PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA :
HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM
HUKUM
TESIS
Oleh
EKO YUDHISTIRA
067011031/MKn
S
E K O L A H
P A
S C
A S A R JA
NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA :
HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM
HUKUM
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan
dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
EKO YUDHISTIRA
067011031/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM
Nama Mahasiswa : Eko Yudhistira
Nomor Pokok : 067011031
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) Ketua
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc)
Telah diuji pada
Tanggal 16 Desember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
Anggota : 1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn
3. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum
Judul Tesis : PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM
Nama Mahasiswa : Eko Yudhistira
Nomor Pokok : 067011031
Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) Ketua
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Chairani Bustami, SH, SpN, MKn)
Anggota Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
ABSTRAK
Dalam UUJF dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 terdapat tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pembuatan akta jaminan fidusia. Pendaftaran fidusia tidak dapat dipisahkan dari jaminan fidusia karena pendaftaran fidusia mengakibatkan terjaminnya kepastian hukum bagi kreditur dan pihak lain yang berkepentingan. Sampai saat ini, masih banyak jaminan fidusia yang tidak didaftarkan karena banyak hal yang menjadi hambatan dalam proses pendaftaran jaminan fidusia. Untuk mengetahui hambatan pendaftaran jaminan fidusia dan mengetahui cara mengatasi hambatan tersebut maka penulis berminat melakukan penelitian dengan judul “Pendaftaran Jaminan Fidusia ; Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum”.
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian Deskriptif Analitis yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan serta menganalisa permasalahan dalam pendaftaran jaminan fidusia, yang dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan. Metode pendekatan dlakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan terhadap permasalahan yang dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum dari segi peraturan yang berlaku mengenai hukum jaminan, jaminan fidusia dan pendaftaran jaminan fidusia, sehingga dapat mengimplementasikan dalam praktik dilapangan mengenai pendaftaran jaminan fidusia.
Upaya-upaya mengatasi hambatan pendaftaran fidusia yang berasal dari kreditur, kantor pendaftaran fidusia dan pihak lainnya dapat dilakukan dengan cara merevisi UUJF, melakukan perubahan sturuktural dalam proses pendaftaran, melakukan penyuluhan hukum untuk membangun kesadaran pentingnya pendaftaran jaminan fidusia. Dengan demikian diharapkan seluruh pihak yang berkepentingan didalam jaminan fidusia tidak lagi mengalami hambatan dalan proses pendaftaran jaminan fidusia.
ABSTRACT
In Fiduciary Guarantee Act and Government Regulation No. 86/2000, it is found the procedure of fiduciary guarantee registration and the cost of making fiduciary guarantee certificate. The registration of fiduciary can not be separated from fiduciary guarantee because it will give law protection to creditors and others parties having interest ini it. Up to now, there are many fiduciary guarantee which have not been registrated yet since there are many things becoming barriers in the process of fiduciary guarantee registration. In order to find out the barriers in fiduciary guarantee registration and to find out the way how overcome the barriers, the writers of this thesis wants to conduct a study on Fiduciary Guarantee Registration ; Its Barriers Seen From Law System Aspects.
This study uses analytical descriptive method, that is to describe, to study, to explain and to analyze the problems in fiduciary guarantee registration related to the regulation. The approach method used in this study is normative juridical approach that is by studying various law aspects from the valid rules of the regulations on guarantee, fiduciary guarantee and fiduciary guarantee registration that caan be implemented in practise in the field about fiduciary guarantee registration.
The efforts in overcoming the barriers of fiduciary guarantee coming from creditor, fiduciary registration office and other parties can be done by revising Fiduciary Guarantee Act, to do structural changes in registration process, to conduct law extention to build the awareness of the importance of fiduciary guarantee registration. By doing so, it is expected all parties which have interest in fiduciary guarantee will not face the barriers in the process of fiduciary guarantee registration anymore.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil
penelitian Tesis ini dengan judul ”PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA :
HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam
menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini telah banyak mendapat
bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya
ucapkan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof.
Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Prof.
Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, SpN,
MKn masing-masing selaku anggota Komisi Pembimbing, yang telah
memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada saya, dalam penulisan
proposal penelitian tesis ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada
Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN,
MHum selaku dosen yang selama ini telah membimbing dan membina penulis dan
pada kesempatan ini dipercayakan menjadi dosen penguji sekaligus sebagai
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada :
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program
Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina
Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar diantaranya Bapak
Prof. Dr M. Solly Lubis, SH, Prof. Dr.Budiman Ginting, SH, MHum, Notaris
Syahril Sofyan, SH, MKn, Notaris Syafnil Gani, SH, MKn, Dr.Pendastaren
Tarigan, SH, MS, dan lain lain serta para karyawan pada Program Studi
Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
diantaranya Ibu Fatimah, SH, Mbak Sari, Mbak Lisa, Mbak Afni, Mas Adi,
Mas Rizal dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari
awal hingga selesai.
5. Secara khusus, penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima
kasih yang tak terhingga, kepada yang tercinta Ayahanda Prof. Dr. H.
Syafruddin Kalo, SH. MHum dan Ibunda Hj. Nurlela yang telah bersusah
payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran,
ketulusan dan kasih sayang, serta memberikan doa restu, sehingga penulis
Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan
Adik-adikku Gita Amalia, SS dan M. Din’al Fajar juga turut mendukung saya atas
penulisan Tesis ini. Saya berharap agar adik-adik juga dapat melanjutkan
pendidikan sampai ke jenjang S-2.
6. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Om Alexander Ketaren, SH yang telah banyak memberi dukungan
baik moril maupun meteril.
7. Thanks to: Marianne Magda Ketaren, SH, MKn, Mirvan SH, Evasari Hutajulu,
SH, MKn, Nyak Raja ”Gordon”, SH, MKn, Amelia, SH, MKn, Hasnah, SH.
MKn, Winston, SH, MKn, Pachrullaili, SH, MKn, serta teman-teman tercinta
yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu di Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara di Program Magister Kenotariatan yang selalu
memberikan semangat, memberikan dorongan, bantuan pikiran serta
mengingatkan dikala lupa kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis
ini dalam rangka untuk menyelesaikan studi.
