• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perilaku Mayarakat Urban dalam Drama Mega,Mega Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perilaku Mayarakat Urban dalam Drama Mega,Mega Karya Arifin C. Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PADA PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh: Yunia Ria Rahayu

1110013000078

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Yunia Ria Rahayu, 1110013000078, “Perilaku Masyarakat Urban dalam

Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di

SMA”. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing: Rosida Erowati, M.Hum.

Drama Mega,mega karya Arifin C.Noer merupakan salah satu drama yang menggambarkan perilaku yang terjadi pada masyarakat urban. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer dan implikasinya pada pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan antar disiplin ilmu, yakni sosiologi dan sastra yang memfokuskan penelitiannya pada hubungan manusia dengan semesta.

Perilaku masyarakat urban pada tahun 1966 dapat digambarkan melalui masyarakat dalam drama Mega,mega berdasarkan perilaku yang dihadirkan para tokoh. Analisis drama Mega,mega ini dapat memenuhi kompetensi dasar dalam pemebelajaran sastra yakni untuk mendeskripsikan perilaku manusia melalui dialog naskah drama. Melalui pembelajaran ini siswa diharapkan dapat saling menghargai antar sesama dan mau berusaha untuk mencapai impian.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa kemiskinan sangat berpengaruh terhadap prilaku masyarakat urban. Kemiskinan tersebut disebabkan dari berbagai unsur antara lain: kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang, kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam dan kemiskinan buatan serta kemiskinan struktural. Akibat kemiskinan tersebut maka muncullah perilaku-perilaku negatif masyarakat urban disebabkan tekanan untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka, akan tetapi kesempatan untuk mendapat pekerjaan tidak ada. Perilaku negatif tersebut antara lain: menjadi pengemis, mencuri dan menjadi wanita tunasusila.

(6)

ii

Yunia Ria Rahayu, 1110013000078 “Behavior Urban Society in Drama Mega,mega Work of Arifin C.Noer and its Implications on Learning Literature in SMA ” Majors Language Education and Indonesian Literature, Science Faculty Tarbiyah and Teacher Training, Jakarta Islamic State University. Advisor Rosida Erowati, M.Hum.

Drama Mega,mega work of Arifin C.Noer is one of the drama depicting the behavior occurs in urban society. This study aims to describe behavior of urban society in the drama Mega,mega work of Arifin C.Noer and its implications in the lessons literature in high school. The method used in this research is descriptive qualitative approach between disciplines, which is Sociology and Literature focused research on human relationships end the universe.

Behavior urban society in 1966 can be described though the community in the drama Mega,mega-based on the behavior presented by figures. Analysis of drama Mega,mega this can meet basic competence in learning literature that is to describe human behavior through dialog plays. Through this learning students are expected to respect between fellow and want to seek to reach the dream.

Based on analysis has been done, these result showed that poverty very effect on the behavior of urban society. Poverty the resulting from various elements include: poverty caused aspects of physical or mental, poverty caused natural disasters and poverty made as well as structural poverty. As a result of poverty is then came the bahaviors negative urban society due to pressure to meet the needs of their lives, but the opportunity to get a job does not exist. Behavior negative include: a beggar, thieves and become prostitutes.

(7)

iii

Alhamdulillahi robbil „alamin segala puji bagi Allah atas segala yang ada di

semesta jagad raya dan telah memberi limpahan rahmat dan nikmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah limpahkan untuk Nabi besar Muhammad S.A.W, keluarga, para sahabat, dan umatnya.

Penulis menyusun penelitian ini guna memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar sarjana pendidikan program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Dalam penulisan penelitian ini penulis banyak mendapat masukan, bimbingan, saran, dorongan, dan semangat dari berbagai pihak. Semua itu tak lain untuk menjadikan penulis menjadi pribadi yang lebih baik dan kaya informasi, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Dr. Nurlena Rifa‟i, M.A.,Ph.D., dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah.

2. Mohamad Komarudin dan Sumirah selaku orang tua penulis dan adik tercinta Ahmad Ahzam Rozaq yang senantiasa memberikan kasih sayang, dorongan moral dan moril, serta mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini.

3. Rosida Erowati, M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang telah memberi bimbingan, semangat, motivasi, dan ilmu kesabaran serta memberi izin meminjam buku pribadinya guna menunjang selesainya penulisan penelitian ini.

4. Dosen-dosen jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membagi ilmunya selama masa perkuliahan.

(8)

iv

menuangkan keluh kesah dalam kegelisahan hidup melalui kesenian.

7. Keluarga kecil tercinta LST (Lingkar Sastra Tarbiyah) yang telah banyak memberi penulis pelajaran untuk menjadi pribadi lebih baik dan berbagi keluh kesah.

8. Teman-teman PBSI seperjuangan angkatan 2010, khususnya kelas B yang senantiasa memberi kebahagiaan selama masa-masa kuliah, memberi informasi dan semangat dalam menyelesaikan penellitian.

9. Teman-teman kosan Dwina Agustin dan Ade Fauziah yang telah merelakan kosannya menjadi tempat bernaung kami. Serta teman-teman penyemangat diantaranya: Mabrurroh, Aisatul Fitriah, Kurnia Dewi N, Aulia Herdiana, Fitri Khoiriani, Mawaddah, Tazka Adiati, Risqia Auliani, Ade Rufaida, Nurul Innayah, yang telah memberi pengalaman dan berbagi semangat untuk menyelesaikan penelitian.

10.Salman Abdurrahman yang senantiasa memberi semangat penulis dari kejauhan dan mengajari ilmu sabar dalam menyelesaikan penelitian.

11.Teman alumni MAN 1 Pekalongan yang telah menginspirasi dan memberi semangat penulis untuk dapat segera menyelesaikan penelitian.

Terimakasih pula untuk seluruh pihak yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian penelitian ini. Semoga Allah membalas kebaikan kalian semua. Penulis mengharap kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menjadikan penelitian ini lebih baik lagi. Besar harapan penulis agar penelitian ini dapat bermanfaat, baik untuk penulis pribadi maupun pembaca.

Jakarta, Oktober 2014

(9)

v

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Peneliian... 6

G. Metode Penelitian... 7

1. Objek Penelitian ... 7

2. Data dan Sumber Data Penelitian ... 7

3. Teknik Pengumpulan Data ... 8

4. Teknik Analisis Data ... 9

BAB II KAJIAN TEORI ... 10

A. Teori Perilaku ... 10

1. Paradigma Perilaku ... 10

B. Hakikat Masyarakat ... 13

1. Pengertian Masyarakat ... 13

2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Individu ... 15

C. Urbanisasi ... 17

(10)

vi

E. Hakikat Drama ... 21

1. Pengertian Drama ... 21

F. Unsur Intrinsik Drama... 22

G. Hakikat Sosiologi Sastra ... 27

1. Pengertian Sosiologi Sastra ... 27

2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat ... 28

H. Pembelajaran Sastra ... 29

I. Hasil Penelitian yang Relevan ... 30

BAB III PROFIL ARIFIN C. NOER ... 33

A. Biografi Arifin C. Noer ... 33

B. Karya Arifin C.Noer... 36

C. Pemikiran Arifin C.Noer ... 38

BAB IVANALISIS DAN PEMBAHASAN DRAMA MEGA,MEGA ... 41

A. Deskripsi Data ... 41

1. Unsur Intrinsik Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer... 41

B. Perilaku Masyarakat Urban ... 83

C. Masyarakat Miskin ... 94

D. Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra di Sekolah ... 102

BAB V PENUTUP105 A. Simpulan ... 104

B. Saran ... 106

(11)

1

A. Latar Belakang

Karya sastra adalah artefak; adalah benda mati, baru mempunyai makna dan menjadi objek estetik bila diberi arti oleh manusia sebagai pembaca sebagaimana artefak peninggalan manusia purba mempunyai arti bila diberi makna oleh arkeolog. 1 Drama merupakan salah satu cabang karya sastra yang di dalamnya menggambarkan kehidupan yang terjadi di masyarakat lewat dialog oleh para tokohnya. Drama juga dapat digunakan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan masyarakat, baik dalam bentuk pertunjukan maupun teks. Drama merupakan salah satu hasil pengarang dalam berkarya menggunakan imajinasinya. Namun, meskipun menggunakan unsur imajinatif dalam proses kreatifnya isi yang terkandung dalam drama bukan hanya sekedar khayali, tetapi dapat berlandaskan kehidupan yang sebenarnya.

