• Tidak ada hasil yang ditemukan

Unit/Tahun

Dalam dokumen BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA (Halaman 33-37)

Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi mencakup wilayah Provinsi Sumatera Selatan, sebagian wilayah Provinsi Jambi, Bengkulu, dan Lampung. Kegiatan pembangunan di DAS Musi tergolong intensif karena banyaknya aktivitas penduduk di sekitarnya. Sungai Musi telah memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat di sepanjang sungai, namun manfaat tersebut akhir-akhir ini dirasakan semakin berkurang bahkan mengandung potensi bencana karena rusaknya ekosistem DAS Musi tersebut. DAS Musi mengalami kerusakan disebabkan oleh peningkatan pemanfaatan sumberdaya alam sebagai akibat dari pertambahan penduduk dan tuntutan pemenuhan kebutuhan masyarakat, konflik kepentingan dan kurangnya keterpaduan antar sektor, serta antar wilayah hulu dan hilir.

Kegiatan pembangunan DAS Musi cenderung mengarah kepada penurunan kemampuan lahan dalam meresapkan air. Berdasarkan data SPOT liputan tahun 2008 menunjukkan bahwa tutupan hutan hanya tinggal 19,75% dari wilayah DAS, luas lahan kritis dan sangat kritis hampir mencapai 45% dari luas DAS, serta meningkatnya frekuensi banjir di beberapa wilayah sekitar Sungai Musi, Sejak tahun 2005, secara merata banyak terjadi banjir di wilayah Provinsi Sumatera Selatan. Apabila tidak ada upaya perbaikan lingkungan maka kecenderungan kerusakan ekosistem DAS Musi akan semakin meningkat, baik oleh faktor alam maupun tekanan penduduk dengan segala aktivitasnya. Masalah lain yang cukup serius adalah adanya ancaman kebakaran hutan dan okupasi kawasan hutan.

LAKIP Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Page 61 Berdasarkan uraian di atas tampak jelas bahwa pengelolaan DAS Musi harus dilakukan secara terpadu, karena : • Terdapat keterkaitan antar berbagai kegiatan dalam

pengeloaan sumberdaya dan pembinaan aktivitasnya.

• Melibatkan berbagai disiplin ilmu yang mendasari dan mencakup berbagai bidang kegiatan.

• Batas DAS tidak selalu berhimpitan/bertepatan dengan batas wilayah administrasi pemerintahan.

• Interaksi daerah hulu sampai hilir dapat berdampak negatif maupun positif sehingga memerlukan koordinasi antar pihak.

Peran kelembagaan sangat dibutuhkan untuk mewujudkan pengelolaan DAS terpadu. Kelembagaan dalam tulisan ini merujuk pada definisi dari Ruttan dan Hayami (1984), yaitu sebagai aturan di dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang memfasilitasi koordinasi antar anggotanya untuk membantu mereka dengan harapan bahwa setiap orang dapat bekerjasama atau berhubungan satu dengan yang lain untuk mencapai tujuan bersama yang diinginkan. Kelembagaan ini berperan untuk mengarahkan perilaku seluruh stakeholders agar sejalan dengan tujuan umum (public goal) yang ditetapkan.

Beberapa alternatif bentuk kelembagaan dalam pengelolaan DAS, antara lain memanfaatkan lembaga yang sudah ada. Bentuk kelembagaan bersama (dalam bentuk forum/badan koordinasi) merupakan salah satu alternatif yang paling memungkinkan dalam pembentukan kelembagaan pengelolaan DAS saat ini. Pernyataan tersebut didukung oleh beberapa kondisi yang mendukung, antara lain: (1) Sesuai dengan perundangan-undangan yang ada (UU No 7 tahun 2004). (2) Kegiatan pengelolaan DAS melibatkan banyak stakeholders, lintas sektoral, multidisiplin dan lintas wilayah, oleh karena itu kelembagaan yang disusun hendaknya kelembagaan yang bersifat independent dan mewakili banyak pihak.

LAKIP Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Page 62 Permasalahan yang paling menonjol dalam pengelolaan DAS saat ini adalah koordinasi, oleh karena itu pengelolan DAS ke depan perlu suatu wadah untuk mengikat, menyatukan dan menselaraskan semua sektor dan wilayah agar dapat mewujudkan pengelolaan DAS terpadu yang berkelanjutan.

