• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLIKASI UJI MATERIL MENGENAI BATAS USIA ANAK DALAM PROSES PENANGANAN ANAK PELAKU TINDAK PIDANA

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010

117

Lihat Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Undang-undang No. 3 Tahun 1997. Sementara dalam Butir ke-4 Beijing Rules batas umur tersebut adalah 7 tahun ke bawah.

118

pengurangan, atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden. Kedati pemberian grasi dapat mengubah, meringankan, mengurangi, atau menghapuskan kewajiban menjalani pidana yang dijatuhkan pengadilan, tidak berarti menghilangkan kesalahan dan juga bukam merupakan rehabilitasi terhadap terpidana.119 Dengan demikian berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-undang ini, maka yang berhak atau yang berwenang memberikan grasi tersebut adalah Presiden. Dalam hal ini kewenangan Presiden tersebut bukanlah kewenangan sebagai lembaga penegak hukum (mencampuri kewenangan lembaga yudikatif), melainkan kewenangan yang diberikan peraturan perundang-undangan sebagai salah Kepala Negara (bukan sebagai Kepala Pemerintahan atau Lembaga eksekutif). Demikian pula, terpidana yang mendapatkan grasi bukan berarti ia tidak mempunyai kesalahan, kesalahannya tidak dihapuskan/dihilangkan, melainkan terpidana tersebut diampuni, diberikan pengampunan oleh Presiden. Pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan terkait dengan penilaian terhadap putusan hakim. Pemberian grasi bukan merupakan persoalan teknis yuridis peradilan dan tidak terkait dengan penilaian terhadap putusan hakim. Pemberian grasi bukan merupakan campur tangan Presiden dalam bidang yudikatif, melainkan hak preogratif Presiden untuk memberikan ampunan.120

119

Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-undag No. 22 Tahun 2002. Alinea ke-5

120

Ingat kembali adanya kekuasaan Presideen sebagai Kepala Negara dan sebagai Kepala Pemerintahan (lemabag eksekutif) yang ada di negara kita. Lihat juga alinea Kelima Penjelasan Umum Undang-undang No. 22 Tahun 2002. (diambil dari Penelitian Dr. M. Hamdan, SH.MH dengan judul penelitian “Ketentuan Tentang Alasan Pengecualian Hukuman Dalam Peraturan Perundang-undangan Indonesia).

Pemberian grasi yang dapat diberikan Presiden tersebut adalah berupa :

a. Peringanan atau perubahan jenis pidana; b. Pengurangan jumlah pidana; atau

c. Penghapusan pelaksana pidana.121

Dengan demikian, meskipun seseorang telah dijatuhi pidana oleh hakim (lembaga yudikatif) dan putusan pidananya tersebut sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, pidananya itu dapat saja dikurangi, dirubah, diringankan atau bahkan dapaty dihapuskan atau tidak dilaksanakan/dijalani oleh terpidana apabila Presiden telah memberikan grasi kepadanya.

2. Implikasi Uji Materil Mengenai Batas Usia Anak Sebagai Alasan Penghapus Pidana Anak Pelaku Tindak Pidana

Melihat fakta yang ada, tampaknya esensi dikeluarkannya Undang-undang Pengadilan Anak sebagai wujud perlindungan terhadap anak bermasalah sangat jauh dari apa yang diharapkan. Adanya Undang-undang (legal substance) yang baik belum tentu dapat memberi jaminan akan dapat menghasilkan hak yang baik, tanpa ditunjang dengan aspek-aspek struktur hukum (legal structure), serta budaya hukum (legal culture) yang baik. Oleh karena itu, upaya pembaharuan hukum harus dilakukan secara menyeluruh, baik substansi, struktur, maupun budaya. Namun demikian, satu hal yang perlu mendapatkan perhatian bahwa walaupun hukum pidana positif di Indonesia saat ini bersumber kepada KUHP buatan Belanda (WvS), tetapi penegakan hukum harus berbeda dengan filosofi penegakan hukum pidana seperti dizaman Belanda. Hal ini karena kondisi

121

lingkungan atau kerangka besar hukum nasional sebagai tempat dioperasionalisasikannya sudah jauh berubah. Penegakan hukum pidana positif harus berada dalam konteks ke Indonesia, bahkan dalam konteks Pembangunan Nasional dan Pembangunan Hukum nasional. Dalam salah satu kesimpulan Konvensi Hukum Nasional yang diselenggarakan pada bulan Maret 2008 menyatakan, bahwa; “Penegakan hukum dan sikap masyarakat terhadap hukum tidak boleh mengabaikan keadaan dan dimensi waktu saat hukum itu ditegakkan atau diberlakukan”.122

Upaya meperbaiki nasib anak dalam peradilan pidana tidak cukup hanya dengan merevisi atau mengganti UU Peradilan Anak, tapi perlu langkah yang lebih mendasar yakni dengan membentuk Badan Peradilan Anak sejajar dengan Badan-badan Peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha negara. Dengan demikian aparat penegak hukum (Penyidik, Penuntut Umum, Hakim) direkrut khusus untuk menangani perkara pidana anak, tidak seperti sekarang, Penyidik, Penuntut Umum, dan Hakim terkontaminasi dengan cara-cara penanganan perkara pidana orang dewasa.123

