• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

F. Unsur Intrinsik Drama

Unsur yang membangun seni drama sebagai pertunjukan berbeda dengan teks drama.25 Unsur drama sebagai seni pertunjukan adalah plot, karakterisasi, dialog, tata artistik, dan gerak. Sedangkan unsur-unsur teks drama hampir sama dengan prosa rekaan yakni:

a. Tema

Tema adalah gagasan sentral yang menjadi dasar tolak penyusunan dan yang sekaligus menjadi sasaran atau tujuan karangan itu.26 Dalam tema, boleh dikatakan belum terlihat kecenderungan pengarang untuk memihak. Oleh

23

Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (Magelang: Indonesia Tera, 2006), h. 112.

24

Ibid.,

25

Wahyudi Siswanto, Op.Cit., h. 163. 26

karena itu, masalah apa saja dapat dijadikan tema dalam cerita atau karya sastra.27

Kategori tema berdasarkan tingkat keutamaannya, yaitu ada tema utama dan tema tambahan.28 Sebuah karya (drama) memungkinkan memiliki tema lebih dari satu atau lebih dari satu interpretasi. Menentukan tema pokok merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dalam karya sastra bersangkutan.

Makna cerita pada bagian tertentu dapat dikatakan sebagai makna bagian atau makna tambahan. Makna-makna tambahan inilah yang disebut sebagai tema tambahan atau tema minor. Tema tambahan ini merupakan tema yang medukung dan mempertegas eksistensi makna utama sebuah cerita atau tema utama merangkum berbagai makna tambahan dalam sebuah cerita.29 Seperti dalam drama Mega,mega karya Arifin memiliki tema utama dan tambahan, yang akan dijelaskan lebih rinci dalam bab analisis.

b. Tokoh dan penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.30 Menurut definisinya, tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.31

Berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara keseluruhan, dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.32 Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun

27

Wahyudi Soswanto, Op.Cit., h. 169. 28

NI Nyoman Karmini, Op.Cit., h. 51. 29Ibid

30

Wahyudi Sisiwanto, Op.cit., h. 143. 31

Melani Budianta,dkk, Op.cit., h. 83. 32

Burhan Nurgiantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2013) h. 258

yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh yang dianggap tidak mendominasi namun masih memiliki andil yang besar dalam jalannya cerita disebut tokoh tambahan. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi karena kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat: tokoh-tokoh utama (yang) utama, tokoh-tokoh utama tambahan, tokoh-tokoh tambahan (pariferal) utama, dan tokoh tambahan (yang memang) tambahan.33 c. Alur(Plot)

Abrams dalam Melani Budianta mengatakan alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. 34 Alur adalah sambung sinambung peristiwa berdasarkan sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi sedangkan menurut Karmini dalam bukunya mengatakan plot merupakan cerminan, bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir, berasa, dalam bersikap menghadapi berbagai masalah kehidupan.35 Jadi, dapat dikatakan bahwa alur merupakan serangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita.

Tasrif dalam Nurgiantoro mengklasifikasikan tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu antara lain:

a. Tahap Situation: tahap penyituasian, yaitu pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pemberian informasi awal, dan lainnya terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita.

b. Tahap Generation cicumstances: tahap pemunculan konflik. Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan

33

Ibid., h.260 34

Melani Budianta. Op. Cit., h.159. 35

konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

c. Rising action: tahap peningkatan konflik. Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, atau keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.

d. Climax: tahap klimaks. Konflik dan pertentangan yang terjadi, yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadi konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks.

e. Tahap Denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Adapun jika dijadikan bagan akan terlihat seperti gambar di bawah ini.36

Klimaks

Inciting Forces Denouement,

Pelarian

d. Latar cerita

Abrams dalam Nurgiantoro menyebutkan bahwa latar atau setting atau yang disebut juga dengan landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,

36

hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.37 Latar memberikan pijakan secara jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.38 Unsur latar dalam Nurgiantoro dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan sosial.

 Latar tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

 Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa

-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.  Latar sosial-budaya

Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.39

e. Gaya bahasa

Bahasa adalah bahan mentah sastrawan.40 Persoalan gaya bahasa sastra bukanlah tentang efisiensi dan efektifitas penggunaan bahasa, melainkan tentang cara penggunaan bahasa untuk menghasilkan efek tertentu. Gaya bahasa sastra tidak saja dalam arti keindahan, melainkan juga dalam arti kemantapan pengungkapan. Efektivitas dan efisiensi berkaitan dengan tata 37 Ibid., 302 38 Ibid., h. 303 39 Ibid., h. 314-322 40

bahasa. Dalam analisis sastra, unsur fonetik bahasa tidak dapat dipisahkan dari makna.41 Sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, dan sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa. 42

G.Hakikat Sosiologi Sastra

Dokumen terkait