• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN

B. Upacara Sedekah Desa di Desa Karangjati

Sedekah desa adalah salah satu tradisi diantara banyaknya tradisi yang ada di desa Karangjati. Tradisi ini sudah ada sejak zaman dahulu, dilaksanakan setiap tahunnya yakni satu kali dalam setahun dan merupakan tradisi warisan dari para pendahulu-pendahulu desa Karangjati, adapun alasan dari pelaksanaan tradisi sedekahan desa di desa Karangjati ini adalah bentuk rasa syukur atas melimpahnya hasil panen yang didapat oleh masyarakat setempat, juga merupakan bentuk rasa syukur atas kesehatan, kesejahteraan, kedamaian dan juga ketentraman dari Allah SWT, yang selama ini telah dirasakan oleh masyarakat desa Karangjati, kemudian rasa syukur tersebut diwujudkan dalam bentuk tradisi atau dijuluki dengan sedekah desa ini atau sering disebut oleh masyarakat setempat tradisi sedekah bumi. Tradisi tersebut selanjutnya disepakati oleh seluruh warga masyarakat dan kemudian ditetapkan oleh kepala desa Karangjati yakni Bapak Sururi, SH.

Tradisi ini juga dilaksanakan atas dasar apresiasi atau bentuk ungkapan terima kasih seluruh warga desa Karangjati kepada penemu desa Karangjati yang lebih dikenal sebagai cikal bakal desa Karangjati yakni Eyang Atmo Sumitro, yang tidak lain adalah penemu pertama desa Karangjati. Yang kemudian alasan tersebut dijadikan patokan atau sejarah dimulainya tradisi

sedekah desa Karangjati. Sedangkan alur dari pelaksanaan kegiatan sedekah desa ini adalah tokoh masyarakat dikumpulkan terlebih dahulu, waktunya satu bulan sebelum pelaksanaan, untuk membentuk ketua panitia pelaksanaan sedekah desa, adapun tokoh masyarakat tersebut adalah pemuka agama, kepala desa, ketua RT, ketua remaja, seluruh perangkat desa, dan lain sebagainya.

Ketua panitia dalam acara sedekah desa ini adalah kadus atau kepala dusun, sekaligus yang menjadi tuan rumah nantinya dalam acara tersebut. Kemudian setelah itu ketua RT masing-masing diberikan tugas untuk mengumumkan sekaligus megumpulkan sedekah dari warga berupa uang setiap kepala keluarga sebesar Rp 10.000,00 untuk semua kalangan, iuran ini disamaratakan atas dasar kesepakatan bersama yang sebelumnya telah dimusyawarahkan di balai desa Karangjati. Alasan kenapa pembayarannya disamaratakan adalah agar warga masyarakat tidak merasa dibeda-bedakan dalam pelaksanaan tradisi tersebut dan mencegah terjadinya kesalahpahaman antar warga masyarakat baik dari warga miskin atau tidak mampu, warga kalangan menengah, maupun warga kalangan atas.

Setelah uang hasil iurannya terkumpul barulah kemudian akan digunakan untuk terlaksananya kegiatan desa yaitu malam puncak perayaan sedekah desa. Uang yang sudah terkumpul yang dibawa oleh ketua RT dari masing-masing dusun kemudian disetorkan kepada ketua panitia yaitu bapak Kadus, sebab uang tersebut akan digunakan untuk keperluan yang sangat banyak seperti halnya penyewaan tenda, upah sewa hiburan, peralatan wayang, pesangon dalang, dan juga untuk keperluan konsumsi.

Setelah semua keperluan terkumpul, kemudian masing-masing panitia yang dipilih oleh ketua panitia diminta untuk melaksanakan tugasnya, ada yang bertugas untuk menyewa tenda, ada yang diminta untuk mencari dalang dan sound sistem yang akan memeriahkan acara sedekah desa tersebut, ada juga yang bertugas untuk keperluan konsumsi karena konsumsi sangat penting untuk kelancaran berlangsungnya acara.

Sistematika pelaksanaan tradisi sedekah desa ini dimulai dari jauh-jauh hari, yakni beberapa minggu sebelum malam puncak acara berlangsung telah

dilaksanakan musyawarah bersama antar panitia pelaksanaan tradisi sedekahan desa Karangjati. Satu hari sebelum malam pelaksanaan puncak tradisi sedekah desa ini dimulai, pada malam harinya sudah dilakukan kegiatan tahlilan di makam Eyang Atmo Sumitro, kegiatan ini dilakukan untuk mendoakan arwah

cikal bakal desa Karangjati juga orang-orang terdahulu yang sudah berjasa

dalam perkembangan dan pembangunan, serta kesejahteraan dan ketentraman hidup masyarakat di desa Karangjati.

Setelah acara tahlilan bersama selesai, kemudian dilanjutkan berjalan bersama mengelilingi desa Karangjati yang dilakukan oleh seluruh warga yang ikut berpartisipasi dalam acara tahlilan di makam Eyang Atmo Sumitro, kegiatan semacam ini sering disebut dengan upacara pagar desa oleh masyarakat setempat.

Pada pagi harinya pukul 08:00 WIB, seluruh warga masyarakat khususnya kepala keluarga dari tiap-tiap dusun diminta untuk berkumpul di rumah bapak kadus masing-masing dengan membawa sedekahan dalam bentuk tumpeng atau yang sering disebut dengan bancakan oleh masyarakat setempat. Setelah semua kepala keluarga berkumpul di rumah kepala dusun masing- masing, selanjutnya dilaksanakan berdoa bersama yang dipimpin oleh kyai/pemuka agama setempat, doa yang dibacakan diantaranya bacaan tahlilan bersama kemudian setelah tahlil selesai dilanjutkan doa yang dipimpin oleh kyai tersebut. Setelah itu warga diminta untuk menikmati sedekahan yang telah dibawanya dari rumah, dan makan bersama, biasanya pada acara ini kepala dusun menyediakan ayam potong yang sering disebut dengan ingkung oleh masyarakat setempat, untuk kemudian dibagikan secara merata kepada seluruh kepala keluarga yang datang.

Setelah acara doa bersama di tempat kadus selesai, kemudian warga masyarakat secara berbondong-bondong berkumpul di balai desa Karangjati untuk memulai pemasangan tenda juga menyiapkan tempat yang akan dipergunakan untuk pementasan wayang yang akan dilaksanakan mulai pukul 22:00 WIB sampai selesai. Warga juga diminta untuk menyiapkan tempat transit atau tempat istirahat untuk dalang.

Tujuan diadakan sedekah desa adalah untuk menggalang dan memperkokoh persatuan warga desa, melestarikan adat istiadat dan budaya jawa khususnya yang ada di desa Karangjati, memberikan wacana pembelajaran bagi generasi muda agar tidak lupa akan sejarah dan kebudayaan masyarakat setempat, sebagai ajang silaturrahmi antar warga desa, sabagai sarana penghormatan bagi para pendiri desa dan tokoh agama, juga masyarakat yang telah berjasa atas perkembangan dan pembangunan dusun, dan sebagai sarana penghormatan bagi leluhur warga desa.

Demikian halnya dengan tradisi sedekah desa yang dianggap sebagai warisan kebudayaan masyarakat yang sampai sekarang masih dilaksanakan dalam masyarakat, tentu dalam pelaksanaannya mendasarkan pada nilai sosial dan nilai luhur, yang didukung oleh seluruh warga dan masyarakat. Biasanya acara tradisi sedekah desa ini, setiap kepala keluarga dimintai iuran berupa uang, selanjutnya uang tersebut disetorkan kepada ketua RT setempat dan kemudian dikumpulkan kepada penyelenggara tradisi sedekah desa agar dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan seperti penyewaan tenda, konsumsi, dan untuk mengundang dalang dalam acara pagelaran wayang.

Apakah sejarah dilaksanakannya tradisi sedekah desa? Sebagaimana hasil wawancara dengan bapak K.H Maksum (Tokoh Agama) hari Senin, 27 Maret 2017 pukul 19:30 wib dirumahnya, beliau menjawab bahwa sejarah tradisi ini merupakan bentuk syukuran adat desa sejak dahulu dan merupakan suatu tradisi secara turun temurun yang tidak diketahui kapan dimulai awalnya yang dilaksanakan setiap satu Tahun sekali, tradisi ini dilaksanakan atas dasar rasa syukur masyarakat setempat kepada Allah SWT yang telah memberikan hasil panen kepada para petani di setiap tahunnya. Juga bentuk apresiasi kepada

cikal bakal desa Karangjati yakni eyang Atmo Sumitro.

Lalu apa sajakah nilai-nilai yang terdapat dalam tradisi sedekah desa tersebut? Beliau menjawab, nilai syukur, nilai ibadah, nilai aqidah dan nilai persatuan dan kesatuan, juga yang terpenting adalah nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Berdasarkan wawancara dengan bapak K.H Maksum tersebut dapat diketahui bahwa pelaksanaan sedekah desa didasari oleh pewarisan

serangkaian kebiasaan dan syukuran adat desa dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Kemudian apa dasar atau dalil dilaksanakannya tradisi sedekah desa ini? Beliau menjawab, dalil yang mendasari telah tercantum di dalam Al- Qur’an, yakni ayat-ayat yang berkaitan dengan shodaqoh dan rasa syukur syukur.

Dasar dari tradisi sedekah desa ini adalah ajaran islam, bukan melestarikan ajaran Hindu, Budha, maupun yang lainnya, mengirim doa melalui sedekah dengan membawa ambengan atau sedekahan hanya semata- mata sebagai bentuk rasa syukur dan ingin berbagi antar sesama warga masyarakat, sebagai lantaran disedekahkan kepada orang lain, kemudian cara berdoanya pun secara berjamaah, masyarakat yakin apabila ada 40 orang atau lebih berdoa maka doanya pun akan sampai dan malaikat akan datang menyaksikan orang-orang yang berdoa dan para malaikat pun memintakan pengabulan kepada Allah atas doa tersebut.

Apa saja kegiatan yang dilaksanakan dalam acara tradisi sedekah desa ini? beliau menjawab tahlilan bersama di makam eyang Atmo Sumitro pada malam sebelum acara dimulai, pada pagi hari jam 08:00 WIB yang bertempat di rumah kadus juga dilakukan doa bersama di masing-masing dusun, upacara pagar desa yang diikuti oleh bapak-bapak atau kepala rumah tangga di setiap dusun, kemudian wayangan, juga pertunjukan reog ponorogo jika waktunya memadai, yang demikian adalah jawaban dari hasil wawancara dengan bapak Ahyani (Kadus).

Mengenai hari dan bulan dilaksanakannya tradisi sedekah desa ini apakah ada makna tertentu atau keistimewaan dari hari dan tanggal yang dipilih? Beliau bapak K.H Maksum menjawab, tradisi ini menyesuaikan pelaksanaan tradisi sedekah desa dari tahun ke tahun yakni dilaksanakan setiap satu tahun sekali pada tanggal 1 Muharrom, yang istimewa dari tradisi ini adalah hari dan bulan yang dipilih bukan menurut kalender nasional atau perhitungan romawi, tetapi menurut kalender islam. Keistimewaannya terletak pada tanggal 1 muharrom, dimana pada tanggal ini tahun baru islam bermula dengan kata lain pergantian tahun menurut perhitungan islam dimulai dari tanggal 1 muharrom

ini. Makna khususnya dari kegiatan tradisi yang dilaksanakan pada tanggal tersebut adalah supaya masyarakat desa Karangjati dapat memulai kehidupan yang lebih baik lagi ke depannya dengan cara mensyukuri nikmat, bersedekah massal dan berdoa bersama di awal tahun.

Bagaimana dengan pertunjukan wayang yang dipentaskan di balai desa Karangjati, apakah ada dalang khusus yang dihadirkan dalam acara tersebut? Bapak Ahyani selaku kadus dusun Penggung menjawab bahwa tidak ada dalang khusus yang dihadirkan dalam acara tersebut, sesuai keputusan bersama yang telah dilakukan jauh-jauh hari dalang yang dipilih adalah dalang yang sekiranya bertempat tinggal tidak jauh dari desa Karangjati. Dalang yang biasanya dihadirkan adalah bapak Suryanto dari Blumbang, kecamatan Karanggede. Mengingat kecamatan Karanggede bersebelahan dengan kecamatan Wonosegoro, oleh karena itu jaraknya tidak terlalu jauh.

Panitia dari Tradisi sedekah desa ini adalah bapak Sunari dari desa Karangjati, beliau ini adalah salah satu anggota dari perangkat desa di Karangjati, yang dibendaharai oleh bapak Ahyani, selain itu juga terdapat panitia dusun serta kepala desa maupun perangkat dan seluruh perwakilan dalam musyawarahnya tiap kepala keluarga dimintai bantuan iuran atau sedekahan berupa uang sebesar Rp 10.000,00 ini untuk semua kalangan umum tanpa membedakan kalangan menengah ke bawah maupun kalangan menengah ke atas.

Bagaimana pelaksanaan tradisi sedekah desa ini? Sesuai dengan jawaban beliau bapak kadus dusun Penggung, bapak Ahyani menjawab bahwa pada pagi harinya masyarakat berkumpul bersama dengan membawa ambengan sendiri-sendiri dikumpulkan menjadi satu, setelah semua warga berkumpul kemudian kyai mengajak kepada seluruh warga untuk berdoa bersama membaca tahlil, setelah tahlil selesai, makanan yang dibawa tersebut dimakan secara bersama-sama. Disinilah letak keistimewaan dari tradisi sedekah desa yakni makanan yang dimakan bukanlah miliknya yang dibawa sendiri namun milik orang lain, karena disini termasuk tukar-menukar ambengan atau

sedekahan oleh karena itu mengapa tradisi ini disebut dengan sedekah desa yang maknanya menyedekahkan apa yang dimilikinya untuk orang lain.

Kemudian setelah itu, ba’da dhuhur sekitar pukul 13:00 WIB dimulailah

pemasangan tenda untuk pertunjukan wayang kulit pada malam harinya, yang dalangnya dihadirkan langsung dari kecamatan Karanggede yakni bapak Suryanto. Biasanya sebelum acara pertunjukan wayang kulit dimulai, ada pengajian terlebih dahulu yang disampaikan oleh salah satu pemuka agama di desa Karangjati. Hal semacam ini dilakukan agar masyarakat desa Karangjati tidak salah dalam berniat atau memaknai pelaksanaan acara tradisi sedekahan ini. Pengajian yang disampaikan biasanya adalah ceramah atau tausiyah singkat dari pemuka agama yang sarat akan makna bagi kehidupan bermasyarakat dan beragama bagi seluruh warga desa Karangjati.

Alasan mengapa hiburan yang dipertunjukkan adalah wayang kulit bukan yang lain? Bapak Sanusi selaku warga dusun Penggung menjawab, menurut beliau hal tersebut dilakukan dengan tujuan yang baik karena pada pertunjukan wayang kulit terdapat pesan atau makna tertentu yang dapat diambil hikmahnya oleh semua warga yang melihat pertunjukan tersebut. Lain halnya dengan hiburan lain, semacam pertunjukan dangdut yang tidak diketahui apa faedahnya. Pertunjukan wayang kulit lebih banyak manfaatnya, sebab selain menjadi bahan tontonan juga di dalamnya terdapat sebuah tuntunan atau nilai- nilai pendidikan bagi kehidupan bermasyarakat antar warga desa Karangjati.

Bapak Sanusi juga memaparkan bahwa tradisi semacam ini maknanya tidak jauh berbeda dengan tradisi lain seperti halnya tradisi nyadran yang dilakukan ketika hendak menyambut datangnya bulan Ramadhan. Tradisi sedekahan ini dilakukan sesuai dengan syariat islam. Yang bertujuan untuk mensyukuri nikmat dan sarana tolak bala atau terhindar dari bahaya yang mengancam kehidupan warga masyarakat di desa Karangjati. Tradisi ini merupakan salah satu warisan budaya jawa yang disinkronkan dengan keislaman. Selain nilai-nilai pendidikan sosial yang terdapat di dalamnya, juga terdapat nilai-nilai keislaman yang sangat kental yang dapat diambil hikmahnya dari pelaksanaan tradisi tersebut. Beliau juga menjelaskan bahwa

tradisi ini sesuai dengan tuntunan para wali khususnya wali songo. Sedekahan desa juga kerap kali disebut dengan bersih desa, hal ini bermakna untuk mensucikan nikmat dari hasil panen yang sudah diperoleh para petani di desa Karangjati.

Dalang pada malam puncak tradisi sedekahan ini membawakan tema tentang dewi Sri yang merupakan salah satu tokoh dari cerita terdahulu dan dianggap sebagai tokoh cerita yang melegenda di tengah-tengah masyarakat desa khususnya di desa Karangjati. Masyarakat desa pada umumnya mengetahui tentang cerita mengenai riwayat hidup Dewi Sri yang merupakan gadis cantik yang akhirnya berkorban demi terciptanya padi untuk keberlangsungan masyarakat desa. Pada dasarnya masyarakat desa Karangjati tidak mengetahui kebenaran dari cerita tentang Dewi Sri yang beredar di tengah-tengah masyarakat desa, akan tetapi mereka lebih mementingkan hikmah atau pembelajaran yang didapat dari pertunjukan wayang yang dibawakan oleh dalang.

Selain pertunjukan wayang di malam puncak acara tradisi sedekahan desa Karangjati, juga dipertontonkan pertunjukan reog pada siang harinya. Masyarakat desa Karangjati berkumpul di aula balai desa Karangjati untuk menonton pertunjukan reog tersebut. Kebanyakan penonton pertunjukan tersebut adalah dari kalangan anak-anak kecil yang senang sekali melihat pertunjukan reog. Oleh sebab itu, para pedagang sangat antusias menjajakan dagangannya selama acara tradisi sedekahan ini berlangsung karena banyaknya anak kecil yang membeli dagangannya, dan merekapun mendapatkan untung yang lebih banyak dari hari-hari biasa.

Dokumen terkait