oleh Pemerintah provinsi Kalimantan Selatan berkaitan dengan titik koordinat wilayah batas kawasan kehutanan dengan wilayah peruntukan lainnya, batas titik koordinasi peta antara kementerian kehutanan dengan peta 13 wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Selatan yang masih belum ada kesepakatan. Hal ini sudah dibahas di BKPRN (Bakosurtanal, PU dan Bappenas, kehutanan, dll), dan ditindaklanjuti dengan menyurati Menteri Kehutanan berkaitan dengan adanya perbedaan tersebut. Namun hingga saat ini belum ada penyelesaiannya, sehingga berimplikasi kepada proses perijinan investasi. Adanya perbedaan referensi dalam penggunaan Peta pemanfaatan ruang, berimplikasi pada perbedaan status kawasan dengan kondisi eksisting di lapangan. Misalnya kawasan permukiman, perkebunan dan industri yang nyata di lapangan telah berkembang, ternyata berada pada kawasan lindung berdasarkan peta referensi yang digunakan kementerian Kahutanan.
Permasalahan lain dalam bidang penataan ruang adalah bagaimana kelembagaan pengendalian pemanfaatan ruang dapat bekerja efektif apabila sektor yang menguasai ruang di Wilayah Kalimantan terutama Departemen Kehutanan dan Deparatemen Pertambangan dan Energi tidak dilibatkan dalam pengawasan pemanfaatan ruang. Bahkan
Isu Strategis
135
belum terjadi kesepakatan antara departemen sektoral dengan pemerintah daerah dalam hal status lahan. Apabila masalah konflik kelembagaan ini masih terjadi maka RTRW Wilayah Kalimantan akan mengalami hambatan signifikan dalam implementasinya.
Isu‐isu dan permasalahan mengenai tata ruang adalah (i) Kebijakan rehabilitasi lingkungan berbarengan dengan kebijakan untuk membangun infrastruktur jalan dan industri pengolahan berbasis sumber daya alam yang berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan. (ii) Belum adanya kesepakatan antara Pemda dan depatemen sektoral (Departemen Kehutanan dan Departemen Pertambangan & Energi) dalam perencanaan pemanfaatan ruang.
Kesimpulan dan Rekomendasi
136
BAB VIII
KESIMPULAN SERTA REKOMENDASI
DAN TINDAK LANJUT
8.1.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan di atas, beberapa kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Perekonomian di wilayah Kalimantan secara agregat didominasi oleh Provinsi Kalimantan Timur yang menguasai lebih dari 50 persen dari total PDRB dengan Migas, dan 44 persen dari total PDRB tanpa Migas di wilayah Kalimantan. Struktur perekonomian Wilayah Kalimantan tahun 2009 lebih dari 60 persen tergantung pada sumberdaya alam, terutama sektor pertambangan dan penggalian yang memberi kontribusi sebesar 28,16 persen, sektor industri pengolahan sebesar 21,05 persen dan sektor pertanian sebesar 15,29 persen. Sementara peranan sektor lainnya, sektor perdagangan, hotel dan restoran menyumbang sebesar 11,84 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 7,36), sektor jasa (6,49 %), sektor bangunan (5,35 %). Sementara kontribusi sektor keuangan dan jasa perusahaan, dan sektor litrik, gas dan air bersih memiliki kontribusi kurang dari 5 persen.
2. Pola pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya di wilayah kalimantan dalam mendukung perekonomian melalui pengembangan kawasan andalan, menunjukkan perkembangan yang beragam, dan pada beberapa kawasan andalan tidak menunjukkan kemajuan yang nyata, bahkan termasuk kategori daerah relatif tertinggal. Sementara pada beberapa daerah lain yang tidak menjadi bagian kawasan andalan termasuk kategori daerah cepat maju dan cepat tumbuh. Belum optimalnya pengembangan kawasan andalan, khususnya dapat ditunjukkan dari Kawasan Kapuas Hulu dan Sekitarnya diwilayah Kalimantan Barat, Kawasan Muarateweh dan sekitarnya di Kalimantan Tengah, Kawasan Kandangan dan Sekitarnya di Kalimantan Selatan, serta Kawasan Tarakan, Tanjung Palas, Nunukan, Pulau Bunyu, Malinau (Tatapanbuma) dan Sekitarnya di Kalimantan Timur. Kondisi tersebut disebabkan oleh rendahnya investasi dalam pengembangan sektor unggulan yang dimiliki oleh daerah setempat.