8. Tidak lupa juga buat teman-teman spesial saya : Febby Andina, Budi Asiah
Harahap, Anggie dan Ivan yang juga memberikan semangat serta dorongan
bagi saya dalam menyelesaikan Tesis ini.
Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis, mendapat rahmat dari Allah SWT, agar selalu
dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat
kepada semua pihak, terutama kepada penulis dan kalangan yang
mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan.
Medan, 07 Desember 2008
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Eko Yudhistira, S.H.
Tempat Tanggal Lahir : Medan, 07 Desember 1982
II. ORANG TUA
Nama Ayah : Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, S.H. M.Hum
Nama Ibu : Hj. Nurlela
III. PEKERJAAN
Advocad
IV. PENDIDIKAN
1. SD : SD Swasta Harapan 2 Medan
2. SMP : SMP Swasta Harapan 1 Medan
3. SMA : SMU Negeri I Medan
4. S – 1 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan
5. Pendidikan Khusus Profesi Advocad Ikadin Medan Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP... ... vii
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan Penelitian ... 12
D. Manfaat Penelitian ... 13
E. Keaslian Penelitian ... 13
F. Kerangka Teori dan Konsepsional ... 17
1. Kerangka Teori ... 17
2. Konsepsional ... 33
G. Metode Penelitian ... 37
1. Sifat Penelitian ... 37
2. Jenis Penelitian ... 37
3. Bahan Penelitian ... 38
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ... 39
BAB II : HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA ... 41
A. Momentum Yuridis Lahirnya Jaminan Fidusia ... 41
B. Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Jaminan Secara Tertulis ... 44
C. Asas-asas Hukum Jaminan Fidusia ... 47
D. Fungsi dan Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia ... 54
E. Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 67
F. Hambatan-hambatan Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 70
1. Hambatan Substantif ... 70
2. Hambatan Struktural ... 75
3. Hambatan Budaya ... 82
BAB III : UPAYA MENGATASI HAMBATAN PENDAFTARAN FIDUSIA ... 86
A. Upaya Mengatasi Hambatan Substantif ... 86
B. Upaya Mengatasi Hambatan Stuktural ... 91
C. Upaya Mengatasi Hambatan Kultural ... 94
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 99
A. Kesimpulan ... 99
B. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 101
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Surat Keterangan Penelitian Dari Kantor Pendaftaran
Jaminan Fidusia, Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara .. 105
2 Akta Jaminan Fidusia ... 106
3 Surat Pengantar Pendaftaran Fidusia dari Notaris ... 118
4 Surat Kuasa Pendaftaran Fidusia dari Notaris ... 119
5 Surat Kuasa Pendaftaran Fidusia dari Bank kepada
Notaris ... 120
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan nasional adalah rangkaian upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara
sebagaimana disebut di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Salah satunya ialah pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan
nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang
berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat,
baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring
dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap
pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam.1
1
Perolehan pendanaan tersebut salah satunya adalah melalui jasa Perbankan,
yaitu melalui kredit yang diberikan oleh pihak Bank atau melalui jasa lembaga
pembiayaan lainnya. Sarana kredit dalam pembangunan adalah mutlak, karena kredit
merupakan urat nadi dalam kehidupan para pengusaha.2 Pemberian kredit selama ini
menggunakan lembaga jaminan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata. Jaminan secara garis besar ada 2 macam, yakni jaminan perorangan dan
jaminan kebendaan. Pada saat ini jaminan yang sering digunakan di dalam praktek
adalah Jaminan Fidusia, oleh karena Lembaga Jaminan Fidusia adalah jaminan atas
benda bergerak yang banyak diminati oleh masyarakat bisnis.
Lembaga Jaminan Fidusia itu sendiri sesungguhnya sudah sangat tua dan
dikenal serta digunakan dalam masyarakat Romawi. Dalam hukum Romawi, lembaga
jaminan ini dikenal dengan nama Fiducia Cum Creditore Contracta (janji kepercayaan
yang dibuat dengan kreditur). Isi janji yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya
adalah bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan
untuk utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap akan menguasai secara fisik
benda tersebut dan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut
kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas. Dengan demikian berbeda dari
Pand (Gadai) yang mengharuskan penyerahan secara fisik benda yang digadaikan,
dalam hal Fiducia Cum Creditore pemberi fidusia tetap menguasai benda yang
2
Djuhaenah Hasan, ”Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang
menjadi objek fidusia. Dengan tetap menguasai benda tersebut, pemberi fidusia dapat
menggunakan benda dimaksud dalam menjalankan usahanya.3
Di samping Lembaga Jaminan Fidusia yang dimaksud, hukum Romawi juga
mengenal suatu Lembaga Titipan yang dikenal dengan nama Fiducia cum amico
contracta (Janji kepercayaan yang dibuat dengan teman). Lembaga Fidusia ini sering
digunakan dalam hal seorang pemilik benda harus mengadakan perjalanan keluar kota
dan sehubungan dengan itu menitipkan kepada temannya kepemilikan benda dimaksud
dengan janji bahwa teman tersebut akan mengembalikan kepemilikan benda tersebut
bilamana si pemilik benda sudah kembali dari perjalanannya. Pada dasarnya lembaga
Fiducia cum amino sama dengan lembaga Trust, sebagaimana itu dikenal dalam sistem
hukum Anglo-Amerika (Common Law).4
Trust adalah hubungan kepercayaan (fiduciary) yang di dalamnya satu orang
adalah sebagai pemegang hak atas harta kekayaan berdasarkan hukum (Legal Title)
tunduk pada kewajiban berdasarkan equity untuk memelihara atau mempergunakan
milik itu untuk kepentingan orang lain.5
Jaminan Fidusia muncul di Negeri Belanda pada pertengahan hingga akhir
abad ke-19 ketika terjadi krisis dalam bidang pertanian di negara-negara Eropa, karena
untuk usaha pertanian memberikan gadai dan hipotik sekaligus dapat memberhentikan
usahanya karena tidak dapat mengolah tanah pertaniannya dengan tidak adanya alat
3
Fred B.G Tumbuan, ”Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia”, Jakarta: Media
Notariat, Nomor VII, 2000, hal 18. 4
Ratnawati W. Prasodjo, dalam Arie Sukanti Hutagalung, ”Transaksi Berjamin (Secured
Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia”, (Jakarta: tanpa penerbit, 2006), hal. 720-721.
