• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEREMPUAN DI INDONESIA

C. Upaya Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan

Masalah kekerasan terhadap perempuan saat ini tidak hanya merupakan masalah individual atau masalah nasional, tetapi sudah merupakan

masalah global. Dalam hal tertentu bahkan dapat dikatakan sebagai masalah transnasional. Banyak istilah yang digunakan, seperti violence againts woman, gender based violance, gender violance, female-focused violance, domestic violance, dan sebagainya.

Kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan mendasar perempuan dan melemahkan atau meniadakan penikmatan hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut oleh mereka, dan mengkhawatirkan kegagalan yang telah berlangsung lama dalam melindungi dan memajukan hak-hak dan kebebasan-kebebasan tersebut dalam hal kekerasan terhadap perempuan.50

Dalam Pasal 1 Deklarasi Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan, yang dimaksud dengan KDRT adalah setiap tindakan yag berdasarkan perbedaan jenis kelamin yang berakibat atau mungkin berakibat kesengsaraan atau penderitaan perempuan secara fisik, seksual, dan psikogis, termasuk ancaman tindakan-tindakan semacam itu, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara sewenang-wenang, baik yag terjadi di depan umum atau dalam kehidupan pribadi.51

Kekerasan terhadap perempuan merupakan perwujudan dari ketimpangan historis dalam hubungan kekuasaan antara laki-laki dan perempuan dan merupakan hambatan yang bersifat struktural bagi tercapainya keadilan sosial, perdamaian dan pengembangan diri yang berkelanjutan. Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan tidak pernah terjadi dalam kevakuman atau lepas dari dinamika sosial politik yang

50 Nanda Yunisa, Op.cit., hlm. 68.

51 Nanda Yunisa, Op.cit., hlm. 69-70.

berlagsung disekitarnya. Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan adalah puncak dari ketidakadilan antara laki-laki dan perempuan, antara kelas sosial ekonomi atas dan bawah, antara satu wilayah dengaa wilayah lain, antara pusat dan daerah, antara negara enggan masyarakat, dan bentuk-bentuk ketimpangan kuasa lainnya. Setiap zaman kekerasan terhadap perempuan memunculkan kekhasannya sendiri-sendiri mengikuti kondisi sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang berlaku.52

Kekerasan terhadap seseorang umumnya terjadi karena berbagai faktor dan permasalahan, akan tetapi kejahatan terhadap jenis kelamin terjadi karena adanya ketimpangan terhadap jenis kelamin tersebut atau biasa disebut dengan bias gender. Gender adalah pembagian peran antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh masyarakat, baik melalui tradisi, kebiasaan, pola asuh anak, maupun pendidikan yang akhirnya membedakan tugas dan peran sosial antara laki-laki dan perempuan. Kekerasan dalam rumah tangga pada umumya terjadi sebagai manifestasi dari ketimpangan posisi laki-laki dan perempuan dalam keluarga. Dalam kasus KDRT terdapat siklus yang menyebabkan kekerasan tersebut selalu terulang, bahkan dalam jangka waktu yang lama. Teori terkait siklus ini dikembangkan oleh Walker yang terdiri dari tiga tahap, yaitu tahap pembentukan ketegangan (tension), tahap tindakan kekerasan (building-battering), tahap memperbaiki ketegangan dengan bulan madu (concrition). Dalam tahap terakhir ini, pelaku tindak kekerasan akan mulai menujukan rasa penyesalan dan meminta maaf

52 https://lsc.bphn.go.id/artikel?id=772. diakses tanggal 01 Desember 2019 pukul 10.20 WIB.

kepada pasangannya. Hal ini tidak bertahan terus menerus, ketika terjadi konflik maka ketegangan akan meledak lagi dalam bentuk kekerasan.53

Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan perlindungan dan keadilan dari segala bentuk diskriminasi dan kekerasan. Hal tersebut sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28I yang menyebutkan bahwa “setiap orang berhak bebas dari perilaku diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang diskriminatif tersebut”.54 Hal tersebut juga diatur dalam UU No. 7 Tahun 1984 hasil ratifikasi konvensi Convention on the Elimination of All Forms Discrimination Against Women (CEDAW) tentang pengesahan konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita.

Merujuk pada Rekomendasi Umum Nomor 19 Komite Penghapusan Diskriminasi Terhadap Perempuan (Komite CEDAW) tentang Kekerasan Terhadap Perempuan, menyatakan:

“Kekerasan berbasis gender adalah suatu bentuk diskriminasi yang secara serius menghalangi perempuan untuk menikmati hak-hak dan kebebasannya atas dasar persamaan hak dengan laki-laki”

Rekomendasi Umum menegaskan tentang tindak kekerasan yang secara langsung ditujukan kepada perempuan karena ia berjenis kelamin perempuan atau memberi akibat pada perempuan secara tidak proporsional.

Termasuk didalamnya tidakan yang mengakibatkan kerugian atau penderitaan

53 Wenny Juliani, Perlindungan Hukum Terhadap Perempuan Korban Kekerasan Non Fisik Dalam Rumah Tangga Menurut UU o. 23 Tahuhu 2004. Jurnal Hukum Adigama, Vol. 1, Edisi 1, 2019, hlm. 4.