Pada tahun 1968 kompleks kesenian Jakarta yang pembangunannya diprakarsai oleh Gubernur DKI Ali Sadikin memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam perkembangan kesenian di Indonesia.2 Pembangunan kompleks tersebut digunakan sebagai wadah untuk menuangkan kegelisahan kehidupan melalui pertunjukan. Pada tahun tersebut merupakan tahun pemerintah Orde Baru memiliki wewenang mutlak untuk mengatur kehidupan masyarakatnya.

Perhatian kepada rakyat kecilpun ditunjukan Arifin C. Noer dalam drama Mega,mega. Arifin menggambarkan sambil memberikan komentar atas apa yang digambarkan sendiri; dan cara memberi komentar itulah yang lebih penting dari

1

Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, metode kritik dan penerapannya, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 106.

2

(12)

yang digambarkannya.3 Melalui dialog dan adegan yang susul-menyusul dengan tangkas tidak mudah dipahami apabila tidak diselenggarakan dengan pementasan. Arifin tidak lagi menghadirkan drama hanya sebagai tontonan melainkan gambaran peristiwa yang terjadi sesuai zamannnya.

Pada kenyataannya drama merupakan alat yang digunakan pengarang untuk menggambarkan apa yang terjadi dalam masyarakat pada masa tertentu. Termasuk drama karya Arifin yang sering dianggap sebagai kritik sosial dengan melihat apa yang terjadi pada masyarakat golongan “cilik” di Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari sampul depan naskah drama Arifin Mega,mega yang

bertuliskan “salah satu naskah penting karya Arifin C.Noer”, sedangkan tahun

kemunculan drama Mega,mega yaitu tahun 1966 yang merupakan tahun terjadinya pergolakan politik di Indonesia. Dari situlah dapat terlihat bahwa drama Mega,mega merupakan cara yang digunakan Arifin untuk menggambarkan situasi dan keadaan masyarakat pada tahun 1966 tersebut terutama kaum urban golongan miskin yang tinggal di Yogyakarta. Pada masa itu merupakan masa terjadinya transmigrasi penduduk, dengan tujuan dapat memanfaatkan lahan-lahan kosong yang belum berpenghuni untuk mengurangi kepadatan penduduk di wilayah Jawa. Selain itu, pada masa 60-an sedang terjadi perkembangan industrialisasi secara besar-besaran menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya urbanisasi, sebab masyarakat menginginkan ekonomi yang mereka miliki dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka. Perilaku yang terbentuk dalam masyarakat urban juga dapat menjadi salah satu faktor pendorong keadaan sosial mereka dalam bertahan hidup.

Teknik Arifin membuat Mega,mega digunakan sebagai usahanya menggambarkan nasib manusia terutama menyangkut orang kecil. Seperti dalam drama Mega,mega yang meggambarkan bagaimana kehidupan masyarakat urban yang tergolong miskin menopangkan nasibnya dengan bekerja serabutan, namun

3

(13)

hasil yang mereka dapatkan jauh dari cukup. Melalui drama Mega,mega Arifin menumpahkan simpatinya terhadap kaum miskin serta menggambarkan adanya ketimpangan sosial. Mega,mega menyodorkan kehidupan sekelompok “gelandangan” yang tidak tau lagi apa yang harus dikerjakan untuk bertahan hidup. Mega,mega menciptakan suasana dan pandangan yang tidak memisahkan mimpi dari kenyataan. Masalah utama yang terdapat dalam Mega,mega adalah masalah uang. Lewat Mega,mega Arifin juga menyuguhkan bagaimana tataran masyarakat urban yang miskin mencoba bertahan hidup di tengah keterbatasan ekonomi dan memiliki impian-impian yang ingin mereka wujudkan.

(14)

semua orang, mulai pegawai kantor, Guru, pedagang, Dosen, dan pelajar.4 Melaui aktivitas tersebut dapat terlihat bagaimana kota Yogya merupakan salah satu kota yang sangat menggiurkan untuk masyarakat urban.

Fenomena tersebut merupakan salah satu bentuk manusia sebagai makluk sosial, tujuan terjadinya fenomena di Yogyakarta saat itu juga merupakan salah satu fungsi perlunnya sebuah dukungan sosial. Dukungan sosial juga berfungsi untuk mencegah terjadinya konflik sosial. Bahkan semakin tinggi nilai sumber yang diperebutkan dan kondisinya terbatas, maka konflik sosial yang terjadi akan semakin intensif dan keras. Dalam situasi demikian, dampak konflik secara psikologis sangat mencekam masyarakat dan secara sosial-ekonomi memberatkan masa depan kehidupan mereka yang terlibat konflik. Seperti Tukijan yang merasa perlu mengubah nasibnya sehingga merantau ke Sumatera. Terwujudnya masyarakat urban dapat disebabkan subtansi berdemokrasi belum memberikan keuntungan bagi rakyat dan kebijakan-kebijakan publik yang di hasilkan oleh negara juga belum memihak pada kepentingan rakyat.5 Sehingga beban kehidupan rakyat semakin berat khususnya untuk memenuhi kebutuhan primernya.

Terjadinya urbanisasi ini juga dianggap menjanjikan bagi masyarakat untuk dapat memiliki hidup yang lebih baik daripada tetap tinggal di daerah asalnya, akan tetapi dalam kenyataannya tidak semua orang dapat berhasil di daerah perantauan. Masyarakat yang tergolong berhasil menjadi manusia urban ialah mereka yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya lebih dari cukup. Sedangkan masyarakat miskin sangat jauh dari hidup berkecukupan. Dari perbedaan status sosial itu pula yang nantinya dapat mempengaruhi perilaku masyarakat urban. Selain itu, kemiskinan mental dan moral yang menggerogoti masyarakat urban juga bisa berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk. Perilaku yang terbentuk

4

Tim Peneliti Kalangan Anak Zaman, “Laporan penelitian Existing Documentation dalam Perkembangan Teater Kontemporer di Yogyakarta periode 1950-1990 Kepingan Riwayat Teater Kontemporer”, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), h. 104.

5

(15)

pada masyarakat urban dalam drama Mega,mega merupakan gambaran bagaimana besarnya pengaruh kemiskinan terhadap perilaku yang terbentuk. Di tengah ekonomi yang melilit para tokoh, mereka harus tetap mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup sedangkan pekerjaan serabutan yang mereka lakukan belum cukup menutupi kebutuhan sehari-hari, di sisi lain kemiskinan mental dan moral juga berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk sehingga muncullah perilaku-perilaku negatif.

Sehubungan dengan permasalahan yang telah diuraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti masyarakat dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer yang menggambarkan kondisi masyarakat urban golongan miskin dengan

mengambil judul “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega,mega karya

Arifn C.Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA.” Melalui penelitian ini peneliti akan mencari tahu bagaimana kehidupan masyarakat urban pada tahun 1966 ke atas yang nantinya dapat berpengaruh terhadap perilaku mereka dalam menjalani hidup di kota perantauan. Drama ini juga dinilai sebagai potret masyarakat Indonesia di masa tahun 1966, sehingga diharapkan dapat memberikan pembelajaran berkenaan dengan masyarakat sosial, unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik dalam drama.

B. Identifikasi Masalah

Identifikasi masalah yang menjadi pembahasan mencakup seluruh variabel sastra yang memungkinkan untuk diteliti, meliputi:

1. Drama dapat dijadikan objek untuk mengetahui keadaan masyarakat pada tahun 1966.

2. Keadaan sosial masyarakat urban pada tahun 1966 dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer.

3. Pengaruh kemiskinan terhadap perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer.

(16)

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, agar ruang lingkup pembatasan lebih terkonsentrasi maka penulis merasa perlu untuk membatasi masalah dengan lebih difokuskan kepada “Pengaruh kemiskinan terhadap perilaku yang terbentuk pada masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer”.

D. Rumusan Masalah

Agar penelitian lebih terfokus dan terarah maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer?

2. Bagaimana implikasi pembahasan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifn C.Noer pada pembelajaran sastra di SMA?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega Karya Arifn C. Noer.

2. Mendeskripsikan implikasi pembahasan perilaku masyarakat urban dalam drama Mega,mega karya Arifn C.Noer pada pembelajaran sastra di SMA.

