• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teori

2. Unsur Intrinsik Karya Sastra

Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri (Nurgiyantoro, 1995: 23). Menurut Nurgiyantoro unsur intrinsik fiksi terdiri dari: tokoh, alur, latar dan pelataran, tema, bahasa, dan amanat atau moral. Unsur-unsur yang menjadi bahan penelitian ini adalah: tokoh, alur, latar, tema, bahasa, dan amanat serta hubungan antarunsur intrinsik dalam cerpen “Black Forest”. Untuk lebih jelasnya unsur intrinsik tersebut akan diuraikan di bawah ini.

a. Tokoh

Tokoh adalah para pelaku yang terdapat dalam sebuah fiksi. Tokoh dalam fiksi merupakan ciptaan pengarang meskipun dapat juga merupakan gambaran dari orang-orang yang hidup di alam nyata (Wiyatmi, 2006: 30). Menurut Sudjiman via Budianta dkk(2002: 86) tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita dalam cerita.

Ditinjau dari segi keterlibatannya dalam keseluruhan cerita, tokoh fiksi dibedakan menjadi dua, yakni tokoh sentral atau tokoh utama dan tokoh tambahan (Sayuti, 2000: 74―78). Tokoh sentral merupakan tokoh yang mengambil bagian terbesar peristiwa dalam cerita tokoh sentral dapat ditentukan dengan cara tokoh itu yang paling terlibat dengan makna atau tema, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan tokoh itu paling banyak memerlukan waktu penceritaan. Tokoh tambahan merupakan tokoh yang kehadirannya mendukung tokoh utama. Selain itu dikenal tokoh sederhana dan tokoh kompleks. Tokoh sederhana ialah tokoh yang kurang mewakili keutuhan personalitas manusia dan hanya ditonjolkan satu sisinya. Tokoh kompleks ialah tokoh yang dapat dilihat sisi kehidupannya, tokoh ini dapat memberikan kejutan kepada para pembaca.

Menurut Nurgiyantoro (1995: 176—198) tokoh dibedakan menjadi:

1. Tokoh utama dan tokoh tambahan

Tokoh Utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaanya dalam novel bersangkutan. Tokoh utama paling banyak diceritakan dan selalu berhubungan dengan tokoh-tokoh lain, ia sangat menentukan perkembangan plot secara keseluruhan. Ia selalu hadir sebagai pelaku atau yang dikenai kajadian dan konflik, penting mempengaruhi plot. Pemunculan tokoh-tokoh tambahan dalam keseluruhan cerita lebih sedikit, tidak dan kehadiranya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama, secara langsung atau tak langsung.

2. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, dan merupakan salah satu tokoh yang merupakan pengejawatahan norma-norma yang ideal bagi kita. Sedang tokoh antagonis atau tokoh lawan adalah penentang tokoh utama protagonis.

3. Tokoh sederhana dan tokoh Bulat

Tokoh sederhana dalam bentuk asli adalah tokoh yang hanya memiliki kualitas pribadi tertentu, satu sifat-watak yang tertentu saja. Yang tidak diungkapkan berbagai kemungkinan sisi kehidupanya, tidak memiliki sifat dan tingkah laku yang memberikan sifat kejutan bagi pembaca. Sifat dan tingkah laku

seorang tokoh sederhana bersifat datar, monoton, hanya mencerminkan satu watak tertentu yang dirumuskan hanya dengan sebuah kalimat, atau bahkan sebuah frase saja.

Tokoh bulat, kompleks, berbeda halnya dengan tokoh sederhana. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadiannya dan jati dirinya. Dibandingkan dengan tokoh sederhana, tokoh bulat menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena di samping memiliki berbagai kemungkinan sifat dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan ( Abrams via Nurgiyantoro, 1995: 182 ).

4. Tokoh statis dan Tokoh berkembang

Tokoh statis (stastik character) adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi. Tokoh berkembang (developing character) adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (dan perubahan) peristiwa dari plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, baik sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemua itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya.

