• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TELAAH LITERATUR

2.5 Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan dijadikan proksi tingkat ketidakpastian, karena perusahaan yang berskala besar umumnya lebih dikenal oleh masyarakat dari pada perusahaan yang berskala kecil. Menurut Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia ukuran perusahaan terbagi dalam tiga kategori yaitu perusahaan besar, perusahaan menengah, dan perusahaan kecil. Menurut Kuriah dan Asyik (2016) pengukuran perusahaan bertujuan untuk membedakan secara kuantitatif antara perusahaan besar (large firm) dengan perusahaan kecil (small firm) besar kecilnya

43 suatu perusahaan yang dapat mempengaruhi kemampuan manajemen untuk mengoperasikan perusahaan dengan berbagai situasi dan kondisi yang dihadapinya. Ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana perusahaan diklasifikasikan menurut besar kecilnya aset yang dimiliki. Secara umum, perusahaan yang berskala besar dapat mengungkapkan informasi secara lengkap.

Ukuran perusahaan (size) merupakan skala yang digunakan dalam menentukaan besar kecilnya suatu perusahaan berdasarkan indikator tertentu, antara lain total aset, log size, nilai saham, jumlah tenaga kerja, penjualan, dan kapitalisasi pasar (Haninum dan Nurdiawansyah, 2014). Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah ukuran perusahaan dibagi menjadi beberapa kriteria yaitu sebagai berikut:

1. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

2. Usaha kecil adalah ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian

44 baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

4. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, terdapat beberapa kriteria usaha mikro adalah sebagai berikut:

Tabel 2. 2

Kriteria Ukuran Perushaan

NO Uraian Kriteria

Aset Omzet

1 Usaha Mikro Max 50.000.000 Max 300.000.000

2 Usaha Kecil >50 juta – 500 juta >300 juta – 2,5 M

3 Usaha Menengah >500 juta – 10 M >2.5 M – 50 M

Penelitian ini menggunakan total aset sebagai ukuran dalam menilai ukuran suatu perusahaan yang dihitungan dengan logaritma natural terhadap total aset. Indikator tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut (Kuriah dan Asyik, 2016):

45 Menurut Kieso et al. (2014), aset adalah sumber daya yang dimiliki sebuah perusahaan yang digunakan untuk proses produksi dan penjualan agar kegiatan operasional perusahaan berjalan dengan baik. Sedangkan total asset merupakan sumber yang dikuasai oleh entitas sebagai hasil dari peristiwa masa lalu dan diharapkan untuk mendapatkan keuntungan dimasa yang akan datang bagi perusahaan Kieso et al (2014). Aset dibagi menjadi 2 kelompok yakni non-current asset dan current asset.

Current Asset merupakan aset perusahaan yang diharapkan untuk dikonversi menjadi

kas, dijual atau dikonsumsi dalam jangkauan waktu setahun, sedangkan non-current

asset adalah aset yang selain dari definisi current asset tersebut. Karakteristik yang

dimiliki aset adalah kapasitas untuk menyediakan manfaat atau pemasukan di masa yang akan datang. Yang termasuk current asset antara lain persediaan, beban dibayar dimuka, piutang, investasi jangka pendek, kas dan setara kas.

Non-current asset dibagi menjadi 4 kelompok yaitu long-term investments, property, plant and equipment, intangible assets dan other asset, yaitu sebagai berikut

(Kieso et al., 2014):

1. Long-Term Investment

Long-Term Investment terdiri dari salah satu tipe yaitu investasi dalam sekuritas

seperti obligasi, saham biasa atau long-term notes, investasi dalam aset berwujud yang sekarang tidak digunakan dalam operasi seperti sinking fund, pension fund

SIZE = LN (Total Aset)

46 atau plant expansion fund dan investasi dalam non-consolidated subsidiaries atau

associated companies.

2. Property, Plant, and Equipment

Property, Plant, and Eqipment antara lain tanah, gedung, peralatan, kendaraan.

3. Intangible Assets

Intangible asset merupakan aset yang tidak memiliki bentuk fisik dan bukan

merupakan instrimen keuangan. Contoh dari intangible assets adalah patents,

copyrights, franchises, goodwill, trademarks, trade names dan customer lists.

4. Other Asset

Other asset memiliki banyak item yang bervariasi didalamnya, seperti contoh yaitu long-term prepaid expenses dan non-current receivables. Aset lain yang termasuk

kelompok ini adalah aset dalam dana khusus, properti yang dimiliki untuk dijual dan restricted cash.

Total aset diungkapkan di statement of financial position, yang merupakan penjumlahan dari current asset dan non-current asset. Ukuran perusahaan dapat diartikan sebagai suatu skala dimana perusahaan diklasifikasikan besar atau kecilnya dari berbagai sudut pandang, salah satunya dari besar kecilnya aset yang dimiliki perusahaan. Semakin besar aset yang dimiliki perusahaan dapat meningkatkan produktivitas perusahaan. Peningkatan produktivitas akan menghasilkan laba yang semakin besar dan tentunya akan mempengaruhi besarnya pajak yang harus dibayar.

Perusahaan yang lebih besar melakukan aktivitas yang lebih banyak sehingga memiliki pengaruh yang sangat besar bagi masyarakat dan memiliki pemegang saham

47 dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan kecil. Perusahaan yang besar cenderung memiliki jumlah aset produktif yang besar yang mengakibatkan muculnya beban depresiasi yang dapat mengurangkan penghasilan menjadi kecil sehingga perusahaan besar cenderung lebih banyak melakukan agresivitas pajak karena perusahaan besar memiliki laba yang besar dan akan mempengaruhi pembayaran pajak yang cukup besar, sehingga perusahaan besar melakukan perencanaan untuk mengurangi beban pajak yang dikenakan.

Berdasarkan hasil penelitian menurut Kuriah dan Asyik (2016) menyatakan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap agresivitas pajak. Sedangkan hasil penelitian Anita (2015), Jessica dan Toly (2014) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap agresivitas pajak. Karena perusahaan besar pasti akan mendapat perhatian yang lebih besar dari pemerintah terkait dengan laba yang diperoleh, sehingga mereka sering menarik perhatian fiskus untuk dikenai pajak yang sesuai dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan literatur yang telah dijabarkan sebelumnya, hipotesis alternatif terkait dengan ukuran perusahaan dan agresivitas pajak adalah :

Ha2 : Ukuran Perusahaan memiliki pengaruh positif terhadap agresivitas pajak.

Dokumen terkait