Pengembangan kelembagaan di suatu wilayah harus memperhatikan atau mampu mengakomodasi kelembagaan yang sudah ada dan berkembang di wilayah tersebut. Hal ini juga harus dilakukan dalam rangka pengembangan kelembagaan DAS Musi.

Agar DAS Musi dapat memberikan manfaat kepada banyak pihak diperlukan penguatan kelembagaan pengelolaan DAS terpadu. Pengelolaan DAS terpadu mensyaratkan keterpaduan antara sektor, multi disiplin dan keterpaduan wilayah (hulu sampai hilir). Beragamnya stakeholders yang terlibat dan berbagai kepentingan yang berbeda menjadi masalah utama dalam pengelolaan DAS terpadu, oleh karena itu diperlukan suatu kelembagaan untuk mengatur perilaku seluruh stakeholder agar bersepakat untuk bersama-sama mewujudkan pengelolaan DAS terpadu secara berkelanjutan. Pengelolaan kelembagaan air dalam konteks DAS juga mensyaratkan apa yang disebut sebagai biaya transaksi (transaction cost). Pengelolaan kelembagaan dilihat sebagai suatu upaya meminimisasi biaya transaksi. Biaya transaksi dapat didefinisikan sebagai seluruh ongkos yang timbul karena pertukaran dengan pihak lain. Biaya transaksi ini cukup mahal karena banyaknya aktor yang terlibat di dalamnya serta kompleksitas pengaturan dan biaya pengawasan yang ditimbulkan (Fauzi, 2004). Adanya konsekuensi tersebut, timbul pertanyaan bagaimana biaya dan manfaat itu diatur dalam pembagian secara adil dan proporsional di antara pemerintah daerah yang terlibat, dunia usaha dan masyarakat. Sampai saat

LAKIP Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Page 63 ini belum ada mekanisme yang jelas untuk mengatur biaya-manfaat. Indikator kinerja Jumlah DAS/Sub DAS yang dikelola secara terpadu dapat dilihat pada tabel berikut:

No. Tahun Jumlah DAS/Sub DAS (unit)

1. 2013 2 2. 3. 2014 2015 2 3

Indikator kinerja yang digunakan dalam pengukuran keberhasilan capaian sasaran serta target dan capaiannya tahun 2015 adalah sebagai berikut:

Indikator Kinerja

Capaian Tahun 2015

Satuan Target Realisasi % 1 Jumlah DAS/Sub DAS

yang dikelola secara terpadu

Unit/ Tahun

3 3 100,00

Jumlah DAS/Sub DAS yang dikelola secara terpadu pada tahun 2015 ditargetkan seluas 3 unit. Realisasi Jumlah DAS/Sub DAS yang dikelola secara terpadu sebanyak 3 unit, sehingga capaian indikator kinerja Jumlah DAS/Sub DAS yang dikelola secara terpadu telah berhasil dicapai dengan tingkat capaian 100,00%. Keberhasilan pencapaian Jumlah DAS/Sub DAS yang dikelola secara terpadu tidak terlepas dari dukungan faktor antara lain: sumberdaya manusia (Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan, UPT Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Dinas Kehutanan Kabupaten/Kota, Masyarakat), dukungan program dan kegiatan (sumber dana APBD, APBN, swasta), koordinasi antar instansi/lembaga, dan kebijakan dari pemerintah.

LAKIP Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Page 64 Grafik Target dan Realisasi Jumlah DAS/Sub DAS yang dikelola secara terpadu pada tahun 2015

Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan melalui Program Kelembagaan Pengelolaan DAS Terpadu Musi dan Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (APBN) telah melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam rangka pengelolaan DAS/Sub DAS secara terpadu. Apabila dilihat dari perbandingan realisasi indikator kinerja tahun 2015 dengan realisasi indikator kinerja tahun 2014, dapat diuraikan sebagai berikut:

Indikator Kinerja Capaian

Naik (Turun)

Ket Satuan Realisasi

2014 2015

Dalam dokumen BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA (Halaman 33-37)

Dokumen terkait