5
Tan Kamelo, ”Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan”, (Bandung:
pertanian. Dengan keadaan yang demikian memang sulit pemecahannya, kreditur
menghendaki jaminan yang pasti sedang debitur selain menghendaki kredit juga ingin
meneruskan usahanya. Mereka tidak dapat mengadakan gadai tanpa penguasaan untuk
mengatasi keadaan ini, karena bentuk gadai yang demikian ini dilarang. Akhirnya
praktek menggunakan konstruksi hukum yang ada yaitu jual beli dengan hak membeli
kembali secara tidak benar. Akan tetapi karena bukan merupakan bentuk jaminan yang
sebenarnya tentu mempunyai kekurangan antara debitur dan kreditur. Keadaan tersebut
disebabkan tidak adanya bentuk jaminan yang memadai dan berakhir dengan
keluarnya keputusan Hoge Raad 29 Januari1929 yang dikenal dengan Bier Brouwerij
Arrest.6
Di Indonesia, Jaminan Fidusia telah digunakan sejak zaman penjajahan
Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir berdasarkan Arrest hoggerechtshof
18 Agustus 1932 (BPM-Clynet Arrest). Lahirnya Arrest ini karena pengaruh dari
konkordansi. Lahirnya Arrest ini dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang
mendesak dari pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, pedagang menengah dan
pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya.7
Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia, diakui oleh
yurisprudensi berdasarkan keputusan Hoogge-rechtshof (HGH) tanggal 18 Agustus
1932. Salah satu contoh kasusnya adalah bahwa Pedro Clignett meminjam uang dari
Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah
6
Oey Hoey Tiong, ”Fidusia SebagaiJaminan Unsur-Unsur Perikatan”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal. 39.
7
mobil secara kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian
pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignett lalai membayar utangnya dan mobil
tersebut akan diambil oleh BPM. Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi utangnya
pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun
ditolaknya dengan alasan bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah. Menurut Clignett
jaminan yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap berada
dalam kekuasaan debitor maka gadai tersebut tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat
(2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam putusannya HGH menolak alasan
Clignett karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan Clignett bukanlah
gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah
diakui oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett diwajibkan untuk
menyerahkan jaminan itu kepada BPM.
Pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara
constitutum possessorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh
orang Indonesia. Dalam prakteknya, dalam perjanjian Jaminan Fidusia diberi
penjelasan bahwa barang itu diterima pihak penerima fidusia pada tempat
barang-barang itu terletak dan pada saat itu juga kreditor menyerahkan barang-barang-barang-barang itu
kepada pemberi fidusia yang atas kekuasaan penerima fidusia telah menerimanya
dengan baik untuk dan atas nama penerima fidusia sebagai penyimpan.
Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum possessorium ini bukan
hanya monopoli hukum barat saja. Kalau kita teliti dan cermati, hukum adat di
menurut hukum adat. Penerima gadai biasanya bukan petani penggarap, dan untuk itu
ia mengadakan perjanjian bagi hasil dengan petani penggarap (pemberi gadai). Dengan
demikian, pemberi gadai tetap menguasai tanah yang digadaikan itu tetapi bukan
sebagai pemilik melainkan sebagai penggarap.
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dan agar
terciptanya suatu peraturan perundangan-undangan secara lengkap dan komprehensif
yang tidak berdasarkan kepada yurisprudensi lagi, maka lahirlah Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya
disingkat dengan UUJF).
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 (BN.No.5847 hal 1B-3B) tentang Hak
Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan
bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.8
Dalam hal ini dapat diuraikan antara lain:
a. Dalam Jaminan Fidusia terjadi pengalihan hak kepemilikan, dimana pengalihan
hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dilakukan dengan cara “Constitutum Possessorium (Verklaring van Houderscahp)”, dengan pengertian pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut yang berakibat bahwa pemberi fidusia seterusnya akan menguasai benda dimaksud untuk kepentingan penerima fidusia.
8
Pengalihan hak kepemilikan tersebut berbeda dan pengalihan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 juncto Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata. Dalam hal Jaminan Fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan/agunan bagi pelunasan hutang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia.
b. Sifat Jaminan Fidusia.
Dalam pengertian yang diberikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah ditegaskan bahwa Jaminan Fidusia adalah agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan (Zaakelijke Zekerheid,
Security right in rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
penerima fidusia, yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Hak ini tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia (Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999)
Dalam Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian asesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi, maka perjanjian Jaminan Fidusia memiliki sifat:
1. Ketergantungan terhadap perjanjian pokok.
2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok.
3. Sebagai perjanjian bersyarat, yang hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan
yang diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.9
UUJF mengatur bahwa yang dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia adalah
segala sesuatu yang dapat dimiliki dialihkan, dalam hal ini dapat berupa benda
berwujud maupun tidak berwujud yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar,yang
bergerak maupun yang tidak bergerak dan yang tidak dapat dibebani oleh Hak
Tanggungan.10
Apabila kita memperhatikan pengertian benda yang dapat menjadi objek
Jaminan Fidusia tersebut maka yang dimaksud benda adalah termasuk juga piutang
(Receiables). Khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi Jaminan Fidusia,
9
Arie Sukanti Hutagalung, Op.cit, hal. 784. 10
undang-undang mengatur bahwa Jaminan Fidusia meliputi hasil tersebut dan juga
klaim asuransi kecuali diperjanjikan lain.11
Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia harus jelas dalam
akta Jaminan fidusia baik identifikasi benda tersebut, maupun penjelasan surat bukti
kepemilikannya dan bagi benda inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tetap
harus dijelaskan jenis bendanya, merk bendanya dan kualitasnya.12
Perjanjian fidusia adalah bersifat asesoir, adanya perjanjian ini tergantung pada
perjanjian pokok yang biasanya berupa perjanjian peminjaman uang pada Bank. Di
dalam praktek Perbankan perjanjian fidusia ini sering diadakan sebagai tambahan
jaminan pokok manakala jaminan pokok itu dianggap kurang bagi pemenuhan jaminan
atas kredit yang dicairkan.