Tokoh yang diteliti dalam cerpen “Black Forest” karya Ratna Indraswari Ibrahim adalah tokoh antagonis, tokoh protagonis, dan tokoh tambahan.

b. Alur

Alur adalah peristiwa-peristiwa yang diurutkan yang merupakan pembangun cerita. Peristiwa-peristiwa itu tidak hanya bersifat fisik berupa cakapan atau lakuan tetapi juga termasuk pembangun sikap tokoh yang dapat mengubah jalan nasib ( Sudjiman, 1998: 29). Bila suatu peristiwa dalam karya sastra diselingi oleh peristiwa sebelumnya, maka peristiwa itu disebut alih balik atau sorot balik. Sorot balik ini ditampilkan dalam bentuk mimpi atau lamunan tokoh yang menelusuri kembali jalan hidupnya atau yang teringat kembali pada peristiwa di masa lalu (Sudjiman, 1998: 29―30)

Menurut Hariyanto (2000: 39) berdasarkan urutan waktu, alur dapat dibedakan menjadi dua yaitu alur maju dan alur mundur. Alur maju, kronologis, lurus, atau progresif yaitu menampilkan peristiwa secara kronologis, maju, runtut dari tahap awal, tengah, hingga akhir. Sedangkan alur mundur tidak kronologis, sorot balik, regresif atau flashback menampilkan peristiwa dari tahap akhir atau tengah kemudian awal.

Struktur alur menurut Sudjiman (1988: 30) biasanya terdiri dari atas, tengah, dan akhir. Bagian awal terdiri dari paparan (eksposition), rangsangan (inciting moment), dan gawatan (rising action). Bagian

tengah terdiri dari tikaian (conflict), rumitan (complication) dan klimaks. Pada bagian akhir terdiri dari leraian (falling action), dan selesaian. Tetapi tidak semua bagian alur diatas dapat kita jumpai dalam karya sastra, kadang ada memunculkan hanya beberapa bagian dari alur. Ada juga yang menjadikan satu bagian-bagian alur yang berdekatan.

Paparan adalah penyampaian informasi kepada pembaca. Rangsangan adalah peristiwa yang mengalami timbulnya gawatan. Gawatan adalah peristiwa yang mengalami timbulnya tikaian. Tikaian adalah perselisihan yang timbul karena ada dua kekuatan yang bertentangan. Rumitan adalah pertentangan dari gejala mula tikaian menuju klimaks cerita.

Klimaks adalah rumitan yang mencapai puncak kehebatannya. Leraian adalah berkembangan peristiwa ke arah selesaian. Selesaian adalah bagian akhir atau penutup cerita.

c. Latar

Latar disebut landas tumpu, menunjukkan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (Abrams via Nurgiyantoro, 1995: 216). Latar diperlukan karena segala aktivitas yang dilakukan oleh manusia pada dasarnya memerlukan waktu, tempat, dan sosial tertentu.

Dalam fiksi latar dibedakan menjadi tiga macam, yaitu latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat berkaitan dengan masalah

geografis. Di lokasi mana peristiwa terjadi, didesa, kota apa, dan sebagainya. Latar Waktu berkaitan dengan masalah waktu, hari, jam, maupun histories. Latar sosial berkaitan dengan kehidupan masyarakat (Sayuti via Wiyatmi, 2006: 40).

Sebagai dasar landasan mengenai segala keterangan yang menunjukkan pada pemahaman tempat, berkaitan waktu, dan lingkungan sosial sehingga menjadi tempat peristiwa-peristiwa yang terjadi didalam suatu karya sastra merupakan latar cerita.

d. Tema

Menurut Sudjiman (1988: 51) tema adalah gagasan, ide, pikiran utama yang mendasari karya sastra. Oleh karenanya terkadang tema didukung oleh pelukisan latar dalam karya yang tersirat dalam lakuan tokoh maupun penokohan. Tema adalah pikiran pokok yang mendasari. Pikiran pokok ini dikembangkan sedemikian rupa sehingga menjadi cerita yang menarik (Wiyanto, 2004: 23)

Ada bermacam-macam tema yaitu tema ringan, tema yang biasa, dan tema konflik kejiwaan. Tema ringan adalah tema yang isinya berupa hiburan dan penggarapan temanya tidak mendalam. Tema yang biasa adalah tema yang gagasannya sama dan menjadi tema atau pokok dalam berpuluh-puluh cerita rekaan yang baik, sedang, maupun buruk. Tema konflik yaitu gagasan utamanya konflik (Sudjiman, 1988: 52— 53).

