• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

4. Unsur-unsur yang Membangun Novel

Unsur-unsur, struktur karya sastra dibedakan menjadi dua jenis, yaitu struktur dalam dan luar. Struktur dalam juga disebut struktur intrinsik, struktur dari luar juga disebut struktur ekstrinsik. Pada gilirannya analisis pun tidak bisa dilepaskan dari kedua aspek tersebut. Analisis aspek pertama memeroleh perhatian sejak ditemukannya teori formal yang kemudian dilanjutkan dengan strukturalisme dengan berbagai variannya. Karya sastra dianggap sebagai entitas dengan struktur yang otonom, mandiri, bahkan dianggap sebagai memiliki kemampuan untuk mengatur dirinya sendiri (self-regulation) di samping kesatuan intrinsik dan prosedur tranformasi. Piaget (dalam Ratna, 2011: 13).

Karya sastra atau novel dibangun dari beberapa unsur, seperti tema, plot, latar, karakter/penokohan, titik pengisah dan gaya bahasa. Ketujuh unsur tersebut dapat dibedakan, tetapi sukar dipisahkan. Artinya, dalam sebuah novel ketujuh unsur ini dapat ditemukan namun tidak berdiri sendiri. Pemunculan dalam cerita ada yang bersama, namun mungkin ada salah satu di antaranya mendapat perhatian khusus dari pengarang.

a. Unsur Intrinsik

Unsur Intrinsik ini terdiri dari : 1) Tema

Tema ialah inti atau landasan utama pengembangan suatu cerita. Hal yang sedang diungkapkan oleh pengarang dalam ceritanya. Tema dapat bersumber pada

pengalaman pengarang, pengamatan pada lingkungan, permasalahan kehidupan dan sebagainya.

Tema berperanan sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya rekaan yang diciptakannya. Tema merupakan kaitan hubungan antara makna dengan tujuan pemaparan prosa rekaan oleh pengarangnya. Seorang pengarang memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur yang menjadi media pemapar tema tersebut, menyimpulkan makna yang dikandungnya serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya. Aminuddin (dalam Siswanto, 2013:

146).

Dalam menemukan tema prosa rekaan, pembaca sebetulnya juga dapat menemukan nilai-nilai didaktis yang berhubungan dengan masalah manusia dan kemanusiaan serta hidup dan kehidupan. Dalam cerita rekaan tema berfungsi memberi kontribusi bagi elemen cerita rekaan yang lain, seperti alur, tokoh dan latar. Pengarang menyusun alur, menciptakan tokoh dan yang berlakuan dalam latar tertentu, sebenarnya merupakan tanggapannya terhadap tema yang telah dipilih dan yang akan selalu mengarahkannya.

2) Setting/Latar

Latar cerita adalah gambaran tentang waktu, tempat dan suasana yang digunakan dalam suatu cerita. Latar merupakan sarana memperkuat serta menghidupkan jalan cerita. Unsur yang menunjukkan di mana dan kapan peristiwa-peristiwa dalam kisah itu berlangsung disebut latar (setting).

Leo Hamalian dan Frederick R. Karell (dalam Siswanto, 2013: 135) menjelaskan bahwa latar cerita dalam karya fiksi bukan hanya berupa tempat, waktu, peristiwa, suasana serta benda-benda dalam lingkungan tertentu, tetapi juga dapat berupa suasana yang berhubungan dengan sikap, jalan pikiran, prasangka, maupun gaya hidup suatu masyarakat dalam menanggapi suatu masalah tertentu. Kenney (dalam Siswanto, 2013: 136) mengungkapkan cakupan latar cerita dalam cerita fiksi yang meliputi penggambaran lokasi geografis, pemandangan, perincian perlengkapan sebuah ruangan, pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh, waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya sebuah tahun, lingkungan agama, moral, intelektual, sosial, emosional para tokoh.

Abrams (dalam Aziz, 2011:42) mendeskripsikan latar menjadi tiga kategori, yaitu: latar tempat, latar waktu dan latar sosial. Latar tempat adalah hal-hal yang berkaitan dengan masalah geografis, tempat atau daerah terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Latar waktu adalah berkaitan dengan masalah-masalah hid=storis, waktu terjadinya sebuah peristiwa dalam cerita. Latar sosial adalah hal-hal yang berhubungan dengan lingkungan hidup dan sistem kehidupan yang ada di tengah-tengah para tokoh dalam sebuah cerita.

3) Sudut Pandang

Stanton (dalam Aziz, 2011: 48) mengartikan sudut pandang sebagai posisi pengarang terhadap peristiwa-peristiwa di dalam cerita. Secara garis besar penyajian sudut pandang ada dua yakni, insider atau pengarang ikut mengambil peran dalam cerita, dan outside atau pengarang berdiri sebagai orang yang berada

di luar cerita. Titik pandang adalah tempat sastrawan memandang ceritanya. Dari tempat itulah sastrawan bercerita tentang tokoh, peristiwa, tempat, waktu dengan gayanya sendiri.

Sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu:

a) Pengarang menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama, mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.

b) Pengarang mengunakan sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari luar daripada terlihat di dalam cerita pengarang biasanya menggunakan kata ganti orang ketiga.

c) Pengarang menggunakan sudut pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, ia serba melihat, serba mendengar, serba tahu. Ia melihat sampai ke dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang paling dalam dari tokoh.