F. Manfaat Penelitian

(17)

Sedangkan manfaat secara praktik, diharapakan penelitian ini dapat membantu pembaca untuk lebih memahami isi cerita dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer terutama menguraikan cara pandang pengarang yang terdapat dalam karya terkait prilaku masyarakat dengan menggunakan lintas disiplin ilmu, yaitu sastra dan sosiologi.

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, yakni penelitian akan menjelaskan secara deskriptif terhadap objek penelitian tanpa menggunakan angka-angka. Penelitian kualitatif bertujuan membangun persepsi alamiah sebuah objek, jadi peneliti mendekatkan diri kepada objek secara utuh.6 Penelitian kualitatif juga cenderung menekankan pada kontekstual, penelitian ini mengandung keseksamaan dan kesungguhan, dilakukan secara terus menerus dan berkepanjangan, yang kemudian membuat seseorang memiliki ciri-ciri perilaku tertentu sebagai bagian dari sebuah kelompok akademisi:

1. Objek Penelitian

Objek dari penelitian ini yaitu naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer dengan mengkaji “Perilaku Masyarakat Urban dalam Drama Mega,mega Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya pada Pembelajaran Sastra di SMA.”

2. Data dan Sumber Data Penelitian a. Data

Data ialah bahan mentah yang perlu diolah sehingga menghasilkan informasi atau keterangan.7 Data merupakan keterangan yang telah dikumpulkan oleh peneliti guna mempermudah proses analisis. Data penelitian ini berupa kutipan kata, kalimat serta dialog yang terdapat dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer.

6

Rachmat Djoko Pradopo, dkk, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h. 32.

7

(18)

b. Sumber Data

Sumber data penelitian terbagi menjadi dua, yakni sumber data primer dan sumber data sekunder.

1) Sumber data primer

Sumber data primer penelitian ini adalah naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer yang diterbitkan oleh Pustaka Firdausi bekerjasama dengan yayasan ADIKARYA IKAPI dan THE FORD FOUNDATION.

2) Sumber data sekunder

Sumber data sekunder penelitian ini yaitu buku maupun artikel yang berkaitan dengan penelitian dan karya-karya Arifin C.Noer serta wawancara dengan Embi C.Noer mengenai naskah drama Mega,mega.

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk pengumpulan data dari drama Mega,mega karya Arifin C.Noer yaitu:

a. Membaca secara cermat naskah drama Mega,mega karya Arifin C.Noer b. Menandai bagian kalimat yang menggambarkan perilaku masyarakat

urban dalam drama Mega,mega karya Arifin C.Noer

c. Hasil dari poin b digunakan sebagai data untuk analisis perilaku masyarakat urban dalam Mega,mega karya Arifin C.Noer

(19)

4. Teknik Analisis Data

Adapun langkah-langkah yang digunakan untuk menganalisis data adalah: a. Menganalisis data yakni drama Mega,mega karya Arifin C.Noer

berdasarkan struktur naskah meliputi tema, tokoh dan penokohan, alur, latar cerita, dan gaya bahasa.

b. Analisis dalam penelitian ini menggunakan tinjauan ilmu sosiologi sastra. Analisis ini dilakukan dengan membaca dan memahami buku yang berkaitan dengan penelitian dan mengumpulkan berbagai teks dan wawancara berkaitan dengan perilaku masyarakat urban kemudian menganalisisnya sesuai rumusan yakni perilaku masyarakat urban dalam Mega,mega karya Arifin C.Noer.

(20)

10

A.Teori Perilaku

1. Paradigma Perilaku

Arti perilaku dalam KBBI (kamus besar bahasa indonesia) adalah wujud yang mantap dari suatu rangkaian perilaku manusia atau segolongan orang sehingga tampak dan dapat dideskripsi. Sedangkan perilaku sosial adalah segala rangkaian berbagai unsur tertentu yang sudah mantap yang terdapat dalam suatu gejala masyarakat.1 Sedangkan menurut Kusmiati secara umum perilaku manusia pada hakikatnya adalah proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati diri bahwa dia adalah makhluk Hidup.

Paradigma ini memusatkan perhatian kepada tingkah laku individu yang berlangsung dalam lingkungan yang menimbulkan akibat atau perubahan terhadap tingkah laku berikutnya.2 Bagi paradigma perilaku sosial ini tingkah laku manusia itulah yang penting. Karena tindakan yang terjadi oleh perilaku seseorang diwujudkan melalui tingkah lakunya dalam lingkungan.

Peran diwujudkan dalam perilaku oleh aktor. Berbeda dengan norma, wujud perilaku ini adalah nyata, bukan sekedar harapan. Berbeda pula dari norma, perilaku yang nyata ini bervariasi, berbeda-beda dari satu aktor ke aktor yang lain.3 Lingkungannya terdiri atas berbagai macam-macam objek sosial dan objek non sosial. Teori yang termasuk dalam paradigma sosial ini

1

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h. 1198.

2

George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), h. 92.

3

(21)

adalah teori sosiologi perilaku (behavioral sosiologi), dan teori pertukaran (exchange theory). Teori perilaku sosial menitikberatkan pada hubungan antara tingkah laku aktor dengan tingkah laku lingkungannya.

Adapun asumsi-asumsi yang mendasari teori tingkah laku sosial antara lain:

a. Manusia pada dasarnya tidak mencari keuntungan maksimum, tetapi mereka senantiasa ingin mendapatkan keuntungan dari adanya interaksi yang mereka lakukan dengan manusia lain.

b. Manusia tidak bertindak secara rasional sepenuhnya, tetapi dalam setiap hubungan dengan manusia lain mereka senantiasa berpikir untung rugi. c. Manusia tidak memiliki informasi yang mencakup semua hal sebagai dasar

untuk mengembangkan elternatif, tetapi mereka ini paling tidak memiliki informasi meski terbatas yang bisa untuk mengembangkan alternatif guna memperhitungkan untung rugi tersebut.

d. Manusia senantiasa berada pada serba keterbatasan, tetapi mereka ini tetap berkompetisi untuk mendapatkan keuntungan dalam transaksi dengan manusia lain.

e. Meski manusia senantiasa berusaha mendapatkan keuntungan dari hasil interaksi dengan manusia lain, tetapi mereka dibatasi oleh sumber-sumber yang tersedia.

f. Manusia berusaha memperoleh hasil dalam ujud material, tetapi mereka juga akan melibatkan dan menghasilkan sesuatu yang bersifat non-material, misalnya emosi, perasaan suka dan sentimen.4

Adapun bentuk-bentuk perilaku sosial menurut para pakar dalam teori paradigma perilaku sosial ini antara lain:

a. Proposisi keberhasilan

4

(22)

Dalam segala hal yang dilakukan oleh seseorang, semakin sering sesuatu tindakan mendapatkan ganjaran(mendatangkan respon yang positif dari orang lain), maka akan semakin sering pula tindakan dilakukan oleh orang yang bersangkutan.

b. Proposisi stimulus

Jika suatu stimulus tertentu telah merupakan kondisi di mana tindakan seseorang mendapatkan ganjaran, maka semakin serupa stimulus yang ada dengan stimulus tersebut akan semakin besar kemungkinannya bagi orang itu untuk mengulang tindakannya seperti yang ia lakukan pada waktu yang lalu.

c. Proposisi nilai

Semakin bermanfaat hasil tindakan seseorang bagi dirinya maka akan semakin besar kemungkinan tindakan tersebut diulangi. Proposisi rasionalitas yang merupakan kombinasi tiga proposisi yang ada menyatakan bahwa di dalam memilih suatu tindakan di antara alternatif tindakan yang mungkin dilaksanakan, maka seorang akan memilih tindakan yang paling menguntungkan, dilihat dari segi waktu, nilai hasil, dan perkembangan berdasar berbagai kemungkinan pencapaian hasil. d. Proposisi kejenuhan-kerugian

Semakin sering seseorang menerima ganjaran yang istimewa maka ganjaran tersebut akan menjadi kurang bermakna.

e. Proposisi persetujuan-perlawanan

1) Jika seseorang tidak mendapat ganjaran seperti yang ia inginkan, atau mendapat hukuman yang tidak diharapkan, ia akan menjadi marah dan akan semakin besar kemungkinan bagi orang tersebut untuk mengadakan perlawanan atau menentang, dan hasil dari tingkah laku semacam ini akan menjadi lebih berharga dari dirinya.