Adakalanya fidusia juga diadakan secara tersendiri dalam arti tidak sebagai
tambahan jaminan pokok, yaitu sebagaimana sering dipakai oleh para pegawai kecil,
pedagang kecil, pengecer, dan lain-lain sebagai jaminan kredit mereka yang
dimintakan pada Bank.13
Konsekwensi dari perjanjian Asesoir ini adalah bahwa jika perjanjian pokok
tidak sah, atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku,
maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian asesoir juga ikut menjadi
batal.14
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Beberapa Masalah pelaksanaan lembaga Jaminan
Khususnya Fidusia di dalam Praktek dan Pelaksanaanya di Indonesia”, (Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Gadjah Mada,1997), hal. 21. 14
Konstruksi yuridis dari fidusia ini adalah penyerahan hak milik secara
kepercayaan atas benda milik debitur yang menjadi objek Jaminan Fidusia kepada
kreditur, dengan penguasaan atas benda tersebut tetap ada pada debitur dengan
ketentuan bahwa apabila debitur telah melunasi hutangnya tepat pada waktu yang telah
diperjanjikan maka kreditur wajib mengembalikan hak milik atas benda tersebut
kepada debitur.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia, diatur mengenai tata cara pendaftaran jaminan fidusia. Pendaftaran
ini adalah merupakan untuk pertama sekali dalam sejarah hukum di Indonesia karena
sebelum adanya UUJF. Fidusia tidak sampai mengatur tentang prosedural dan proses
pendaftaran, sehingga tidak ada kewajiban pendaftaran tersebut bagi jaminan fidusia.
Ketidakadaan kewajiban pendaftaran tersebut sangat dirasakan dalam praktek
sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata Hukum Fidusia. Sebab di samping
menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran Jaminan Fidusia
tersebut menyebabkan Jaminan Fidusia tidak memenuhi unsur publisitas, sehingga
susah dikontrol.
Hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak sehat dalam praktek, seperti
adanya fidusia dua kali tanpa sepengetahuan krediturnya, adanya pengalihan barang
fidusia tanpa sepengetahuan kreditur, dan lain-lain.15
Pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan jaminan kepastian hukum kepada
pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang
15
didahulukan (Preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. Di samping itu
pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan salah satu wujud dari asas publisitas. Dengan
pendaftaran, diharapkan agar pihak debitur terutama yang nakal, tidak lagi dapat
memfidusiakan sekali lagi atau bahkan menjual ataupun mengalihkan objek Jaminan
Fidusia kepihak ketiga tanpa sepengetahuan kreditur.
Pendaftaran fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia, untuk
pertama kali pendaftaran fidusia didirikan di Jakarta, kemudian secara bertahap, sesuai
keperluan, didirikan di ibukota propinsi di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat juga
didirikan di setiap Daerah Tingkat II yang harus dapat disesuaikan dengan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.16
Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000
jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.03.PR.07.10 Tahun 2001 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M.02.PR.07.10 Tahun 2002. Sejak tanggal 1 April 2001
Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sudah
tidak lagi melakukan Pendaftaran Sertifikat Jaminan Fidusia dan pendaftaran
dilaksanakan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tempat kedudukan pemberi fidusia.
Pada saat ini pendaftaran fidusia didaftarkan oleh penerima Jaminan Fidusia ke
kantor pendaftaran fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi
Manusia Republik Indonesia yang letaknya di ibukota propinsi. Permohonan diajukan
16
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Kantor
Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia secara tertulis dalam bahasa
Indonesia oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya, dengan melampirkan
pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan mengisi formulir yang bentuk dan isinya
ditetapkan dengan Lampiran I Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000, yang isinya:
1. Identitas pihak pemberi dan penerima yang meliputi:
Nama lengkap;
Tempat tinggal/tempat kedudukan;
Pekerjaan.
2. Tanggal dan nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris
yang membuat akta jaminan fidusia
3. Perjanjian pokok yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin
dengan fidusia.
4. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia (Lihat penjelasan
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999).
5. Nilai penjamin
6. Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia
Setelah keluarnya UUJF dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000
tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan
Fidusia, maka pendaftaran fidusia adalah merupakan suatu hal yang yang tidak dapat
memberikan suatu kepastian hukum bagi kreditur dan pihak lain yang berkepentingan.
Akan tetapi di dalam kenyataannya dalam praktik, masih saja banyak kita jumpai
Jaminan Fidusia itu tidak didaftarkan, disebabkan oleh berbagai macam alasan-alasan
dan masih banyaknya permasalahan mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia itu sendiri.
Permasalahan itu antara lain mengenai hambatan-hambatan yang dijumpai di dalam
pendafaran jaminan fidusia dan bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan di dalam
pendaftaran jaminan fidusia. Maka berdasarkan latar belakang itu penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai ”PENDAFTARAN JAMINAN
FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SITEM HUKUM.”
B. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan suatu persoalan yang harus dicari
penyelesaiannya, maka permasalahan yang akan dibahas dalam tinjauan yuridis
pendaftaran fidusia dan permasalahannya adalah:
1. Hambatan-hambatan apa sajakah yang terjadi dalam Pendaftaran Jaminan
Fidusia?
2. Bagaimanakah upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam
Pendaftaran Jaminan Fidusia?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari rumusan
masalah yang diajukan. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari penulisan
1. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam Pendaftaran Jaminan
Fidusia.
2. Untuk mengetahui upaya-upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi
dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia.
D. Manfaaat Penelitian
Penelitan ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran, manfaat, dan
kontribusi di bidang ilmu hukum baik teoritis maupun praktis sebagai berikut:
1. Secara teoritis.
Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan
hukum khususnya mengenai Lembaga Jaminan di Indonesia, terutama Lembaga
Jaminan Fidusia khususnya mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia.