Menurut Sudjiman (1998: 92) ada tiga langkah yang dapat diambil dalam menentukan tema. Pertama, harus dilihat peristiwa yang menonjol. Kedua, secara kualitatif, persoalan mana yang banyak menimbulkan konflik, konflik yang melahirkan peristiwa. Ketiga, menentukan (menghitung) waktu penceritaan yang diperlukan untuk menceritakan peristiwa atau tokoh-tokoh yang ada dalam karya sastra. Ketiga langkah itu digunakan secara berurutan, apabila menggunakan langkah pertama belum terjawab temanya, maka menggunakan langkah kedua, demikian seterusnya.

Sehingga bisa disimpulkan tema merupakan ide pokok dari sebuah cerita. Tema ini merupakan salah satu unsur yang bisa mengembangkan cerita lebih luas. Tema mempengaruhi dapat mempengaruhi jalannya suatu cerita pendek.

e. Bahasa

Bahasa dalam seni sastra dapat disamakan dengan cat dalam seni lukis. Keduanya merupakan unsur bahan, alat, sarana, yang diolah untuk dijadikan sebuah karya yang mengandung ”nilai lebih” daripada sekedar bahannya itu sendiri. Bahasa merupakan saran pengungkapan sastra. Jika sastra dikatakan ingin menyampaikan sesuatu, mendialogkan sesuatu, sesuatu tersebut hanya dapat dikomunikasikan lewat sarana bahasa. Bahasa dalam sastra pun mengemban fungsi utamanya: fungsi komunikatif (Nurgiyantoro, 1995: 272).

Dalam wujudnya yang nyata, menggunakan bahasa itu menyampaikan kalimat-kalimat. Kalimat terdiri dari kata-kata. Kata-kata inilah yang mengungkapkan pikiran dan perasaan karena Kata-kata mewakili makna ( Wiyanto, 2004: 29).

Penggunaan bahasa dalam teks tergantung pada pokok dan tujuan teks yang bersangkutan. Cara penggunaan bahasa yang sendirinya ditentukan juga oleh pengarangnya. Pengarang akan membuat bahasa sedemikian rupa sesuai kalangan yang dibidik untuk membaca cerpennya.

Dalam penelitian ini unsur bahasa juga dimunculkan tetapi tidak dibahas secara keselurahan dan mendalam. Fokus pembahasan hanya bagaimana penggunaan bahasa oleh pengarang, agar cerpen yang ia tulis dapat dipahami olah pembaca dengan mudah.

f. Amanat

Amanat adalah pesan moral yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca (Wiyanto, 2004: 25). Pesan yang ingin disampaikan biasanya tidak secara langsung tetapi lewat naskah yang disajikan. Sehingga pembaca menyimpulkan pelajaran moral apa yang diperoleh dari membaca.

Menurut Sudjiman (1988: 57—58) amanat merupakan ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dari cerita. Amanat dalam cerita dapat secara eksplisit dan implisit. Eksplisit jika

nasihat, anjuran, larangan, dan sebagainya. Berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita.

Hal yang dapat petik dari suatu cerita berupa amanat. Cerita dalam cerpen memberikan hikmah yang bisa dijadikan pelajaran berharga dan mengingatkan kepada pembacanya untuk selalu berjalan pada hal yang positif. Sehingga bisa menjadi manusia yang memiliki tujuan hidup dengan mematuhi hal-hal yang dianggap positif dan menjahui kebiasaan negatif. Amanat merupakan suatu pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang untuk pembacanya.

Dokumen terkait