• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Perbandingan Karakteristik Andisol pada Tiga Penggunaan Lahan, Proses yang terlibat, Konsekuensi serta upaya penanggulangannya

3.2.5 Upaya Penanggulangan

3.2.5.1 Penambahan Bahan Organik

Merujuk hasil dari pembahasan, bahwa kehilangan bahan organik di horison A menjadi penyebab utama perbedaan karakteristik pada Andisol yang digunakan. Kehilangan bahan organik paling tinggi terjadi terutama pada lahan sayuran disusul oleh lahan perkebunan teh bila dibandingkan dengan kandungan bahan organik pada lahan hutan sekunder. Tabel menunjukkan bahwa lahan pada budidaya sayuran kehilangan C-organik sebesar 4.40% sedangkan lahan perkebunan teh kehilangan C-organik sebesar 3.85%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kehilangan bahan organik sangat intensif terjadi pada lahan budidaya sayuran.

Tabel 20. Kadar bahan organik pada masing-masing penggunaan lahan

Hutan sekunder Perkebunan Teh Budidaya sayuran

Rata-rata (%) 9.06 5.20 4.66

Kehilangan (%) - 3.85 4.40

Penambahan bahan organik dalam hal ini adalah upaya mempertahankan sifat Andisol yang secara alamiah memiliki kandungan bahan organik yang tinggi. Dalam kasus ini merujuk pada kadar alami bahan organik tanah Andisol setempat yaitu berdasarkan kadar bahan organik Andisol di lahan di bawah tegakan hutan sekunder. Adapun untuk menghitung seberapa besar bahan organik perhektar yang perlu ditambahkan digunakan rumus sebagai berikut:

TC = Corg x bt x 1.724 Keterangan :

TC = Total bahan organik tanah yang perlu ditambahkan (kg/ha) Corg = Kadar C-organik tanah yang kurang (%)

bt = Bobot tanah 1 Ha kedalaman 20 cm (kg)

1.724 = Nilai faktor konversi C-organik ke bahan organik

Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahan organik tanah yang perlu ditambahkan sebesar 836 kg/ha pada lahan perkebunan teh sedangkan pada lahan budidaya sayuran bahan organik tanah yang perlu ditambahkan sebesar 940 kg/ha. Hasil tersebut mengacu pada status C-organik Andisol di bawah tegakan hutan sekunder. Hasil perhitungan selengkapnya disajikan pada Tabel 21.

Tabel 21. Dosis bahan organik yang perlu ditambahkan pada perkebunan teh dan lahan budidaya sayuran

Perkebunan Teh Budidaya sayuran

C-organik (%) 3.85 4.40

BI (g/cm3) 0.63 0.62

bt (kg) 12600 12400

54

Penambahan bahan organik dapat dilakukan menggunakan beberapa cara seperti melalui penambahan Pupuk hijau dengan cara menanam dan membenamkan tanaman sebagai pupuk, tanaman leguminose/kacang-kacangan dan tanaman penutup yang biasanya merambat dan menutupi permukaan tanah kemudian dibenamkan ke dalam tanah dengan bajak atau garu. Penambahan pupuk kandang seperti sisa ternak seperti manur, urin dan organ bagian dalam dapat digunakan untuk memperbaiki struktur tanah atau meningkatkan kesehatan tanah. Selain itu juga penambahan pupuk cair dan kompos yang mengandung bermacam-macam unsur hara, murah pembuatannya, meningkatkan jumlah biota dan memperbaiki kualitas struktur tanah. Khusus pada areal perkebunan teh penambahan bahan organik dapat berasal dari hasil pangkasan tanaman teh itu sendiri serta berasal dari limbah teh dari pabrik.

3.2.5.2 Upaya Konservasi

Upaya konservasi perlu dilakukan pada Andisol yang umumnya berada pada kondisi lereng yang curam. Berbagai upaya konservasi dapat dilakukan melalui beberapa cara. Hal tersebut mengingat faktor utama kehilangan bahan organik salah satunya akibat adanya erosi tanah. Teknik konservasi tanah secara vegetatif dapat diterapkan dimana pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa- sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah. Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di lapangan.

Penggunaan mulsa dapat juga diterapkan dimana bahan-bahan sisa tanaman, serasah, plastik atau bahan-bahan lain yang disebar atau menutup permukaan tanah untuk melindungi tanah dari kehilangan air melalui evaporasi. Mulsa juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi permukan tanah dari pukulan langsung butiran hujan sehingga mengurangi terjadinya erosi percik (splash erosion). Selain mengurangi laju dan volume limpasan permukaan, mulsa organik yang sudah melapuk akan menambah kandungan bahan organik tanah dan hara. Mulsa mampu menjaga stabilitas suhu tanah pada kondisi yang baik untuk aktivitas mikroorganisme. Relatif rendahnya evaporasi, berimplikasi pada stabilitas kelengasan tanah. Secara umum mulsa berperan dalam perbaikan sifat fisik tanah. Pemanfaatan mulsa di lahan pertanian juga dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan gulma. Bahan mulsa sebaiknya dari bahan yang mudah diperoleh seperti sisa tanaman pada areal lahan masing-masing petani sehingga dapat menghemat biaya, mempermudah pembuangan limbah panen sekaligus mempertinggi produktivitas lahan.

Tanaman pelindung atau naungan juga sangat penting dalam upaya mempertahankan kualitas lahan. Pada perkebunan teh tanaman pelindung ini sangat penting dalam menjaga keberlangsungan hidup tanaman. Tanaman pelindung adalah tanaman tahunan yang ditanam di sela-sela tanaman pokok

tahunan. Tanaman pelindung ini dimaksudkan untuk mengurangi intensitas penyinaran matahari, dan dapat melindungi tanaman pokok dari bahaya erosi terutama ketika tanaman pokok masih muda. Jenis tanaman yang dapat berfungsi sebagai tanaman pelindung di antaranya: gamal (Gliricidia sepium), dadap (Erythrina subumbrans), lamtoro (Leucaena leucocephala) atau kayu manis (Cinnamomum burmanii).