2. Secara Praktis.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi,
maupun bagi pihak yang terkait mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Pendaftaran Jaminan Fidusia ;
Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum belum ada yang membahasnya,
Namun ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan jaminan fidusia yang pernah
dilakukan oleh alumni mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yakni:
1. Nama : Amelia Kosasih
NIM : 017011072
Program Studi : Magister Kenotariatan
Judul tesis : Perlindungan Hak Kreditur Dengan Jaminan Fidusia,
Berdasarkan UU No.42/1999 tentang Jaminan Fidusia
Permasalahan yang dikemukakan:
a. Bagaimana akibat hukumnya apabila akte Jaminan Fidusia tidak didaftarkan
ke kantor pendaftaran fidusia sebagai kewajiban kreditur?
b. Kendala-kendala apa saja yang dijumpai dalam pelaksanaan eksekusi
Jaminan Fidusia?
c. Bagaimana perlindungan hak kreditur dengan Jaminan Fidusia berdasarkan
UUJF?
2. Nama : Emi Rahmiwita Nst
Nim : 027005007
Program studi : Magister ilmu hukum
Judul tesis : Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari
Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada Bank Pemerintah di
Permasalahan yang dikemukakan:
a. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank dalam mengatasi kredit
macet jaminan hutang fidusia sebelum dilakukan eksekusi?
b. Bagaimanakah eksekusi terhadap barang jaminan barang yang diikat dengan
jaminan fidusia?
c. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pembeli barang hasil lelang
eksekusi?
3. Nama : Isnaini
Nim : 037005017
Program studi : Magister ilmu hukum
Judul tesis : Tinjauan Terhadap Lembaga Jaminan Fidusia Dalam
Pengembangan Usaha Kecil Menengah.
Permasalahan yang dikemukakan:
a. Bagaimana proses pemberian kredit melalui jaminan fidusia dalam
pengembangan usaha kecil?
b. Bagaimana manfaat lembaga jaminan fidusia bagi pengusaha kecil dalam
mendapatkan kredit bagi kemajuan usahanya?
c. Bagaimana cara penyelesaian hukum atas objek jaminan fidusia yang tidak
merugikan debitur fidusia?
4. Nama : Juraini Sulaiman
Nim : 047005035
Judul tesis : Analisis Yuridis Fungsi dan Peran Kantor Pendaftaran
Fidusia Ditinjau Dari UU No.42/1999 tentang Jaminan
Fidusia (Suatu Penelitian di Kantor Wilayah Departemen
Hukum dan HAM Sumatera Utara)
Permasalahan yang dikemukakan:
a. Bagaimana fungsi dan peranan kantor pendaftaran fidusia ditinjau dari UU
No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia?
b. Bagaimana prosedur yang ditempuh pihak kantor pendaftaran fidusia dalam
memberikan kepastian hukum kepada para pihak?
Penelitian ini apabila dipertentangkan dengan penelitan yang terdahulu, maka
baik, judul dan permasalahan maupun substansi pembahasannya sangat berbeda. Ada
beberapa penelitian yang sepintas permasalahannya hampir sama, seperti yang diteliti
oleh sdri Amelia Kosasih dan Juraini Sulaiman. Akan tetapi kalau kita lihat kembali
secara cermat permasalahannya sangatlah berbeda. Sdri Amelia Kosasih membahas
mengenai perlindungan kreditur pemegang Jaminan Fidusia dan hambatan yang
dijumpai dalam pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Sdri Juraini Sulaiman
memfokuskan penelitian tentang fungsi dan peranan daripada Kantor Pendaftaran
Fidusia. Sedangkan pada penelitian ini lebih difokuskan kepada permasalahan
pendaftaran fidusia.Oleh karena itu, penelitian ini memiliki pembahasan yang asli dan
F. Kerangka Teori dan Konsepsional
1. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka
teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis,
sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui.17
Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada
fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto,
bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi,
aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori.18
Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi
secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara
logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai
wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati.19
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau
petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan
penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan
secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami
17
M. Solly Lubis, ”Filsafat Ilmu dan Penelitian”, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. 18
Soerjono Soekanto, ”Pengantar Penelitian Hukun”, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 6. 19
mengenai Jaminan Fidusia dan Pendaftaran Jaminan Fidusia, dan mengenai
permasalahan dari pendafataran itu sendiri.
Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori sistem yang di dalamnya
terdapat asas-asas hukum yang terpadu yang membentuk tertib hukum terhadap hukum
jaminan. Asas-asas hukum itu terdapat dalam hukum benda dan hukum perjanjian.
Salah satu asas hukum dalam hukum jaminan kebendaan adalah asas publisitas yang
artinya bahwa semua hak yang dijadikan sebagai jaminan harus didaftarkan, yang
maksudnya agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang dijadikan jaminan
tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Sedangkan dalam hukum jaminan
adalah asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, kepastian hukum dan asas
kekuatan mengikat. Asas hukum ini menjadi fundamen dan akar hukum jaminan.
Mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga
menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni asas publisitas dan kepastian
hukum. Radburch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan Legal
order sebagai berikut:
“The existence of a legal orders is more important than it’s justice and
expediency, which constitute the second great task of the law, while the first, equally approved by all, is legal certainly, that is order or peace”.20
(eksistensi suatu legal order adalah lebih penting dari pada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban dan ketentraman).
20
Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk Kurt, ”The legal Philosophies of lask”, (Radbruch and Dabin, USA: Harvard University Press, 1950), dikutip dalam Endang Purwaningsih, ”Perkembangan Hukum Intellectua Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan
Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa:
“Legal certainty not only requires the validity of legal rules laid down by
power, it also makes demand on their contents, it demands that the law be capable of being administered with certainy, that it be practicable”.21
(kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan)
Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung di
antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (an organized,functioning
relationship among units or components)22 selanjutnya menurut Mariam Darus suatu
sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas
mana dibangun tertib hukum.23
Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotik, hak
tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian assesoir
(perjanjian buntutan). Maksudnya adalah perjanjian assesoir itu tidak mungkin berdiri
sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian
pokok. Dalam hal ini, yang merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian hutang
piutang.24
Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau
lebih”.