122

http: //respository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29981/3/Chapter%20II.pdf. diakses tgl. 13 Mei 2012. Jam . 13.00

Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak berkaitan dengan Alasan alasan diadakannya penghapusan Pidana, dimana pada awalnya seperti diketahui di dalam KUHP juga diatur tentang anak yang berumur di bawah 16 tahun yang melakukan perbuatan pidana tidak dikenakan hukuman, seperti yang diatur di dalam Pasal 45 KUHP. Namun, setelah UU

123

2012. Jam. 13.00 (Putusan Mahkamah Konstitusi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak.

tentang Pengadilan Anak lahir, maka Pasal 45 di dalam KUHP ini pun kemudian di cabut. Oleh karena itu, berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sekarang ini, telah menetapkan batas usia anak adalah sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun sesuai dengan Pasal 4 ayat (1).

Undang-Undang Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak menetapkan batas usia sekurang-kurangnya 8 (delapan) tahun sebagai batas minimal pertanggungjawaban pidana juga dianggap masih terlalu rendah, mengingat kenyataan emosional, mental dan anak/remaja. Tanggung jawab anak dalam Undang-undang Pengadilan Anak jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, batas usia yang terlalu rendah ini akan menghambat sifat progresif pemenuhan pendidikan anak di Indonesia, serta mengancam hak anak untuk tumbuh dan berkembang. adapun pada realitanya, proses peradilan yang ada atau berlaku di Indonesia saat ini masih merupakan proses peradilan orang dewasa yang jauh dari perlindungan orang dewasa. Jika dibandingkan dengan negara lain usia bertanggung jawab anak sebagai pelaku tindak pidana justru ada yang lebih tinggi misalnya pada usia 12 tahun yang berlaku di negara belanda.124

124

Barda Nawawi, Op. Cit., hlm 11.

Batas usia Anak untuk dapat dilakukan penyidikan sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 ayat (1) UU Pengadilan Anak juga dianggap terlalu rendah dengan alasan bahwa anak yang berkonflik cenderung mendapatkan kekerasan di masa Penyidikan tersebut. Hal ini didasarkan pada realita dan praktik di mana pada proses pemeriksaan, anak kerap mendapatkan kekerasan, seperti halnya penahanan bersama orang dewasa, permasalahan lingkungan yang disebabkan “over

capaciti” penjara di Indonesia hingga ragam masalah Penahanan dan Pembinaan lainnya. Selain itu, mengenai Pidana dan Tindakan bahwa alternatif pemberian hukuman bagi Anak Nakal sebagaimana yang tercantum di dalam Pasal 22 yakni Tindaakn atau Pidana, harus diprioritaskan pada pemberian hukuman “Tindakan”. Hal ini karena hukuman pidana akan memberikan pengaruh yang jauh lebih buruk bagi anak dibandingkan dengan hukuman tindakan.. hal ini didasarkan pada realitas bahwa penjara memiliki berbagai macam permasalahan yang sangat kompleks, mulai dari penahanan bersama orang dewasa, kelebihan kapasitas, sarana, dan prasarana yang tidak memadai sehingga secara keseluruhan akan menghambat hak anak untuk dapat tumbuh kembang sesuai dengan usianya.

Penormaan di dalam Undang-Undang Pengadilan Anak penjelasan secara umum tidak ditemukan alasan filosofis, yuridis dan gagasan membentuk pengadilan anak. Di dalam Pasal 2 UU Pengadilan Anak hanya menentukan bahwa Pengadilan Anak berada di bawah lingkungan Peradilan Umum. Namun, Undang-undang ini diperlemah hanya sebatas Sidang Anak saja dn hanya bermaksud membedakan sidang Anak dengan sidang orang dewasa dengan berbagai kekhususan, misalnya kekhususan dalam petugas penegak hukumnya dan masa tahanan yang lebih rendah, hukuman pidana dijatuhkan ditunkan menjadi maksimum hanya ½ (seperdua) saja dari ancaman orang dewasa. Implikasinya, secara institusional perkembangan dan kemajuan Sidang Anak tidak berjalan efektif dan cenderung terabaikan.

Sehingga para pemohon merasa Undang-Undang Pengadilan Anak ini belum sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap anak yang melakukan tindak

pidana khususnya mengenai Batas Usia Anak dalam proses penanganan anak pelaku tindak pidana. Inilah yang menjadi alasan Uji Materil tentang batas usia Anak sebagai dasar Penghapusan Pidana bagi Anak pelaku tindak pidana. Sehingga akan memberikan implikasi yang akan memberikan perlindungan terhadap pertumbuhan dan perkembangan mental anak sebagai generasi penerus bangsa.125

125

BAB IV