3. Kawasan andalan terpilih yang diarahkan sebagai KAPET, saat ini masih banyak menghadapi hambatan struktural. Permasalahan tersebut meliputi persepsi terhadap kebijakan KAPET yang cenderung sentralistik, belum terbangunnya sinergi peran antar sektor terkait, belum memadainya ketersediaan prasarana dan sarana di sebagian besar wilayah KAPET. Serta kebijakan insetif fiskal KAPET dinilai masih kurang menarik investor.
4. Berdasarkan hasil pemeringkatan iklim investasi antarprovinsi diseluruh provinsi di Indonesia (KPPOD, 2008), Provinsi Kalimantan Selatan menduduki peringkat 3 teratas, sementara Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah masing
Kesimpulan dan Rekomendasi
137
menduduki peringkat 7, 9, dan 13. Keunggulan Provinsi Kalimantan Selatan dalam peringkat indeks Iklim Investasi dibanding provinsi lain di wilayah Kalimantan, antara lain memiliki keunggulan dalam aspek Komitmen Pemerintah provinsi dalam Pengembangan Dunia Usaha, Akses Lahan Usaha, Keamanan Usaha, dan ketersediaan infrastruktur. Kondisi ini ditunjukkan dari peringkat komponen tersebut yang menempati peringkat 4‐9 secara nasional. Namun demikian, Provinsi Kalimantan Selatan memiliki kelemahan dari aspek kinerja perekonomian daerah. Provinsi Kalimantan Timur yang menduduki peringkat ke‐7 secara nasional, memiliki keunggulan dari sisi kondisi Tenaga Kerja, Keamanan Usaha, Kinerja Ekonomi Daerah, dan Peranan Dunia Usaha dalam Perekonomian Daerah, namun memiliki kelemahan dalam sisi promosi investasi. Provinsi Kalimantan Barat yang menduduki peringkat ke‐9, memiliki keunggulan dari sisi kelembagaan pelayanan penanaman modal, promosi investasi daerah, dan komitmen pemerintah provinsi dalam pengembangan dunia usaha, dan memiliki kelemahan dari sisi keamanan usaha dan kondisi infrastruktur. Provinsi Kalimantan Tengah yang menduduki peringkat 13, relatif baik dari sisi Komitmen Pemerintah provinsi dalam Pengembangan Dunia Usaha Akses Lahan Usaha Peranan Dunia Usaha dalam Perekonomian Daerah di banding provionsi‐provinsi lain di Indonesia, namun masih tertinggal dari sisi Infrastruktur, promosi investasi, dan kinerja ekonomi daerah.
5. Keragaman dari kondisi geografis, sumberdaya manusia, ketersediaan infrastruktur, menimbulkan adanya kesenjangan perekonomian antarprovinsi di wilayah Kalimantan. Berdasarkan analisis Theil, Kesenjangan di wilayah Kalimantan lebih diakibatkan oleh adanya kesenjangan antar provinsi dibandingkan kesenjangan dalam provinsi, dimana kesenjangan antar provinsi (between provinces inequality) menyumbang rata‐rata 71,05 persen terhadap kesenjangan total, dan sektor migas memberikan kontribusi sebesar 29,55 persen terhadap kesenjangan antarprovinsi. Sedang kesenjangan dalam provinsi (within
provinces inequality) menyumbang sebesar 28,94 persen. Kesenjangan dalam provinsi
berarti kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota dalam masing‐masing provinsi. Wilayah yang berkontribusi besar terhadap kesenjangan antar dan dalam provinsi adalah Provinsi Kalimantan Timur.
6. Perdagangan antar provinsi di Pulau Kalimantan kurang signifikan dibandingkan dengan perdagangan antar pulau mengingat keempat provinsi tersebut memiliki profil ekonomi yang relatif tidak jauh berbeda, yaitu menghasilkan jenis komoditas eksport yang sama (CPO, Kayu, karet dan Batu Bara dari Kalimantan Timur dan Selatan) yang bersaing di pasar eksport dan dikapalkan langsung dari ke tujuannya di luar negeri. Perdagangan antar pulau yang tinggi terjadi dengan provinsi‐provinsi di Pulau Jawa, serta sebagian kecil provinsi di Sumatera dan Sulawesi sebagai sumber input. Dalam konteks dampak pendapatan, peningkatan permintaan akhir Pulau Kalimantan kurang terasa dampaknya bagi provinsi‐ provinsi di Pulau Kalimantan itu sendiri, namun lebih dirasakan oleh sebagian besar Provinsi di luar Kalimantan terutama di Pulau Jawa dan Sumatera.
7. Pergerakan barang antar provinsi di Pulau Kalimantan kurang signifikan dibandingkan dengan pergerakan barang antar pulau, kecuali antara Provinsi Kaltim dengan Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Pergerakan barang yang besar terjadi dengan wilayah di luar Pulau Kalimantan, yaitu dengan seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali, serta
Kesimpulan dan Rekomendasi
138
sebagian kecil provinsi di Pulau Sumatera dan Sulawesi. Pola yang hampir sama terjadi dengan pergerakan penumpang antar provinsi, dimana provinsi‐provinsi di Pulau Kalimantan kurang memiliki keterkaitan pergerakan penumpang yang signifikan antara satu dengan yang lain, kecuali antara Provinsi Kaltim dengan Provinsi Kalimantan Selatan. Keterkaitan pergerakan penumpang yang signifikan terjadi dengan wilayah di luar Pulau Kalimantan, yaitu dengan seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali.
8. Sebagian besar daerah tertinggal dan perbatasan di Pulau Kalimantan kurang memiliki kemampuan yang kuat sebagai pembangkit dan penarik pergerakan barang antar wilayah yang disebabkan oleh berbagai kendala, baik dari sisi struktur ruang khususnya minimnya ketersediaan infrastruktur transportasi serta belum optimalnya kinerja pusat‐pusat kegiatan yang ada, maupun dari sisi pola ruang misalnya karakteristik daerah yang didominasi oleh kawasan lindung. Namun demikian, terdapat beberapa daerah tertinggal yang memiliki daya tarik sebagai pembangkit pergerakan barang (antara lain Landak, Sanggau, Bengkayang, Sekadau) sehingga potensial untuk menjadi pasar atau pusat pelayanan bagi wilayah disekitarnya.
8.2.
Rekomendasi dan Tindak Lanjut
Dalam rangka optimalisasi aktivitas pemanfaatan ruang di Pulau Kalimantan untuk mendorong pengembangan kawasan strategis nasional dan daerah tertinggal, rekomendasi dan tindaklanjut yang disarankan adalah sebagai berikut :
1. Melakukan penataan status lahan dan kebijakan penyelenggaraan penataan ruang. Hal ini dilakukan melalui paduserasi penunjukkan kawasan hutan oleh Departemen Kehutanan dengan RTRW Provinsi dan RTRW kabupaten/kota sehingga secara operasional dapat diacu sebagai kebijakan penataan ruang wilayah yang utuh dan implementatif. Hal ini sangat penting dilakukan mengingat RTRW Provinsi dan Kabupaten/Kota menjadi instrumen utama untuk mencapai kesepakatan antar pihak‐pihak yang terkait dengan penguasaan lahan, ruang dan sumber daya alam di Pulau Kalimantan. Selain itu perlu disusun tata aturan yang terkait dengan perijinan pemanfaatan ruang yang disepakati oleh semua pihak baik Pemerintah Pusat, Kementerian sektoral, maupun Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mengandung mekanisme insentif, disinsentif, dan sanksi bagi para pelanggar tata ruang terutama untuk meminimalisasi dampak dari berbagai bentuk pembangunan infrastruktur terhadap keberadaan kawasan‐kawasan lindung. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi : Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
2. Mengembangkan sistem transportasi intermoda untuk mendorong interaksi antar wilayah provinsi dan antar kabupaten di Pulau Kalimantan. Pembangunan jalan‐trans Kalimantan koridor tengah dan utara serta pemeliharaan secara intens terhadap jalan trans‐kalimantan koridor selatan sebagai jalur utama kendaraan berat seperti truk pengangkut batubara ataupun kelapa sawit perlu menjadi perhatian. Untuk mengurangi beban jalan dan sebagai alternatif transportasi darat perlu dikembangkan jalur kereta api untuk mengangkut hasil‐ hasil sumberdaya alam menuju outlet. Moda transportasi sungai perlu dikembangkan dengan mengikuti pola pembangunan industri, pertanian/perkebunan di sekitar daerah aliran sungai, dimana moda ini sangat potensial dikembangkan sesuai potensi sungai yang
Kesimpulan dan Rekomendasi
139
ada, disamping biaya pemeliharaannya yang rendah. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi : Menkoperekonomian, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
3. Mengembangkan infrastruktur energi dengan memanfaatkan sumber daya alam gas dan batu bara yang melimpah untuk mengatasi krisis energi serta mendorong industrialisasi di Pulau Kalimantan. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi : Kementerian ESDM, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
4. Mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam (pertanian, perkebunan, pertambangan, kehutanan, perikanan dan kelautan) secara berkelanjutan di kawasan‐kawasan budidaya khususnya kawasan andalan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kapasitas penguasaan teknologi, permodalan, dan kemampuan manajemen untuk mengelola dan mengusahakan berbagai potensi sumber daya alam yang ada dengan menjamin akses masyarakat agar penguasaan sumber daya alam tidak hanya dimiliki oleh para pengusaha besar yang sifatnya
enclave. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi :
Menkoperekonomian, Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian ESDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
5. Meningatkan kuantitas dan kualitas SDM untuk memenuhi kecukupan tenaga kerja dalam mengelola sumber daya wilayah di Pulau Kalimantan. Salah satu strategi yang dapat dilakukan untuk memenuhi kecukupan SDM melalui program transmigrasi. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi : Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
6. Memperkuat kemitraan dan koordinasi antar kelembagaan pemerintah melalui penyusunan regulasi untuk mengatur kerjasama antarsektor pembangunan dan antar daerah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota), Penyusunan blue print sebagai acuan kerjasama antar sektor pembangunan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) dalam jangkauan waktu jangka menengah dan jangka panjang, revitalisasi forum kerjasama antar Gubernur agar dapat menjadi institusi kerjasama pembangunan antar provinsi yang efektif, serta pemberian insentif dan disinsentif kepada pemerintah daerah dalam implentasi kebijakan kerja sama antarsektor. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi : Kementerian Dalam Negeri, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
7. Memperkuat struktur ekonomi di daerah‐daerah tertinggal dan perbatasan dengan mengoptimalkan pengembangan komoditas‐komoditas unggulan dan meningkatkan aktivitas industri pengolahan, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam komteks hasil kajian ini, penguatan struktur ekonomi wilayah dilakukan dengan :
• Meningkatkan daya tarik investasi dalam pengembangan komoditi unggulan di daerah tertinggal melalui pemberian insentif dan kemudahan perijinan, kemudahan akses terhadap lahan bagi investor, serta peningkatan ketersediaan infrastruktur. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi : Badan Koordinasi Penanaman Modal, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota
Kesimpulan dan Rekomendasi
140
• Meningkatkan aksesibilitas antardaerah, khususnya bagi daerah tertinggal atau perbatasan yang kurang menonjol kemampuannya sebagai pembangkit pergerakan barang antar wilayah antara lain Kabupaten Sambas, Kabupaten Kapuas Hulu, Kabupaten Ketapang, Kabupaten Melawi, dan Kabupaten Sintang (Provinsi Kalbar); Seruyan (Kalimantan Tengah); Barito Kuala dan Hulu Sungai Utara (Provinsi Kalimantan Selatan); serta Kabupaten Kutai Barat, Malinau, dan Nunukan (Kalimantan Timur). Hal ini dilakukan melalui : Peningkatan penyediaan infrastruktur transportasi, penyediaan moda transportasi perintis pada daerah‐daerah yang tidak dijangkau transportasi umum regular, Pengembangan kerjasama antardaerah dalam pengembangan transportasi. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi : Kementerian Pekerjaaan Umum, Kementerian Perhubungan, kementyerian Dalam Negeri, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Pemerintah Provinsi,Pemerintah Kabupaten/Kota.
• Memanfaatkan interaksi yang telah terjalin kuat antara antara daerah‐daerah tertinggal dan perbatasan yang memiliki kemampuan menonjol dalam hal bangkitan pergerakan barang dengan daearah‐daerah yang memiliki potensi dan kemampuan sebagai pasar untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal dan perbatasan. Hal ini dilakukan dengan mendorong kerjasama antar daerah dalam hal produksi dan pemasaran produk‐produk unggulan dari daerah tertinggal secara terintegrasi dari hulu ke hilir. Tindaklanjut dari rekomendasi ini terkait dengan instansi‐instansi : Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, Badan Nasional Pengelola Perbatasan, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.
140
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2008. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi di Indonesia 2004‐2008.
Jakarta : BPS
Badan Pusat Statistik, 2009. Statistik Indonesia Tahun 2010. Jakarta : BPS
Badan Pusat Statistik, 2010. Provinsi Kalimantan Timur dalam Angka 2009. Jakarta : BPS
Badan Pusat Statistik, 2010. Provinsi Kalimantan Barat dalam Angka 2009. Jakarta : BPS
Badan Pusat Statistik, 2010. Provinsi Kalimantan Tengah dalam Angka 2009. Jakarta : BPS
Badan Pusat Statistik, 2010. Provinsi Kalimantan Selatan dalam Angka 2009. Jakarta : BPS
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Barat. Masterplan
Pengembangan Kawasan usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) 2005‐2010.
Bank Indonesia. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Timur,
Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah Triwulan I‐IV 2010. (online).
(http://www.bi.go.id/web/id/DIBI/Info_Publik/Ekonomi_Regional/KER, diakses tanggal 1 Desember 2010).
Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Background Study
Penyusunan Rancangan Rencana Pembangunan Jangka menengah Nasional 2010‐2014 Berdimensi Kewilayahan (Buku III) Wilayah Kalimantan, 2008.
Direktorat Wilayah I Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah, Penyusunan
Strategi Pengembangan Wilayah Kalimantan, 2007. Jakarta.
Ditjen Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, Maret 2008. Kalimantan Road Network
Development Study : Final Report. Jakarta : Ditjen Bina Marga.
141
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2006. Data dan Informasi hasil kajian IRIO Antar Provinsi se‐Indonesia Tahun 2005. Jakarta.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, 2010. Profil Daerah Dalam Angka (PDDA) Tahun 2009. Jakarta.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional, Februari 2010. Rangkuman Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) Tahun 2010‐2014 Prioritas Bidang Kawasan Strategis, Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal, dan Kawasan Rawan Bencana. Jakarta.
Kementerian Perhubungan, 2009. Tabel Origin‐Destination Tahun 2007. Jakarta.
Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah dab Badan Koordinasi Penanaman Modal,
2008. Pemeringkatan Iklim Investasi Indonesia 2008. Jakarta.
Saefulhakim, Sunsun, 1997. Modul Permodelan Analisis Kewilayahan. Laboratorium
Pengembangan Sumberdaya Lahan IPB. Bogor.