(23)

mendatangkan hukuman seperti keinginannya, maka ia akan merasa senang dan akan semakin besar kemungkinannya bagi orang tersebut untuk menunjukan tingkah laku persetujuan terhadap tingkah laku yang dilakukan, dan hasil tingkah laku semacam ini akan menjadi semakin berharga dari dirinya.5

B.Hakikat Masyrakat

1. Pengertian Masyarakat

R. Linton berpendapat dalam Ahmadi, masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu.6 Sedangkan menurut Hassan Shadily dalam Ahmadi, ia menyebutkan bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, yang dengan atau karena sendirinya bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.7

Dipandang dari cara terbentuknya, masyarakat dapat dibagi dalam: a. Masyarakat paksaan misalnya, negara dan masyarakat tawanan

b. Masyarakat merdeka, yang terbagi pula dalam:

1) Masyarakat nature, yaitu masyarakat yang terjadi dengan sendirinya, seperti gerombolan(horde), suku(stam), yang bertalian karena hubungan darah atau keturunan. Dan biasanya masih sederhana sekali kebudayaannya.

2) Masyarakat kultur, yaitu masyarakat yang terjadi karena kepentingan keduniaan atau kepercayaan, misalnya: koprasi, kongsi perekonomian, gereja.8

5Ibid., h. 67. 6

Abu Ahmadi, Pengantar Sosiologi, (Solo: Ramadhani), h. 35. 7

(24)

Faktor-faktor yang mendorong manusia untuk hidup bermasyarakat karena adanya dorongan atau hasrat yang merupakan unsur kerohanian, unsur kejiwaan atau faktor yang mempengaruhi hidup manusia dalam pergaulan dengan manusia lainnya dalam hidup bermasyarakat. Hasrat yang mempengaruhi tingkah laku dan perbuatan tersebut antara lain:

a. Hasrat sosial, yaitu hasrat yang menghubungkan individu lainnya dengan kelompok.

b. Hasrat untuk mempertahankan diri, yaitu hasrat untuk mempertahankan diri dari pengaruh luar yang mungkin datang kepadanya. Hasrat ini merupakan hasrat organik yang timbul bila ada bahaya dari luar.

c. Hasrat berjuang, hasrat ini dapat terlihat pada saat ada persaingan, keinginan membantah pendapat orang lain, saling kejar mengejar guna memperoleh kemenangan.

d. Hasrat harga diri, merupakan hasrat pada seseorang untuk menganggap atau bertindak atas dirinya sendiri lebih tinggi daripada orang lain. Hasrat ini terlihat pada manusia saat situasi seseorang ingin mendapat penghargaan dari orang lain, pujian atau kehormatan dari masyarakat. hasrat inilah yang menimbulkan rasa congkak dan sombong pada manusia.

e. Hasrat meniru, yaitu hasrat untuk menyatakan secara diam-diam atau terang-terangan sebagian dari salah satu gejala atau tindakan. Hasrat meniru ini mempunyai dua arti penting yaitu:

(25)

2) Dapat mempertahankan bentuk-bentuk kebudayaan atau adat istiadat dari satu generasi kepada generasi berikutnya secara perlahan sehingga tidak terasa.

f. Hasrat bergaul, yaitu hasrat untuk bergabung dengan orang-orang tertentu, kelompok tertentu atau dengan masa tertentu.

g. Hasrat untuk mendapatkan kebebasan, hasrat ini akan terlihat pada saat tindakan-tindakan manusia bila mendapat kekangan atau pembatasan. Misalnya, pelanggaran terhadap peraturan hidup, terhadap norma agama, dan norma masyarakat.

h. Hasrat untuk memberitahukan, yaitu hasrat untuk menyampaikan perasaan-perasaan kepada orang lain; biasanya disampaikan dengan suara atau isyarat dan lambang-lambang tertentu. Misalnya, dengan bintang jasa, pakaian tanda berkabung, dan cincin pertunangan.

i. Hasrat tolong-menolong dan simpasi. Simpasi adalah kesanggupan untuk dengan langsung turut merasakan barang sesuatu dengan orang lain. Simpasi merupakan pembawaan dari lahir, bersifat murni, karena perasaan yang tidak sadar yang berkuasa. Misalnya, orang yang hendak menolong seseorang. 9

2. Manusia Sebagai Makhluk Sosial dan Makhluk Individu

Manusia sebagai makhluk sosial itu ada yang menitikberatkan pada pengaruh masyarakat yang berkuasa kepada individu. Yakni memiliki unsur keharusan biologis, yang terdiri dari:

a. Dorongan untuk makan

b. Dorongan untuk mempertahankan diri

c. Dorongan untuk melangsungkan hubungan beda jenis.10

9

Ibid., h. 41-45 10

(26)

Selain faktor biologis banyak faktor yang mendorong manusia secara individual membutuhkan dirinya sebagai makhluk sosial sehingga terbentuk interaksi sosial manusia satu dengan manusia lainnya. Secara garis besar faktor-faktor personal yang mempengaruhi interaksi manusia terdiri dari tiga hal, yakni:

a. Tekanan emosional. Kondisi psikologis seseorang sangat mempengaruhi bagaimana manusia berinteraksi satu sama lain, apakah sedang bahagia, senang atau sebaliknya sedih, berduka, dan seterusnya.

b. Harga diri yang rendah. Ketika kondisi seseorang berada dalam kondisi yang direndahkan, maka ia akan memiliki hasrat yang tinggi untuk berhubungan dengan orang lain. Karena ketika seseorang merasa direndahkan dengan secara spontan ia membutuhkan kasih sayang dari lain pihak atau dukungan moral untuk membentuk kondisi psikologis kembali seperti semula.

c. Isolasi sosial. Orang yang merasa atau dengan sengaja terisolasi oleh komunitasnya atau pihak-pihak tertentu, maka ia akan berupaya melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.11

Sekurang-kurangnya ada enam nilai yang amat menentukan wawasan etika dan kepribadian manusia sebagai individu maupun sebagai masyarakat, yaitu ekonomi, solidaritas, agama, seni, kuasa, dan teori.

a. Nilai teori. Ketika manusia menentukan dengan objektif identitas benda-benda atau kejadian-kejadian, maka dalam prosesnya hingga menjadi pengetahuan, manusia mengenal adanya teori yang menjadi konsep dalam proses penilaian atas alam sekitar.

(27)

b. Nilai ekonomi. Ketika manusia bermaksud menggunakan benda-benda atau kejadian-kejadian, maka ada proses penilaian ekonomi atau kegunaan, yakni dengan logika efisiensi untuk memperbesar kesenangan hidup. Kombinasi antara nilai teori dan nilai ekonomi yang senantiasa maju disebut aspek progresif dari kebudayaan.

c. Isolasi sosial. Orang yang merasa atau sengaja terisolasi oleh komunitasnya atau pihak-pihak tertentu, maka ia akan berupaya melakukan interaksi dengan orang yang sepaham atau sepemikiran agar terbentuk sebuah interaksi yang harmonis.12

C.Urbanisasi

Urbanisasi adalah suatu proses berpindahnya penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.13 Urbanisasi juga dapat dikatakan proses perpindahan keramaian dari desa ke kota. Proses urbanisasi terjadi pada negara-negara yang sudah maju industrinya maupun yang secara relatif belum memiliki industri. Urbaniasai memiliki akibat negaif terutama di negara agraris seperti Indonesia, hal ini disebabkan karena pada umumnya produksi pertanian sangat rendah apabila dibandingkan dengan jumlah manusia yang dipergunakan dalam produksi tersebut.

1) Penyebab terjadinya Urbanisasi

Sehubungan dengan proses tersebut, maka ada beberapa sebab yang melibatkan suatu daerah tempat tinggal mempunyai penduduk yang banyak dikarenakan daerah tersebut memiliki daya tarik. Sebab tersebut antara lain adalah:

 Daerah yang termasuk menjadi pusat pemerintahan atau menjadi ibu kota  Tempat tinggal tersebut letaknya sangat strategis sekali untuk usaha-usaha

perdagangan/perniagaan, seperti misalnya sebuah kota pelabuhan atau

12

Ibid., h. 57. 13

(28)

sebuah kota yang letaknya sangat dekat dengan sumber-sumber bahan mentah

 Timbulnya industri di daerah itu, yang memproduksikan barang-barang maupun jasa-jasa.14

2) Akibat Urbanisasi

Proses urbanisasi akan menimbulkan akibat lebih jauh lagi, antara lain:

 Terbentuknya suburb, tempat-tempat pemukiman baru di pinggiran kota, yang terjadi akibat perluasan kota karena pusat kota tidak mampu lagi menampung arus perpindahan penduduk desa yang begitu banyak.