21
Ibid, hal. 206. 22
Award,Elis M, dalam Ok. Saidin, ”Aspek Hukum Haki”, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004), hal. 19.
23
Mariam Darus Badrulzaman, ”Mencari Sistem Hukum Benda Nasional”, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 15.
24
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji
kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
suatu hal.25
Dilihat dari pendekatan sistem, menurut Mariam Darus Badrulzaman kerangka
dasar hukum perjanjian adalah merupakan sub-sistem dari hukum perdata dan menjadi
ampuh dan bulat didukung oleh sejumlah asas.26 Asas-asas yang terdapat dalam
hukum perjanjian adalah sebagai berikut:
1. Asas kebebasan mengadakan perjanjian, (Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata).
Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh Pasal 1337 KUHPerdata yang
menyatakan bahwa ”suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh
undang-undang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
2. Asas konsensualisme, (Pasal 1320 KUHPerdata). Asas ini berkaitan dengan
adanya keinginan atau kemauan para pihak untuk saling mengikatkan diri dalam
perjanjian yang dibuat.
3. Asas kebiasaan (Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUHPerdata). Suatu perjanjian tidak
hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut,
akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan diikuti.
4. Asas kepercayaan (Pasal 1338 jo Pasal 1334 KUHPerdata). Tanpa adanya
kepercayaan, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak.
Dengan kepercayaan ini kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian
yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.
25
R. Subekti, ”Hukum Perjanjian”, (Jakarta: Intermasa, 1976), hal. 1. 26
5. Asas kekuatan mengikat (Pasal 1338 jo Pasal 1339 KUHPerdata). Terikatnya
para pihak dengan apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain
sepanjang dikehendaki oleh kepatutan dan kebiasaan akan mengikat para pihak.
6. Asas persamaan hak (Pasal 1341 KUHPerdata). Asas ini menempatkan para
pihak kepada persamaan derajat, tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan
kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain.
7. Asas keseimbangan (Pasal 1338 jo Pasal 1244 KUHPerdata). Kreditur
mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan
debitur namun kreditur memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu
dengan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
8. Asas kepentingan umum, asas ini menghendaki kedua pihak untuk
memperhatikan kepentingan umum yang berhubungan dengan perjanjian yang
dibuat. Jadi unsur kepentingan umum harus benar-benar diutamakan oleh kedua
pihak.
9. Asas moral, asas ini terlihat dalam perikatan wajar, seperti didalam
“Zaakwaarneming”, yaitu seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan suka rela
(moral), yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan
dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini terdapat dalam Pasal 1339
KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberi motivasi pada yang bersangkutan
untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan (moral)
10. Asas kepatutan (Pasal 1339 KUHPerdata). Asas kepatutan ini berkaitan dengan
ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan harus dipertahankan karena
melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan
dalam masyrakat.27
Jaminan Fidusia adalah sub sistem hukum jaminan kebendaaan. Jaminan
kebendaan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya sangat erat,
terutama dalam jaminan kebendaan. Di dalam literatur jaminan selalu dikaitkan
dengan hak kebendaan, karena di dalam KUHPerdata jaminan merupakan hak
kebendaaan dan merupakan bagian dari hukum benda yang diatur dalam BUKU II
KUHPerdata. Apabila melihat sistematika KUHPerdata, maka akan terlihat
seolah-olah jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan
kebendaan tersebut terdapat dalam Buku II tentang benda, sedangkan perjanjian
jaminan perorangan (Persoonlijke zekerheidsrechten,personal guaranty) seperti
perjanjian penanggungan (Bortoght) di dalam KUHPerdata merupakan suatu jenis
perjanjian yang diatur dalam Buku III tentang perikatan.28
Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum benda
terdapat beberapa asas umum yang melandasinya. Asas umum dalam KUHPerdata
antara lain:29
27
Ibid, hal. 42-44. 28
Djuhendah Hasan, Op.cit, hal. 230. 29
1. Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan
baru selain yang telah disebut secara limitatif dalam undang-undang. Asas ini
dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan.
2. Asas absolute, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun,
setiap orang harus menghormati hak tersebut.
3. Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk
menyerahkan bendanya.
4. Asas mengikuti (Droit de suite), bahwa hak kebendaan akan mengikuti bendanya
di tangan siapapun berada.
5. Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan kepemilikan
6. Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat
ditentukan.
7. Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara
totalitas atau secara keseluruhan dan tidak dapat pada bagian-bagian benda.
8. Asas pelekatan (asesi), yaitu asas yang melekatkan benda pelengkap pada benda
pokoknya.
9. Asas besit merupakan title sempurna, asas ini berlaku bagi benda bergerak dan
terdapat dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Asas ini hanya berlaku bagi benda
bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menyebutkan asas-asas umum itu sebagai
berikut:30
30
1. Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan hukum benda merupakan hukum
pemaksa (Dwingend recht) jadi tidak dapat disampingi.
2. Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat
dipindahkan.
3. Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya
dapat menjadi milik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan.
4. Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek.
5. Asas tidak dapat dipisahkan (Onsplitbaarheid), yang berhak tidak dapat
memindahtangankan sebagian wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada
padanya.
6. Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan
wewenang-wewenang dari egeindom meskipun luasnya berbeda.
7. Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda
milik orang lain, tidak dapat seseorang untuk kepentingannya memperoleh hak
gadai atas barang miliknya sendiri.
8. Perlakuan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan.
Aturan mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring.
9. Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanan dan penyerahannya
harus dengan pendaftaran di dalam register umum.
10. Sifat perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan benda hak kebendaan.
Pengertian hukum jaminan sendiri tidak dapat ditemukan dalam peraturan yang
ada namun untuk menemukan rumusan hukum jaminan harus menelaahnya dari arti
arti hukum jaminan di dalam literatur, maka hukum jaminan kiranya dirumuskan
sebagai berikut:
“Perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari
pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu
prestasi”.31
Dalam rumusan ini tercakup pengertian jaminan kebendaan dan jaminan
perorangan (jaminan pihak ketiga). Satrio juga memberikan rumusan tentang hukum
jaminan yaitu:
“Peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang
kreditur terhadap seorang debitur.”32
Jadi hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Mariam
Darus juga mengemukakan pengertian jaminan adalah:
“Suatu tanggungan yang dibebankan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga
kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.”33
Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditur guna menjamin
dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat assesoir dari perjanjian pokok
(perjanjian kredit atau pembiayaan) oleh debitur dan kreditur.