54 Pradipto Bayu, UUD 1945 Beserta Amandemen I, II, III, & IV, cet. ke-VII Penerbit PT Grasindo, Jakarta, 2019, hlm. 85.

fisik, mental, dan seksual, atau ancaman, pemaksaan, dan bentuk-bentuk perampasan kebebasan hak lainnya. Memperkuat Rekomendasi Umum ini, Deklarasi Wina Tahun 1993 menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan merupakan pelanggaran HAM. Oleh karena itu, penghapusan kekerasan terhadap perempua mutlak merupakan bagian dari pengakuan terhadap hak asasi manusia.55

Lahirnya Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) di Indonesia pada tanggal 15 Oktober 1998 merupakan perwujudan tanggung jawab negara atas kekerasan terhadap perempuan.

Komnas Perempuan lahir dari sebuah tragedi kemanusiaan yang terjadi pada bulan Mei 1998. Delapan puluh lima (85) perempuan etnis Tionghoa menjadi sasaran kekerasan seksual yang dilakukan ditengah kerusuhan massal. Pada saat yang bersaman juga terungkap sejumlah kasus kekerasan seksual yang dialami perempuan lainnya di Aceh, Papua, dan Timor Timur dalam operasi militer yang sedan berlangsung di daerah tersebut.

Komnas Perempuan berdiri atas desakan publik, khususnya kaum perempuan, agar negara ikut mengambil tanggung jawab atas segala bentuk kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia atau dialami oleh warga Indonesia.

Komnas perempuan didirikan dengan tujuan mengembangkan kondisi yang kondusif bagi penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan penegakan hak-hak asasi perempuan di Indonesia, serta

55 https://lsc.bphn.go.id/artikel?id=772. Diakses tanggal 03 Desember 2019, pukul 12.36 WIB

meningkatkan upaya pencegahan dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan di Indonesia.

Kaum perempuan berhak untuk menikmati perlindunga hak asasi manusia dan kebebasan mendasar yang sama dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau bidang-bidang lainya.56

Kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai bentuk menjadi bagian utama dari indikator Sustainable Development Goals (SDG), dimana semua negara telah bersepakat untuk menanganinya. Di Indonesia, penanganan kekerasan menjadi satu dari tiga prioritas utama pembangunan pemberdayaan perempuan program Three Ends, yakni mengakhiri kekerasan terhadap perempuan dan anak.57

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap wanita, diantaranya adalah konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan. Pasal 1 ayat (3) dan pasal 3 ayat (3) menjelaskan bahwa diskriminasi berdasarkan jenis kelamin telah dilarang oleh hukum. Dengan kata lain UU ini menunjukan bahwa segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan telah dilarang oleh hukum, dimana selama ini perempuan selalu dinomor duakan dalam berbagai hal dan sering kali menganggap perempuan rendah yang mengacu kepada kekerasan terhadap perempuan. Dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM juga ditujukan kepada semua jenis kelamin dan golongan,

56 Nanda Yunisa, op.cit., hlm. 70.

57 https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/29/1731/indonesia-mewujudkan-langkah-nyata-upaya-perlindungan-hak-perempuan. diakses tanggal 03 Desember 2019, pukul 11.59 WIB.

dalam memberikan perlindungan juga terhadap perempuan, anak, dan masyarakat adat.

Sebelum dikeluarkannya UU No. 23 Tahun 2004 tentang P-KDRT, masalah kekerasan dalam rumah tangga dianggap sebagai ranah domestik sehingga korban yang dalam hal ini perempuan mendapat perlindungan hukum yang tidak memadai. Setelah UU P-KDRT resmi disahkan, maka ranah domestik berubah menjadi ranah publik sehingga perlindungan hukum semakin jelas dan memadai. Perempuan sering kali dinomor duakan oleh tradisi dan budaya untuk menikmati hak-haknya dan selalu berdampak pada posisi yang tidak beruntung.

Banyak paradigma yang beranggapan bahwa laki-laki lebih mampu dibandingkan dengan perempuan. Hal ini menyebabkan hak-hak perempuan seringkali menjadi nomor dua bahkan ada beberapa yang menganggapnya tidak ada, hak-hak tersebut antara lain hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Bentuk perlindungan dalam menikmati hak-hak tersebut diatur dalam UU No.

11 Tahun 2005 tentang pengesahan Konvenan Internasional tentang hak ekonomi, sosial, dan budaya yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki persamaan dalam menikmati hak ekonomi, sosial, dan budaya.

Peran pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan juga terdapat dalam Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN Tahun 2010-2014 yang menyatakan bahwa kualitas hidup dan peran perempuan masih relatif rendah. Hal terseebut disebabkan adanya kesenjangan gender dalam mengakses pembangunan serta penguasaan

sumber daya, rendahnya partisipasi perempuan dalam politik, jabatan publik dan ekonomi, bencana alam, dan konflik sosial.

Pemerintah dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan tertuang pula pada Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional yang mengharuskan setiap institusi penyelenggara pemerintah mengintegrasikan pengarusutamaan gender dalam program dan budgetnya.58 Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan kedudukan, peran, dan kualitas perempuan, serta upaya mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dipandang perlu melakukan strategi pengarusutamaan gender ke dalam seluruh proses pembangunan nasional.59

58 https://www.kabar-banten.com/perlindungan-hukum-terhadap-perempuan/. diakses tanggal 03 Desember 2019 pukul 13.15 WIB.

59 https://www.kemenkeu.go.id/sites/default/files/inpres-no.-9-tahun-2000-tentang-pug.dpf.

diakses tanggal 03 Desember 2020 pukul 14.17 WIB.

BAB III

IMPLEMENTASI UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN