BAB III : UPAYA MENGATASI HAMBATAN PENDAFTARAN
A. Upaya Mengatasi Hambatan Substantif
Hal yang substantif dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Norma dan aturan dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia dapat kita lihat di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah mengenai Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Besar Biaya Akta Jaminan Fidusia.
Hal yang substantif itu tidak terlepas dari peranan struktur yang membuat Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut. UUJF itu adalah produk undang-undang yang dibuat oleh badan yang berwenang untuk itu. Badan yang berwenang itu dapat kita lihat dalam Pasal 5 ayat (1) UUD’1945, yaitu ”Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Di samping Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, Badan Legislatif yakni Dewan Perwakilan Rakyat dapat juga mengusulkan untuk membuat suatu undang- undang yang kemudian undang-undang itu disahkan oleh Presiden.
Suatu perundang-undangan menghasikan peraturan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan
2. Bersifat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya. Oleh karena itu dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.
3. Ia memiliki kekuatan untuk mengkoreksi atau memperbaiki dirinya sendiri.
Adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat
kemungkinan dilakukan peninjauan kembali.122
Dibandingkan dengan aturan kebiasaan, maka perundang-undangan memperlihatkan karakteristik suatu norma bagi kehidupan sosial yang lebih matang, khususnya dalam hal kejelasan dan kepastiannya. Hal ini tidak terlepas dari kaitannya dengan pertumbuhan negara itu sendiri. Aturan kebiasaan bisa dikatakan mengurusi hubungan antara orang dengan orang, sedang perundang-undangan antara orang dengan negara. Bentuk perundang-undangan itu tidak akan muncul sebelum timbul
pengertian negara sebagai pengemban kekuasaan yang bersifat sentral dan tertinggi.123
Beberapa kelebihan dari perundang-undangan dibandingkan dengan norma-
norma lain adalah:124
1. Tingkat prediktabilitasnya sangat besar. Hal ini berhubungan dengan sifat
prospektif dari perundang-undangan, yaitu yang pengaturannya ditujukan ke masa depan. Oleh karena itu pula, ia harus dapat memenuhi syarat agar orang- orang mengetahui apa atau tingkah laku apa yang diharapkan dari mereka pada waktu yang akan datang dan bukan yang sudah lewat. Dengan demikian, peraturan perundang-undangan senantiasa dituntut untuk memberitahu secara pasti terlebih dahulu hal-hal yang diharapkan untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh anggota masyarakat. Asas-asas hukum, seperti ”asas tidak berlaku
122
Satjipto Rahardjo, ”Ilmu Hukum”, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 114. 123
Allen dalam Satjipto Rahardjo, ”Ilmu Hukum”, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 114 124
Algra & K. Van Duyvendijk, ”Rechtsaanvaang (Enkele hoofdstukken over recht en
rechtswetenschaap voor het onderwijs in de inleiding tot de rechtswetwnschaap)”, (Alphen aan de rijn:
surut” memberikan jaminan bahwa kelebihan yang demikian itu dapat dilaksanakan secara seksama.
2. Kecuali kepastian yang lebih mengarah kepada bentuk formal di atas, perundang-
undangan juga memberikan kepastian mengenai nilai yang dipertaruhkan. Sekali suatu peraturan dibuat, maka menjadi pasti pulalah nilai yang hendak dilindungi oleh peraturan tersebut. Oleh karena itu orang tidak perlu lagi memperdebatkan apakah nilai itu bisa diterima atau tidak.
Di samping kelebihan-kelebihan tersebut di atas, beberapa kelemahan yang terkandung dalam perundang-undangan adalah:
1. Kekakuannya. Kelemahan ini sebetulnya segera tampil sehubungan dengan
kehendak perundang-undangan untuk menampilkan kepastian. Apabila kepastian ini hendak dipenuhi, maka ia harus membayarnya dengan membuat rumusan- rumusan yang jelas, terperinci dan tegar dengan resiko menjadi norma-norma yang kaku.
2. Keinginan perundang-undangan untuk membuat rumusan-rumusan yang bersifat
umum mengandung resiko, bahwa ia mengabaikan dan dengan demikian memperkosa perbedaan-perbedaan atau ciri-ciri khusus yang tidak dapat disamaratakan begitu saja. Terutama sekali dalam suasana kehidupan modern yang cukup kompleks dan spesialitas ini, kita tidak mudah untuk membuat perampatan-perampatan/ penyamarataan. (generalizations).
Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa aturan ataupun norma yang ada dalam UUJF masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dan
ketidakjelasan dalam hal mengatur Pendaftaran Jaminan Fidusia. Kekurangan- kekurangan itu akan menjadikan suatu hambatan bagi pihak-pihak yang ingin memakai Lembaga Jaminan Fidusia, khususnya bagi penerima fidusia sehingga kepastian hukum dari Pendaftaran Jaminan Fidusia sulit untuk tercapai.
Sesuai dengan hukum proses sosial, yaitu bahwa problem (baru) senantiasa akan timbul, maka bagaimanapun sempurnanya pembuat hukum mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, ia tidak dapat menolak timbulnya problem baru di kemudian hari. Apabila yang demikian itu timbul, maka yang sudah sempurnapun
akan menjadi kurang.125
Di dalam kehidupan yang mulai banyak mengalami perubahan-perubahan transformatif yang amat cepat, terkesan kuat bahwa hukum (positif) tak berfungsi efektif untuk menata kehidupan. Dikesankan bahwa hukum bahkan selalu tertinggal di
belakang segala perubahan dan perkembangan.126
Ketertinggalan hukum itu karena adanya perubahan dan perkembangan dalam masyarakat mengakibatkan hukum itu tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat. Perubahan dan perkembangan manusia diakibatkan oleh karena manusia itu adalah gejala sosial. Yang senantiasa selalu berkembang dan berubah-ubah setiap saat.
Idealnya hukum diartikan sebagai suatu kontrol sosial dan berhubungan dengan pembentukan dan pemeliharaan aturan-aturan sosial. Analisa ini berpijak pada
125
Satjipto Rahardjo, Op.cit, hal. 123, 126
Soetandyo Wignjosoebroto, ”Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalah”, (Jakarta: Elsam dan Huma, 2002), hal. 189.
kemampuan hukum untuk mengontrol perilaku-perilaku manusia dan menciptakan
suatu kesesuaian di dalam perilaku-perilaku tersebut.127
Hukum haruslah tetap sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan sosial dan apa yang diidealkan di dalam tatanan sosial yang kontemporer. Maka hukum pun secara
luwes harus bisa mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.128
Tak ayal para penciptanya harus juga paham betul mengenai liku-liku perubahan itu, dan mempelajarinya dari pengalaman serta renungannya yang
mendalam atau pendek kata dari kehidupan yang dialaminya itu sendiri.129
Perbedaan-perbedaan penting dalam banyak lapangan hukum seperti hukum dalam teori dengan hukum dalam senyatanya, merupakan kelemahan-kelemahan dari hukum, sehingga tidak dapat memecahkan atau paling tidak memperbaiki keadaan yang terdapat dalam kehidupan sosial.
Maka untuk mengatasi hambatan substantif dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia, pembuat undang-undang harus segera merevisi UUJF. Dalam hal untuk melakukan revisi UUJF pembuat undang-undang tidak hanya memperhatikan hukum yang ada di dalam buku peraturan perundang-undangan (law in the book) tapi juga harus memperhatikan hukum yang hidup di dalam masyarakat. (living law).
Hukum memang bersifat normatif, tetapi walaupun begitu ia merupakan bagian dari realita sosial, bisa kita mengerti karena aturan-aturan hukum tidak hanya sekedar
127
David N Schiff, ”Hukum Sebagai Suatu Fenomena Sosial”, dalam Adam Podgorecki, Christoper J. Whelan, ”Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum”, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal. 254.
128
Soetandyo Wignjosoebroto, Op.cit, hal. 43-44. 129
menerangkan perilaku secara sederhana, tetapi juga memberikan arti dan arah bagi
individu-individu dalam menjalankan perilakunya itu.130
Orientasi terhadap aturan-aturan hukum, tergantung kepada bagaimana
masyarakat menginterprestasikan tindakan mereka dalam hubungannya dengan aturan- aturan hukum, serta kepada tujuan-tujuan dari aturan-aturan itu sendiri. Dengan demikian orientasi terhadap aturan-aturan hukum ini merupakan sifat alamiah dari hukum sebagai suatu fenomena sosial, dan dibentuk oleh anggota-anggota
masyrakat.131