 Makin meningkatnya tuna karya, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Tuna karya ini terdiri dari orang desa yang tidak segera memperoleh pekerjaan di kota, ataupun orang kota sendiri tidak berhasil dalam persaingan memperebutkan kesempatan kerja yang sangat terbatas.  Persoalan tuna karya ini akan menimbulakn berbagai kerawanan sosial,

misalnya saja makin tajamnya perbedaan antara golongan kaya-miskin (yang tidak begitu terasakan di desa) meningkatnya pelacuran dan kriminalitas. Kriminalitas semua timbul karena dorongan rasa lapar, kemudian berubah menjadi pekerjaan tetap karena dianggap sebagai cara yang mudah untuk menumpuk kekayaan dalam waktu yang singkat.

 Pertambahan penduduk kota yang pesat menimbulkan masalah perumahan. Orang terpaksa tinggal dalam rumah-rumah yang sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Hal ini akan menimbulkan masalah yang lebih jauh lagi, yaitu kerusakan lingkungan hidup karena kota dipaksa untuk menampung penduduk yang melebihi daya tampungnya.

 Lingkungan hidup yang tidak sehat, apalagi ditambah dengan adanya berbagai kerawanan sosial memberi pengaruh yang negatif terhadap pendidikan generasi muda.15

(29)

D.Teori Kemiskinan

Pengertian dasar mengenai kemiskinan adalah tidak tercukupinya kebutuhan mendasar seperti pangan, sandang, dan papan. Suparlan dalam Tumanggor menyatakan kemiskinan adalah sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu adanya suatu tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat bersangkutan.16 Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang tergolong sebagai orang miskin.

Klasifikasi atau penggolongan seseorang atau masyarakat itu dikatakan miskin, ditetapkan dengan manggunakan tolok ukur yang umumnya dipakai adalah sebagai berikut:

a. Tingkat pendapatan b. Kebutuhan relatif

Di Indonesia, tingkat pendapatan digunakan untuk waktu kerja sebulan. Dengan adanya tolok ukur ini, maka jumlah dari siapa yang tergolong sebagai orang miskin dapat diketahui. Tolok ukur yang dibuat dan digunakan untuk menentukan besarnya jumlah orang miskin ialah batasan tingkat pendapatan per waktu kerja (Rp30.000 perbulan atau lebih rendah) yang dibuat pada tahun 1976/1977; di samping itu juga tolok ukur yang dibuat berdasarkan atas batas minimal jumlah yang dikonsumsi yang diambil bersamaannya dalam beras, di mana dinyatakan batas minimal kemiskinan adalah mereka yang makan di warung kurang dari 320kg beras di desa dan 420kg di kota pertahunnya.

Tolok ukur yang lain ialah yang dinamakan tolok ukur kebutuhan relatif per keluarga, yang batasan-batasannya dibuat berdasarkan atas kebutuhan minimal yang harus dipenuhi guna sebuah keluarga dapat melangsungkan kehidupannya

15

Abu Ahmadi, Op.cit., h. 248. 16Ibid.,

(30)

secara sederhana tapi memadai sebagai warga masyarakat yang layak. Tercukupinya tolok ukur ini adalah kebutuhan-kebutuhan yang berkenaan dengan biaya sewa rumah dan mengisi rumah dengan peralatan rumah tangga yang sederhana tapi memadai, biaya untuk memelihara kesehatan dan untuk pengobatan, biaya untuk menyekolahkan anak-anak, biaya untuk sandang dan pangan sederhana tapi mencukupi dan memadai.

Kemiskinan menurut pendapat umum dapat dikategorikan dalam tiga unsur, yaitu:

a. Kemiskinan yang disebabkan aspek badaniah atau mental seseorang. b. Kemiskinan yang disebabkan oleh bencana alam.

c. Kemiskinan buatan.

Kemiskinan disebabkan aspek badaniah biasanya orang tersebut tidak bisa berbuat maksimal sebagaimana manusia lainnya yang sehat jasmaniah. Karena cacat badaniah misalnya, dia lantas berbuat atau bekerja secara tidak wajar, seperti: menjadi pengemis atau meminta-minta. Menurut ukuran produktifitas kerja, maka tidak bisa menghasilkan sesuatu yang maksimal malah lebih bersifat konsumtif, sedangkan yang menyangkut aspek mental, biasanya mereka disifati oleh sifat malas bekerja secara wajar, sebagaimana manusia lainnya.

Kemiskinan yang disebabkan karena bencana, apabila tidak segera diatasi sama saja halnya dengan menimbulkan beban bagi masyarakat umum lainnya. Mereka yang kena bencana alam, umumnya tidak memiliki tempat tinggal bahkan sumber-sumber daya alam yang mereka miliki sebelumnya habis oleh pengikisan bencana alam, biasanya pihak pemerintah mengambil atau menempuh dua cara, pertama sebagai pertolongan sementara diberikan bantuan secukupnya dan tindakan berikutnya mentransmigrasikan mereka ke tempat-tempat lain yang lebih aman dan memungkinkan mereka bisa hidup layak.

(31)

serta politik. Kemiskinan struktur ini selain ditimbulkan oleh struktur penenangan atau nrimo memandang kemiskinan sebagai nasib, malahan sebagai takdir Tuhan.17 Kemiskinan juga di antaranya dapat disebabkan oleh struktur ekonomi, yakni realisasi hubungan antara suatu objek dan objek, dan antara subyek-subyek komponen-komponen yang merupakan bagian dan suatu sistem.18

E.Hakikat Drama 1. Pengertian Drama

Drama atau sandiwara adalah seni yang mengungkapkan pikiran atau perasaan orang dengan mempergunakan laku jasmani, dan ucapan kata-kata.19 Pendapat mengenai pengertian drama di atas sejalan dengan pendapat Sidjiman dalam Siswanto yang menuliskan drama adalah karya sastra yang bertujuan menggambarkan kehiduapan dengan mengemukakan tikaian dan emosi lewat lakuan dan dialog.20 Melalui dialog itulah yang membedakan antara drama dengan karya sastra lainnya, sebab pada karya sastra lain seperti novel dan cerpen bentuk yang digunakan adalah menggunakan narasi.

Kata drama berasal dari bahasa Yunani dram yang berarti gerak. Sedangkan dari segi etimologisnya, drama mengutamakan perbuatan, gerak, yang merupakan inti hakikat setiap karangan yang bersifat drama.21 Jadi, drama berarti perbuatan atau tindakan. Sedangkan menurut Moulton dalam Karmini drama adalah hidup yang dilukiskan dengan gerak.22

Dalam kamus Besar Bahasa Indonesia drama adalah komposisi syair atau prosa yang diharapkan dapat menggambarkan kehidupan dan watak melalui tingkah laku (akting) atau dialog yang dipentaskan; cerita atau kisah, terutama yang melibatkan konflik atau emosi, yang khusus disusun untuk pertunjukan teater. Jika dalam novel, watak maupun konflik dipaparkan

17Ibid., h. 312. 18

Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 313. 19

Rendra, Seni Drama untuk Remaja, (Jakarta: Burungmerak Press) h. 73 20

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008) h. 163 21

(32)

melalui narasi yang dibuat oleh pengarang, maka dalam drama-watak maupun konflik dijelaskan melalui dialog-dialog para tokoh.

Meskipun berbentuk dialog, dilihat dari kemungkinan untuk dipentaskan ada naskah yang dapat dan akan menarik perhatian orang jika dipentaskan yang disebut sebagai drama pentas atau drama saja, dan banyak pula yang tidak memberikan kemungkinan untuk dipentaskan dan disebut sebagai drama baca.23 Drama dikelompokan kedalam karya sastra karena media yang digunakan untuk menyampaikan gagasannya atau pikiran pengarangnya adalah bahasa. Sehingga dengan mudah dapat dijumpai adanya karya drama yang sarat dengan dialek, bahasa sehari-hari, atau bahasa formal. Dipakainya ragam bahasa tersebut tentu berdasarkan sejumlah alasan yang secara sosiologis dapat mejelaskan banyak hal.24 Misalnya pengarang ingin menunjukan latar tempat yang digunakan dalam drama adalah di daerah Jawa maka bahasa yang ia gunakan pada dialog tokohnya tentunya menggunakan bahasa Jawa.

F. Unsur Intrinsik Drama

Unsur yang membangun seni drama sebagai pertunjukan berbeda dengan teks drama.25 Unsur drama sebagai seni pertunjukan adalah plot, karakterisasi, dialog, tata artistik, dan gerak. Sedangkan unsur-unsur teks drama hampir sama dengan prosa rekaan yakni:

a. Tema

Tema adalah gagasan sentral yang menjadi dasar tolak penyusunan dan yang sekaligus menjadi sasaran atau tujuan karangan itu.26 Dalam tema, boleh dikatakan belum terlihat kecenderungan pengarang untuk memihak. Oleh

23

Melani Budianta,dkk, Membaca Sastra Pengantar Memahami Sastra untuk Perguruan Tinggi, (Magelang: Indonesia Tera, 2006), h. 112.

24

Ibid.,

25

Wahyudi Siswanto, Op.Cit., h. 163. 26

(33)

karena itu, masalah apa saja dapat dijadikan tema dalam cerita atau karya sastra.27

Kategori tema berdasarkan tingkat keutamaannya, yaitu ada tema utama dan tema tambahan.28 Sebuah karya (drama) memungkinkan memiliki tema lebih dari satu atau lebih dari satu interpretasi. Menentukan tema pokok merupakan aktivitas memilih, mempertimbangkan, dan menilai, di antara sejumlah makna yang ditafsirkan ada dalam karya sastra bersangkutan.

Makna cerita pada bagian tertentu dapat dikatakan sebagai makna bagian atau makna tambahan. Makna-makna tambahan inilah yang disebut sebagai tema tambahan atau tema minor. Tema tambahan ini merupakan tema yang medukung dan mempertegas eksistensi makna utama sebuah cerita atau tema utama merangkum berbagai makna tambahan dalam sebuah cerita.29 Seperti dalam drama Mega,mega karya Arifin memiliki tema utama dan tambahan, yang akan dijelaskan lebih rinci dalam bab analisis.

b. Tokoh dan penokohan

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita, sedangkan cara sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan.30 Menurut definisinya, tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita.31

Berdasarkan peran dan pentingnya seorang tokoh dalam cerita fiksi secara keseluruhan, dibedakan menjadi tokoh utama dan tokoh tambahan.32 Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan dalam penceritaannya. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan. Baik sebagai pelaku kejadian maupun

(34)

yang dikenai kejadian, sedangkan tokoh yang dianggap tidak mendominasi namun masih memiliki andil yang besar dalam jalannya cerita disebut tokoh tambahan. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi karena kadar keutamaan tokoh-tokoh itu bertingkat: tokoh-tokoh utama (yang) utama, tokoh-tokoh utama tambahan, tokoh-tokoh tambahan (pariferal) utama, dan tokoh tambahan (yang memang) tambahan.33 c. Alur(Plot)

Abrams dalam Melani Budianta mengatakan alur ialah rangkaian cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin sebuah cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita. 34 Alur adalah sambung sinambung peristiwa berdasarkan sebab akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, tetapi yang lebih penting adalah menjelaskan mengapa hal itu terjadi sedangkan menurut Karmini dalam bukunya mengatakan plot merupakan cerminan, bahkan berupa perjalanan tingkah laku para tokoh dalam bertindak, berfikir, berasa, dalam bersikap menghadapi berbagai masalah kehidupan.35 Jadi, dapat dikatakan bahwa alur merupakan serangkaian peristiwa yang terjadi dalam sebuah cerita.

Tasrif dalam Nurgiantoro mengklasifikasikan tahapan plot menjadi lima bagian. Kelima tahapan itu antara lain:

a. Tahap Situation: tahap penyituasian, yaitu pengarang mulai melukiskan suatu keadaan, berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh cerita. Tahap ini merupakan tahap pemberian informasi awal, dan lainnya terutama berfungsi untuk melandastumpui cerita.

b. Tahap Generation cicumstances: tahap pemunculan konflik. Masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan. Jadi, tahap ini merupakan tahap awal munculnya konflik dan

33

Ibid., h.260 34

Melani Budianta. Op. Cit., h.159. 35

(35)

konflik itu sendiri akan berkembang dan atau dikembangkan menjadi konflik-konflik pada tahap berikutnya.

c. Rising action: tahap peningkatan konflik. Konflik yang telah dimunculkan pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar intensitasnya. Peristiwa-peristiwa dramatik yang menjadi inti cerita semakin mencekam dan menegangkan. Konflik-konflik yang terjadi, internal, eksternal, atau keduanya, pertentangan-pertentangan, benturan-benturan antar kepentingan masalah dan tokoh yang mengarah ke klimaks semakin tidak dapat dihindari.

d. Climax: tahap klimaks. Konflik dan pertentangan yang terjadi, yang dilakukan dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks cerita akan dialami oleh tokoh-tokoh utama yang berperan sebagai pelaku dan penderita terjadi konflik utama. Sebuah fiksi yang panjang mungkin saja memiliki lebih dari satu klimaks.

e. Tahap Denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Adapun jika dijadikan bagan akan terlihat seperti gambar di bawah ini.36

Klimaks

Inciting Forces Denouement,

Pelarian

d. Latar cerita

Abrams dalam Nurgiantoro menyebutkan bahwa latar atau setting atau yang disebut juga dengan landas tumpu, menunjuk pada pengertian tempat,

36

(36)

hubungan waktu sejarah, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.37 Latar memberikan pijakan secara jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realitas kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi.38 Unsur latar dalam Nurgiantoro dibagi menjadi tiga, yaitu latar tempat, latar waktu, dan sosial.

 Latar tempat

Latar tempat menunjuk pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang dipergunakan mungkin berupa nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Penggunaan latar tempat dengan nama-nama tertentu haruslah mencerminkan, atau paling tidak, tidak bertentangan dengan sifat dan keadaan geografis tempat yang bersangkutan.

 Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa

-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.  Latar sosial-budaya

Latar sosial budaya menunjuk pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.39

e. Gaya bahasa

(37)

bahasa. Dalam analisis sastra, unsur fonetik bahasa tidak dapat dipisahkan dari makna.41 Sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, dan sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa. 42

G.Hakikat Sosiologi Sastra 1. Pengertian Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra.43 Dari segi etimologi, sosiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata „sosio‟ (Socius berarti bersama-sama, bersatu, kawan, teman) yang bermakna masyarakat dan

logi‟ atau logos yang artinya ilmu.44 Secara singkat dapat dijelaskan bahwa

sosiologi adalah telaah yang objektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyarakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial.45 Jadi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan masyarakat.

Sastra dari akar kata „sas‟ (Sanskerta) berarti mengarahkan, mengajar,

memberi petunjuk, dan instruksi. Akhiran „tra‟ berarti alat, sarana. Sastra

dapat dikatakan kumpulan alat untuk mengajar atau buku petunjuk. Maka kesusastraan artinya kumpulan hasil karya yang baik.

Sesungguhnya antara sosiologi dan sastra merupakan dua ilmu yang memiliki objek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat.46 Hakikat sosiologi adalah objektivitas, sedangkan hakikat karya sastra adalah objektivitas dan kreativitas sesuai dengan pandangan masing-masing pengarang. Jadi, dasar pemikiran yang mengitari konsep sosiologi sastra adalah keterkaitan sastra dengan masyarakat.

Nyoman Kutha Ratna, Paradigma Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013) h. 1. 44

Ekarini Saraswati, Sosiologi Sastra Sebuah Pemahaman Awal, (Malang: UMM Press) h. 2. 45

Sapardi Djoko Damono, Sosiologi Sastra Sebuah Pengantar Ringkas, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1979) h. 7

46

(38)

Munculnya sebuah karya sastra merupakan gambaran dari masyarakat itu sendiri, sebab sastra merupakan refleksi hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan masyarakat.47 Dalam konteks ini, sastra bukanlah sesuatu yang otonom, berdiri sendiri, melainkan sesuatu yang terikat erat dengan situasi dan kondisi lingkungan tempat karya itu dilahirkan.48

Untuk meneliti sebuah karya sastra dalam penelitian ini khususnya drama sangat berkaitan dengan masyarakat, sehingga untuk mendeskripsikan sosial yang terjadi dalam masyarakat dibutuhkan ilmu sosial. Lagi pula sastra “menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif manusia. 49 Dengan demikian, penelitian sosiologi sastra, baik dalam bentuk penelitian ilmiah maupun aplikasi praktis, dilakukan dengan cara mendeskripsikan, memahami, dan menjelaskan unsur-unsur karya sastra dalam kaitannya dengan perubahan-perubahan struktur sosial yang terjadi di sekitarnya.50

2. Sastra Sebagai Cermin Masyarakat

Karya sastra adalah sebuah struktur tanda yang bermakna. Di samping itu, karya sastra adalah karya yang ditulis oleh pengarang. Pengarang tidak terlepas dari sejarah sastra dan latar belakang sosial budayanya. Maka semua itu tercermin dalam karya sastranya. Oleh karena itu, seluruh situasi yang berhubungan dengan karya sastra itu haruslah diperhatikan dalam konkretisasi atau pemaknaan karya sastra.

Hill dalam Pradopo menyebutkan karya sastra adalah sebuah struktur yang kompleks, oleh karena itu untuk memahaminya haruslah karya sastra

47

Rachmat Djoko Pradopo, dkk, Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2002), h. 151.

48

Ibid.,

49

Wellek dan Warren, Teori Kesusastraan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 109. 50

(39)

dianalisis.51 Sedangkan Goldman dalam Faruk mengemukakan dua pendapat mengenai karya sastra pada umumnya yaitu, (1) bahwa karya sastra merupakan ekspresi pandangan dunia secara imajiner, dan (2) bahwa dalam usahanya mengekspresikan pandangan dunia itu, pengarang menciptakan semesta tokoh, objektif, dan relasi secara imajiner.52

Konsep tersebut menandai bahwa sosiologi sastra akan meneliti sastra sebagai (1) ungkapan historis, ekspresi suatu waktu, sebagai sebuah cermin, (2) karya sastra memuat aspek sosial budaya, yang memiliki fungsi siosial berharga. Aspek fungsi sosial sastra berkaitan dengan cara manusia hidup bermasyarakat.

H. Pembelajaran Sastra

Pembelajaran sastra dapat diterapkan disemua jenjang sekolah mulai dari SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi yang tentunya harus disesuaikan dengan kompetensi yang hendak dicapai. Pendidikan sastra adalah pendidikan yang mencoba mengembangkan kompetensi apresiasi sastra, kritik sastra, dan proses kreatif sastra.53 Dalam pembelajaran sastra peserta didik dapat diajak untuk terlibat langsung dalam proses pembelajaran seperti, membaca, memahami, menganalisis, dan menikmati karya sastra secara langsung. Sastra sesungguhnya dapat memperhalus perasaan dan jiwa para siswa. Lewat sastra, mereka akan mengenal hidup, toleran, dan anti kekerasan.54

“Pembelajaran sastra dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa mengapresiasi karya sastra. Kegiatan mengapresiasi sastra berkaitan erat dengan latihan mempertajam perasaan, penalaran, dan daya khayal, serta kepekaan terhadap masyarakat, budaya, dan lingkungan hidup. Siswa diharapkan mampu menikmati, menghayati, memahami, dan memanfaatkan

51

Rachmat Djoko Pradopo, Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya, (Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 108.

52

Faruk, Pengantar Sosiologi Sastra, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013), h. 71. 53

Wahyudi Siswanto, Op.cit., h. 168. 54

(40)

karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan

kemampuan berbahasa”.55

Ketepatan dalam pengajaran sastra tersebut dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak.56

I. Penelitian yang Relevan

Penelitian relevan digunakan untuk menghindari adanya praktik plagiarisme. Untuk menghindari hal tersebut penulis akan paparkan beberapa penelitian sebelumnya untuk dijadikan perbandingan dan penelitian relevan. Penelitian relevan tersebut antara lain:

Skripsi berjudul “Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama

Umang-umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya

terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”, ini karya Yunita Mahasiswa Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada tahun 2014. Penelitian tersebut mendeskripsikan pandangan hidup seorang tokoh dalam drama Umang-umang atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer. Hasil penelitian tersebut meliputi: pertama, ia menganggap bahwa di dunia ini tidak lagi diperlukan cinta kasih, semua hal itu malah akan membuat lemah dan tidak bergairah dalam hidup. Kedua, pandangannya tentang penderitaan berubah, menurutnya, penderitaan adalah ketika ia menikah dan memiliki keluarga. Ketiga, pandangan Waska tentang tanggung jawab yang bagianya itu kekokohan hidup, tanggung jawab yang ia miliki adalah tanggung jawab terhadap waktu jika ingin menjadi orang besar. Keempat, adalah pandangan hidupnya tentang harapan. Harapan baginya adalah omong kosong, berharap sama saja

55Martono, “

Pembelajaran Sastra Sebagai Media Pendidikan Multikultural; Sastra dan Budaya Urban dalam Kajian Lintas Media; Prosiding Konferensi Internasional Kesusastraan XXI Himpunan Sarjana Kesusatraan Indonesia(Surabaya: Unair, 2010), h. 458.

56

(41)

menjatuhkan diri ke dalam lubang ketakutan.57 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yunita dan dibandingkan dengan penelitian yang penulis lakukan memiliki perbedaan dari segi objek yang dikaji.

Selanjutnya penelitian dari skripsi berjudul “Nilai Akhlak Karimah dalam Naskah Drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia Karya Arifin C.Noer dan

Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA”, karya Nandya Ratna

Prihatiningsih Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi nilai akhlak karimah yang ada dalam naskah drama Telah Pergi Ia Telah Kembali Ia karya Arifin C. Noer yang diharapkan digunakan sebagai bahan pembelajaran di sekolah nantinya. Hasil dari penelitian tersebut meliputi: 1) akhlak terhadap Allah, meliputi: cinta dan rida, tawakal, dan bertaubat. 2) akhlak terhadap Rasulullah Saw, meliputi: mengucapkan salawat dan salam, mencintai dan memuliakan rasul, dan mengikuti dan mentaati rasul. 3) akhlak terhadap manusia, meliputi: jujur, tawaduk, sabar, penolong, berani, sederhana, dermawan, dan istikamah. 4) akhlak bernegara, meliputi: musyawarah, adil, dan hubungan pemimpin dan yang dipimpin.58 Penelitian ini juga memiliki berbedaan dari penelitian yang penulis lakukan yakni, memiliki objek yang berbeda dalam analis.

Penelitian ketiga yang dijadikan sebagai penelitian relevan berjudul “Watak dan Perilaku Tokoh Jumena Martawangsa dalam Naskah Drama Sumur Tanpa Dasar Karya Arifin C.Noer” karya Muhammad Imam Turmudzi. Tujuan penelitian ini untuk mendeskrripsikan watak dan perilaku tokoh Jumena yang menjadi pematik konflik, faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh Jumena fungsi tokoh sebagai pematik konflik. Hasil penelitian menunjukan berbagai macam

57Yunita, Skripsi berjudul; “

Pandangan Hidup Tokoh Waska dalam Naskah Drama Umang-umang Atawa Orkes Madun II Karya Arifin C.Noer dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Sastra di SMA, 2014, h. i.

58Nandya Ratna Prihatiningsih, skripsi berjudul “

(42)

watak dan perilaku tokoh Jumena yang menjadi pematik konflik, faktor yang mempengaruhi perilaku tokoh Jumena, dan fungsi Jumena sebagai pematik konflik dalam naskah drama Sumur Tanpa Dasar karya Arifin C.Noer.59 Meskipun memiliki kesamaan dalam objek, akan tetapi sumber data yang digunakan berbeda.

Berdasarkan beberapa penelitian relevan tersebut dapat diketahui adanya perbedaan dan kesamaan dari hasil analisis yang telah dilakukan dari masing-masing penulis. Perbedaan terletak pada masing-masing-masing-masing objek yang dianalisis oleh para penulis dan sumber data yang digunakan. Sedangkan persamaannya yaitu para penulis menganalisis karya sastra dari pengarang yang sama yakni drama karya Arifin C.Noer.

59Muhammad Imam Turmudzi, Jurnal Sastra Indonesia vol. 2 no. 1 “

(43)

33

A. Biografi Arifin C. Noer

Arifin memiliki nama lengkap Arifin Chairin Noer, lahir di Cirebon Jawa Barat 10 Maret 1941.1 Ia meninggal di Jakarta, pada 28 Mei 1995 diusia yang ke 54 tahun. Ayahnya merupakan seseorang yang berprofesi sebagai tukang sate dan gulai, meskipun terlahir dari keluarga yang sangat sederhana, akan tetapi ia memiliki semangat yang tinggi untuk menimba ilmu.