Pembagian sudut pandang memiliki variasi, kendati demikian pada hakikatnya sama saja dengan sudut pandang yang dirumuskan oleh Stanton, yaitu membagi ke dalam empat tipe, seperti berikut ini:

a) First person-cental, atau sudut pandang orang pertama sentral atau dikenal juga sebagai akuan-sertaan, dalam cerita itu tokoh sentralnya adalah pengarang yang secara langsung terlibat di dalam cerita.

b) First-person-peripheral, atau sudut pandang orang pertama sebagai pembantu atau disebut sebagai akuan-taksertaan, adalah sudut pandang di mana tokoh

„aku‟nya hanya menjadi pembantu yang mengantarkan tokoh lain yang lebih penting.

c) Third-person-omniscient, atau sudut pandang orang ketiga maha tahu atau disebut juga diaan-mahatahu, yaitu pengarang berada di luar cerita, menjadi seorang pengamat yang mahatahu, bahkan berdialog langsung dengan pembacanya.

d) Third-person-limited, atau sudut pandang orang ketiga terbatas atau disebut juga diaan-terbatas, pengarang memergunakan orang ketiga sebagai pencerita yang terbatas hak berceritanya, ia hanya menceritakan apa yang dialami oleh tokoh yang dijadikan tumpuan cerita.

4) Alur (Plot)

Alur dalam karya fiksi pada umumnya adalah rangkain cerita yang dibentuk oleh tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku dalam suatu cerita (Aminuddin, 2013). Alur dapat disebut juga rangkaian atau tahapan serta pengembangan cerita. Dari mana pengarang memulai cerita mengembangkan dan mengakhirinya. Alur terdiri atas alur maju, alur mundur (flash back), alur melingkar dan alur campuran.

Secara garis besar, struktur alur cerita rekaan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, tengah dan akhir. Namun urutan itu tidak selamanya seperti itu, setiap pengarang dapat secara bebas memulainya. Bagian awal sebuah cerita rekaan, biasanya mengandung dua hal penting, yakni pemaparan (exposition), dan ketidakmantapan (instability). Pada bagian tengah, terdapat konflik (conflict), komplikasi, perumitan, penggawatan (complication) dan klimaks (climax). Pada

bagian akhir kisah terdiri dari segala sesuatu yang berawal dari klimaks menuju kepemecahan masalah yang disebut denouement atau peleraian.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar plot yang kita bangun tidak saja menjadi menarik, tetapi sesuai juga dengan logika cerita, dan tidak melebar ke mana-mana sehingga kehilangan fokus cerita. Dalam buku How to Analyze Fiction, Kenny (dalam Aziz, 2011: 37) mengemukakan kaidah-kaidah pemlotan meliputi masalah plausibilitas (plausibility), adanya unsur rasa ingin tahu (suspense), kejutan (suprise) dan kesatupaduan (unity).

5) Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berkelakuan di dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Dan watak tokoh, yaitu penggambaran karakter serta perilaku tokoh-tokoh cerita. Tokoh utama disebut dengan tokoh protagonis dan lawannya adalah tokoh antagonis. Penokohan ialah cara pengarang menggambarkan para tokoh di dalam cerita. Penokohan terdiri atas tokoh cerita, yaitu orang-orang yang terlibat secara langsung sebagai pemeran sekaligus penggerak cerita dan orang-orang yang hanya disertakan dalam cerita.

Dilihat dari watak yang dimiliki oleh tokoh, dapat dibedakan atas tokoh protagonis dan tokoh antagonis. Aminuddin (dalam Siswanto 2013: 130). Tokoh protagonis adalah tokoh yang wataknya disukai pembacanya. Biasanya watak tokoh semacam ini adalah watak yang baik dan positif. Tokoh antagonis adalah tokoh yang wataknya dibenci pembacanya. Tokoh ini biasanya digambarkan sebagai tokoh yang berwatak buruk dan negatif.

6) Amanat

Amanat cerita adalah pesan moral atau nasihat yang disampaikan oleh pengarang melalui cerita yang dikarangnya. Pesan atau nasihat disampaikan pengarang dengan cara tersurat yakni dijelaskan pengarang langsung atau melalui dialog tokohnya, dan secara tersirat atau tersembunyi sehingga pembaca baru akan dapat menangkap pesan setelah membaca keseluruhan isi cerita.

7) Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah bagaimana pengarang menguraikan ceritanya. Ada yang menggunakan bahasa yang lugas, ada yang berbicara dengan bahasa pergaulan atau bahasa sehari-hari, dan sebagainya. Gaya erat hubungannya dengan nada cerita, gaya merupakan cara pemakaian bahasa spesifik dari seorang pengarang. Gaya merupakan sarana yang dipergunakan pengarang dalam mancapai tujuan, yakni nada cerita.

b. Unsur Ekstrinsik

Secara leksikal kata ekstrinsik berasal dari luar, tidak termasuk dalam intinya. Akan tetapi dalam karya sastra hal-hal yang berada di luar karya sastra secara tidak langsung dapat memengaruhi bangunan atau organisme karya sastra itu. Faktor ekstrinsik cukup berpengaruh/bahkan untuk karya pengarang tertentu cukup menentukan terhadap totalitas karya sastra yang dihasilkan. Unsur ekstrinsik dengan demikian, sebuah cerita rekaan tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting.

Wellek & Werren (dalam Aziz, 2011: 63) menggolongkan unsur ektrinsik:

biografi pengarang menyangkut historisnya, keyakinan, idiologi, agama, pendidikan, karier dan sebagainya; psikologi pengarang yang menyangkut proses

kreatifnya; dan masyarakat menyangkut sosial-ekonomi, budaya-politik dan sebagainya.

Dokumen terkait