Selain melalui cara vegetatif, upaya konservasi dapat pula dilakukan secara mekanik yaitu dengan menggunakan sarana fisik seperti tanah dan batu sebagai sarana konservasi tanahnya. Tujuannya untuk memperlambat aliran air di permukaan, mengurangi erosi serta menampung dan mengalirkan aliran air permukaan. Pengendalian erosi secara teknis-mekanis merupakan usaha-usaha pengawetan tanah untuk mengurangi banyaknya tanah yang hilang di daerah lahan pertanian dengan cara mekanis tertentu. Sehubungan dengan usaha-usaha perbaikan tanah secara mekanik yang ditempuh bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan menampung serta melanjutkan penyaluran aliran permukaan dengan daya pengikisan tanah yang tidak merusak. Pengolahan tanah menurut kontur adalah setiap jenis pengolahan tanah (pembajakan, pencangkulan, pemerataan) mengikuti garis kontur sehingga terbentuk alur-alur dan jalur tumpukan tanah yang searah kontur dan memotong lereng. Alur-alur tanah ini akan menghambat aliran air di permukaan dan mencegah erosi sehingga dapat menunjang konservasi di daerah kering.

Keuntungan utama pengolahan tanah menurut kontur adalah terbentuknya penghambat aliran permukaan yang memungkinkan penyerapan air dan menghindari pengangkutan tanah. Oleh sebab itu, pada daerah beriklim kering pengolahan tanah menurut kontur juga sangat efektif untuk konservasi ini. Pembuatan terras adalah untuk mengubah permukaan tanah miring menjadi bertingkat-tingkat untuk mengurangi kecepatan aliran permukaan dan menahan serta menampungnya agar lebih banyak air yang meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Menurut Arsyad (1989), pembuatan terras berfungsi untuk mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan oleh tanah, dengan demikian erosi berkurang.

Berdasarkan hasil observasi lapang, terdapat tiga rekomendasi upaya konservasi mekanis yang dapat diterapkan dilapangan yaitu pembuatan teras bangku, teras guludan, dan teras kredit. Menurut Dariah et al., (2004) teras bangku bidang olahnya dapat dibuat datar, miring ke dalam, dan miring ke luar. Efektivitas teras bangku akan meningkat bila ditanami tanaman penguat teras pada bibir dan tampingan teras (Gambar lampiran 2). Jenis tanaman yang biasa digunakan sebagai tanaman penguat teras adalah hahapaan (Flemingia congesta), gamal (Gliricidia sepium) dan rumput seperti bahia (Paspalum notatum), Bede (Brachiaria decumbens), setaria (Setaria sphecelata), gajah (Penisetum purpureum) atau akar wangi (Vetiveria ziznioides).

Teras gulud merupakan barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian belakang guludannya. Metode ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran. Bagian-bagian dari teras gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah (Gambar lampiran 3). Agar guludan tidak mudah rusak sebaiknya guludan diperkuat tanaman penguat teras. Selain kedua jenis teras tersebut, terdapat satu jenis teras yang dapat diterapkan di lapangan yaitu teras

56

kredit. Teras kredit merupakan teras yang terbentuk secara bertahap karena tertahannya partikel-partikel tanah yang tererosi oleh barisan tanaman yang ditanam secara rapat seperti tanaman pagar atau strip rumput yang ditanam searah kontur (Gambar lampiran 4)

4 KESIMPULAN

Karakteristik Andisol yang berubah akibat perubahan penggunaan lahan hanya terjadi pada horison A atau horison yang terkena langsung kegiatan pengelolaan tanah. Perubahan karakteristik yang terjadi tidak sampai menyebabkan terjadinya perubahan klasifikasi pada Andisol. Sebab yang paling berpengaruh terhadap perubahan karakteristik Andisol yang telah diolah adalah berkurangnya bahan organik tanah dan kondisi kering tak balik pada sebagian tanah. Proses yang berperan dalam perubahan karakteristik ini yaitu proses erosi permukaan, sifat kering tak balik tanah, dekomposisi, dan proses pengkayaan. Karakteristik yang berubah meliputi sifat morfologi di antaranya adalah warna tanah yang semakin terang, sifat fisik meliputi bobot isi dan intensitas kering tak balik (nilai Z), dan sifat kimia meliputi pH tanah, C-organik, N-total, KTK dan ∆

KTK, basa-basa dapat ditukar, serta P dan K ekstrak HCl.

Terdapat dua arah perubahan karakteristik Andisol yaitu perubahan karakteristik mengarah pada perbaikan kualitas tanah dan mengarah pada penurunan kualitas tanah. Menjaga kelembaban tanah untuk mencegah semakin intensifnya intensitas kering tak balik dan berkurangnya bahan organik tanah merupakan kunci dari upaya penanggulangan. Secara teknis upaya penanggulangannya meliputi penambahan bahan organik tanah sebesar 836 kg/ha untuk lahan perkebunan teh dan 940 kg/ha untuk lahan budidaya sayuran, penanaman pohon naungan dan tanaman penutup lahan (legume cover crop). Khusus untuk perkebunan teh perlu adanya penyulaman pada tanaman yang jarang. Sedangkan untuk lahan budidaya perlu adanya perbaikan teras dan arah bedengan yang sesuai dengan kaidah konservasi.