Hukum jaminan dewasa ini masih bersifat dualistis, yaitu di samping masih
berlaku ketentuan jaminan yang mengacu kepada KUHPerdata yang berlaku sebagai
hukum positif, juga berlaku ketentuan hukum jaminan adat yang biasanya dijumpai di
pedesaan. Politik Perbankan Indonesia mengacu pada ketentuan KUHPerdata dan tidak
31
Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 231. 32
J Satrio, ”Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 3.
33
pada hukum adat, karena ketentuan hukum adat kurang memadai dan tidak tegas.34
Dengan demikian dikenalnya lembaga perbankan dan pembiayaan, maka masyrakat
adat semakin mengenal pula hukum jaminan yang mengacu kepada KUHPerdata.
Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian
akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh
penjamin debitur.35 Jelas bahwa jaminan berfungsi untuk memberikan perlindungan
bagi kreditur yang meminjamkan uangnya, perlindungan yang dimaksud adalah
adanya kepastian hukum dan rasa aman bagi kreditur bahwa uang yang
dipinjamkannya akan dilunasi oleh debitur, apabila ternyata tidak dilunasi oleh debitur,
maka kreditur dapat menjual barang jaminan tersebut sebagai upaya pelunasan hutang.
Undang-undang sebenarnya telah memberikan fungsi jaminan sebagai sarana
perlindungan bagi kreditur. Perlindungan terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132
KUHPerdata sebagai berikut:
Pasal 1131:
“Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak
bergerak,baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari,
menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.”
Pasal 1132:
“Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang
mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut
34
Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 231. 35
keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing, kecuali
apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk
didahulukan.”
Ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata merupakan jaminan secara
umum, dikatakan demikian oleh karena di sini undang-undang memberikan
perlindungan yang sama bagi semua kreditur dalam hak dan kedudukan yang sama. Di
sini berlaku asas paritas creditorum, di mana pelunasan hutang kepada kreditur
dilakukan secara proporsional sesuai dengan besar atau kecilnya piutang. Dikatakan
jaminan secara umum juga oleh karena tidak ada perikatan secara khusus yang dibuat
antara kreditur dan debitur untuk mengikat suatu benda sebagai jaminan. Tanggungan
atas segala perikatan seseorang disebut jaminan secara umum sedangkan tanggungan
atas perikatan tertentu dari seseorang disebut sebagai jaminan secara khusus.36
Dalam Pasal 1 butir 1 UUJF telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan
fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam
penguasaan pemilik benda”.
Sedangkan pengertian jaminan fidusia menurut UUJF Pasal 1 butir 2 adalah
hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan
benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak
Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
36
Pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.
Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan
(Zakelijkezekerheids) dan jaminan perorangan (Persoonlijkezekerheids). Jaminan
kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti
memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat
melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada
Jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 20, Pasal 27 UUJF. Dengan
karakter kebendaan yang dimiliki Jaminan Fidusia, penerima fidusia merupakan
kreditur yang preferen dan memiliki sifat zaaksgevolg. Dengan demikian, dapat
dipastikan bahwa Jaminan Fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang
kuat dan akan digemari oleh para pemakainya.37
Jaminan Fidusia juga menganut asas droit de suite, yaitu jaminan fidusia tetap
mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda
tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan
Fidusia. Menurut teori fidusia, pemberi fidusia menyerahkan secara kepercayaan hak
miliknya sebagai jaminan hutang kepada penerima fidusia. Penyerahan hak milik atas
benda Jaminan Fidusia tidaklah sempurna sebagaimana pengalihan hak milik dalam
perjanjian jual beli. Yang ditonjolkan dalam penyerahan yuridis sudah terjadi.
Sebagai hak kebendaan, Jaminan Fidusia mempunyai hak didahulukan
terhadap kreditur lain (Droit de Preference) untuk mengambil pelunasan piutangnya
37
atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi
kepailitan pada debitur. Pemegang fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana
yang dicantumkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan. Pengakuan hak
separatis akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang fidusia.38
Ruang lingkup Jaminan Fidusia adalah jaminan terhadap benda apapun yang
dapat dimiliki dan dialihkan kepemilikannya secara hukum baik bergerak maupun
tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar
yang tidak termasuk dalam lingkup jaminan Hak Tanggungan atau Hipotik.39
Beberapa prinsip utama dalam Jaminan Fidusia yakni:
a. Pemegang fidusia berfungsi sebagai jaminan bukan sebagai pemilik sebenarnya;
b. Pemegang fidusia berhak untuk mengeksekusi barang jaminan jika ada
wanpestasi dari debitor;
c. Objek jaminan fidusia wajib dikembalikan kepada pemberi fidusia jika hutang
sudah dilunasi;
d. Jika hasil eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutang, maka sisanya harus
dikembalikan kepada pemberi fidusia.40
Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya
penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali.
Dengan demikian, dari apa yang telah disampaikan di atas, maka Jaminan
Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian piutang
dan hal ini juga sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 4 UUJF yaitu ”Jaminan
Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Perjanjian yang dapat
38
Ibid, hal. 29. 39
Bernadette Waluyo, ”Jaminan Fidusia UU No.42/1999”, Pro Justitia, Th XVIII No.3, Juli 2000, hal. 87.
40
menimbulkan hutang-piutang dapat berupa perjanjian pinjam-meminjam maupun
perjanjian lainnya.
Berkaitan dengan asas dari Jaminan Fidusia tersebut, bahwa objek Jaminan
Fidusia mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya jika debitor cidera janji.
Obyek yang terdapat di dalam jaminan fidusia meliputi:
a. Benda dapat dimiliki dan dapat dialihkan;
b. Benda berwujud dan tidak berwujud;
c. Benda bergerak dan tidak bergerak (yang tidak dapat diikat dengan Hak
Tanggungan, Hipotik);
d. Benda yang sudah ada maupun benda yang akan ada;
e. Benda persediaan (inventory, stok barang dagangan).41
Berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata, maka semua benda milik debitur,
bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di
kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Sebenarnya
ketentuan ini sudah merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang
debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitor.