Pendidikan pertama yang ditempuhnya di sekolah SD Taman Siswa, Cirebon, kemudian melanjutkan pendidikan di SMP Muhammadiyah, Cirebon. Tak lama setelah lulus dari SMP ia melanjutkan ke sekolah tingkat atas di SMA Negeri Cirebon, meskipun tidak diselesaikan. Lalu mencoba melanjutkan kembali pendidikannya di Sekolah Jurnalistik, Solo. Setelah lulus, pada tahun 1967 masuk ke perguruan tinggi dan mengambil pendidikan di Fakultas Sosial Politik Universitas Cokroaminoto, Yogyakarta. Serta International Writing Program, Universitas Iowa, AS pada tahun 1972.2

Sejak SLP Arifin sudah giat bermain sandiwara, karyanya yang pertama kali berjudul Dunia Yang Retak, ia menulis sekaligus menyutradarai pementasan tersebut.3 Saat masih sekolah di Solo, ia bergabung dengan Himpunan Peminat Sastra Surakarta(HPSS) sambil mencanangkan hari puisi.4 Pada tahun 1960-an Arifin menikah dengan Nurul Aini dan tinggal di Yogyakarta. Semenjak pindah ke Yogyakarta pada tahun 1960-an ini kreativitasnya dibidang penulisan puisi

1Hardo S, “Arifin C.Noer, Sineas Lengkap”, Jakarta: Suara Karya Minggu, no. 1073, Minggu ketiga Agustus 1992, h.3

2

Puji Sentosa.“Biografi Arifin C.Noer”, http://pujies pujies.blogspot.com/2010/01/arifin-c-noer.html. Diunduh Senin, 27-1-2014

3

(44)

dan drama semakin berkembang.5 Sebelum akhirnya Arifin menekuni dunia Tetaer, pertama kali ia bergabung dengan sebuah teater bernama "Teater Muslim" pimpinan Mohammad Diponegoro kemudian bergabung dengan "Bengkel Teater" pimpinan W.S. Rendra. Pada tahun 1968 dengan modal kreativitasnya yang tinggi dalam dunia teater kemudian pindah ke Jakarta dan mendirikan sebuah teater yang diberi nama “Teater Kecil”, teater ini pun dijadikan sebagai wadah untuk mengekspresikan kreatifitas seni khususnya teater di Indonesia.6 Melalui teater kecil ini Arifin memiliki harapan agar kesenian di Indonesia dapat dikembangkan agar memiliki kualitas yang lebih baik.

Semenjak memiliki “Teter Kecil” ia mulai memikirkan kebutuhan finansial untuk dapat menujang proses kreatifitas teaternya dalam berkesenian agar kehidupan berteater dapat berjalan terus, kemudian ia mulai bekerja sebagai manajer pengelola Balai Bimbingan dan Latihan Kerja di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur. Namun karena merasa kreativitas seninya tidak terasah saat bekerja sebagai Manager, ia pun memilih untuk berhenti dan menjabat menjadi Ketua Dewan Kesenia Jakarta. Ia juga pernah diundang ke sebuah akademi teater di Amerika Serikat untuk menjadi dosen tamu di sana. Selain itu Arifin juga pernah menjabat sebagai kepala humas majalah Sarinah. Merasa tidak dapat mengembangkan kreativitasnya dibidang seni, pada akhirnya untuk kesekian kalinya Arifin keluar dari pekerjaannya untuk menekuni dunia perfilman dan teater.

Arifin mulai terjun ke dunia film pada tahun 1971. Berkat kegigihannya dan konsistensinya dalam dunia seni, lewat film karyanya berjudul Pemberang, ia dapat menyabet piala The Golden Harvest pada Festival Film Asia (1972), film berjudul Melawan Badai pun tak luput mendapat penghargaan sebagai sekenario terbaik, film Suci Sang Primadona juga menjadi film terbaik dalam Festival Film Indonesia (1973, 1974, 1990), pada tahun 1982 film Serangan

5

Ibid., 6

(45)

Fajar menyabet 5 piala Citra, dan film yang dibintangi oleh Meriam Bellina dengan Rano Karno berjudul Taksi menjadi film terbaik dalam Festival Film Indonesia pada tahun 1990 dan meraih 7 piala citra, selain itu Arifin juga mendapat piala Vidia dalam Festival Sinetron Indonesia (1995). Lebih hebatnya lagi melalui film hasil garapannya yang mendapat penghargaan terbesar selama pemerintahan Orde Baru adalah film "Pengkhianatan G.30.S/PKI" yang dibintangi Umar Kayam, keberhasilan kembali diraihnya dengan gelar sebagai penulis sekenario terbaik. Film ini selalu diputar setiap tahun melalui TVRI dalam memperingati "Hari Kesaktian Pancasila" dan baru diberhentikan setelah pemerintahan Orde Baru tumbang.

Selain film-film karyanya, beberapa naskah drama Arifin pun tak luput dari kemenangan, karya drama tersebut yaitu: drama Mega,Mega, menjadi pemenang kedua sayembara naskah drama Badan Pembinaan Teater Nasional Indonesia(BPTNI) tahun 1967, naskah drama Kapai-kapai memenangkan Hadiah I sayembara penulisan lakon DKJ. Sebagai sastrawan yang unggul dan kreatif, ia juga sering mendapat hadiah sastra, antara lain, Pemenang Sayembara Penulisan Naskah Lakon dari Teater Muslim, Yogyakarta (1963) atas karyanya "Matahari di Sebuah Djalan Ketjil" dan "Nenek Tertjinta", Anugerah Seni dari Pemerintah Republik Indonesia (1972) atas jasanya dalam mengembangkan kesenian di Indonesia, Hadiah Sastra ASEAN dari Putra Mahkota Thailand (1990) atas karyanya Ozon, dan Hadiah Sastra dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1990). Dramanya Kapai-Kapai diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Harry Aveling dengan judul Moths dan diterbitkan di Kuala Lumpur, Malaysia.7

(46)

B. Karya Arifin C.Noer

Arifin digolongkan oleh Abdul Hadi WM sebagai sastrawan besar untuk bidang teater sebagai tokoh angkatan 70-an yang lakon sandiwaranya bernada surealis.8 Sastrawan yang disebut sebagai Sineas Lengkap dalam sebuah Majalah Suara Karya Minggu ini telah banyak melahirkan karya, dikatakan sebagai Sineas Lengkap sebab ia bukan hanya menyutradari, tetapi juga menulis cerita dan skenario. Dengan menulis sendiri cerita dan skenario kemudian menyutradarinya, maka apa yang ingin disampaikan kepada penonton bisa utuh.9 Kelancaran bertutur dan penyelesaian konflik yang tidak bertele-tele menjadi ciri khas dan sekaligus kekuatan film-film Arifin. Namun untuk menikmati hasil film garapan Arifin juga tidak mudah, sebab diperlukan sebuah kecermatan mengikuti alur cerita dan membedah dialog-dialognya.10 Seperti Film karya Arifin yang berjudul Bibir Mer, film ini dapat dikatakan sebagai refleksi kegelisahan terhadap kehidupan sosial dan perilaku umum yang sudah demikian absurd. Menurut Arifin dalam sebuah wawancaranya kepada sebuah surat kabar Suara Karya Minggu mengatakan “Pokoknya film ini bercerita tentang bibir di

Indonesia”. Berdasrkan hasil wawancara tersebut, Arifin menjelaskan bahwa inti

isi dari film Bibir Mer tersebut adalah tentang cara bersikap masyarakat Indonesia.

Menurut kritisi sastra dan drama menilai Arifin sebagai salah satu pembaharu dunia drama di Indonesia. Karya-karya drama dan puisinya mempunyai jalinan yang kuat dramatik, sedangkan drama-dramanya puitis sekali. Kritikus Film Dr. Salim Said juga menuliskan pendapatnya tentang karya

Arifin,“sebuah skenario yang plastis dan memberi kesempatan sebesar-basarnya

kepada penonton. Tanpa perlu menceritakan semuanya, penonton bisa tahu jalan cerita…dengan sedikit menggunakan sedikit pikiran dan perasaannya”.

8

Anonim, Arifin C.Noer: “Sutradara Boleh Mati”, Mengapa Teater Koma Laris?, (Jakarta: Mingguan Pikiran Rakyat, edisi Minggu 8 April 1990), h. 6.

9

Hardo S, Op.Cit.,

Referensi