Akan tetapi, pihak kreditor umumnya tidak puas dengan jaminan umum
berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut, dengan alasan sebagai berikut:
1. Benda tidak khusus.
Dalam hal ini di dalam Pasal 1131 KUHPerdata tidak menunjuk terhadap suatu
barang khusus tertentu, tetapi menunjuk terhadap semua barang milik debitor
2. Benda tidak diblokir.
Jika dibuat jaminan hutang khusus, maka dapat ditentukan bahwa benda tersebut
tidak dapat dialihkan kecuali dengan izin pihak kreditor.
41
3. Jaminan tidak mengikuti benda.
Apabila benda obyek jaminan hutang dialihkan kepada pihak lain oleh debitor,
maka hak kreditor tetap melekat pada benda tersebut, terlepas di tangan siapa pun
benda tersebut berada.
4. Tidak ada kedudukan preferens dari kreditor.
Berbeda dengan jaminan umum yang didasarkan atas Pasal 1131 KUHPerdata,
maka terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus (yang bersifat
kebendaan), oleh hukum diberikan hak preferens. Artinya, kreditornya diberikan
kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan) pembayaran hutangnya yang diambil
dari hasil penjualan benda jaminan hutang.42
Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang
dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang
terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian
yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu,
Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian
hukum.43
Melalui sistem pendaftaran ini diatur ciri-ciri yang sempurna dari Jaminan
Fidusia, sehingga memperoleh sifat sebagai hak kebendaan (right in rem) yang
menyandang asas droit de suite, yang berdasarkan ketentuan pada Pasal 20 UUJF.
42
Munir Fuady, “Pengantar Hukum Bisnis”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 138. 43
Hak kebendaan dari Jaminan Fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran
pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya Sertifikat
Jaminan Fidusia.
Pendaftaran Jaminan Fidusia yang bisa didaftarkan adalah Jaminan Fidusia
yang mana pembebanan benda yang dijadikan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta
notaril. Pendaftaran Jaminan Fidusia yang mana Jaminan Fidusianya tidak dibuat
dengan akta notaril akan mengakibatkan Jaminan Fidusia itu tidak dapat didaftarkan.
Secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum
(formalitas causa) dan sebagai alat bukti. (probationis causa).44
Dengan demikian, Akta Jaminan Fidusia yang dibuat di bawah tangan akan
mengakibatkan Jaminan Fidusia itu tidak bisa didaftarkan karena Akta Jaminan
Fidusia di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir karena tanda
tangan pada akta dibawah tangan masih dapat dipungkiri. Akta di bawah tangan juga
tidak mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum.
Konsekwensi yuridis dari tidak didaftarkannya Jaminan Fidusia adalah
perjanjian jaminan fidusia bersifat perorangan (Persoonlijke karakter).45
Jaminan Fidusia bersifat perorangan maksudnya adalah jaminan itu tidak memiliki
hak kebendaan, tidak memiliki hak mendahului atas benda-benda tertentu. Jaminan itu
hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat
dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur seumumnya.46
44
Sudikno Mertukusumo, “Hukun Acara Perdat”, (Yogjakarta: Liberty ,1982), hal. 121-122. 45
Tan Kamello, Op.cit, hal. 30. 46
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum
Pendaftaran dilakukan setelah Akta Jaminan Fidusia telah ditandatangani oleh
para pihak pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pihak pemberi
fidusia. Terhadap objek Jaminan Fidusia yang berada di luar wilayah Indonesia
pendaftaran tetap dilakukan di mana kedudukan pemberi fidusia.
2. Konsepsional
Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi
dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan
kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang
digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional.47
Maka dalam penelitian ini disusun berberapa defenisi operasional dari
konsep-konsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni:
Jaminan adalah suatu hak atas suatu benda debitur yang hak kepemilikannya
dipegang oleh kreditur sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur,untuk
kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur
atau oleh penjamin debitur.
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda atas dasar
kepercayaan yang mana hak kepemilikan dipegang oleh kreditur, sedangkan bendanya
masih dikuasai oleh debitur.
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang
berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan
Benda Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan
dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun
yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat
dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik.
Benda terdaftar adalah benda yang didaftarkan kepada instansi tertentu yang
memiliki tanda bukti kepemilikan bisa berupa sertifikat ataupun tanda bukti lain yang
mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna.
Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau
karena ditentukan undang-undang
Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat
dipindahkan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang.
Benda bukan tanah adalah benda selain tanah baik yang sifatnya bergerak
maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar maupun tidak
terdaftar.
Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam
bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya sebagai pelunasan kredit akibat
perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia.
Piutang adalah hak yang dimiliki oleh kreditur untuk menerima pembayaran
atas pelunasan hutang debitur.
47
Pemberi Jaminan Fidusia adalah orang atau badan usaha baik yang berbadan
hukum atau tidak yang memiliki benda yang akan dijadikan sebagai benda jaminan
dalam Perjanjian Jaminan Fidusia.
Penerima Jaminan Fidusia adalah perorangan, Bank atau Lembaga Pembiayaan
lainnya yang mempunyai piutang untuk sebagai pelunasan hutang pemberi fidusia
kepada penerima fidusia yang mana pembayarannya dijamin dengan benda Jaminan
Fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi Jaminan Fidusia.
Debitur adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki hutang kepada
Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.
Kreditur adalah orang pribadi, pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya
yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang.
Setiap orang adalah orang-perseorangan atau koorporasi.
Akta Jaminan Fidusia adalah akta Notaris yang berisikan pemberian Jaminan
Fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.
Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang
dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau
pembayan hutang apabila debitur melakukan cidera janji.
Kreditur preferen adalah kreditur yang mempunyai hak yang didahulukan
terhadap kreditur lainnya untuk mendapatkan pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi
benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia.
Kreditur separatis adalah kreditur yang tidak mempunyai hak untuk